Senin, 28 Mei 2012

MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
Nomor : 640 - 893 - D.IV
Lampiran : 1 (satu)
Perihal : Pengiriman SK MNA/ KBPN No. 4 Tahun 1999 tentang Formasi PPAT di Kabupaten/Kotamadya

Kepada Yth.
1. Sdr. Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi
2. Sdr. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya
di -
Seluruh Indonesia


 
Bersama ini disampaikan Surat Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1999 tentang Formasi PPAT di Kabupaten/Kotamadya sebagai pelaksanaan pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Perhitungan Formasi PPAT di Kabupaten/Kotamadya menggunakan rumus yang ditetapkan dalam PMNA/KBPN tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, yang masih dalam proses penyelesaiannya. Faktor yang digunakan dalam rumus adalah jumlah kecamatan dan jumlah pendaftaran peralihan hak, pendaftaran hak tanggungan rata-rata dalam 3 (tiga) tahun terakhir pada masing-masing Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya.
2. Setelah berlakunya SK MNA/KBPN tersebut di atas, Formasi PPAT yang ditetapkan oleh Kepala Kanwil BPN Propinsi berdasarkan PMNA/KBPN Nomor 1 Tahun 1996 tidak berlaku lagi.
Demikian agar dilaksanakan dan disosialisasikan.
AN. MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
DEPUTI BIDANG PENGUKURAN DAN
PENDAFTARAN TANAH
ttd Drs. SOELARMAN Br.
NIP. 010028599
Tembusan : Disampaikan Kepada Yth.
1. Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, (sebagai laporan).
2. Menteri Dalam Negeri
3. Menteri Kehakiman.
4. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia.
5. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II seluruh Indonesia.
6. BPP. IPPAT.
7. DPP. ASPPAT.
MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
INSTRUKSI MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
NOMOR 2 TAHUN 1999
TENTANG
PERCEPATAN PELAYANAN PENDAFTARAN
PERALIHAN HAK ATAS TANAH
MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL


Menimbang : a. bahwa pelayanan pendaftaran peralihan hak atas tanah melalui pemindahan hak dengan akta PPAT atau Lelang bagi bidang tanah yang sudah bersertipikat merupakan pelayanan sederhana;
b. bahwa untuk memberikan kepastian kepada pemohon mengenai waktu penyelesaian pendaftaran peralihan hak atas tanah yang sudah bersertipikat tersebut perlu mengeluarkan instruksi kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan pem-berian pelayanan itu;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Per-aturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah;
4. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional;
5. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998 tentang Pem-bentukan Kabinet Reformasi Pembangunan;
6. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksana-an Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
7. Instruksi Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1998 tentang Peningkatan Efisiensi Dan Kualitas Pelayanan Masyarakat di Bidang Pertanahan;
8. Instruksi Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1999 tentang Penyelesaian Tung-gakan Pekerjaan Permohonan Masyarakat di Bidang Perta-nahan;
Dengan mencabut ketentuan-ketentuan dalam instruksi, surat dan surat edaran yang isinya bertentangan;
MENGINSTRUKSIKAN
Kepada : 1. Para Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya di seluruh Indonesia;
2. Para Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi di seluruh Indonesia;
3. Para PPAT di seluruh Indonesia;
4. Deputi Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah;
Untuk :
PERTAMA : Para Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya di seluruh Indonesia :
a. Menyelesaikan setiap permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang sudah bersertipikat dan sudah dilengkapi dengan dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (2) atau Pasal 108 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 dalam waktu 2 minggu setelah tanggal penerimaan permohonan tersebut;
b. Menyelesaikan semua tunggakan permohonan peralihan hak atas tanah yang sudah bersertipikat dan sudah dilengkapi dengan dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (2) atau Pasal 108 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 dalam waktu 3 bulan setelah tanggal instruksi ini;
c. Dalam melaksanakan pendaftaran peralihan hak atas tanah sebagaimana dimaksud huruf a dan b :
1) Menerima berkas akta pemindahan hak dari PPAT atau kutipan Risalah Lelang yang diserahkan sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (1) atau Pasal 41 ayat (5) Peraturan Peme-rintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah serta berkas permohonan peralihan haknya, dan memberikan tanda terima yang bertanggal hari penerimaan berkas itu;
2) Memberitahukan secara tertulis kepada PPAT yang ber-sangkutan atau pemohon pendaftaran peralihan hak apabila ada kekurangan berkas tersebut, atau apabila pendaftaran peralihan hak tidak dapat dilakukan, dengan menyebutkan kekurangannya atau alasan tidak dapat dilakukannya pen-daftaran;
3) tidak melakukan perubahan status dan jenis hak atas tanah yang dialihkan, kecuali atas permohonan sendiri dari yang memperoleh pengalihan hak;
4) tidak melakukan perubahan data fisik bidang tanah yang dialihkan dengan alasan apapun juga kecuali atas permo-honan sendiri dari yang memperoleh pengalihan hak;
5) tidak membebankan persyaratan lain kecuali yang ditetap-kan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997;
6) tidak melakukan pengukuran ulang atau peninjauan lapangan dengan alasan apapun juga dalam memproses pendaftaran peralihan hak tersebut, kecuali dalam hal :
a) sertipikat belum dilampiri Gambar Situasi/Surat Ukur;
b) sertipikat dilampiri Gambar Situasi/Surat Ukur yang tidak dibuat oleh instansi pertanahan/agraria;
c) dimohon pengukuran kembali oleh pemohon pendaf-taran peralihan hak;
d) dalam akta pemindahan hak dicantumkan bahwa yang dialihkan hanya sebagian dari bidang tanah yang dimaksud dalam sertipikat yang bersangkutan.
KEDUA : Para Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi di seluruh Indonesia :
a. Membimbing, mengawasi, memberi bantuan yang diperlukan kepada para Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya untuk terlaksananya Instruksi ini;
b. Tidak menentukan persyaratan lain untuk pendaftaran peralihan hak di luar yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1998;
c. Memantau pelaksanaan instruksi ini oleh para Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan melaporkan pelaksana-annya setiap bulan kepada Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional;
d. Menerima keluhan dari masyarakat mengenai pelayanan pen-daftaran peralihan hak dan mengambil tindakan yang diperlukan.
KETIGA : Para Pejabat Pembuat Akta Tanah :
a. Menyerahkan akta dengan surat pengantar yang dibuat rangkap 2 (dua) dan memuat daftar jenis surat-surat yang disampaikan sebagaimana dimaksud Pasal 103 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997;
b. Melaporkan kepada Kepala Kantor Pertanahan dan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi yang bersangkutan apabila petugas penerima akta menolak akta yang disampaikan oleh PPAT atau menolak memberikan tanda terima;
c. Setiap 2 bulan sekali menyampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi daftar permo-honan peralihan hak atas tanah bersertipikat melalui akta yang dibuatnya yang belum diselesaikann oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dalam waktu 1 bulan sejak diterimanya berkas yang bersangkutan;
d. Setiap 3 bulan sekali menyampaikan kepada Kotak Pos 4000 Badan Pertanahan Nasional Pusat daftar permohonan peralihan hak atas tanah bersertipikat melalui akta yang dibuatnya yang belum diselesaikan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota-madya dalam waktu 2 bulan sejak diterimanya berkas yang bersangkutan.
KEEMPAT : Deputi Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah Badan Perta-nahan Nasional :
a. Memantau pelaksanaan instruksi ini dan melaporkan hasilnya kepada Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional;
b. Memberi petunjuk yang diperlukan untuk terlaksananya instruksi ini.
Instruksi ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan.
Dikeluarkan di : Jakarta
Pada tanggal : 19 April 1999
MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
ttd.
HASAN BASRI DURIN
TEMBUSAN, disampaikan kepada Yth. :
1. Menteri Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara;
2. Sekretaris dan para Asisten Menteri Negara Agraria;
3. Para Deputi Badan Pertanahan Nasional;
4. Para Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia;
5. Para Bupati/Walikotamadya di seluruh Indonesia;
6. BPP IPPAT;
7. DPP ASPPAT.
MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
NOMOR 4 TAHUN 1999
TENTANG
PENETAPAN FORMASI PEJABAT PEMBUAT
AKTA TANAH DI KABUPATEN/KOTAMADYA
MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah formasi PPAT untuk setiap daerah kerja PPAT ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional;
b. bahwa penetapan formasi Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut perlu dilakukan dengan Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara RI Tahun 1960 Nomor 104 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3696);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Lembaran Negara RI Tahun 1998 Nomor 2);
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional;
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara;
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 122/M Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan;
MEMUTUSKAN :
MENETAPKAN :
PERTAMA : Membatalkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi seluruh Indonesia tentang penetapan formasi PPAT di daerah yang bersangkutan dan selanjutnya menetapkan kembali formasi PPAT di masing-masing daerah kerja PPAT (Kabupaten/Kotamadya) di seluruh Indonesia sebagaimana tercantum pada LAMPIRAN KEPUTUSAN ini, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Para calon PPAT yang sebelum berlakunya Keputusan ini :
1) telah menjabat sebagai Notaris dengan tempat kedudukan di Kabupaten/Kotamadya yang formasi-nya menurut daftar Lampiran Keputusan ini telah terpenuhi, dan
2) telah lulus ujian PPAT atau telah mengajukan permohonan untuk diangkat sebagai PPAT dalam rangka penyesuaian dengan tempat kedudukan Notaris,
dapat diangkat sebagai PPAT di daerah tersebut:
b. dalam hal sebagaimana dimaksud pada huruf a formasi untuk daerah kerja yang bersangkutan adalah sebesar formasi sebagaimana tercantum dalam daftar Lampiran Keputusan ini ditambah jumlah calon PPAT sebagaimana dimaksud huruf a.
KEDUA : Kabupaten/Kotamadya yang jumlah PPAT nya, termasuk PPAT Sementara, sama atau lebih besar dari formasi PPAT yang ditetapkan, dinyatakan sebagai daerah yang tertutup untuk pengangkatan PPAT.
KETIGA : Di Kabupaten/Kotamadya yang sudah merupakan daerah yang tertutup untuk pengangkatan PPAT, apabila terjadi penggantian Camat maka Camat baru tidak dapat ditunjuk sebagai PPAT Sementara.
KEEMPAT : Pengangkatan PPAT sebelum berlakunya peraturan ini yang mengakibatkan jumlah PPAT di suatu daerah kerja PPAT lebih besar dari formasi yang ditetapkan untuk daerah kerja tersebut adalah sah.
KELIMA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di
:
Jakarta
Pada tanggal
:
26 Pebruari 1999
__________________________________________
MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
ttd.
HASAN BASRI DURIN
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth:
1. Menteri Dalam Negeri.
2. Menteri Kehakiman.
3. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I di Seluruh Indonesia.
4. Para Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi.
5. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II di Seluruh Indonesia.
6. Para Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya.
7. BPP. IPPAT.
8. DPP. ASPPAT.

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN DAN PEMBATALAN KEPUTUSAN PEMBERIAN HAK ATAS TANAH NEGARA MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,


Menimbang : a. bahwa untuk kelancaran pelaksanaan tugas pelayanan dibidang hak-hak
atas tanah perlu diadakan peninjauan kembali ketentuan-ketentuan mengenai pelimpahan
kewenangan pemberian hak atas tanah dan kewenangan pembatalan keputusan mengenai
pemberian hak atas tanah;
b. bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud di atas perlu ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional,
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2043);
2. Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian
(Lembaran Negara tahun 1960 Nomor 174 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2117);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 58
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3643);
4. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional;
5. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998 tentang Pembubaran Kabinet
Pembangunan VII dan Pembentukan Kabinet Reformasi;
6. Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 1998 tentang Kedudukan , Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara;
7. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11/KBPN/1998 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional;
8. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1989 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional di Propinsi dan
Kantor Pertanahan di Kabupaten/Kotamadya;
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN
PERTANAHAN NASIONAL TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN
PEMBERIAN DAN PEMBATALAN KEPUTUSAN PEMBERIAN HAK ATAS
TANAH NEGARA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Hak atas tanah adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak
Pakai;
2. Tanah negara adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
3. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya
sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya;
4. Tanah hak adalah tanah yang telah dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah;
5. Pemberian hak atas tanah adalah penetapan Pemerintah yang memberikan suatu hak
atas tanah negara, termasuk perpanjangan jangka waktu hak dan pembaharuan hak;
6. Pemberian hak secara individual adalah pemberian hak atas sebidang tanah kepada
seorang atau sebuah badan hukum tertentu atau kepada beberapa orang atau badan hukum
secara bersama sebagai penerima hak bersama, yang dilakukan dengan satu penetapan
pemberian hak;
7. Pemberian hak secara kolektif adalah pemberian hak atas beberapa bidang tanah
masing-masing kepada seorang atau sebuah badan hukum atau kepada beberapa orang
atau badan hukum sebagai penerima hak bersama, yang dilakukan dengan satu penetapan
pemberian hak;
8. Pemberian hak secara umum adalah pemberian hak atas bidang tanah yang memenuhi
kriteria tertentu kepada penerima hak yang memenuhi kriteria tertentu yang dilakukan
dengan satu penetapan pemberian hak;
9. Perpanjangan jangka waktu hak adalah penetapan Pemerintah yang memberikan
penambahan jangka waktu berlakunya sesuatu hak atas tanah;
10. Pembaharuan hak adalah penetapan Pemerintah yang memberikan hak yang sama
kepada pemegang hak atas tanah sesudah jangka waktu hak tersebut atau
perpanjangannya habis;
11. Perubahan hak adalah penetapan Pemerintah mengenai penegasan bahwa sebidang
tanah yang semula dipunyai dengan suatu hak atas tanah tertentu, atas permohonan
pemegang haknya, menjadi tanah negara dan sekaligus memberikan tanah tersebut
kepadanya dengan hak atas tanah jenis lainnya;
12. Pembatalan keputusan pemberian hak adalah pembatalan keputusan mengenai
pemberian suatu hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum
dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Pasal 2
(1) Dengan peraturan ini kewenangan pemberian hak atas tanah secara individual dan
secara kolektif, dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah dilimpahkan
sebagian kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi atau
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya.
(2) Pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah dalam peraturan ini meliputi pula
kewenangan untuk menegaskan bahwa tanah yang akan diberikan dengan sesuatu hak
atas tanah adalah tanah negara.
(3) Dalam hal tidak ditentukan secara khusus dalam pasal atau ayat yang bersangkutan,
maka pelimpahan kewenangan yang ditetapkan dalam peraturan ini hanya meliputi
kewenangan mengenai hak atas tanah di atas tanah negara yang sebagian kewenangan
menguasai dari Negara tidak dilimpahkan kepada instansi atau badan lain dengan Hak
Pengelolaan.
BAB II
KEWENANGAN KEPALA KANTOR PERTANAHAN
KABUPATEN/KOTAMADYA
Bagian Pertama
Hak Milik
Pasal 3
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya memberi keputusan mengenai :
1. pemberian Hak Milik atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 Ha (dua
hektar);
2. pemberian Hak Milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2.000 M2
(dua ribu meter persegi), kecuali mengenai tanah bekas Hak Guna Usaha;
3. pemberian Hak Milik atas tanah dalam rangka pelaksanaan program:
a. transmigrasi;
b. redistribusi tanah;
c. konsolidasi tanah;
d. pendaftaran tanah secara massal baik dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah
secara sistematik maupun sporadik.
Bagian Kedua
Hak Guna Bangunan
Pasal 4
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya memberi keputusan mengenai:
a. pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 2.000 M2 (dua
ribu meter persegi), kecuali mengenai tanah bekas Hak Guna Usaha;
b. semua pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan.
Bagian Ketiga
Hak Pakai
Pasal 5
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya memberi keputusan mengenai:
a) pemberian Hak Pakai atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 Ha (dua
hektar);
b) pemberian Hak Pakai atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2.000 M2
(dua ribu meter persegi), kecuali mengenai tanah bekas Hak Guna Usaha;
c) semua pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan.
Bagian Keempat
Perubahan Hak
Pasal 6
Kepala Kantor Pertanahan memberi keputusan mengenai semua perubahan hak atas
tanah, kecuali perubahan Hak Guna Usaha menjadi hak lain.
BAB III
KEWENANGAN KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN
PERTANAHAN NASIONAL PROPINSI
Bagia Pertama
Hak Milik
Pasal 7
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi keputusan
mengenai :
1. pemberian Hak Milik atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 HA (dua hektar);
2. pemberian Hak Milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 5.000 M2
(lima ribu meter persegi), kecuali yang kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan
kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3.
Bagian Kedua
Hak Guna Usaha
Pasal 8
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi keputusan
mengenai pemberian Hak Guna Usaha atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 HA
(dua ratus hektar).
Bagian Ketiga
Hak Guna Bangunan
Pasal 9
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi keputusan
mengenai pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari
150.000 M2 (seratus lima puluh ribu meter persegi), kecuali yang kewenangan
pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya sebagaimana dimaksud dalam pasal 4.
Bagian Keempat
Hak Pakai
Pasal 10
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi keputusan
mengenai :
a. pemberian Hak Pakai atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 Ha (dua hektar);
b. pemberian Hak Pakai atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 150.000
M2 (seratus lima puluh ribu meter persegi), kecuali yang kewenangan pemberiannya
telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 5.
Bagian Kelima
Pemberian hak lainnya
Pasal 11
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi keputusan
mengenai pemberian hak atas tanah yang sudah dilimpahkan kewenangan pemberiannya
kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagaimana dimaksud dalam
Bab II apabila atas laporan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya hal tersebut
diperlukan berdasarkan keadaan di lapangan.
Bagian Keenam
Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah
Pasal 12
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi keputusan
mengenai:
a. pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang telah dikeluarkan oleh Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang terdapat cacad hukum dalam
penerbitannya;
b. pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang kewenangan pemberiannya
dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan kepada
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi, untuk melaksanakan putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
BAB IV
KEWENANGAN MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
Pasal 13
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional menetapkan pemberian hak
atas tanah yang diberikan secara umum.
Pasal 14
(1) Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional memberi keputusan
mengenai pemberian dan pembatalan hak atas tanah yang tidak dilimpahkan
kewenangannnya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi
atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagaimana dimaksud dalam
Bab II dan Bab III.
(2) Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional memberi keputusan
mengenai pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang telah
dilimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Propinsi atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagaimana dimaksud
dalam Bab II dan Bab III apabila atas laporan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Propinsi hal tersebut diperlukan berdasarkan keadaan di lapangan.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 15
(1) Permohonan pemberian hak atas tanah atau pembatalan keputusan pemberian hak atas
tanah yang pada saat mulai berlakunya peraturan ini masih dalam pengurusan
diselesaikan menurut peraturan yang berlaku sebelum berlakunya peraturan ini apabila
berkasnya telah diterima lengkap oleh pejabat yang berwenang mengambil keputusan
menurut peraturan tersebut.
(2) Permohonan pemberian hak atas tanah atau pembatalan keputusan pemberian hak atas
tanah yang pada saat mulai berlakunya peraturan ini masih dalam pengurusan
diselesaikan menurut ketentuan dalam peraturan ini apabila berkas permohonan tersebut
belum diterima lengkap oleh pejabat yang berwenang mengambil keputusan menurut
peraturan yang belaku sebelum berlakunya peraturan ini.
BAB VI
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal 16
(1) Pemegang pelimpahan kewenangan pemberian atau pembatalan keputusan pemberian
hak atas tanah menerbitkan keputusan yang memuat penetapan pemberian hak atas tanah
atau pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah atas nama Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
(2) Pemegang pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah dilarang dengan
sengaja memecah bidang tanah yang telah siap untuk diberikan dengan sesuatu hak
kepada seseorang atau badan hukum dengan maksud agar penetapan pemberian hak
tersebut dapat diterbitkan olehnya menurut ketentuan pelimpahan kewenangan dalam
peraturan ini.
(3) Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenai sanksi
disiplin pegawai sesuai ketentuan yang berlaku.
(4) Penetapan pemberian hak yang diterbitkan dengan melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) mengandung cacat hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 1
angka 12.
(5) Pemegang pelimpahan kewenangan bertanggung-jawab secara pribadi mengenai
kerugian yang ditimbulkan kepada pihak lain sebagai akibat penetapan hak atas tanah
yang telah diterbitkan olehnya dengan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
Pasal 17
Dengan berlakunya peraturan ini, maka:
1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 1972 tentang, tentang Pelimpahan
Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan
2. semua ketentuan yang bermaksud melimpahkan kewenangan pemberian hak atas tanah
dalam peraturan/keputusan lainnya, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 18
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 19 Pebruari 1999
MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
ttd
HASAN BASRI DURIN



MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Nomor : 110-3637
Lampiran : 1 (satu)
Perihal : Penyampaian Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kewenangan Menandatangani Buku Tanah, Sertipikat dan Surat Ukur.

Kepada Yth.
 1. Para Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi,
2. Para Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya di seluruh Indonesia.



Bersama ini disampaikan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kewenangan Manandatangani Buku Tanah, Sertipikat dan Surat Ukur, untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya, dengan penjelasan dan petunjuk sebagai berikut :
1. Peraturan ini berisi ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan menandatangani buku tanah, sertipikat dan surat ukur dalam melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang ketentuan pelaksanaannya secara komprehensif telah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997. Maksud dikeluarkannya peraturan ini adalah :
a. memperjelas ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 terutama yang menyangkut pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dan Pasal 92, dan mengenai istilah “atau pejabat yang ditunjuk” sebagaimana disebut dalam beberapa pasal;
b. mempertegas tanggung-jawab Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya mengenai pemenuhan pelaksanaan tugas pelayanan dalam rangka pendaftaran tanah secara sporadik dan bahwa Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya wajib mengambil keputusan dan tindakan yang diperlukan agar dapat menyelesaikan semua permohonan pelayanan pendaftaran tanah dari masyarakat tersebut.
2. Sehubungan dengan hal di atas, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya wajib melimpahkan sebagian kewenangannya menandatangani buku tanah dan sertipikat apabila menurut perhitungan yang dilakukan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi, beban tugas pendaftaran tanahnya setiap bulan rata-rata melebihi 1000 unit pelayanan (Pasal 6 ayat 1). Rincian kewenangan yang dilimpahkan tersebut harus ditentukan secara jelas di dalam Surat Kuasa Menandatangani Buku Tanah dan Sertipikat yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya.
3. Selain pelimpahan kewenangan menandatangani buku tanah dan sertipikat yang diwajibkan tersebut Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya juga dapat melimpahkan kewenangannya menandatangani buku tanah dan sertipikat tertentu apabila menurut perhitungannya sendiri permohonan pelayanan pendaftaran tanah akan tidak dapat diselesaikannya dengan baik (Pasal 7 ayat 1). Pelimpahan kewenangan ini perlu dilakukan apabila Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya menghadapi permohonan pelayanan pendaftaran tanah yang bersifat massal, misalnya pensertipikatan tanah transmigrasi, tanah proyek PIR, permohonan pendaftaran perubahan hak yang volumenya banyak, dan sebagainya. Untuk melimpahkan kewenangan penanda-tanganan buku tanah dan sertipikat ini tidak diperlukan izin atau persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi.
4. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi wajib memantau terus-menerus pelaksanaan pelayanan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan mengambil tindakan yang diperlukan agar semua permohonan pelayanan pendaftaran tanah dapat ditangani oleh Kantor Pertanahan. Berhubung dengan itu hendaknya Bidang Pengukuran dan Pendaftaran tanah di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi benar-benar mengetahui tingkat permintaan pelayanan pendaftaran tanah dan penyelesaiannya di semua Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya di wilayahnya termasuk tunggakan-tunggakan yang ada, dan memikirkan cara-cara yang tepat untuk mengatasinya. Apabila diperlukan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi dapat memperbantukan petugas dari Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi atau Kantor Pertanahan lainnya dalam bentuk penugasan khusus maupun “task force” untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Tugas pemantauan dan pemberian bimbingan ini dipertanggungjawabkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi kepada Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Deputi Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah.
5. Dengan ditetapkannya peraturan ini maka Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1989 dan ketentuan-ketentuan mengenai kewenangan menandatangani buku tanah, sertipikat dan surat ukur yang tercantum dalam peraturan, keputusan maupun surat edaran yang bertentangan tidak berlaku lagi (Pasal 12).
Demikianlah disampaikan untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
ttd.
HASAN BASRI DURIN
Tembusan kepada Yth.
1. Sekretaris dan para Asisten Menteri Negara Agraria;
2. Para Deputi Badan Pertanahan Nasional;
3. BPP IPPAT;
4. DPP ASPPAT.

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1997

MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
NOMOR 3 TAHUN 1997
TENTANG
KETENTUAN PELAKSANAAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997
TENTANG PENDAFTARAN TANAH
MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah;
b. bahwa sehubungan dengan itu perlu menetapkan ketentuan lebih lanjut sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara 2043);
2. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317);
3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632);
4. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3688);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3107);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3372);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3643);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis Dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3694);
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3696);
10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 T1988 tentang Badan Pertanahan Nasional jo. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEME-RINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PEN-DAFTARAN TANAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Peta dasar teknik adalah peta yang memuat penyebaran titik-titik dasar teknik dalam cakupan wilayah tertentu.
2. Gambar ukur adalah dokumen tempat mencantumkan gambar suatu bidang tanah atau lebih dan situasi sekitarnya serta data hasil pengukuran bidang tanah baik berupa jarak, sudut, azimuth ataupun sudut jurusan.
3. Pengukuran bidang tanah secara sistematik adalah proses pemastian letak batas bidang-bidang tanah yang terletak dalam satu atau beberapa desa/kelurahan atau bagian dari desa/kelurahan atau lebih dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah secara sistematik.
4. Pengukuran bidang tanah secara sporadik adalah proses pemastian letak batas satu atau beberapa bidang tanah berdasarkan permohonan pemegang haknya atau calon pemegang hak baru yang letaknya saling berbatasan atau terpencar-pencar dalam satu desa/kelurahan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah secara sporadik.
5. Pemetaan bidang tanah adalah kegiatan menggambarkan hasil pengukuran bidang tanah secara sistematik maupun sporadik dengan suatu metode tertentu pada media tertentu seperti lembaran kertas, drafting film atau media lainnya sehingga letak dan ukuran bidang tanahnya dapat diketahui dari media tempat pemetaan bidang tanah tersebut.
6. Peta bidang tanah adalah hasil pemetaan 1 (satu) bidang tanah atau lebih pada lembaran kertas dengan suatu skala tertentu yang batas-batasnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan digunakan untuk pengumuman data fisik.
7. Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) adalah tanda pengenal khusus yang diberikan untuk bidang tanah yang bersifat unik atau tunggal untuk setiap bidang tanah di seluruh Indonesia.
8. Orde adalah peringkat titik-titik dasar teknik berdasarkan kerapatan dan ketelitian sehingga dapat dibedakan dalam 5 (lima) peringkat yaitu orde 0 sampai dengan 4 dan berfungsi sebagai titik ikat.
9. Pemegang hak adalah orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atau Hak Pengelolaan, atau nadzir dalam hal tanah wakaf, baik yang sudah terdaftar maupun yang belum terdaftar.
10. Kuasa adalah orang atau badan hukum yang mendapat kuasa tertulis yang sah dari pemegang hak.
11. Pihak yang berkepentingan adalah pemegang hak dan pihak atau pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan mengenai bidang tanah.
12. Warkah adalah dokumen yang merupakan alat pembuktian data fisik dan data yuridis bidang tanah yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran bidang tanah tersebut.
13. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dibidang agraria/pertanahan.
14. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi.
15. Kantor Pertanahan adalah Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya.
BAB II
PENGUKURAN DAN PEMETAAN
Bagian Kesatu
Pengukuran dan Pemetaan Titik Dasar Teknik.
Pasal 2
(1) Titik dasar teknik diklasifikasikan menurut tingkat kerapatannya yaitu titik dasar teknik orde 0, titik dasar teknik orde 1, titik dasar teknik orde 2, titik dasar teknik orde 3, titik dasar teknik orde 4 dan titik dasar teknik perapatan.
(2) Pengukuran titik dasar teknik orde 2 dilaksanakan dengan kerapatan ± 10 kilometer.
(3) Pengukuran titik dasar teknik orde 3 dilaksanakan dengan kerapatan ± 1 - 2 kilometer.
(4) Titik dasar teknik orde 4 merupakan titik dasar teknik dengan kerapatan hingga 150 meter.
(5) Titik dasar teknik perapatan merupakan hasil perapatan titik dasar teknik orde 4.
Pasal 3
(1) Sistem koordinat nasional menggunakan sistem koordinat proyeksi Transverse Mercator Nasional dengan lebar zone 3° (tiga derajat) dan selanjutnya dalam Peraturan ini disebut TM-3°.
(2) Meridian sentral zone TM-3 ° terletak 1,5 ° (satu koma lima derajat) di timur dan barat meridian sentral zone UTM yang bersangkutan.
(3) Besaran faktor skala di meridian sentral (k) yang digunakan adalah 0,9999.
(4) Titik nol semu yang digunakan adalah timur (x) = 200.000 meter, dan utara (y) = 1.500.000 meter.
(5) Model matematik bumi sebagai bidang referensi adalah spheroid pada datum WGS-1984 dengan parameter a = 6.378.137 meter dan f = 1/298,25722357.
(6) Penggunaan sistem proyeksi lain hanya diperkenankan dengan persetujuan Menteri.
Pasal 4
(1) Pengukuran titik dasar teknik orde 2 dilaksanakan dalam sistem koordinat nasional dengan mengikatkan ke titik-titik dasar orde 0 dan orde 1 yang dibangun oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan nasional.
(2) Pengukuran titik dasar teknik orde 3 dilaksanakan dalam sistem koordinat nasional dengan mengikatkan ke titik-titik dasar teknik orde 2.
(3) Pengukuran titik dasar teknik orde 4 pada prinsipnya dilaksanakan dalam sistem koordinat nasional dengan mengikatkan ke titik-titik dasar teknik orde 3.
(4) Apabila tidak memungkinkan, pengukuran titik dasar teknik orde 4 dapat dilaksanakan dalam sistem koordinat lokal dimana dikemudian hari harus ditransformasi kedalam sitem koordinat nasional.
(5) Titik dasar teknik yang dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) disebut titik dasar teknik nasional, sedangkan titik dasar teknik yang dimaksud pada ayat (4) apabila belum ditransformasi ke dalam koordinat sistem koordinat nasional disebut titik dasar teknik lokal.
Pasal 5
(1) Titik dasar teknik orde 2 dibuat dengan konstruksi beton dari campuran semen, pasir dan kerikil dengan perbandingan 1 : 2 : 3 dengan diameter tulang besi 12 mm, yang besarnya sekurang-kurangnya 0,35 m x 0,35 m dan tinggi sekurang-kurangnya 0,80 m, dan berdiri di atas beton dasar dengan ukuran 0,55 m x 0,55 m dan tinggi 0,2 m, diberi warna biru dan dilengkapi dengan marmer dan logam yang berbentuk tablet yang memuat sekurang-kurangnya nomor titik dasar teknik tersebut .
(2) Titik dasar teknik orde 3 dibuat dengan konstruksi beton dari campuran semen, pasir dan kerikil dengan perbandingan 1 : 2 : 3 dengan diameter tulang besi 8 mm, yang besarnya sekurang-kurangnya 0,30 m x 0,30 m dan tinggi sekurang-kurangnya 0,60 m, dan berdiri di atas beton dasar dengan ukuran 0,40 m x 0,40 m dan tinggi 0,20 m, diberi warna biru dan dilengkapi dengan logam yang berbentuk tablet yang memuat sekurang-kurangnya nomor titik dasar teknik tersebut .
(3) Titik dasar teknik orde 4 dibuat dengan konstruksi yang dapat disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
(4) Contoh gambar konstruksi titik dasar teknik adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran 1.
Pasal 6
(1) Titik dasar teknik orde 2 diberi nomor yang unik/tunggal sebanyak lima digit yang terdiri dari dua digit kode propinsi dan tiga digit nomor urut.
(2) Titik dasar teknik orde 3 diberi nomor yang unik/tunggal sebanyak tujuh digit yang terdiri dari dua digit kode propinsi, dua digit kode kabupaten/ kotamadya dan tiga digit nomor urut.
(3) Titik dasar teknik orde 4 diberi nomor yang unik/tunggal berdasarkan wilayah desa/kelurahan sebanyak tiga digit.
(4) Kode propinsi dan kode kabupaten untuk nomor titik dasar teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran 2.
Pasal 7
Pengukuran titik dasar teknik orde 2, orde 3, dan orde 4 dilaksanakan dengan menggunakan metoda pengamatan satelit atau metoda lainnya.
Pasal 8
(1) Penyebaran titik-titik dasar teknik dipetakan pada peta topografi atau peta lain yang ada.
(2) Untuk titik dasar teknik lokal, penyebarannya dipetakan dalam peta skala besar yang meliputi satu wilayah desa/kelurahan.
(3) Peta yang menggambarkan penyebaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dinamakan peta dasar teknik.
(4) Nomor lembar peta yang digunakan untuk peta dasar teknik mengikuti nomor lembar peta asalnya.
Pasal 9
(1) Titik-titik dasar teknik dipetakan dengan simbol berbeda, sesuai dengan klasifikasi titik dasar teknik tersebut.
(2) Titik dasar teknik orde 0 dan orde 1 dipetakan dengan simbol segi empat dengan panjang sisi 3 mm, dan diberi warna hitam.
(3) Titik dasar teknik orde 2 dipetakan dengan simbol segitiga dengan panjang sisi 3 mm, dan diberi warna hitam.
(4) Titik dasar teknik orde 3 dipetakan dengan simbol segitiga dengan panjang sisi 3 mm.
(5) Titik dasar teknik orde 4 nasional dipetakan dengan simbol lingkaran yang bergaris tengah 3 mm, sedangkan titik dasar teknik orde 4 lokal dipetakan dengan simbol lingkaran yang bergaris tengah 3 mm yang diberi warna hitam.
(6) Titik dasar teknik perapatan dipetakan dengan simbol segi empat dengan panjang 3 mm.
(7) Simbol-simbol titik dasar teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3), (4), (5) dan (6) dibuat seperti contoh sebagaimana tercantum dalam lampiran 3.
Pasal 10
(1) Untuk titik dasar teknik orde 2, orde 3 dan orde 4 dibuatkan deskripsi, sketsa lokasi, dan foto yang menggambarkan dan menjelaskan cara pencapaian lokasi titik tersebut serta daftar koordinat yang sekurang-kurangnya memuat nilai koordinat titik dasar teknik tersebut dalam sistem koordinat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Deskripsi, sketsa lokasi, daftar koordinat dan foto titik dasar teknik dijilid menjadi satu dan disebut buku tugu.
(3) Deskripsi, sketsa lokasi, daftar koordinat dan foto titik dasar teknik orde 2 dibuat dengan menggunakan daftar isian 100, 100A, 100B dan 100C.
(4) Deskripsi, sketsa lokasi, daftar koordinat dan foto titik dasar teknik orde 3 dibuat dengan menggunakan daftar isian 101, 101A, 101B dan 101C.
(5) Deskripsi, sketsa lokasi, daftar koordinat dan foto titik dasar teknik orde 4 dibuat dengan menggunakan daftar isian 102 dan 102A.
(6) Tiap titik dasar teknik orde 2 dan orde 3 dibuatkan buku tugunya sebanyak 3 (tiga) rangkap yang masing-masing disimpan di Badan Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan, sedangkan buku tugu titik dasar teknik orde 4 dibuat 1 (satu) rangkap yang disimpan di Kantor Pertanahan.
Pasal 11
(1) Pemeliharaan titik-titik dasar teknik orde 2, orde 3 dan titik dasar teknik orde 4 merupakan tanggung jawab Kantor Pertanahan setempat.
(2) Apabila titik dasar teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hilang atau berubah letaknya, harus dibuatkan titik dasar teknik yang baru sesuai ordenya di sekitar titik dimaksud dengan memberikan nomor urut yang baru.
Bagian Kedua
Pembuatan Peta Dasar Pendaftaran
Paragraf 1
Pengukuran dan Pemetaan untuk Pembuatan Peta Dasar Pendaftaran
Pasal 12
(1) Pengukuran dan pemetaan untuk pembuatan peta dasar pendaftaran diselenggarakan dengan cara terrestrial, fotogrametrik atau metode lain.
(2) Pengukuran dan pemetaan secara terrestrial adalah pengukuran dan pemetaan yang dilaksanakan di permukaan bumi.
(3) Pengukuran dan pemetaan secara fotogrametrik adalah pengukuran dan pemetaan dengan menggunakan sarana foto udara.
(4) Foto udara adalah foto dari permukaan bumi yang diambil dari udara dengan mempergunakan kamera yang dipasang pada pesawat udara dan memenuhi persyaratan-persyaratan teknis tertentu untuk digunakan bagi pembuatan peta dasar pendaftaran.
Pasal 13
(1) Peta dasar pendaftaran dibuat dengan skala 1:1.000 atau lebih besar untuk daerah pemukiman, 1:2.500 atau lebih besar untuk daerah pertanian dan 1:10.000 untuk daerah perkebunan besar.
(2) Peta dasar pendaftaran dapat berupa peta garis atau peta foto.
(3) Pembuatan peta dasar pendaftaran dilaksanakan dengan mengikatkan ke titik dasar teknik nasional.
(4) Peta dasar pendaftaran yang masih berada dalam sistem koordinat lokal harus ditransformasikan ke dalam sistem koordinat nasional.
Pasal 14
Detail yang diukur dalam pembuatan peta dasar pendaftaran meliputi semua atau sebagian unsur geografi seperti sungai, jalan, bangunan, batas fisik bidang tanah dan ketinggian.
Pasal 15
(1) Peta dasar pendaftaran yang berupa peta garis dibuat di atas drafting film, sedangkan peta dasar pendaftaran yang berupa peta foto dibuat di atas kertas bromide.
(2) Peta dasar pendaftaran atau berupa peta garis dibuat dengan ketentuan :
a. ukuran muka peta 50 cm x 50 cm dan ukuran bidang gambar 70 cm x 70 cm untuk peta skala 1:1.000.
b. ukuran muka peta 60 cm x 60 cm dan ukuran bidang gambar 80 cm x 80 cm untuk peta skala 1:2.500.
c. ukuran muka peta 60 cm x 60 cm dan ukuran bidang gambar 60 cm x 60 cm untuk peta skala 1:10.000.
(3) Peta dasar pendaftaran yang berupa peta foto dibuat dengan ketentuan :
a. ukuran muka peta dan bidang gambar 50 cm x 50 cm untuk peta skala 1 : 1000;
b. ukuran muka peta dan bidang gambar 60 cm x 60 cm untuk peta skala 1 : 2500 dan skala 1 : 10000;
(4) Simbol-simbol kartografi yang digunakan untuk pembuatan peta dasar pendaftaran dibuat sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam lampiran 4.
(5) Pada bagian kanan lembar peta, disediakan ruang untuk penulisan judul, skala peta, arah utara, petunjuk letak lembar peta, legenda kartografi, keterangan pembuatan peta, nama desa/kelurahan dan kecamatan, serta nama pihak ketiga yang melaksanakan jika ada.
(6) Pada bagian kiri sebelah atas bidang gambar ditulis nama propinsi.
(7) Pada bagian tengah sebelah atas bidang gambar ditulis nama kotamadya/ kabupaten.
(8) Pada bagian kanan sebelah atas legenda ditulis nomor peta dasar pendaftaran.
Pasal 16
(1) Untuk peta dasar pendaftaran dalam sistem kerangka dasar nasional, penomoran peta terdiri dari nomor zone dan nomor lembar peta.
(2) Penomoran zone mengacu pada nomor zone UTM, penomoran terdiri dari tiga digit dimana dua digit pertama berisi nomor zone UTM dan digit terakhir merupakan letak zone TM-3 ° sebagaimana tercantum dalam lampiran 5.
(3) Satu zone TM-3° dibagi dalam wilayah-wilayah yang tercakup pada peta skala 1 : 10.000 dengan ukuran muka peta 60 cm x 60 cm.
(4) Penomoran lembar peta skala 1 : 10.000 terdiri dari lima digit dimana dua digit pertama menunjukkan nomor kolom lembar (arah x) dan tiga digit berikutnya adalah nomor baris lembar (arah y) dimulai dari koordinat x = 32.000 m dan y = 282.000 m sebagaimana tercantum dalam lampiran 6.
(5) Lembar peta skala 1 : 10.000 dibagi menjadi 16 lembar peta skala 1:2.500 dengan ukuran muka peta 60 cm x 60 cm.
(6) Penomoran lembar peta skala 1 : 2.500 terdiri dari tujuh digit dimana lima digit pertama adalah nomor lembar peta skala 1:10.000-nya dan dua digit berikutnya adalah nomor urut lembar peta skala 1 : 2.500 di dalam lembar peta skala 1:10.000 yang dimulai dari nomor 1 (satu) di pojok kiri bawah selanjutnya ke arah kanan dan kemudian baris selanjutnya dari kiri ke kanan sebagaimana tercantum dalam lampiran 7.
(7) Lembar peta skala 1:2.500 dibagi menjadi sembilan lembar peta skala 1:1.000 dengan ukuran muka peta 50 cm x 50 cm.
(8) Penomoran lembar peta skala 1:1.000 terdiri dari delapan digit dimana tujuh digit pertama adalah nomor lembar peta skala 1:2.500-nya dan satu digit berikutnya adalah nomor urut lembar peta skala 1:1.000 di dalam lembar peta skala 1:2.500 yang dimulai dari nomor 1 (satu) di pojok kiri bawah selanjutnya ke sebagaimana tercantum dalam lampiran 7.
(9) Untuk lembar-lembar peta skala yang lebih besar (1:500 dan 1:250) ukuran muka petanya sama dengan ukuran muka peta skala 1:1.000 dan pembagian serta penomoran lembar petanya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dengan menambahkan masing-masing satu digit terhadap nomor lembar peta skala yang lebih kecil.
(10) Contoh pembagian dan penomoran lembar peta dalam sistem kerangka dasar nasional adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran 7.
Paragraf 2
Pembuatan Peta Dasar Pendaftaran Dari Peta Lain
Pasal 17
(1) Peta dasar pendaftaran dapat dibuat dengan menggunakan peta lain yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. peta tersebut mempunyai skala 1 : 1.000 atau lebih besar untuk daerah perkotaan, 1 : 2.500 atau lebih besar untuk daerah pertanian dan 1 : 10.000 atau lebih kecil untuk daerah perkebunan besar;
b. peta tersebut sebagaimana dimaksud pada huruf a mempunyai ketelitian planimetris lebih besar atau sama dengan 0,3 mm pada skala peta;
c. untuk mengetahui ketelitian planimetris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan
dengan pengecekan jarak pada titik-titik yang mudah diidentifikasi di lapangan dan pada peta.
(2) Apabila peta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berada dalam sistem koordinat nasional, maka dilakukan transformasi ke dalam sistem koordinat nasional.
Paragraf 3
Pembuatan Peta Dasar Pendaftaran Bersamaan Dengan Pengukuran Bidang Tanah
Pasal 18
(1) Pembuatan peta dasar pendaftaran dapat juga dilakukan bersamaan dengan pengukuran bidang atau bidang-bidang tanah yang termasuk di dalamnya.
(2) Dalam hal pembuatan peta dasar pendaftaran bersamaan dengan pengukuran bidang atau bidang-bidang tanah, maka pengukuran bidang tanah tersebut didahului dengan pengukuran titik dasar teknik orde 4 nasional yang diikatkan ke titik-titik dasar teknik nasional orde 3 atau orde 2 terdekat di sekitar daerah tersebut.
(3) Apabila di sekitar lokasi tanah yang bersangkutan tidak terdapat titik dasar teknik nasional orde 3 atau orde 2, maka pembuatan peta dasar pendaftaran harus dimulai dengan pembuatan titik dasar teknik dengan sistem koordinat lokal, yang dalam hal pendaftaran tanah secara sistematik harus mencakup minimal wilayah yang ditunjuk sebagai wilayah pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik tersebut.
(4) Apabila dikemudian hari di wilayah tersebut tersedia titik dasar teknik nasional orde 4, peta pendaftaran pada wilayah tersebut ditransformasi menjadi peta pendaftaran dalam sistem koordinat nasional.
(5) Dalam pengukuran yang dilakukan untuk pembuatan peta dasar pendaftaran dimaksud pada ayat (1), selain batas-batas bidang tanahnya juga dimasukkan situasi/detail yang ada di sekitarnya dan jika diperlukan bangunan yang ada di atasnya.
Bagian Ketiga
Penetapan dan Pemasangan Tanda-tanda Batas Bidang Tanah
Pasal 19
(1) Untuk keperluan penetapan batas bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997:
a. pemohon yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, atau
b. pemegang hak atas bidang tanah yang belum terdaftar atau yang sudah terdaftar tetapi belum ada surat ukur/gambar situasinya atau yang surat ukur/gambar situasinya sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya, dan pihak yang menguasai bidang tanah yang bersangkutan, dalam pendaftaran tanah secara sistematik, diwajibkan menunjukkan batas-batas bidang tanah yang bersangkutan dan, apabila sudah ada kesepakatan mengenai batas tersebut dengan pemegang hak atas bidang tanah yang berbatasan, memasang tanda-tanda batasnya.
(2) Penetapan batas bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik, dan oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pegawai Kantor Pertanahan yang ditugaskannya dalam pendaftaran tanah secara sporadik.
(3) Dalam hal pemohon pengukuran atau pemegang hak atas tanah tidak dapat hadir pada waktu yang ditentukan untuk menunjukkan batas-batas bidang tanahnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka penunjukan batas itu dapat dikuasakan dengan kuasa tertulis kepada orang lain.
(4) Dalam hal tanda batas yang sudah terpasang ternyata tidak sesuai dengan hasil penetapan batas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon pengukuran dan pemegang hak yang bersangkutan memindahkan tanda batas tersebut sesuai dengan batas yang telah ditetapkan.
(5) Penetapan batas dituangkan dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas (daftar isian 201).
(6) Apabila dalam penetapan batas sekaligus dilakukan penataan batas, maka hasil penataan batas tersebut dituangkan dalam Berita Acara Penataan Batas (daftar isian 201A).
(7) Penataan batas sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus disetujui oleh pemegang hak yang bersangkutan dan persetujuan tersebut dituangkan juga dalam Berita Acara Penataan Batas.
Pasal 20
(1) Dalam hal terjadi sengketa mengenai batas bidang-bidang tanah yang berbatasan, Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan/petugas pengukuran yang ditunjuk dalam pendaftaran tanah secara sporadik berusaha menyelesaikannya secara damai melalui musyawarah antara pemegang hak dan pemegang hak atas tanah yang berbatasan, yang, apabila berhasil, penetapan batas yang dihasilkannya dituangkan dalam Risalah Penyelesaian Sengketa Batas (daftar isian 200).
(2) Apabila sampai saat akan dilakukannya penetapan batas dan pengukuran bidang tanah usaha penyelesaian secara damai melalui musyawarah tidak berhasil, maka ditetapkan batas sementara berdasarkan batas-batas yang menurut kenyataannya merupakan batas-batas bidang tanah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dan kepada pihak yang merasa berkeberatan, diberitahukan secara tertulis untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan.
(3) Hal dilakukannya penetapan dan pengukuran batas sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan di dalam daftar isian 201 dan dicatat di gambar ukur.
(4) Apabila sengketa yang bersangkutan diajukan ke pengadilan dan oleh pengadilan dikeluarkan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap mengenai tanah dimaksud yang dilengkapi Berita Acara Eksekusi atau apabila dicapai perdamaian antara para pihak sebelum jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 berakhir, maka catatan mengenai batas sementara pada daftar isian 201 dan gambar ukur dihapus dengan cara mencoret dengan tinta hitam.
(5) Mengenai bidang-bidang tanah yang menurut bukti-bukti penguasaan dapat didaftar melalui pengakuan hak sesuai ketentuan dalam Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 atau dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada perorangan atau badan hukum, penetapan batasnya dilakukan dengan mengecualikan bantaran sungai dan tanah yang direncanakan untuk jalan sesuai Rencana Detail Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.
(6) Dalam pendaftaran tanah secara sistematik tanah negara yang akan diberikan hak kepada perorangan atau badan hukum dan sudah diukur sebelum wilayah desa/kelurahan ditetapkan sebagai lokasi pendaftaran tanah secara sistematik akan tetapi belum dibuat surat ukurnya, ditetapkan kembali batasnya oleh Panitia Ajudikasi.
Pasal 21
(1) Tanda-tanda batas dipasang pada setiap sudut batas tanah dan, apabila dianggap perlu oleh petugas yang melaksanakan pengukuran juga pada titik-titik tertentu sepanjang garis batas bidang tanah tersebut.
(2) Untuk sudut-sudut batas yang sudah jelas letaknya karena ditandai oleh benda-benda yang terpasang secara tetap seperti pagar beton, pagar tembok atau tugu/patok penguat pagar kawat, tidak harus dipasang tanda batas.
Pasal 22
(1) Untuk bidang tanah yang luasnya kurang dari 10 ha, dipergunakan tanda-tanda batas sebagai berikut:
a. pipa besi atau batang besi, panjang sekurang-kurangnya 100 cm dan bergaris tengah sekurang-kurangnya 5 cm, dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 80 cm, sedang selebihnya 20 cm diberi tutup dan dicat merah, atau
b. pipa paralon yang diisi dengan beton (pasir campur kerikil dan semen) panjang sekurang-kurangnya 100 cm dan bergaris tengah sekurang-kurangnya 5 cm, dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 80 cm, sedang selebihnya 20 cm dicat merah, atau
c. kayu besi, bengkirai, jati dan kayu lainnya yang kuat dengan panjang sekurang-kurangnya 100 cm lebar kayu sekurang-kurangnya 7,5 cm, dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 80 cm, sedang selebihnya 20 cm di permukaan tanah di cat merah, dengan ketentuan bahwa untuk di daerah rawa panjangnya kayu tersebut sekurang-kurangnya 1,5 m dan lebar sekurang-kurangnya 10 cm, yang 1 m dimasukkan ke dalam tanah, sedang yang muncul di permukaan tanah dicat merah.
Pada kira-kira 0,2 m dari ujung bawah terlebih dulu dipasang dua potong kayu sejenis dengan ukuran sekurang-kurangnya 0,05 x 0,05 x 0,70 m yang merupakan salib; atau
d. tugu dari batu bata atau batako yang dilapis dengan semen yang besarnya sekurang-kurangnya 0,20 m x 0,20 m dan tinggi sekurang-kurangnya 0,40 m, yang setengahnya dimasukkan ke dalam tanah, atau
e. tugu dari beton, batu kali atau granit dipahat sekurang- kurangnya sebesar 0,10 m persegi dan panjang 0,50 m, yang 0,40 m dimasukkan ke dalam tanah, dengan ketentuan bahwa apabila tanda batas itu
terbuat dari beton di tengah-tengahnya dipasang paku atau besi.
(2) Untuk bidang tanah yang luasnya 10 ha atau lebih dipergunakan tanda-tanda batas sebagai berikut :
a. pipa besi panjang sekurang-kurangnya 1,5 m bergaris tengah sekurang-kurangnya 10 cm, dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 1 m, sedang selebihnya diberi tutup besi dan dicat merah, atau
b. besi balok dengan panjang sekurang-kurangnya 1,5 m dan lebar sekurang-kurangnya 10 cm, dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 1 m, pada bagian yang muncul di atas tanah dicat merah, atau
c. kayu besi, bengkirai, jati dan kayu lainnya yang kuat dengan panjang sekurang-kurangnya 1,5 m lebar kayu sekurang-kurangnya 10 cm, dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 1 m, pada kira-kira 20 cm dari ujung bawah dipasang 2 potong kayu sejenis yang merupakan salib , dengan ukuran sekurang- kurangnya 0,05 x 0,05 x 0,7m;Pada bagian atas yang muncul di atas tanah dicat merah; atau
d. tugu dari batu bata atau batako yang dilapis dengan semen atau beton yang besarnya sekurang-kurangnya 0,30 m x 0,30 m dari tinggi sekurang-kurangnya 0,60 m, dan berdiri di atas batu dasar yang dimasukkan ke dalam tanah sekurang-kurangnya berukuran 0,70 x 0,70 x 0,40m, atau
e. pipa paralon yang diisi dengan beton dengan panjang sekurang-kurangnya 1,5 m dan diameter sekurang-kurangnya 10 cm, yang dimasukkan ke dalam tanah sepanjang 1 m, dan yang muncul di atas tanah dicat merah.
(3) Penyimpangan dari bentuk dan ukuran tanda-tanda batas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menyesuaikan dengan keadaan setempat ditentukan dengan keputusan Kepala Kantor Pertanahan.
Pasal 23
(1) Setiap bidang tanah yang sudah ditetapkan batas-batasnya baik dalam pendaftaran tanah secara sistematik maupun sporadik diberi Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) yang dicantumkan dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas (daftar isian 201 ).
(2) NIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 13 digit, yaitu 8 digit pertama merupakan kode propinsi, kabupaten, kecamatan dan kelurahan/desa tempat bidang tanah terletak, dan 5 digit terakhir merupakan nomor bidang tanah.
(3) Nomor bidang tanah dalam pendaftaran tanah secara sistematik merupakan nomor urut per desa/kelurahan.
(4) Nomor bidang tanah dalam pendaftaran tanah secara sporadik merupakan nomor yang diberikan secara berurutan sesuai dengan urutan penyelesaian penetapan batas.
(5) Dalam hal bidang tanah terletak di lebih dari 1 (satu) desa, maka masing-masing bagian dari bidang tanah yang terletak di desa yang berbeda tersebut diberi NIB tersendiri.
(6) NIB merupakan nomor referensi yang digunakan dalam setiap tahap kegiatan pendaftaran tanah.
(7) Bidang tanah yang telah mempunyai NIB dibukukan dalam daftar tanah.
Bagian Keempat
Pengukuran Bidang Tanah
Pasal 24
(1) Pengukuran bidang tanah dilaksanakan dengan cara terrestrial, fotogrametrik, atau metoda lainnya.
(2) Prinsip dasar pengukuran bidang tanah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah adalah harus memenuhi kaidah-kaidah teknis pengukuran dan pemetaan sehingga bidang tanah yang diukur dapat dipetakan dan dapat diketahui letak dan batasnya di atas peta serta dapat direkonstruksi batas-batasnya di lapangan.
Pasal 25
(1) Pengukuran bidang tanah pada prinsipnya dilaksanakan dalam sistem koordinat nasional.
(2) Apabila pengukuran bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mungkin dilaksanakan dalam sistem koordinat nasional, maka pengukuran tersebut dilaksanakan dengan menggunakan sistem koordinat lokal.
Pasal 26
(1) Pengukuran bidang tanah di daerah yang telah tersedia peta dasar pendaftaran yang berupa peta foto dilaksanakan dengan cara identifikasi bidang tanah yang batasnya telah ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku.
(2) Batas-batas bidang tanah yang diidentifikasi pada peta foto harus diukur di lapangan.
(3) Apabila titik-titik batas tidak dapat diidentifikasi pada peta foto karena tumbuhan atau halangan pandangan lain, maka dilakukan pengukuran dari titik-titik batas yang berdekatan atau titik-titik lain yang dapat diidentifikasi pada peta foto, sehingga titik batas yang tidak terlihat tersebut dapat ditandai di peta foto dengan cara pemotongan kemuka.
(4) Peta foto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar untuk memetakan letak batas bidang-bidang tanah dan mencatat data ukuran bidang-bidang tanah.
Pasal 27
Untuk daerah yang tersedia peta dasar pendaftaran yang berupa peta garis, pengukuran bidang tanah diikatkan pada titik dasar teknik nasional dan/atau detail-detail lainnya yang ada dan mudah diidentifikasi di lapangan dan di petanya.
Pasal 28
Pengukuran bidang tanah dalam pendaftaran tanah secara sistematik yang dilaksanakan bersamaan dengan pembuatan peta dasar pendaftaran dilakukan sesuai ketentuan dalam Pasal 18.
Pasal 29
(1) Pengukuran bidang tanah secara sporadik di daerah yang tidak tersedia peta dasar pendaftaran namun terdapat titik dasar teknik nasional dengan jarak kurang dari 2 (dua) kilometer dari bidang tanah tersebut, diikatkan ke titik dasar teknik nasional tersebut.
(2) Untuk pengukuran bidang tanah secara sporadik di daerah yang tidak tersedia peta dasar pendaftaran dan titik dasar teknik nasional harus dibuat titik dasar teknik orde 4 lokal di sekitar bidang tanah yang akan diukur sebanyak 2 (dua) buah atau lebih yang berfungsi sebagai titik ikat pengukuran bidang tanah dalam sistem koordinat lokal.
(3) Pengukuran bidang tanah lainnya yang terletak dalam lembar peta pendaftaran
yang sama dengan bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diikatkan kepada titik dasar teknik lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 30
(1) Setiap pengukuran bidang tanah harus dibuatkan gambar ukurnya.
(2) Gambar ukur dapat menggambarkan satu bidang tanah atau lebih.
(3) Gambar ukur dapat dibuat pada formulir daftar isian, peta foto/peta garis, blow-up foto udara atau citra lainnya.
(4) Seluruh data hasil ukuran batas bidang tanah dicatat pada gambar ukur dan harus dapat digunakan untuk pengembalian batas bidang-bidang tanah yang bersangkutan apabila diperlukan.
(5) Setiap gambar ukur dibuatkan nomor gambar ukurnya dengan nomor urut dalam daftar isian 302.
(6) Bangunan yang terdapat pada suatu bidang tanah digambarkan pada gambar ukur.
(7) Dalam gambar ukur dicantumkan Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) dan apabila diperlukan simbol-simbol kartografi.
Bagian Kelima
Pemetaan Bidang Tanah untuk Pembuatan Peta Pendaftaran
Paragraf 1
Dalam Kegiatan Pendaftaran Tanah Secara Sistematik
Pasal 31
(1) Untuk keperluan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dibuat peta bidang-bidang tanah.
(2) Peta bidang-bidang tanah dibuat dengan memetakan hasil pengukuran batas-batas bidang tanah pada lembaran peta bidang-bidang tanah, atau dengan mengutip batas-batas bidang tanah yang telah diidentifikasi dan ditetapkan batasnya oleh Panitia Ajudikasi, apabila peta dasar yang tersedia berupa peta foto.
3) Lembaran peta bidang-bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa kertas HVS 80 mg dengan ukuran A3 (double kwarto) atau kertas lain yang ukurannya sejenis.
(4) Peta bidang-bidang tanah ditandatangani oleh Ketua Panitia Ajudikasi.
(5) Peta bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi sebagai berikut :
a. judul peta, yaitu “Peta bidang tanah”;
b. nomor RT/RW, nama Kelurahan/desa, Kabupaten/kotamadya, dan Propinsi;
c. skala peta;
d. panah utara;
e. batas bidang-bidang tanah;
f. jalan, sungai atau benda-benda lain yang dapat dijadikan petunjuk lokasi;
g. nomor identifikasi bidang tanah;
h. tanggal dan tanda tangan Ketua Panitia Ajudikasi.
Pasal 32
(1) Pemetaan bidang tanah untuk suatu daerah yang peta dasar pendaftarannya berupa peta foto, dilaksanakan dengan mengutip batas-batas bidang tanah dari peta foto yang batas-batasnya sudah diidentifikasi dan ditetapkan oleh Panitia Ajudikasi, dan memetakannya pada lembaran peta pendaftaran.
(2) Dalam hal untuk suatu daerah telah tersedia peta dasar pendaftaran yang berupa peta garis, maka hasil pengukuran bidang-bidang tanah dalam daerah itu dipetakan pada peta dasar pendaftaran.
(3) Dalam hal pemetaan bidang tanah tidak dapat dipetakan langsung pada peta dasar karena alasan kartografi, pemetaan bidang tanah dapat dilaksanakan pada lembaran peta pendaftaran yang merupakan kutipan peta dasar pendaftaran.
(4) Dalam hal wilayah atau bagian wilayah desa/kelurahan yang ditetapkan sebagai lokasi pendaftaran tanah secara sistematik belum termasuk dalam suatu peta dasar pendaftaran, maka pemetaan bidang tanah dilakukan bersamaan dengan pembuatan peta dasar pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
(5) Lembaran peta pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (3) dibuat dengan ketentuan sebagai berikut:
a) peta pendaftaran dibuat di atas drafting film dengan ukuran dan format sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2);
b) pembagian lembar dan penomoran peta pendaftaran sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16;
c) setiap bidang tanah diberi nomor pendaftaran;
d) simbol-simbol kartografi yang digunakan untuk pembuatan peta pendaftaran dibuat sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam lampiran 8;
e) pada bagian kiri sebelah atas bidang gambar ditulis nama propinsi;
f) pada bagian tengah sebelah atas bidang gambar ditulis nama kotamadya/ kabupaten;
g) pada bagian kanan lembar, disediakan kotak legenda untuk penulisan judul peta, skala peta, arah utara, legenda kartografi, petunjuk letak lembar peta, keterangan pembuatan peta, nama desa/kelurahan dan kecamatan dan pengesahan penggunaan peta pendaftaran;
h) pada bagian kanan sebelah atas legenda ditulis nomor lembar peta.
Pasal 33
(1) Apabila terdapat sanggahan pada saat pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan berdasarkan penelitian Panitia Ajudikasi terdapat kekeliruan mengenai hasil ukuran bidang tanah yang tercantum pada peta bidang-bidang tanah, maka pada peta bidang-bidang tanah dan hasil pemetaan pada peta dasar atau lembaran peta pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan perubahan.
(2) Hasil ukuran perbaikan bidang atau bidang-bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan gambar ukur baru dan hasil ukuran bidang tanah tersebut pada gambar ukur yang lama dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 34
(1) Setelah pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dan perubahan-perubahan pada peta dasar atau lembaran peta pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) selesai, maka peta dasar atau lembaran peta pendaftaran disahkan penggunaannya sebagai peta pendaftaran oleh Ketua Panitia Ajudikasi.
(2) Untuk wilayah yang sudah tersedia peta pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemetaan bidang tanah dilaksanakan pada peta pendaftaran tersebut.
Paragraf 2
Dalam Kegiatan Pendaftaran Tanah Secara Sporadik
Pasal 35
(1) Untuk keperluan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dibuat peta bidang atau bidang-bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Apabila terdapat sanggahan pada saat pengumuman dan berdasarkan penelitian panitia yang berwenang terdapat kekeliruan mengenai hasil ukuran bidang tanah yang tergambar maka dilakukan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.
Pasal 36
Pemetaan bidang tanah pada suatu daerah yang pendaftaran tanahnya diselenggarakan secara sporadik dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.
Pasal 37
(1) Peta pendaftaran yang dibuat berdasarkan peta garis disahkan penggunaannya oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan membubuhkan kata-kata " Untuk penggunaannya".
(2) Untuk daerah yang tidak tersedia peta dasar pendaftaran yang berupa peta garis, peta pendaftaran dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5) huruf a) sampai dengan huruf h) dan disahkan penggunaannya oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan membubuhkan kata-kata "Untuk peng-gunaannya".
Pasal 38
(1) Untuk pemetaan dalam pendaftaran tanah secara sporadik yang dilaksanakan dalam sistem koordinat nasional, pembagian dan penomoran lembar sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
(2) Untuk pemetaan dalam pendaftaran tanah secara sporadik yang dilaksanakan dalam sistem koordinat lokal, harus dibuat pembagian dan penomoran lembar peta pendaftaran dengan basis desa/kelurahan di atas salinan peta desa/kelurahan tersebut yang didapat dari instansi lain sesuai dengan ukuran muka peta dan skala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2).
(3) Peta desa/kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibagi dalam wilayah-wilayah yang tercakup pada peta skala 1:2.500 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5).
(4) Penomoran lembar peta dasar pendaftaran untuk peta skala 1:2.500 dilakukan berdasarkan kolom dan baris dimulai dari pojok kiri-bawah pada peta dasar tekniknya dan diberikan nomor sebanyak empat digit yang
terdiri dari dua digit nomor kolom lembar peta dan dua digit nomor baris lembar peta.
(5) Selanjutnya lembar peta skala 1:2.500 dibagi menjadi sembilan lembar peta skala 1:1.000 dengan ukuran muka peta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (7).
(6) Penomoran lembar peta skala 1:1.000 terdiri dari lima digit dimana empat digit pertama adalah nomor lembar peta skala 1:2.500-nya dan satu digit berikutnya adalah nomor urut lembar peta skala 1:1.000 di dalam lembar peta skala 1:2.500 yang dimulai dari nomor 1 (satu) di pojok kiri bawah selanjutnya ke arah kanan dan kemudian baris selanjutnya dari kiri ke kanan sebagaimana tercantum dalam lampiran 9.
(7) Contoh pembagian dan penomoran lembar peta pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), (5), dan (6) adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran 9.
Pasal 39
(1) Pemetaan bidang tanah yang luasnya 25 Ha atau lebih sedapat mungkin dilakukan dalam sistem koordinat nasional.
(2) Bidang tanah dengan luas lebih kecil dari 10 Ha digambarkan pada peta pendaftaran skala 1 : 1000 atau 1 : 2.500, sedangkan yang luasnya 10 Ha atau lebih digambarkan dengan skala 1 : 2.500 atau 1 : 10.000.
Untuk bidang tanah yang luasnya melebihi cakupan satu lembar peta pendaftaran, dapat dibuat dalam beberapa lembar peta pendaftaran dengan diberikan simbol kartografi tertentu, sedangkan untuk salinan atau kutipannya dapat dibuat dengan skala yang lebih kecil.
Bagian Keenam
Pemeliharaan dan Perbaikan Peta Dasar Pendaftaran, Peta Pendaftaran, dan Gambar Ukur
Pasal 40
(1) Untuk pemeliharaan dan keamanan setiap peta pendaftaran dibuatkan salinannya baik dalam bentuk kertas/drafting film ataupun data digital.
(2) Apabila terdapat perubahan pada peta pendaftaran maka perubahan tersebut juga harus dilakukan pada salinannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 41
(1) Pemeliharaan peta dasar pendaftaran, peta pendaftaran, gambar ukur dan data-data ukur terkait merupakan tanggung jawab Kepala Kantor Pertanahan.
(2) Apabila terdapat peta dasar pendaftaran, peta pendaftaran, gambar ukur dan data-data ukur terkait yang rusak atau hilang, Kepala Kantor Pertanahan diwajibkan memperbaiki atau mengembalikan data informasi tersebut.
(3) Apabila dalam pengukuran untuk pembuatan peta dasar pendaftaran, peta pendaftaran dan gambar ukur terdapat kesalahan teknis data ukuran, maka Kepala Kantor Pertanahan dapat memperbaiki kesalahan tersebut.
(4) Apabila pembuatan peta pendaftaran yang dilaksanakan dengan menggunakan metoda fotogrametrik, terdapat kekeliruan yaitu bidang tanah yang dipetakan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan, maka berdasarkan pengukuran di lapangan Kepala Kantor Pertanahan dapat memperbaiki peta pendaftaran tersebut.
(5) Apabila atas suatu bidang tanah yang diukur ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) sudah diterbitkan sertipikat, selain dilakukan perubahan pada gambar ukur dan peta pendaftaran juga dilakukan perubahan pada surat ukurnya.
(6) Perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , (2), (3), (4) dan (5) harus dibuatkan berita acaranya.
Pasal 42
(1) Apabila terjadi penggabungan, pemisahan atau pemecahan bidang-bidang tanah yang telah terdaftar, maka dilakukan penetapan batas dan pengukuran kembali.
(2) Untuk bidang-bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuatkan gambar ukur baru dan
dilakukan perubahan pada peta pendaftarannya.
Pasal 43
(1) Untuk bidang-bidang tanah yang telah terdaftar sebelum berlakunya peraturan ini dan belum dibuatkan peta pendaftarannya, maka dibuatkan peta pendaftaran.
(2) Apabila di kemudian hari dilaksanakan pengukuran titik dasar teknik dalam sistem nasional, maka peta pendaftaran yang masih menggunakan sistem lokal harus ditransformasikan ke dalam peta pendaftaran dalam sistem nasional.
(3) Tata cara pelaksanaan transformasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Menteri.
Bagian Ketujuh
Penyimpanan, Pengelolaan dan Penyebaran Informasi Hasil Pemotretan Udara
Pasal 44
(1) Penyimpanan dan pengelolaan film-film negatif dan foto udara sebagai dokumen negara hasil pemotretan udara yang dilakukan dalam rangka pengukuran dan pemetaan untuk pembuatan peta dasar pendaftaran secara fotogrametrik dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional.
(2) Penggunaan film negatif dan foto udara yang dimaksud pada ayat (1) selain untuk keperluan Badan Pertanahan Nasional, memerlukan izin tertulis dari Menteri.
(3) Pemberian informasi mengenai film negatif, foto udara, titik dasar teknik, peta dasar pendaftaran maupun peta pendaftaran dikenakan biaya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedelapan
Pelaksana Pengukuran dan Pemetaan
Pasal 45
(1) Kegiatan pengukuran titik dasar teknik, pengukuran dan pemetaan untuk pembuatan peta dasar pendaftaran, serta pengukuran dan pemetaan untuk pembuatan peta pendaftaran dapat dilaksanakan oleh pihak swasta.
(2) Persyaratan pihak swasta yang dapat ditugaskan melakukan pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
BAB III
PENDAFTARAN TANAH UNTUK PERTAMA KALI
Bagian Kesatu
Pendaftaran Tanah Secara Sistematik
Paragraf 1
Penetapan Lokasi
Pasal 46
(1) Menteri menetapkan lokasi pendaftaran tanah secara sistematik atas usul Kepala Kantor Wilayah.
(2) Satuan lokasi pendaftaran tanah secara sistematik adalah seluruh atau sebagian wilayah satu desa/kelurahan.
(3) Usul penetapan lokasi pendaftaran tanah secara sistematik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas rencana kerja Kantor Pertanahan dengan mengutamakan wilayah desa/kelurahan yang :
a. sebagian wilayahnya sudah didaftar secara sistematik;
b. jumlah bidang tanah yang terdaftar relatif kecil, yaitu berkisar sampai dengan 30% (tiga puluh persen) dari perkiraan jumlah bidang tanah yang ada;
c. merupakan daerah pengembangan perkotaan yang tingkat pembangunannya tinggi;
d. merupakan daerah pertanian yang produktif;
e. tersedia titik-titik kerangka dasar teknik nasional.
(4) Pendaftaran tanah secara sistematik dibiayai dengan anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah, atau secara swadaya oleh masyarakat dengan persetujuan Menteri.
Paragraf 2
Persiapan
Pasal 47
(1) Setelah lokasi pendaftaran tanah secara sistematik ditetapkan, Kepala Kantor Pertanahan menyiapkan peta dasar pendaftaran, berupa peta dasar yang berbentuk peta garis atau peta foto.
(2) Peta dasar pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memuat pemetaan bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar haknya dalam bentuk peta indeks grafis.
(3) Apabila karena alasan teknis pembuatan peta indeks grafis tersebuttidak dapat dilaksanakan sebelum dilakukan pendaftaran tanah secara sistematik, pemetaan bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar tersebut dilakukan bersamaan dengan pemetaan bidang-bidang tanah hasil pengukuran bidang tanah secara sistematik.
(4) Dalam hal desa/kelurahan yang wilayah atau bagian wilayahnya ditetapkan sebagai lokasi pendaftaran tanah secara sistematik belum tersedia peta dasar pendaftaran, maka pembuatan peta dasar pendaftaran dapat dilakukan bersamaan dengan pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang bersangkutan.
Paragraf 3
Pembentukan Panitia Ajudikasi dan Satuan Tugas (Satgas)
Pasal 48
(1) Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik yang dilaksanakan dalam rangka program Pemerintah dan Satgas yang membantunya dibentuk oleh Menteri untuk setiap desa/kelurahan yang sudah ditetapkan sebagai lokasi pendaftaran tanah secara sistematik.
(2) Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik yang dilaksanakan dengan swadaya masyarakat dan Satgas yang membantunya dibentuk oleh Kepala Kantor Wilayah.
Pasal 49
(1) Sebelum melaksanakan tugasnya para anggota Panitia Ajudikasi dan Satgas wajib mengangkat sumpah dihadapan Kepala Kantor Pertanahan setempat.
(2) Bentuk dan isi sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam lampiran 10.
Paragraf 4
Susunan, Tugas dan Wewenang Panitia Ajudikasi dan Satgas
Pasal 50
(1) Susunan Panitia Ajudikasi terdiri dari :
a. seorang Ketua Panitia merangkap anggota, yang dijabat oleh pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan pengetahuan di bidang pendaftaran tanah dan atau hak-hak atas tanah, yang tertinggi pangkatnya di antara para anggota Panitia;
b. seorang Wakil Ketua I merangkap anggota, yang dijabat oleh pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan di bidang pendaftaran tanah;
c. seorang Wakil Ketua II merangkap anggota, yang dijabat oleh pegawai Badan Pertanahan Nasional
yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan di bidang hak-hak atas tanah;
d. Kepala Desa/Kepala Kelurahan yang bersangkutan atau Pamong Desa/Kelurahan yang ditunjuknya sebagai anggota.
(2) Keanggotaan Panitia Ajudikasi dapat ditambah dengan seorang yang dianggap mengetahui data yuridis bidang-bidang tanah di lokasi pendaftaran tanah secara sistematik, misalnya anggota tetua adat, kepala dusun, atau kepala lingkungan setempat.
Pasal 51
(1) Satgas pengukuran dan pemetaan terdiri dari beberapa petugas ukur, dan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh beberapa orang pembantu petugas ukur.
(2) Susunan satgas pengumpul data yuridis terdiri dari :
a. seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai pengetahuan di bidang hak-hak atas tanah,
b. seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai pengetahuan di bidang pendaftaran tanah,
c. seorang anggota pemerintahan desa/kelurahan dari wilayah yang bersangkutan.
(3) Satgas administrasi terdiri dari seorang atau beberapa orang petugas tata usaha dan dalam melaksanakan tugasnya dibantu beberapa orang pembantu tata usaha.
(4) Jumlah keanggotaan Satgas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) disesuaikan menurut kebutuhan.
(5) Ketua Satgas-satgas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) dijabat oleh pegawai Badan Pertanahan Nasional yang tertinggi pangkatnya.
Pasal 52
Tugas dan wewenang Panitia Ajudikasi, yaitu :
a. menyiapkan rencana kerja ajudikasi secara terperinci;
b. mengumpulkan data fisik dan dokumen asli data yuridis semua bidang tanah yang ada di wilayah yang bersangkutan serta memberikan tanda penerimaan dokumen kepada pemegang hak atau kuasanya;
c. menyelidiki riwayat tanah dan menilai kebenaran alat bukti pemilikan atau penguasaan tanah;
d. mengumumkan data fisik dan data yuridis yang sudah dikumpulkan;
e. membantu menyelesaikan ketidaksepakatan atau sengketa antara pihak-pihak yang bersangkutan mengenai data yang diumumkan;
f. mengesahkan hasil pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf d yang akan digunakan sebagai dasar pembukuan hak atau pengusulan pemberian hak;
g. menerima uang pembayaran, mengumpulkan dan memelihara setiap kwitansi bukti pembayaran dan penerimaan uang yang dibayarkan oleh mereka yang berkepentingan sesuai ketentuan yang berlaku;
h. menyampaikan laporan secara periodik dan menyerahkan hasil kegiatan Panitia Ajudikasi kepada Kepala Kantor Pertanahan;
i. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan secara khusus kepadanya, yang berhubungan dengan pendaftaran tanah secara sistematik di lokasi yang bersangkutan.
Pasal 53
(1) Tugas dan wewenang Ketua Panitia Ajudikasi, yaitu :
a. memimpin dan bertanggung jawab terhadap seluruh pelaksanaan program kegiatan ajudikasi;
b. mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan dengan Kantor Pertanahan dan instansi terkait;
c. memberikan pengarahan pelaksanaan kegiatan termasuk penyuluhan awal di RT;
d. berdasarkan berita acara pengesahan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997:
1) menegaskan konversi hak atas tanah;
2) menandatangani penetapan pengakuan hak;
3) mengusulkan pemberian hak atas tanah negara;
e. atas nama Kepala Kantor Pertanahan menandatangani buku tanah dan sertipikat serta mengesahkan peta pendaftaran;
f. atas nama Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah menandatangani surat ukur;
g. atas nama Kepala Kantor Pertanahan mendaftar peralihan dan pembebanan hak atas tanah yang telah didaftar dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik sebelum warkah-warkah hak yang bersangkutan diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan;
h. menandatangani dokumen penyerahan hasil kegiatan Panitia Ajudikasi kepada Kepala Kantor.
(2) Tugas Wakil Ketua I adalah membantu Ketua Panitia Ajudikasi dalam :
a. mengkoordinasikan pelaksanaan tugas pengumpulan data fisik dan penatausahaan pendaftaran tanah;
b. membantu Ketua Panitia Ajudikasi dalam pemeriksaan data fisik bidang-bidang tanah;
c. membuat kesimpulan hasil pengukuran dan pemetaan;
d. memeriksa sengketa mengenai batas dan luas tanah;
e. meneliti daftar tanah dan memeriksa luas;
f. menyiapkan buku tanah, surat ukur dan peta-peta tanah setempat;
g. memeriksa peta dan surat ukur;
h. menginventarisir permasalahan khususnya mengenai data fisik bidang-bidang tanah;
i. membuat laporan hasil kegiatan secara berkala;
j. mengontrol pengukuran batas tanah;
k. bersama Wakil Ketua II menyiapkan pelaksanaan pengumuman (penerbitan dan penempelan di papan pengumuman);
l. menyiapkan konsep penetapan konversi dan pengakuan hak atas tanah;
m. menyiapkan peta pendaftaran;
n. memeriksa surat ukur;
o. memeriksa buku tanah, sertipikat, daftar nama dan peta pendaftaran;
p. menyiapkan daftar tanah negara.
(3) Tugas Wakil Ketua II adalah membantu Ketua Panitia Ajudikasi dalam :
a. mengkoordinasikan pelaksanaan tugas pengumpulan data yuridis;
b. supervisi pengumpulan dokumen asli mengenai kepemilikan atau penguasaan tanah;
c. membantu Ketua Panitia Ajudikasi dalam pemeriksaan data yuridis bidang-bidang tanah;
d. membuat kesimpulan hasil pengumpulan data yuridis;
e. membantu menyelesaikan sanggahan mengenai data yuridis, membuat kesimpulan dan membuat laporan setelah pengumuman;
f. bersama Wakil Ketua I menyiapkan pelaksanaan pengumuman (penerbitan dan penempelan di papan pengumuman);
g. menginventarisir permasalahan umum hak atas tanah;
h. supervisi nama pemilik pada buku tanah;
i. menyiapkan usul pemberian hak atas tanah negara;
j. menyiapkan konsep keputusan pemberian hak atas tanah.
Pasal 54
(1) Tugas Satgas pengukuran dan pemetaan, yaitu :
a. menetapkan batas bidang tanah dalam hal satgas pengukuran dan pemetaan adalah pegawai Badan Pertanahan Nasional;
b. melaksanakan pengukuran batas bidang tanah;
c. membuat gambar ukur;
d. membuat peta bidang tanah;
e. membuat daftar tanah;
f. membuat peta pendaftaran;
g. membuat surat ukur.
(2) Tugas Satgas pengumpul data yuridis, yaitu :
a. melakukan pemeriksaan bidang-bidang tanah dan menetapkan batas-batasnya;
b. membuat sket (gambar kasar) bidang-bidang tanah jika belum tersedia peta bidang tanah tersebut;
c. melakukan penyelidikan riwayat tanah dan menarik surat-surat bukti pemilikan atau penguasaan tanah yang asli dan memberikan tanda terima;
d. membuat daftar bidang-bidang tanah yang telah diajudikasi;
e. membuat laporan pelaksanaan pekerjaan setiap minggu;
f. menyiapkan pengumuman mengenai data yuridis;
g. menginvetarisasi sanggahan/keberatan dan penye-lesaiannya;
h. menyiapkan data untuk pembuatan daftar isian 201, 204, 205, 207 dan pemeriksaan sertipikat.
(3) Tugas Satgas Administrasi, yaitu :
a. melaksanakan tugas pengetikan, penggandaan dokumen, penerimaan surat-surat umum dan pemberian
tanda terimanya dan pekerjaan administratif lainnya;
b. menyiapkan laporan ke Kantor Pertanahan, Kantor Wilayah dan unit kerja lain yang dianggap perlu;
c. mengelola alat-alat tulis kantor;
d. menyiapkan daftar hadir;
e. mengatur rumah tangga Panitia Ajudikasi;
f. membuat laporan hasil rapat Panitia Ajudikasi.
g. menyiapkan laporan hasil kegiatan secara berkala;
h. membuat evaluasi untuk laporan hasil kegiatan secara berkala.
Paragraf 5
Penyelesaian Permohonan Yang Ada Pada Saat Mulainya Pendaftaran Tanah Secara Sistematik
Pasal 55
(1) Penyelesaian permohonan hak dan pendaftaran hak yang berasal dari konversi mengenai bidang tanah dalam lokasi pendaftaran tanah secara sistematik yang pada saat Panitia Ajudikasi diambil sumpahnya belum selesai pengurusannya, diatur sebagai berikut :
a. permohonan hak yang sudah diperiksa oleh Panitia Pemeriksaan Tanah, penyelesaiannya dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah dan/atau Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional sesuai ketentuan yang berlaku;
b. permohonan pendaftaran hak yang berasal dari konversi yang sudah selesai diumumkan, penyelesaiannya dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dan/atau Kepala Kantor Wilayah sesuai ketentuan yang berlaku;
c. permohonan yang tidak termasuk huruf a dan b berkasnya disampaikan oleh Kepala Kantor Pertanahan kepada Panitia Ajudikasi untuk diselesaikan menurut peraturan ini.
(2) Proses permohonan hak dan pendaftaran asal konversi hak-hak lama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan c, wajib diberitahukan oleh Kepala Kantor Pertanahan kepada Panitia Ajudikasi dan sesuai keperluannya diserahkan warkah-warkahnya.
Paragraf 6
Penyuluhan
Pasal 56
(1) Sebelum dimulainya ajudikasi, diadakan penyuluhan di wilayah atau bagian wilayah desa/kelurahan yang bersangkutan mengenai pendaftaran tanah secara sistematik oleh Kepala Kantor Pertanahan dibantu Panitia Ajudikasi berkoordinasi dengan instansi yang terkait, yaitu :
a. Pemerintah Daerah Tingkat II;
b. Kantor Departemen Penerangan Kabupaten/ Kotamadya;
c. Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan;
d. Kantor Kecamatan;
e. Instansi lain yang dianggap perlu.
(2) Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan memberitahukan kepada pemegang hak atau kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan bahwa di desa/kelurahan tersebut akan diselenggarakan pendaftaran tanah secara sistematik dan tujuan serta manfaat yang akan diperoleh dari hasil pendaftaran tanah tersebut.
(3) Pemegang hak atas tanah atau kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan mengenai kewajiban dan tanggung jawabnya untuk :
a. memasang tanda-tanda batas pada bidang tanahnya sesuai ketentuan yang berlaku;
b. berada dilokasi pada saat Panitia Ajudikasi melakukan pengumpulan data fisik dan data yuridis;
c. menunjukkan batas-batas bidang tanahnya kepada Panitia Ajudikasi;
d. menunjukkan bukti pemilikan atau penguasaan tanahnya kepada Panitia Ajudikasi;
e. memenuhi persyaratan yang ditentukan bagi pemegang hak atau kuasanya atau selaku pihak lain yang berkepentingan.
(4) Kepada pemegang hak atau kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan :
a. jadwal pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik, termasuk a.l.:
1) saat dimulai dan selesainya pendaftaran tanah secara sistematik;
2) saat akan dilakukan penetapan batas dan pengukuran bidang tanah.
b. akibat hukum yang terjadi apabila kewajiban dan tanggungjawab dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi;
c. hak-haknya untuk mengajukan keberatan atas hasil ajudikasi yang diumumkan selama jangka waktu pengumuman.
Paragraf 7
Pengumpulan Data Fisik
Pasal 57
(1) Sebelum pelaksanaan pengukuran bidang-bidang tanah, terlebih dahulu dilakukan penetapan batas-batas bidang tanah dan pemasangan tanda-tanda batas sesuai ketentuan dalam Pasal 19, 20, 21, 22, dan 23.
(2) Apabila pengukuran bidang-bidang tanah dilaksanakan oleh pegawai Badan Pertanahan Nasional, penetapan batas dilakukan oleh Satgas pengukuran dan pemetaan atas nama Ketua Panitia Ajudikasi.
(3) Apabila pengukuran bidang-bidang tanah dilaksanakan oleh pihak ketiga, penetapan batas bidang tanah dilaksanakan oleh Satgas Pengumpul Data Yuridis atas nama Panitia Ajudikasi.
(4) Penetapan batas bidang tanah dilakukan setelah dilakukan sesuai dengan jadwal yang disampaikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (4).
Pasal 58
Setelah penetapan batas dan pemasangan tanda-tanda batas selesai dilaksanakan, maka dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah sesuai ketentuan dalam BAB II Bagian Keempat dan Bagian Kelima Peraturan ini.
Paragraf 8
Pengumpulan dan Penelitian Data Yuridis
Pasal 59
Untuk keperluan penelitian data yuridis bidang-bidang tanah dikumpulkan alat-alat bukti mengenai kepemilikan atau penguasaan tanah, baik bukti tertulis maupun bukti tidak tertulis berupa keterangan saksi dan atau keterangan yang bersangkutan, yang ditunjukkan oleh pemegang hak atas tanah atau kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan kepada Panitia Ajudikasi.
Pasal 60
(1) Alat bukti tertulis mengenai kepemilikan tanah berupa alat bukti untuk pendaftaran hak baru dan pendaftaran hak-hak lama sebagaimana dimaksud masing-masing dalam Pasal 23 dan Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
(2) Alat bukti tertulis yang digunakan untuk pendaftaran hak-hak lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dinyatakan lengkap apabila dapat ditunjukkan kepada Panitia Ajudikasi dokumen-dokumen sebagai berikut:
a. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (S.1834-27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik, atau
b. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (S.1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau
c. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang ber-sangkutan, atau
d. sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959, atau
e. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya, atau
f. petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, atau
g. akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
h. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
i. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan, atau
j. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
k. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, atau
l. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
m. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI dan VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.
(3) Apabila bukti kepemilikan sebidang tanah sebagaimana dimakud pada ayat (2) tidak lengkap atau tidak ada, pembuktian hak atas bidang tanah itu dapat dilakukan dengan bukti lain yang dilengkapi dengan pernyataan yang bersangkutan dan keterangan yang dapat dipercaya dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal, yang menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar pemilik bidang tanah tersebut.
(4) Untuk menilai kebenaran keterangan saksi-saksi atau keterangan yang bersangkutan, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Panitia Ajudikasi dapat :
a. mencari keterangan tambahan dari masyarakat yang berada di sekitar bidang tanah tersebut yang dapat digunakan untuk memperkuat kesaksian atau keterangan mengenai pembuktian kepemilikan tanah tersebut;
b. meminta keterangan tambahan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada huruf a yang diperkirakan dapat mengetahui riwayat kepemilikan bidang tanah tersebut dengan melihat usia dan lamanya bertempat tinggal pada daerah tersebut.
c. melihat keadaan bidang tanah di lokasinya untuk mengetahui apakah yang bersangkutan secara fisik menguasai tanah tersebut atau digunakan pihak lain dengan seizin yang bersangkutan, dan selain itu dapat menilai bangunan dan tanaman yang ada di atas bidang tanah yang mungkin dapat digunakan sebagai petunjuk untuk pembuktian kepemilikan seseorang atas bidang tanah tersebut;
(5) Bukti tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diserahkan oleh pemegang hak atau kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan kepada Panitia Ajudikasi dan diberikan tanda terima.
(6) Pemegang hak atau kuasanya atau pihak lain yang berkepentingan yang menyerahkan bukti tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5), bertanggung jawab secara hukum pidana maupun perdata mengenai kebenaran bukti tertulis yang diserahkan dan Panitia Ajudikasi bertanggung jawab untuk menyimpan dan mengamankan sebagai bahan penelitian dan pengumuman data yuridis bidang tanah yang bersangkutan dan untuk selanjutnya disimpan sebagai warkah di Kantor Pertanahan.
(7) Apabila pemegang hak berhalangan, penyerahan bukti tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh kuasanya dengan menyerahkan surat kuasa yang sah.
Pasal 61
(1) Dalam hal kepemilikan atas sebidang tanah tidak dapat dibuktikan dengan alat pembuktian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, maka penguasaan secara fisik atas bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh yang bersangkutan dan para pendahulu-pendahulunya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dapat digunakan sebagai dasar untuk pembukuan tanah tersebut sebagai milik yang bersangkutan.
(2) Kenyataan penguasaan secara fisik dan pembuktiannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk surat pernyataan, yang bila diperlukan pihak yang bersangkutan dapat mengangkat sumpah di hadapan Satgas Pengumpul Data Yuridis tentang kebenaran dirinya sebagai yang menguasai tanah tersebut, dengan dilengkapi :
a. keterangan dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang kesaksiannya dapat dipercaya, karena fungsinya sebagai tetua adat setempat dan/atau penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di Desa/Kelurahan letak tanah yang bersangkutan dan tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal.
b. kesaksian dari Kepala Desa/Lurah selaku anggota Panitia Ajudikasi yang dituangkan dalam daftar isian 201;
(3) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain berisi :
a. bahwa fisik tanahnya secara nyata dikuasai dan digunakan sendiri oleh pihak yang mengaku atau secara nyata tidak dikuasai tetapi digunakan pihak lain secara sewa atau bagi hasil, atau dengan bentuk
hubungan perdata lainnya;
b. bahwa tanahnya sedang/tidak dalam keadaan sengketa;
c. bahwa apabila penandatangan memalsukan isi surat pernyataan, bersedia dituntut di muka Hakim secara pidana maupun perdata karena memberikanketerangan palsu.
(4) Selain surat pernyataan dan kesaksian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3), untuk menilai kebenaran penguasaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Panitia Ajudikasi dapat melihat keadaan bangunan atau tanaman yang terdapat di atas tanah tersebut maupun keadaan lainnya berupa kolam, kuburan keluarga, yang dapat dijadikan petunjuk kebenaran penguasaan fisik tersebut.
(5) Surat pernyataan, sumpah/janji beserta kesaksian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4), dituangkan dalam dokumen tertulis sebagaimana tercantum dalam lampiran 11.
Pasal 62
(1) Hasil pengumpulan dan penelitian data yuridis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan atau 61 dituangkan di dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas (daftar isian 201) yang juga memuat penetapan batas-batas bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57.
(2) Dalam menuangkan hasil pengumpulan data yuridis di dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bidang tanah yang oleh masyarakat setempat dikenal ada pemegang haknya akan tetapi Panitia Ajudikasi tidak berhasil menghubunginya dicatat sebagai tanah yang tidak dikenal pemegang haknya dengan mengosongkan kolom nama pemegang hak.
Paragraf 9
Pengumuman Data Fisik dan Data Yuridis dan Pengesahannya
Pasal 63
(1) Rekapitulasi data yuridis yang sudah dituangkan di dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang mengenai bidang-bidang tanah yang sudah dipetakan dalam peta bidang-bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 jo. Pasal 31 dimasukkan di dalam Daftar Data Yuridis dan Data Fisik Bidang Tanah (daftar isian 201C), yang merupakan daftar isian yang dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
(2) Untuk memberi kesempatan bagi yang ber-kepentingan mengajukan keberatan mengenai data fisik dan data yuridis yang sudah dikumpulkan oleh Panitia Ajudikasi, maka Daftar Data Yuridis dan Data Fisik Bidang Tanah (daftar isian 201C) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan peta bidang-bidang tanah diumumkan dengan menggunakan daftar isian 201B selama 30 (tiga puluh) hari di Kantor Panitia Ajudikasi dan Kantor Kepala Desa/ Kelurahan.
(1) Setelah masa pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 berakhir, maka data fisik dan data yuridis tersebut disahkan oleh Panitia ajudikasi dengan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis (daftar isian 202).
(2) Apabila pada waktu pengesahan data fisik dan data yuridis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih ada kekuranglengkapan data atau masih ada keberatan yang belum diselesaikan, maka pengesahan tersebut dilakukan dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap dan atau keberatan yang belum diselesaikan.
(3) Kepada pihak yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan pemberitahuan tertulis agar segera mengajukan gugatan ke Pengadilan dengan surat menurut contoh sebagaimana tercantum dalam lampiran 12.
(4) Keberatan-keberatan tersebut didaftar dengan menggunakan daftar isian 309.
Paragraf 10
Penegasan Konversi, Pengakuan Hak, dan Pemberian Hak
Pasal 65
(1) Berdasarkan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dilaksanakan kegiatan sebagai berikut :
a. hak atas bidang tanah yang alat bukti terlulisnya lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) dan yang alat bukti tertulisnya tidak lengkap tetapi ada keterangan saksi maupun pernyataan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) oleh Ketua Panitia Ajudikasi ditegaskan konversinya menjadi Hak Milik atas nama pemegang hak yang terakhir dengan memberi catatan pada daftar isian 201 sebagai berikut :
"Berdasarkan data fisik dan data yuridis yang disahkan dengan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis tanggal ……………….., hak atas tanah ini ditegaskan konversinya menjadi Hak Milik dengan pemegang hak ……..….…........... tanpa/dengan catatan ada keberatan (tidak ke pengadilan/sedang diproses di pengadilan dengan/tanpa sita jaminan)*)
KETUA PANITIA AJUDIKASI
( ...........................)”
*) Coret yang tidak perlu.
b. hak atas tanah yang alat bukti kepemilikannya tidak ada tetapi telah dibuktikan kenyataan penguasaan fisiknya selama 20 tahun sebagaimana dimaksud Pasal 61 oleh Ketua Panitia Ajudikasi diakui sebagai Hak Milik dengan memberi catatan pada daftar isian 201 sebagai berikut :
"Berdasarkan data fisik dan data yuridis yang disahkan dengan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis tanggal ……………….., hak atas tanah ini diakui sebagai Hak Milik dengan pemegang hak ………............ tanpa/dengan catatan ada keberatan (tidak ke pengadilan/ sedang diproses di pengadilan dengan/tanpa sita jaminan)*)
KETUA PANITIA AJUDIKASI
( ...........................)”
*) Coret yang tidak perlu.
(2) Untuk pengakuan hak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b tidak diperlukan penerbitan surat keputusan pengakuan hak.
Pasal 66
(1) Berdasarkan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1), Ketua Panitia Ajudikasi mengusulkan secara kolektif kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat pemberian hak atas tanah-tanah Negara termasuk tanah Negara yang menjadi obyek landreform dengan menggunakan daftar isian 310 dengan dilampiri daftar isian 201, 201B dan 201C.
(2) Dalam pendaftaran tanah secara sistematik Kepala Kantor Pertanahan diberi wewenang untuk menetapkan pemberian Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam penyelesaian pemberian hak atas tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilakukan pemeriksaan ulang oleh Panitia Pemeriksa Tanah A.
(4) Penetapan pemberian hak dikeluarkan secara kolektif dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya usul pemberian hak tersebut dari Ketua Panitia Ajudikasi.
(5) Penetapan pemberian hak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan cara memberikan catatan pada halaman terakhir Daftar Usulan Pemberian Hak atas tanah Negara oleh Ketua Panitia Ajudikasi (daftar isian 310) sebagai berikut :
“Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tanggal 1 Oktober 1997 Pasal 66 ayat (2) dan memperhatikan daftar isian 310 nomor ........... tanggal ………............., dengan ini saya selaku Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya/Kabupaten ...………… ………........, memutuskan :
1. Memberikan Hak Milik/Hak Guna Bangunan/Hak Pakai dengan jangka waktu …….. tahun *) kepada sdr …….……............. dkk atas bidang-bidang tanah yang mempunyai NIB sebagaimana yang tercantum pada daftar isian 310 nomor ...... tanggal .....………………….. nomor urut ............ s/d
............
2. Hak Milik/Hak Guna Bangunan/Hak Pakai *) sebagaimana dimaksud pada angka 1 berlaku sejak hak tersebut didaftar pada buku tanah.
3. Masing masing penerima hak diwajibkan membayar biaya administrasi dan biaya pelaksanaan Landrefom sebesar Rp ................
KEPALA KANTOR PERTANAHAN
KABUPATEN/KOTAMADYA
...................................................
( ............................... )
*) Coret yang tidak perlu
(6) Setelah penetapan pemberian hak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan, daftar isian 310 yang di halaman terakhir memuat keputusan pemberian hak tersebut, diserahkan kembali kepada Ketua Panitia Ajudikasi untuk dijadikan dasar pendaftaran hak atas tanah tersebut.
Paragraf 11
Pembukuan Hak
Pasal 67
Berdasarkan alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, penegasan konversi dan pengakuan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65, dan penetapan pemberian hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 hak-hak atas tanah, Hak Pengelolaan dan tanah wakaf yang bersangkutan dibukukan dalam buku tanah.
Pasal 68
(1) Hak-hak atas tanah, Hak Pengelolaan dan tanah wakaf yang data fisik dan atau data yuridisnya tidak lengkap atau masih disengketakan dibukukan dengan catatan dalam buku tanah mengenai hal-hal yang kurang lengkap atau disengketakan sesuai ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b, c, d dan e Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
(2) Dalam pembukuan hak pembatasan-pembatasan yang bersangkutan dengan hak tersebut, termasuk pembatasan dalam pemindahan hak, pembatasan dalam penggunaan tanah menyangkut garis sempadan pantai dan pembatasan penggunaan tanah hak dalam kawasan lindung, juga dicatat.
(3) Penandatanganan buku tanah dilakukan oleh Ketua Panitia Ajudikasi atas nama Kepala Kantor Pertanahan.
(4) Bentuk, isi dan cara pengisian buku tanah diatur dalam BAB V peraturan ini.
Paragraf 12
Penerbitan Sertipikat
Pasal 69
(1) Untuk hak-hak atas tanah, Hak Pengelolaan dan tanah wakaf yang sudah didaftar dalam buku tanah dan memenuhi syarat untuk diberikan tanda bukti haknya menurut ketentuan dalam Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 diterbitkan sertipikat.
(2) Data yuridis yang dicantumkan dalam sertipikat meliputi juga pambatasan-pembatasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2).
(3) Dokumen alat bukti hak lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) yang menjadi dasar pembukuan di coret silang dengan tinta dengan tidak menyebabkan tidak terbacanya tulisan/tanda yang ada atau diberi teraan berupa cap atau tulisan yang menyatakan bahwa dokumen itu sudah dipergunakan untuk pembukuan hak, sebelum disimpan sebagai warkah .
Pasal 70
(1) Penandatanganan sertipikat dilakukan oleh Ketua Panitia Ajudikasi atas nama Kepala Kantor Pertanahan.
(2) Bentuk, isi dan cara pengisian sertipikat diatur dalam BAB V peraturan ini.
Pasal 71
Sertipikat diserahkan kepada pemegang hak atau kuasanya, atau, dalam hal tanah wakaf, kepada nadzirnya.
Paragraf 13
Penyerahan Hasil Kegiatan
Pasal 72
(1) Setelah berakhirnya penyelenggaraan pendaftaran tanah secara sistematik, Ketua Panitia Ajudikasi menyerahkan hasil kegiatannya kepada Kepala Kantor Pertanahan yang berupa semua dokumen mengenai bidang-bidang tanah di lokasi pendaftaran tanah secara sistematik, meliputi :
a. peta pendaftaran;
b. daftar tanah;
c. surat ukur
d. buku tanah;
e. daftar nama;
f. sertipikat hak atas tanah yang belum diserahkan kepada pemegang hak;
g. daftar hak atas tanah;
h. warkah-warkah;
i. daftar isian lainnya.
(2) Penyerahan hasil kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan berita acara serah terima.
(3) Dalam pendaftaran tanah secara sistematik Ketua Panitia Ajudikasi menyelenggarakan administrasi pendaftaran tanah tersendiri untuk bidang-bidang tanah yang sudah didaftar secara sistematik termasuk pendaftaran peralihan hak, pembebanan hak termasuk pembuatan sertipikatnya dan perbuatan hukum lainnya selama waktu penyelenggaraan pendaftaran tanah secara sistematik berlangsung hingga saat penyerahan hasil kegiatan kepada Kepala Kantor Pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam hal kegiatan pembukuan hak, penerbitan sertipikat dan pencatatan-pencatatan dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilaksanakan sampai saat penyerahan hasil kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik, penyelesaiannya diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
(5) Hal-hal yang tidak dapat diselesaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dirinci secara jelas dalam berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Bagian Kedua
Pendaftaran Tanah Secara Sporadik
Paragraf 1
Permohonan Pendaftaran Tanah Secara Sporadik
Pasal 73
(1) Kegiatan pendaftaran tanah secara sporadik dilakukan atas permohonan yang bersangkutan dengan surat sesuai bentuk sebagaimana tercantum dalam lampiran 13.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi permohonan untuk:
a. melakukan pengukuran bidang tanah untuk keperluan tertentu;
b. mendaftar hak baru berdasarkan alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;
c. mendaftar hak lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Pasal 74
Permohonan pengukuran bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) huruf a diajukan oleh yang berkepentingan untuk keperluan :
a. persiapan permohonan hak baru;
b. pemecahan, pemisahan, dan penggabungan bidang tanah;
c. pengembalian batas;
d. penataan batas dalam rangka konsolidasi tanah;
e. inventarisasi pemilikan dan penguasaan tanah dalam rangka pengadaan tanah sesuai ketentuan yang berlaku.
f. lain-lain dengan persetujuan pemegang hak.
Pasal 75
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) huruf b harus disertai dengan dokumen asli untuk membuktikan hak atas bidang tanah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Pasal 76
(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) huruf c harus disertai dengan dokumen asli yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu :
a. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (S.1834-27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik, atau
b. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (S.1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau
c. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan, atau
d. sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959, atau
e. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya, atau
f. petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, atau
g. akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
h. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
i. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan, atau
j. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
k. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, atau
l. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
m. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI dan VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.
(2) Apabila bukti kepemilikan sebidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap atau tidak ada, pembuktian kepemilikan atas bidang tanah itu dapat dilakukan dengan bukti lain yang dilengkapi dengan pernyataan yang bersangkutan dan keterangan yang dapat dipercaya dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal, yang manyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar pemilik bidang tanah tersebut.
(3) Dalam hal bukti-bukti mengenai kepemilikan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak ada maka permohonan tersebut harus disertai dengan:
a. surat pernyataan dari pemohon yang menyatakan hal-hal sebagai berikut:
1) bahwa pemohon telah menguasai secara nyata tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut, atau telah memperoleh penguasaan itu dari pihak atau pihak-pihak lain yang telah menguasainya, sehingga waktu penguasaan pemohon dan pendahulunya tersebut berjumlah 20 tahun atau lebih;
2) bahwa penguasaan tanah itu telah dilakukan dengan itikad baik;
3) bahwa penguasaan itu tidak pernah diganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan;
4) bahwa tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa;
5) bahwa apabila pernyataan tersebut memuat hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan, penandatangan bersedia dituntut di muka Hakim secara pidana maupun perdata karena memberikan keterangan palsu.
b. keterangan dari Kepala Desa/Lurah dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang kesaksiannya dapat dipercaya, karena fungsinya sebagai tetua adat setempat dan/atau penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di desa/kelurahan letak tanah yang bersangkutan dan tidak mempunyai hubungan keluarga pemohon sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal, yang membenarkan apa yang dinyatakan oleh pemohon dalam surat pernyataan di atas, sesuai bentuk sebagaimana tercantum dalam lampiran 14.
Paragraf 2
Pengukuran
Pasal 77
(1) Pengukuran bidang tanah secara sporadik pada dasarnya merupakan tanggung jawab Kepala Kantor Pertanahan.
(2) Untuk keperluan optimasi tenaga dan peralatan pengukuran, serta dengan mempertimbangkan kemampuan teknologi petugas-petugas pengukuran, maka :
a. pengukuran suatu bidang tanah yang luasnya 10 Ha. sampai dengan 1000 Ha. dilaksanakan oleh Kantor Wilayah;
b. pengukuran suatu bidang tanah yang luasnya lebih dari pada 1000 Ha. dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional,
dan hasilnya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
(3) Permohonan pengukuran sebagaimana dimaksud ayat (2) diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
(4) Berdasarkan penunjukan Deputi bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah pengukuran bidang tanah yang luas atau yang banyak jumlah bidangnya dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga.
(5) Pelaksanaan pengukuran bidang tanah oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disupervisi dan hasilnya disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah atau Deputi Bidang Pengukuran dan Pendaftaran Tanah sesuai kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 78
Tugas petugas pengukuran adalah sebagai berikut :
a. menetapkan batas bidang tanah dalam hal petugas pengukuran adalah Pegawai Badan Pertanahan Nasional;
b. membantu penyelesaian sengketa mengenai batas bidang tanah;
c. mengisi daftar isian 201 yang mengenai penetapan batas;
d. melaksanakan pengukuran batas bidang tanah;
e. membuat gambar ukur;
Pasal 79
Setelah petugas pengukuran menerima perintah pengukuran, maka segera melakukan persiapan sebagai berikut :
a. memeriksa tersedianya sarana peta seperti peta pendaftaran atau peta dasar pendaftaran atau peta lainnya pada lokasi yang dimohon;
b. merencanakan pengukuran di atas peta pendaftaran atau peta dasar pendaftaran atau peta-peta lainnya yang memenuhi syarat, apabila tanah yang dimohon belum mempunyai gambar situasi/surat ukur;
c. dalam hal tidak terdapat peta pendaftaran atau peta dasar pendaftaran atau peta lain yang memenuhi syarat, maka segera disiapkan perencanaan pembuatan peta pendaftaran;
d. memeriksa tersedianya titik dasar teknik disekitar bidang tanah yang dimohon;
e. dalam hal tidak terdapat titik dasar teknik di sekitar bidang tanah yang akan diukur, meminta kepada pemohon untuk menyiapkan tugu titik dasar teknik minimal 2 (dua) buah dan bentuknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
f. apabila kegiatan pengukuran bidang tanah diperlukan, mengadakan persiapan-persiapan, seperti menyiapkan formulir-formulir untuk pengukuran seperti gambar ukur, formulir pengukuran poligon,;
g. memberikan pemberitahuan tertulis kepada pemohon mengenai waktu penetapan batas dan pengukuran.
Pasal 80
(1) Sebelum pelaksanaan pengukuran bidang tanah, petugas ukur dari Kantor Pertanahan terlebih dahulu menetapkan batas-batas bidang tanah dan pemohon memasang tanda-tanda batas sesuai ketentuan dalam Pasal 19, 20, 21, 22, dan 23.
(2) Apabila pengukuran batas bidang tanah dilaksanakan oleh pihak ketiga, penetapan batas bidang tanah dilaksanakan oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atau petugas yang ditunjuknya.
(3) Penetapan batas dilakukan setelah pemberitahuan secara tertulis kepada pemohon pengukuran, dan kepada pemegang hak atas bidang yang berbatasan.
(4) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sebelum penetapan batas dilaksanakan.
(5) Pemberitahuan tersebut dilakukan dengan surat sesuai bentuk sebagaimana tercantum dalam lampiran 15.
Pasal 81
(1) Setelah penetapan batas dan pemasangan tanda-tanda batas selesai dilaksanakan, maka dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah.
(2) Pengukuran dan pemetaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam BAB II Bagian Keempat dan Kelima peraturan ini.
Paragraf 3
Pengumpulan dan Penelitian Data Yuridis Bidang Tanah
Pasal 82
(1) Untuk keperluan pendaftaran hak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) huruf b pengumpulan dan penelitian alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 Peraturan ini dilakukan oleh Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah pada Kantor Pertanahan.
(2) Untuk keperluan pendaftaran hak lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) huruf c pengumpulan dan penelitian permulaan data yuridis bidang tanah berupa dokumen alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) dilakukan oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah pada Kantor Pertanahan.
(3) Dalam hal dari penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ternyata bahwa bukti kepemilikan tanah berupa bukti-bukti tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) tersebut sudah lengkap, maka Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah pada Kantor Pertanahan menyiapkan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dengan pengisian daftar isian 201, 201B, dan 201C.
(4) Dalam hal dari penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ternyata bahwa bukti kepemilikan tanah berupa bukti-bukti tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) tidak lengkap, atau dalam hal bukti hak yang dapat diajukan adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) dan ayat (3), maka penelitian data yuridis bidang tanah tersebut dilanjutkan oleh Panitia A sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 12 Tahun 1992, yang hasilnya dituangkan dalam daftar isian 201.
(5) Untuk keperluan penelitian data yuridis tersebut Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah menyerahkan alat-alat bukti yang ada dan daftar isian 201 yang sudah diisi sebagian dalam rangka penetapan batas bidang tanah kepada Panitia A.
(6) Setelah penelitian data yuridis selesai dilakukan, maka Panitia A menyerahkan daftar isian 201 yang sudah diisi kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah yang selanjutnya menyiapkan pengumuman data fisik dan data yuridis.
Pasal 83
Tugas Panitia A dalam pendaftaran tanah secara Sporadik adalah sebagai berikut:
a. meneliti data yuridis bidang tanah yang tidak dilengkapi dengan alat bukti tertulis mengenai pemilikan tanah secara lengkap;
b. melakukan pemeriksaan lapangan untuk menentukan kebenaran alat bukti yang diajukan oleh pemohon
pendaftaran tanah;
c. mencatat sanggahan/keberatan dan hasil penyelesaiannya;
d. membuat kesimpulan mengenai data yuridis bidang tanah yang bersangkutan;
e. mengisi daftar isian 201.
Pasal 84
Untuk menilai kebenaran pernyataan pemohon dan keterangan saksi-saksi yang diajukan dalam pembuktian hak, Panitia A dapat :
a. mencari keterangan tambahan dari masyarakat yang berada di sekitar bidang tanah tersebut yang dapat digunakan untuk memperkuat kesaksian atau keterangan mengenai pembuktian kepemilikan tanah tersebut;
b. meminta keterangan tambahan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada huruf a yang diperkirakan dapat mengetahui riwayat kepemilikan bidang tanah tersebut dengan melihat usia dan lamanya bertempat tinggal di daerah tersebut.
c. melihat keadaan bidang tanah di lokasinya untuk mengetahui apakah yang bersangkutan secara fisik menguasai tanah tersebut atau digunakan pihak lain dengan seizin yang bersangkutan, dan selain itu dapat menilai bangunan dan tanaman yang ada di atas bidang tanah yang dapat digunakan sebagai petunjuk untuk pembuktian kepemilikan seseorang atas bidang tanah tersebut.
Pasal 85
Hasil penelitian data yuridis oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah dan atau Panitia A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dicantumkan dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas (daftar isian 201).
Paragraf 4
Pengumuman Data Fisik dan Data Yuridis, dan Pengesahannya
Pasal 86
(1) Kutipan data yuridis dan data fisik yang sudah dicantumkan dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas (daftar isian 201) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 dimasukkan dalam Daftar Data Yuridis dan Data Fisik Bidang Tanah (daftar isian 201C), yang merupakan daftar isian yang dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
(2) Untuk memberi kesempatan bagi yang berkepentingan mengajukan keberatan atas data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah yang dimohon pendaftarannya, maka Daftar Data Yuridis dan Data Fisik Bidang Tanah (daftar isian 201C) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan peta bidang tanah yang bersangkutan diumumkan dengan menggunakan daftar isian 201B di Kantor Pertanahan dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah selama 60 (enam puluh) hari.
(3) Dengan mempertimbangkan kemungkinan masalah pertanahan yang akan timbul Kepala Kantor Pertanahan dapat memutuskan bahwa pengumuman mengenai data fisik dan data yuridis mengenai tanah yang dimohon pendaftarannya dilaksanakan melalui sebuah harian umum setempat dan atau di lokasi tanah tersebut atas biaya pemohon.
Pasal 87
(1) Setelah jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 berakhir, maka data fisik dan data yuridis tersebut disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis (daftar isian 202).
(2) Apabila pada waktu pengesahan data fisik dan data yuridis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih ada kekuranglengkapan data atau masih ada keberatan yang belum diselesaikan, maka pengesahan tersebut dilakukan dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap dan atau keberatan yang belum diselesaikan.
(3) Kepada pihak yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan pemberitahuan tertulis agar segera mengajukan gugatan ke Pengadilan dengan surat menurut contoh sebagaimana tercantum dalam lampiran 12.
(4) Keberatan-keberatan tersebut didaftar dengan menggunakan daftar isian 309.
Paragraf 5
Penegasan Konversi dan Pengakuan Hak
Pasal 88
(1) Berdasarkan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dilaksanakan kegiatan sebagai berikut:
a. hak atas bidang tanah yang alat bukti tertulisnya lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) dan yang alat bukti tertulisnya tidak lengkap tetapi ada keterangan saksi maupun pernyataan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) dan tanahnya dikuasai oleh pemohon atau oleh orang lain berdasarkan persetujuan pemohon, oleh Kepala Kantor Pertanahan ditegaskan konversinya menjadi Hak Milik atas nama pemegang hak yang terakhir dengan memberi catatan pada daftar isian 201 sebagai berikut:
"Berdasarkan data fisik dan data yuridis yang disahkan dengan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis tanggal ……………….., hak atas tanah ini ditegaskan konversinya menjadi Hak Milik dengan pemegang hak ……..….…........... tanpa catatan/dengan catatan ada keberatan (tidak ke pengadilan/sedang diproses di pengadilan dengan/tanpa sita jaminan)*)
KEPALA KANTOR PERTANAHAN
KABUPATEN/KOTAMADYA……………….
( ...........................)
*) Coret yang tidak perlu.
b. hak atas tanah yang alat bukti kepemilikannya tidak ada tetapi telah dibuktikan kenyataan penguasaan fisiknya selama 20 tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) oleh Kepala Kantor Pertanahan diakui sebagai Hak Milik dengan memberi catatan pada daftar isian 201 sebagai berikut:
"Berdasarkan data fisik dan data yuridis yang disahkan dengan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis tanggal ……………….., hak atas tanah ini diakui sebagai Hak Milik dengan pemegang hak ………............ tanpa catatan/dengan catatan ada keberatan (tidak ke pengad ilan/sedang diproses di pengadilan dengan/tanpa sita jaminan)*)
KEPALA KANTOR PERTANAHAN
KABUPATEN/KOTAMADYA……………….
( ...........................)
*) Coret yang tidak perlu.
(2) Untuk pengakuan hak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b tidak diperlukan penerbitan surat keputusan pengakuan hak.
Paragraf 6
Pembukuan Hak
Pasal 89
Berdasarkan alat bukti hak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, penegasan konversi dan pengakuan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, hak-hak atas tanah, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, Hak Pengelolaan dan tanah wakaf yang bersangkutan dibukukan dalam buku tanah.
Pasal 90
(1) Hak-hak atas tanah, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, Hak Pengelolaan atau tanah wakaf yang data fisik dan atau data yuridisnya tidak lengkap atau masih disengketakan dibukukan dengan catatan dalam buku tanah mengenai hal-hal yang kurang lengkap atau disengketakan sesuai ketentuan Pasal 30 ayat (1) huruf b, c, d dan e Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
(2) Dalam pembukuan hak pembatasan-pembatasan yang bersangkutan dengan hak tersebut, termasuk
pembatasan dalam pemindahan hak, pembatasan dalam penggunaan tanah menyangkut garis sempadan pantai dan pembatasan penggunaan tanah hak dalam kawasan lindung, juga dicatat.
(3) Penandatanganan buku tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, dengan ketentuan bahwa dalam hal Kepala Kantor Pertanahan berhalangan atau dalam rangka melayani permohonan pendaftaran tanah yang bersifat massal Kepala Kantor Pertanahan dapat melimpahkan kewenangan menandatangani buku tanah tersebut kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah.
(4) Bentuk, isi dan cara pengisian buku tanah diatur dalam BAB V peraturan ini.
Paragraf 7
Penerbitan Sertipikat
Pasal 91
(1) Untuk hak-hak atas tanah, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, Hak Pengelolaan dan tanah wakaf yang sudah didaftar dalam buku tanah dan memenuhi syarat untuk diberikan tanda bukti haknya menurut ketentuan dalam Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 diterbitkan sertipikat.
(2) Data yuridis yang dicantumkan dalam sertipikat meliputi juga pambatasan-pembatasan sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2).
(3) Dokumen alat bukti hak lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 yang menjadi dasar pembukuan di coret silang dengan tinta dengan tidak menyebabkan tidak terbacanya tulisan/tanda yang ada atau diberi teraan berupa cap atau tulisan yang menyatakan bahwa dokumen itu sudah dipergunakan untuk pembukuan hak, sebelum disimpan sebagai warkah .
Pasal 92
(1) Penandatanganan sertipikat dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, dengan ketentuan bahwa dalam hal Kepala Kantor Pertanahan berhalangan atau dalam rangka melayani permohonan pendaftaran tanah yang bersifat massal Kepala Kantor Pertanahan dapat melimpahkan kewenangan menandatangani sertipikat tersebut kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah.
(2) Bentuk, isi dan cara pengisian sertipikat diatur dalam BAB V peraturan ini.
Pasal 93
Sertipikat diserahkan kepada pemegang hak atau kuasanya, atau, dalam hal tanah wakaf, kepada nadzirnya.
BAB IV
PEMELIHARAAN DATA PENDAFTARAN TANAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 94
(1) Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilaksanakan dengan pendaftaran perubahan data fisik dan atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar dengan mencatatnya di dalam daftar umum sesuai dengan ketentuan di dalam peraturan ini.
(2) Perubahan data yuridis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
a. peralihan hak karena jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya;
b. peralihan hak karena pewarisan;
c. peralihan hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi;
d. pembebanan Hak Tanggungan;
e. peralihan Hak Tanggungan;
f. hapusnya hak atas tanah, Hak Pengelolaan, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan Hak Tanggungan;
g. pembagian hak bersama;
h. perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan pengadilan atau penetapan Ketua Pengadilan;
i. perubahan nama akibat pemegang hak yang ganti nama;
j. perpanjangan jangka waktu hak atas tanah.
(3) Perubahan data fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
a. pemecahan bidang tanah;
b. pemisahan sebagian atau beberapa bagian dari bidang tanah;
c. penggabungan dua atau lebih bidang tanah.
Bagian Kedua
Pembuatan Akta PPAT
Paragraf 1
Jenis dan Bentuk Akta
Pasal 95
(1) Akta tanah yang dibuat oleh PPAT untuk dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah adalah:
a. Akta Jual Beli;
b. Akta Tukar Menukar;
c. Akta Hibah;
d. Akta Pemasukan Ke Dalam Perusahaan;
e. Akta Pembagian Hak Bersama;
f. Akta Pemberian Hak Tanggungan;
g. Akta Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik.
h. Akta Pemberian Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik.
(2) Selain akta-akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PPAT juga membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang merupakan akta pemberian kuasa yang dipergunakan dalam pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan.
Pasal 96
(1) Bentuk-bentuk akta yang dipergunakan di dalam pembuatan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dan (2) dan cara pengisiannya adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran 16 s/d 23 dan terdiri dari bentuk:
a. Akta Jual Beli (lampiran 16);
b. Akta Tukar Menukar (lampiran 17);
c. Akta Hibah (lampiran 18);
d. Akta Pemasukan Ke Dalam Perusahaan (lampiran 19);
e. Akta Pembagian Hak Bersama (lampiran 20);
f. Akta Pemberian Hak Tanggungan (lampiran 21);
g. Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik (lampiran 22).
h. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (lampiran 23);
(2) Pembuatan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dan (2) harus dilakukan dengan menggunakan formulir sesuai dengan bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disediakan.
(3) Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (2) tidak dapat dilakukan berdasarkan akta yang pembuatannya melanggar ketentuan pada ayat (2).
Paragraf 2
Persiapan Pembuatan Akta
Pasal 97
(1) Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai pemindahan atau pembebanan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan setempat dengan memperlihatkan
sertipikat asli.
(2) Pemeriksaan sertipikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk setiap pembuatan akta oleh PPAT, dengan ketentuan bahwa untuk pembuatan akta pemindahan atau pembebanan hak atas bagian-bagian tanah hak induk dalam rangka pemasaran hasil pengembangan oleh perusahaan real estat, kawasan industri dan pengembangan sejenis cukup dilakukan pemeriksaan sertipikat tanah induk satu kali, kecuali apabila PPAT yang bersangkutan menganggap perlu pemeriksaan sertipikat ulang.
(3) Apabila sertipikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan, maka Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk membubuhkan cap atau tulisan dengan kalimat:
“Telah diperiksa dan sesuai dengan daftar di Kantor Pertanahan”
pada halaman perubahan sertipikat asli kemudian diparaf dan diberi tanggal pengecekan.
(4) Pada halaman perubahan buku tanah yang bersangkutan dibubuhkan cap atau tulisan dengan kalimat:
“PPAT …(nama PPAT ybs)…. telah minta pengecekan sertipikat”
kemudian diparaf dan diberi tanggal pengecekan.
(5) Apabila sertipikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ternyata tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan, maka diambil tindakan sebagai berikut:
a. apabila sertipikat tersebut bukan dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan, maka pada sampul dan semua halaman sertipikat tersebut dibubuhkan cap atau tulisan dengan kalimat :
"Sertipikat ini tidak diterbitkan oleh Kantor Pertanahan …………...........".
kemudian diparaf.
b. apabila sertipikat tersebut adalah dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan akan tetapi data fisik dan atau data yuridis yang termuat di dalamnya tidak sesuai lagi dengan data yang tercatat dalam buku tanah dan atau surat ukur yang bersangkutan, kepada PPAT yang bersangkutan diterbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah sesuai data yang tercatat di Kantor Pertanahan dan pada sertipikat yang bersangkutan tidak dicantumkan sesuatu tanda.
(6) Sertipikat yang sudah diperiksakan kesesuaiannya dengan dafar-daftar di Kantor Pertanahan tersebut dikembalikan kepada PPAT yang bersangkutan.
(7) Pengembalian sertipikat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan pada hari yang sama dengan hari pengecekan.
(8) Penerbitan SKPT sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilakukan selambat-lambatnya dalam 7 (tujuh) hari kerja terhitung dari hari pengecekan.
Pasal 98
(1) Untuk membuat akta pemindahan atau pembebanan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan mendaftarnya tidak diperlukan izin pemindahan hak, kecuali dalam hal sebagai berikut:
a. pemindahan atau pembebanan hak atas tanah atau hak milik atas rumah susun yang di dalam sertipikatnya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindah tangankan apabila telah diperoleh izin dari instansi yang berwenang;
b. pemindahan atau pembebanan hak pakai atas tanah negara.
(2) Dalam hal izin pemindahan hak diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka izin tersebut harus sudah diperoleh sebelum akta pemindahan atau pembebanan hak yang bersangkutan dibuat.
(3) Izin pemindahan hak yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sudah diperoleh untuk pemindahan hak yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan Izin Lokasi atau pemasaran hasil pengembangan bidang tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai induk oleh perusahaan real estat, kawasan industri atau pengembangan lain yang sejenis.
Pasal 99
(1) Sebelum dibuat akta mengenai pemindahan hak atas tanah, calon penerima hak harus membuat pernyataan yang menyatakan:
a. bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah absentee (guntai) menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. bahwa yang bersangkutan menyadari bahwa apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada a dan b
tersebut tidak benar maka tanah kelebihan atau tanah absentee tersebut menjadi obyek landreform;
d. bahwa yang bersangkutan bersedia menanggung semua akibat hukumnya, apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada a dan b tidak benar.
(2) PPAT wajib menjelaskan kepada calon penerima hak maksud dan isi pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 100
(1) PPAT menolak membuat akta PPAT mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun apabila olehnya diterima pemberitahuan tertulis bahwa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun itu sedang disengketakan dari orang atau badan hukum yang menjadi pihak dalam sengketa tersebut dengan disertai dokumen laporan kepada pihak yang berwajib, surat gugatan ke Pengadilan, atau dengan memperhatikan ketentuan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, surat keberatan kepada pemegang hak serta dokumen lain yang membuktikan adanya sengketa tersebut.
(2) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada, maka PPAT membuat akta sesudah pemegang hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun membuat pernyataan, yang menyatakan bahwa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun itu tidak sedang disengketakan, yang diterima baik oleh penerima hak atau penerima Hak Tanggungan.
Paragraf 3
Pelaksanaan Pembuatan Akta
Pasal 101
(1) Pembuatan akta PPAT harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau orang yang dikuasakan olehnya dengan surat kuasa tertulis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pembuatan akta PPAT harus disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam suatu perbuatan hukum, yang memberi kesaksian antara lain mengenai kehadiran para pihak atau kuasanya, keberadaan dokumen-dokumen yang ditunjukkan dalam pembuatan akta, dan telah dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut oleh para pihak yang bersangkutan.
(3) PPAT wajib membacakan akta kepada para pihak yang bersangkutan dan memberi penjelasan mengenai isi dan maksud pembuatan akta, dan prosedur pendaftaran yang harus dilaksanakan selanjutnya sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 102
Akta PPAT dibuat sebanyak 2 (dua) lembar asli, satu lembar disimpan di Kantor PPAT dan satu lembar disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran, sedangkan kepada pihak-pihak yang bersangkutan diberikan salinannya.
Bagian Ketiga
Pendaftaran Peralihan Hak Karena Pemindahan Hak
Pasal 103
(1) PPAT wajib menyampaikan akta PPAT dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan untuk keperluan pendaftaran peralihan hak yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatanganinya akta yang bersangkutan.
(2) Dalam hal pemindahan hak atas bidang tanah yang sudah bersertipikat atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. surat permohonan pendaftaran peralihan hak yang ditandatangani oleh penerima hak atau kuasanya;
b. surat kuasa tertulis dari penerima hak apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak bukan penerima hak;
c. akta tentang perbuatan hukum pemindahan hak yang bersangkutan yang dibuat oleh PPAT yang pada waktu pembuatan akta masih menjabat dan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan;
d. bukti identitas pihak yang mengalihkan hak;
e. bukti identitas penerima hak;
f. sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dialihkan;
g. izin pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2);
h. bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang;
i. bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang.
(3) Dalam hal pemindahan hak atas tanah yang belum terdaftar, dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. surat permohonan pendaftaran hak atas tanah yang dialihkan yang ditandatangani oleh pihak yang mengalihkan hak;
b. surat permohonan pendaftaran peralihan hak yang ditandatangani oleh penerima hak atau kuasanya;
c. surat kuasa tertulis dari penerima hak apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak bukan penerima hak;
d. akta PPAT tentang perbuatan hukum pemindahan hak yang bersangkutan;
e. bukti identitas pihak yang mengalihkan hak;
f. bukti identitas penerima hak;
g. surat-surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76;
h. izin pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2);
i. bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang;
j. bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang.
(4) Kantor Pertanahan wajib memberikan tanda penerimaan atas penyerahan permohonan pendaftaran beserta akta PPAT dan berkasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) yang diterimakan kepada PPAT yang bersangkutan.
(5) PPAT yang bersangkutan memberitahukan kepada penerima hak mengenai telah diserahkannya permohonan pendaftaran peralihan hak beserta akta PPAT dan berkasnya tersebut kepada Kantor Pertanahan dengan menyerahkan tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Pengurusan penyelesaian permohonan pendaftar-an peralihan hak selanjutnya dilakukan oleh penerima hak atau oleh PPAT atau pihak lain atas nama penerima hak.
(7) Pendaftaran peralihan hak karena pemindahan hak yang dibuktikan dengan akta PPAT harus juga dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan sesuai ketentuan yang berlaku walaupun penyampaian akta PPAT melewati batas waktu 7 (tujuh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(8) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada PPAT yang bersangkutan diberitahukan tentang pelanggaran ketentuan batas waktu penyerahan akta tersebut.
Pasal 104
(1) Untuk pendaftaran peralihan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun karena pemindahan hak yang dibuktikan dengan akta PPAT tidak diperlukan syarat berupa dokumen lain dari pada yang disebut dalam Pasal 103 ayat (1) atau ayat (2), kecuali apabila hal tersebut dipersyaratkan oleh suatu Peraturan Pemerintah atau peraturan yang lebih tinggi.
(2) Apabila sesudah dilakukan pengecekan sertipikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 terjadi perubahan data pendaftaran tanah yang tercatat dalam buku tanah akan tetapi tidak tercatat di sertipikat, maka Kepala Kantor Pertanahan memberitahukan secara tertulis kepada pemohon pendaftaran peralihan hak bahwa permohonan pendaftarannya ditolak dengan surat sesuai bentuk sebagaimana tercantum dalam lampiran 24.
(3) Perubahan data pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. hapusnya hak atas tanah;
b. adanya catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 atau Pasal 127 yang belum dihapus atau hapus dengan sendirinya karena lewatnya waktu;
c. adanya perintah status quo atau peletakan sita oleh Pengadilan.
(4) Atas penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemohon pendaftaran dapat mengajukan keberatan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 105
(1) Pencatatan peralihan hak dalam buku tanah, sertipikat dan daftar lainnya dilakukan sebagai berikut:
a. nama pemegang hak lama di dalam buku tanah dicoret dengan tinta hitam dan dibubuhi paraf Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk;
b. nama atau nama-nama pemegang hak yang baru dituliskan pada halaman dan kolom yang ada dalam buku tanahnya dengan dibubuhi tanggal pencatatan, dan besarnya bagian setiap pemegang hak dalam hal penerima hak beberapa orang dan besarnya bagian ditentukan, dan kemudian ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk dan cap dinas Kantor Pertanahan;
c. yang tersebut pada huruf a dan b juga dilakukan pada sertipikat hak yang bersangkutan dan daftar-daftar umum lain yang memuat nama pemegang hak lama;
d. nomor hak dan identitas lain dari tanah yang dialihkan dicoret dari Daftar Nama pemegang hak lama dan nomor hak dan identitas tersebut dituliskan pada Daftar Nama penerima hak.
(2) Apabila pemegang hak baru lebih dari 1 (satu) orang dan hak tersebut dimiliki bersama, maka untuk masing-masing pemegang hak dibuatkan Daftar Nama dan di bawah nomor hak atas tanahnya diberi garis dengan tinta hitam.
(3) Apabila peralihan hak hanya mengenai sebagian dari sesuatu hak atas tanah sehingga hak atas tanah itu menjadi kepunyaan bersama pemegang hak lama dan pemegang hak baru, maka pendaftarannya dilakukan dengan menuliskan besarnya bagian pemegang hak lama di belakang namanya dan menuliskan nama pemegang hak yang baru beserta besarnya bagian yang diperolehnya dalam halaman perubahan yang disediakan.
(4) Sertipikat hak yang dialihkan diserahkan kepada pemegang hak baru atau kuasanya.
Pasal 106
Dalam hal peralihan hak atas tanah yang belum terdaftar, maka akta PPAT yang bersangkutan dijadikan alat bukti dalam pendaftaran pertama hak tersebut atas nama pemegang hak yang terakhir sesuai ketentuan dalam Bab III Peraturan ini.
Bagian Keempat
Pemindahan Hak Dengan Lelang
Pasal 107
(1) Atas permintaan Kepala Kantor Lelang, Kepala Kantor Pertanahan memberikan keterangan mengenai tanah yang akan dilelang dengan menerbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah.
(2) Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya permintaan yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis mengenai tanah tersebut yang tercatat dalam daftar umum di Kantor Pertanahan.
(3) Dalam hal data fisik dan data yuridis tanah yang bersangkutan belum tercatat di Kantor Pertanahan di dalam Surat Keterangan Pendaftaran Tanah disebutkan bahwa tanah tersebut belum terdaftar.
(4) Untuk penerbitan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini tidak perlu dilakukan pemeriksaan tanah, kecuali untuk tanah yang belum terdaftar.
(5) Keputusan mengenai dilanjutkannya pelelangan setelah mengetahui data pendaftaran tanah mengenai bidang tanah yang bersangkutan diambil oleh Kepala Kantor Lelang.
Pasal 108
(1) Permohonan pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui lelang diajukan oleh pembeli lelang atau kuasanya dengan melampirkan :
a. kutipan risalah lelang yang bersangkutan;
b. 1) sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atau hak atas tanah yang telah terdaftar, atau dalam hal sertipikat dimaksud tidak dapat diserahkan kepada pembeli lelang eksekusi, keterangan Kepala Kantor Lelang mengenai alasan tidak dapat diserahkannya sertipikat dimaksud;
2) surat-surat bukti pemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 mengenai tanah yang belum terdaftar;
c. bukti identitas pembeli lelang;
d. bukti pelunasan harga pembelian;
e. bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang;
f. bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang.
(2) Dalam hal lelang telah dilaksanakan sebagai tindak lanjut sita yang tercatat dalam daftar umum di Kantor Pertanahan, maka permohonan pendaftaran peralihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan keterangan dari Kepala Kantor Lelang bahwa sita itu sudah ditindaklanjuti dengan lelang yang hasilnya dimohonkan pendaftarannya.
(3) Dalam hal lelang dilaksanakan dalam rangka pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan, maka permohonan pendaftaran peralihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan pernyataan dari kreditor bahwa pihaknya melepaskan Hak Tanggungan tersebut untuk jumlah yang melebihi hasil lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Pasal 109
(1) Pencatatan peralihan hak karena pemindahan hak dengan lelang dalam daftar-daftar pendaftaran tanah kepada pembeli lelang dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105.
(2) Sebelum dilaksanakan pendaftaran peralihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan keterangan dari Kepala Kantor Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (2) catatan mengenai adanya sita tersebut dihapus.
(3) Berdasarkan kutipan risalah lelang dan pernyataan dari kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (3) catatan mengenai adanya Hak Tanggungan yang bersangkutan dihapus.
(4) Dalam hal pendaftaran peralihan hak dengan lelang eksekusi yang sertipikatnya tidak dapat diserahkan, dalam buku tanahnya dicatat adanya penerbitan sertipikat pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) dan Pasal 60 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 selanjutnya dicatat peralihan hak karena lelang dimaksud.
(5) Hal telah diterbitkannya sertipikat pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) oleh Kepala Kantor Pertanahan diumumkan dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dengan menggunakan daftar isian 304B.
Pasal 110
(1) Atas permintaan Bank Pemerintah peralihan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dimenangkan oleh bank tersebut melalui lelang dalam rangka pelunasan kreditnya sesuai Pasal 6 huruf k Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 dapat didaftar langsung atas nama pembeli akhir yang ditunjuk oleh bank tersebut, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. di dalam risalah lelang dicantumkan bahwa di dalam pembelian lelang itu bank bertindak untuk pembeli yang belum disebut namanya;
b. nama pembeli serta identitasnya kemudian dinyatakan di dalam surat pernyataan oleh atau atas nama Direksi bank yang bersangkutan.
(2) Permohonan pendaftaran peralihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan oleh pembeli yang ditunjuk bank selambat-lambatnya 1 tahun terhitung dari tanggal pelaksanaan lelang yang bersangkutan.
(3) Apabila ketentuan pada ayat (2) dilanggar maka pendaftaran peralihan hak kepada pembeli yang ditunjuk oleh bank hanya dapat dilakukan berdasarkan akta jual beli antara bank dan pembeli tersebut sesudah dilakukan pendaftaran peralihan hak atas nama bank yang bersangkutan berdasarkan Risalah Lelang.
Bagian Kelima
Peralihan Hak Karena Pewarisan
Pasal 111
(1) Permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun diajukan oleh ahli waris atau kuasanya dengan melampirkan :
a. sertipikat hak atas tanah atau sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atas nama pewaris, atau, apabila mengenai tanah yang belum terdaftar, bukti pemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;
b. surat kematian atas nama pemegang hak yang tercantum dalam sertipikat yang bersangkutan dari Kepala Desa/Lurah tempat tinggal pewaris waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau intansi lain yang berwenang;
c. surat tanda bukti sebagai ahli waris yang dapat berupa :
1) wasiat dari pewaris, atau
2) putusan Pengadilan, atau
3) penetapan hakim/Ketua Pengadilan, atau
4) - bagi warganegara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia;
- bagi warganegara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hak mewaris dari Notaris,
- bagi warganegara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.
d. surat kuasa tertulis dari ahli waris apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak bukan ahli waris yang bersangkutan;
e. bukti identitas ahli waris;
(2) Apabila pada waktu permohonan pendaftaran peralihan sudah ada putusan pengadilan atau penetapan hakim/Ketua Pengadilan atau akta mengenai pembagian waris sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, maka putusan/penetapan atau akta tersebut juga dilampirkan pada permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Akta mengenai pembagian waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan oleh semua ahli waris dengan disaksikan oleh 2 orang saksi atau dengan akta notaris.
(4) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan belum ada pembagian warisan, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para ahli waris sebagai pemilikan bersama, dan pembagian hak selanjutnya dapat dilakukan sesuai ketentuan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
(5) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan pada waktu pendaftaran peralihan haknya disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun tertentu jatuh kepada 1 (satu) orang penerima warisan, maka pencatatan peralihan haknya dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan akta pembagian waris tersebut.
(6) Pencatatan pendaftaran peralihan hak sebagaimana dimaksud Pasal ini dalam daftar-daftar pendaftaran tanah dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105.
Pasal 112
(1) Dalam hal pewarisan disertai dengan hibah wasiat, maka:
a. jika hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dihibahkan sudah tertentu, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan atas permohonan penerima hibah dengan melampirkan:
1) sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atas nama pewaris, atau apabila hak atas tanah yang dihibahkan belum terdaftar, bukti pemilikan tanah atas nama pemberi hibah sebagaimana dimaksud Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;
2) surat kematian pemberi hibah wasiat dari Kepala Desa/Lurah tempat tinggal pemberi hibah wasiat tersebut waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau intansi lain yang berwenang;
3) a) Putusan Pengadilan atau Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan mengenai pembagian harta waris yang memuat penunjukan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan sebagai telah dihibah wasiatkan kepada pemohon, atau
b) Akta PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh Pelaksana Wasiat atas nama pemberi hibah wasiat sebagai pelaksanaan dari wasiat yang dikuasakan pelaksanaannya kepada Pelaksana Wasiat tersebut, atau
c) akta pembagian waris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) yang memuat penunjukan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan sebagai telah dihibah wasiatkan kepada pemohon,
4) surat kuasa tertulis dari penerima hibah apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak bukan penerima hibah;
5) bukti identitas penerima hibah;
6) bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang;
7) bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang.
b. jika hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dihibahkan belum tertentu, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para ahli waris dan penerima hibah wasiat sebagai harta bersama.
(2) Pencatatan pendaftaran peralihan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini dalam daftar-daftar pendaftaran tanah dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105.
Bagian Keenam
Peralihan Hak Karena Penggabungan Atau Peleburan Perseroan Atau Koperasi
Pasal 113
(1) Permohonan pendaftaran peralihan suatu hak atas tanah, hak milik satuan rumah susun, atau hak pengelolaan karena adanya penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang dilakukan tidak dengan likuidasi diajukan oleh direksi perseroan atau pengurus koperasi hasil penggabungan atau peleburan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar perseroan atau koperasi tersebut, dengan dilengkapi dokumen-dokumen sebagai berikut :
- sertipikat hak atas tanah, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, atau hak pengelolaan, atau, dalam hal hak atas tanah yang belum terdaftar, bukti pemilikan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;
- akta penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi;
- pernyataan dari direksi perseroan atau pengurus koperasi hasil penggabungan atau peleburan bahwa penggabungan atau peleburan tersebut telah dilaksanakan tidak dengan likuidasi;
- anggaran dasar dari perseroan/koperasi hasil penggabungan/ peleburan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
- anggaran dasar dari masing-masing perseroan/koperasi yang bergabung/ melebur.
(2) Pencatatan pendaftaran peralihan dalam daftar-daftar pendaftaran tanah dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105.
Bagian Ketujuh
Pembebanan Hak
Paragraf 1
Pendaftaran Hak Tanggungan
Pasal 114
(1) Untuk pendaftaran Hak Tanggungan yang obyeknya berupa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang sudah terdaftar atas nama pemberi Hak Tanggungan, PPAT yang membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta tersebut menyerahkan kepada Kantor Pertanahan berkas yang diperlukan yang terdiri dari :
a. Surat Pengantar dari PPAT yang dibuat rangkap 2 (dua) dan memuat daftar jenis surat-surat yang disampaikan;
b. Surat permohonan pendaftaran Hak Tanggungan dari penerima Hak Tanggungan;
c. Fotocopy surat bukti identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan;
d. Sertipikat asli hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjadi obyek Hak Tanggungan;
e. Lembar ke-2 Akta Pemberian Hak Tanggungan;
f. Salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang sudah diparaf oleh PPAT yang bersangkutan untuk disahkan sebagai salinan oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk pembuatan Sertipikat Hak Tanggungan;
g. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, apabila pemberian Hak Tanggungan dilakukan melalui kuasa.
(2) Di daerah yang letak Kantor PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jauh dari Kantor Pertanahan dan menurut pendapat PPAT yang bersangkutan akan memerlukan biaya yang mahal untuk menyerahkan berkas tersebut dengan cara datang di Kantor Pertanahan, berkas tersebut dapat dikirim dengan Pos Tercatat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan atau disampaikan melalui penerima Hak Tanggungan yang bersedia menyerahkannya kepada Kantor Pertanahan tanpa membebankan biaya penyampaian berkas tersebut pada pemberi Hak Tanggungan.
(3) Petugas Kantor Pertanahan yang ditunjuk membubuhkan tanda-tangan, cap, dan tanggal penerimaan pada lembar kedua surat pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebagai tanda terima berkas tersebut dan mengembalikannya melalui petugas yang menyerahkan berkas itu atau, dalam hal berkas tersebut diterima melalui Pos Tercatat, menyampaikan tanda terima itu kepada PPAT yang bersangkutan melalui Pos Tercatat pula.
(4) Apabila dalam pemeriksaan berkas ternyata bahwa berkas tersebut tidak lengkap, baik karena jenis dokumen yang diterima tidak sesuai dengan jenis dokumen yang disyaratkan pada ayat (1) maupun karena pada dokumen yang sudah diserahkan terdapat cacat materi atau dibuat tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, selambat-lambat-nya 7 (tujuh) hari kerja sesudah tanggal penerimaan berkas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Kantor Pertanahan memberi-tahukan secara tertulis ketidak lengkapan berkas tersebut kepada PPAT yang bersangkutan dengan menyebutkan jenis kekurangan yang ditemukan.
(5) Segera sesudah ternyata bahwa berkas yang bersangkutan lengkap Kepala Kantor Pertanahan mendaftar Hak Tanggungan yang bersangkutan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjadi obyek Hak Tanggungan, yang tanggalnya adalah tanggal hari ketujuh setelah tanggal tanda terima termaksud pada ayat (3), dengan ketentuan bahwa apabila hari ketujuh tersebut jatuh pada hari libur, maka Buku tanah Hak Tanggungan dan pencatatan diatas diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
(6) Dalam hal terdapat ketidak lengkapan berkas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka tanggal Buku tanah Hak Tanggungan dan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) adalah tanggal hari ketujuh setelah diterimanya kelengkapan berkas tersebut, dengan ketentuan bahwa apabila hari ketujuh tersebut jatuh pada hari libur, maka buku tanah Hak Tanggungan dan pencatatan diatas diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), (4), (5), dan (6) harus juga dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan, walaupun pengiriman berkas oleh PPAT dilakukan sesudah waktu yang ditetapkan pada ayat (1) dan (2).
Pasal 115
(1) Untuk pendaftaran Hak Tanggungan yang obyeknya berupa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang sudah terdaftar tetapi belum atas nama pemberi Hak Tanggungan dan diperoleh pemberi Hak Tanggungan karena peralihan hak melalui pewarisan atau pemindahan hak, PPAT yang membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan akta tersebut menyerahkan kepada Kantor Pertanahan berkas yang diperlukan yang terdiri dari:
a. Surat Pengantar dari PPAT, yang dibuat rangkap 2 (dua) dan memuat daftar jenis surat-surat yang disampaikan;
b. Surat permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dari pemberi Hak Tanggungan.
c. Fotocopy surat bukti identitas pemohon pendaftaran peralihan hak sebagaimana dimaksud huruf b;
d. Sertipikat asli hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjadi obyek Hak Tanggungan;
e. Dokumen asli yang membuktikan terjadinya peristiwa/perbuatan hukum yang mengakibatkan beralihnya hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun kepada pemberi Hak Tanggungan, yaitu:
1) dalam hal pewarisan: surat keterangan sebagai ahli waris dan Akta Pembagian Waris apabila sudah diadakan pembagian waris;
2) dalam hal pemindahan hak melalui jual beli: Akta Jual Beli;
3) dalam hal pemindahan hak melalui lelang: Kutipan Risalah lelang;
4) dalam hal pemindahan hak melalui pemasukan modal dalam perusahaan (inbreng): Akta Pemasukan Ke Dalam Perusahaan;
5) dalam hal pemindahan hak melalui tukar-menukar: Akta Tukar Menukar;
6) dalam hal pemindahan hak melalui hibah: Akta Hibah;
f. bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang;
g. bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang.
h. Surat permohonan pendaftaran Hak Tanggungan dari penerima Hak Tanggungan;
i. Fotocopy surat bukti identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan;
j. Lembar ke-2 Akta Pemberian Hak Tang-gungan;
k. Salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang sudah diparaf oleh PPAT yang bersangkutan untuk disahkan sebagai salinan oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk pembuatan Sertipikat Hak Tanggungan;
l. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, apabila pemberian Hak Tanggungan dilaku-kan melalui kuasa.
(2) Dalam hal pendaftaran Hak Tanggungan yang obyeknya berupa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang sudah terdaftar tetapi belum atas nama pemberi Hak Tanggungan dan diperoleh oleh pemberi Hak Tanggungan karena peralihan hak, pendaftaran peralihan hak yang bersangkutan dilaksanakan lebih dahulu.
(3) Setelah hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjadi obyek Hak Tanggungan didaftar peralihan haknya atas nama pemberi Hak Tanggungan, Kepala Kantor Pertanahan mendaftar Hak Tanggungan yang bersangkutan dengan membuatkan Buku Tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya pada Buku Tanah dan Sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjadi obyek Hak Tanggungan, yang tanggalnya adalah tanggal hari ketujuh setelah tanggal pendaftaran peralihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dengan ketentuan bahwa apabila hari ketujuh tersebut jatuh pada hari libur Buku tanah Hak Tanggungan dan pencatatan tersebut diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
(4) Ketentuan dalam Pasal 114 ayat (2), (3), (4), dan (7) berlaku secara mutatis mutandis terhadap pendaftaran Hak Tanggungan yang diatur dalam Pasal ini, baik mengenai permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun maupun permohonan pendaftaran Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Pasal 116
(1) Untuk pendaftaran Hak Tanggungan yang obyeknya berupa sebagian atau hasil pemecahan atau pemisahan dari hak atas tanah induk yang sudah terdaftar dalam suatu usaha real estat, kawasan industri atau Perusahaan Inti Rakyat (PIR) dan diperoleh pemberi Hak Tanggungan melalui pemindahan hak, PPAT yang membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta tersebut menyerahkan kepada Kantor Pertanahan berkas yang diperlukan yang terdiri dari:
a. Surat pengantar dari PPAT yang dibuat rangkap 2 (dua) dan memuat daftar jenis surat-surat yang disampaikan;
b. Permohonan dari pemberi Hak Tanggungan untuk pendaftaran hak atas bidang tanah yang merupakan bagian atau pecahan dari bidang tanah induk;
c. Fotocopy surat bukti identitas pemohon pendaftaran hak atas bidang tanah sebagai-mana dimaksud huruf b;
d. Sertipikat asli hak atas tanah yang akan dipecah (sertipikat induk);
e. Akta Jual Beli asli mengenai hak atas bidang tanah tersebut dari pemegang hak atas tanah induk kepada pemberi Hak Tanggungan;
f. bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang;
g. bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang.
h. Surat permohonan pendaftaran Hak Tang-gungan dari penerima Hak Tanggungan.
i. Fotocopy surat bukti identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan;
j. Lembar ke-2 Akta Pemberian Hak Tanggungan;
k. Salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang sudah diparaf oleh PPAT yang bersangkutan untuk disahkan sebagai salinan oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk pembuatan Sertipikat Hak Tanggungan;
l. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, apabila pemberian Hak Tanggungan dilakukan melalui kuasa.
(2) Dalam hal pendaftaran Hak Tanggungan yang obyeknya berupa hak atas tanah yang memerlukan pemisahan atau pemecahan bidang tanah dan pendaftaran hak atas bidang tanah atas nama pemberi Hak Tanggungan terlebih dahulu, maka pemisahan atau pemecahan hak dan pendaftaran hak atas bidang tanah atas nama pemberi Hak Tanggungan tersebut dilaksanakan lebih dahulu.
(3) Setelah hak atas bidang tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan terdaftar atas nama pemberi Hak Tanggungan, Kepala Kantor Pertanahan mendaftar Hak Tanggungan yang bersangkutan dengan membuatkan Buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya pada Buku tanah dan Sertipikat hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan, yang tanggalnya adalah tanggal hari ketujuh setelah tanggal pendaftaran hak atas bidang tanah sebagaimana dimaksud ayat (2), dengan ketentuan bahwa apabila hari ketujuh tersebut jatuh pada hari libur Buku tanah dan pencatatan tersebut diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
(4) Ketentuan dalam Pasal 114 ayat (2), (3), (4), dan (7) berlaku secara mutatis mutandis terhadap pendaftaran Hak Tanggungan yang diatur dalam Pasal ini, baik mengenai permohonan pendaftaran hak atas bidang tanah atas nama pemberi Hak Tanggungan maupun permohonan pendaftaran Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Pasal 117
(1) Untuk pendaftaran Hak Tanggungan yang obyeknya berupa hak atas tanah yang belum terdaftar, PPAT yang membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta tersebut menyerahkan kepada Kantor Pertanahan berkas yang diperlukan yang terdiri dari:
a. Surat pengantar dari PPAT yang dibuat rangkap 2 (dua) dan memuat daftar jenis surat-surat yang disampaikan;
b. Surat permohonan pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari konversi hak milik adat dari pemberi Hak Tanggungan;
c. Fotocopy surat bukti identitas pemohon pendaftaran hak atas tanah termaksud huruf b;
d. Surat Keterangan dari Kantor Pertanahan atau pernyataan dari pemberi Hak Tanggungan bahwa tanah yang bersangkutan belum terdaftar;
e. Surat-surat sebagaimana dimaksud Pasal 76;
f. bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang;
g. bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang;
h. Surat permohonan pendaftaran Hak Tang-gungan dari penerima Hak Tanggungan;
i. Fotocopy surat bukti identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan;
j. Lembar ke-2 Akta Pemberian Hak Tanggungan;
k. Salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang sudah diparaf oleh PPAT yang bersangkutan untuk disahkan sebagai salinan oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk pembuatan Sertipikat Hak Tanggungan;
l. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, apabila pemberian Hak Tanggungan dilakukan melalui kuasa.
(2) Dalam hal pendaftaran Hak Tanggungan yang obyeknya berupa hak atas tanah bekas hak milik adat yang belum terdaftar, pendaftaran hak yang bersangkutan dilaksanakan lebih dahulu, baik melalui penegasan konversi maupun melalui pengakuan hak.
(3) Setelah hak atas tanah bekas hak milik adat didaftar atas nama pemberi Hak Tanggungan, Kepala Kantor Pertanahan mendaftar Hak Tanggungan yang bersangkutan dengan membuatkan Buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya pada Buku tanah dan Sertipikat hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan, yang tanggalnya adalah tanggal hari ketujuh setelah tanggal pembukuan hak atas tanah sebagaimana dimaksud ayat (2), dengan ketentuan bahwa apabila hari ketujuh tersebut jatuh pada hari libur Buku tanah Hak Tanggungan dan pencatatan tersebut diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
(4) Ketentuan dalam Pasal 114 ayat (2), (3), (4), dan (7) berlaku secara mutatis mutandis terhadap pendaftaran Hak Tanggungan yang diatur dalam Pasal ini, baik yang mengenai permohonan pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari konversi maupun permohonan pendaftaran Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Pasal 118
Dalam hal yang dijadikan obyek Hak Tanggungan dua atau lebih hak atas tanah dan atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang masing-masing berbeda tingkat penyelesaian pendaftarannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114, 115, 116 dan atau Pasal 117, yang semuanya terletak dalam wilayah satu Kantor Pertanahan dan dipunyai oleh satu pemberi Hak Tanggungan atau lebih, pembuatan Buku tanah Hak Tanggungan dan pencatatannya pada Buku tanah serta Sertipikat hak-hak yang bersangkutan, diberi bertanggal hari ketujuh setelah tanggal pembukuan hak yang terakhir atas nama pemberi Hak Tanggungan, dengan ketentuan bahwa apabila hari ketujuh tersebut jatuh pada hari libur, Buku-tanah Hak Tanggungan dan pencatatan tersebut diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
Pasal 119
(1) Dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan sebagaimana diatur dalam Pasal 114, 115, 116, dan 117, Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan Sertipikat Hak Tanggungan.
(2) Kepala Kantor Pertanahan memberitahukan telah selesainya penerbitan sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemegang Hak Tanggungan dan mencantumkan hal tersebut pada papan pengumuman yang ada di Kantor Pertanahan.
(3) Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan kepada pemegang Hak Tanggungan atau kuasanya.
(4) Sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang sudah diberi catatan mengenai adanya Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan apabila di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan tidak tercantum janji bahwa Sertipikat tersebut akan disimpan oleh pemegang Hak Tanggungan, sedangkan apabila didalam Akta Pemberian Hak Tanggungan tercantum janji tersebut maka Sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun itu diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan atau kuasanya berdasarkan janji itu.
Paragraf 2
Pendaftaran Hak Guna Bangunan atau
Hak Pakai atas Hak Milik
Pasal 120
(1) Pembebanan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas Hak Milik harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan setempat oleh pemegang Hak Milik atau penerima Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai, dengan melampirkan :
a. surat permohonan pendaftaran Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas Hak Milik;
b. sertipikat Hak Milik yang dibebani dengan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai;
c. akta PPAT yang bersangkutan;
d. identitas penerima Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai;
e. surat kuasa tertulis dari pemohon, apabila permohonan tersebut diajukan oleh orang lain;
f. bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang;
g. bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang.
(2) Pendaftaran pembebanan hak dimaksud dicatat dalam buku tanah hak atas tanah pada kolom yang telah disediakan, dengan kalimat sebagai berikut :
"Hak atas tanah ini dibebani dengan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai berdasarkan Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai Nomor .... Tanggal ….. atas nama …………… yang dibuat oleh PPAT ………………. dan di daftar sebagai Hak Guna Bangunan/Hak Pakai Nomor ………………“, yang dibubuhi tanda tangan pejabat yang berwenang menandatangani buku tanah pada waktu pencatatan dan cap dinas Kantor Pertanahan yang bersangkutan.
(3) Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuatkan buku tanah, surat ukur tersendiri dan diterbitkan sertipikatnya atas nama pemegang haknya.
Paragraf 3
Pendaftaran Peralihan Hak Tanggungan
Pasal 121
(1) Permohonan pendaftaran peralihan Hak Tanggungan diajukan oleh kreditor baru sebagai pemegang Hak Tanggungan yang baru dengan menyampaikan :
a. sertipikat Hak Tanggungan;
b. surat tanda bukti beralihnya piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan berupa:
1) akta cessie atau akta otentik yang menyatakan adanya cessie tersebut;
2) akta subrogasi atau akta otentik yang menyatakan adanya subrogasi tersebut;
3) bukti pewarisan, atau
4) bukti penggabungan/peleburan perseroan atau koperasi;
c. identitas pemohon dan atau surat kuasa tertulis apabila permohonan pendaftaran tersebut diajukan oleh pihak lain.
(2) Apabila sertipikat hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan disimpan oleh pemegang Hak Tanggungan, sertipikat tersebut juga dilampirkan pada permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pendaftaran peralihan Hak Tanggungan dilakukan dengan mencatat peralihan tersebut dalam buku tanah dan sertipikat Hak Tanggungan, pada halaman perubahan yang telah disediakan dan dibubuhi tanda tangan Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk berikut cap dinas Kantor Pertanahan, dan dalam buku tanah hak yang dibebani serta, apabila sertipikat hak yang dibebani tersebut dilampirkan, pada sertipikat tersebut.
Paragraf 4
Pendaftaran Hapusnya Hak Tanggungan
Pasal 122
(1) Pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan yang disebabkan oleh hapusnya utang yang dijamin dilakukan berdasarkan :
a. pernyataan dari kreditor bahwa utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu sudah hapus atau sudah dibayar lunas, yang dituangkan dalam akta otentik atau dalam surat pernyataan di bawah tangan, atau
b. tanda bukti pembayaran pelunasan utang yang dikeluarkan oleh orang yang berwenang menerima pembayaran tersebut, atau
c. kutipan risalah lelang obyek Hak Tanggungan disertai dengan pernyataan dari kreditor bahwa pihaknya melepaskan Hak Tanggungan untuk jumlah yang melebihi hasil lelang yang dituangkan dalam surat pernyataan di bawah tangan.
(2) Pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan yang disebabkan oleh dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan dilakukan berdasarkan pernyataan dari pemegang Hak Tanggungan bahwa pihaknya melepaskan Hak Tanggungan atas seluruh atau sebagian obyek Hak Tanggungan yang dituangkan dalam akta otentik atau surat pernyataan di bawah tangan.
(3) Pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan yang disebabkan oleh pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri dilakukan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang menyatakan hapusnya Hak Tanggungan tersebut.
(4) Pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan yang disebabkan oleh hapusnya hak yang dibebani Hak Tanggungan dilakukan berdasarkan:
a. catatan di Kantor Pertanahan bahwa hak yang bersangkutan telah hapus karena sudah habis jangka waktunya, atau
b. keputusan dari pejabat yang berwenang mengenai pembatalan atau pencabutan hak yang bersangkutan, atau
c. pelepasan hak yang bersangkutan oleh pemegang haknya yang disetujui oleh pemegang Hak Tanggungan.
(5) Pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), atau (3) dilakukan berdasarkan permohonan pemegang Hak Tanggungan, pemberi Hak Tanggungan, atau pemegang hak yang bersangkutan, dengan melampirkan:
a. sertipikat hak yang menjadi obyek Hak Tanggungan;
b. akta atau surat yang dijadikan bukti dasar hapusnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), (2), dan (3).
(6) Pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan karena jabatannya.
Pasal 123
Pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan dilakukan dengan:
a. mencoret catatan mengenai adanya Hak Tanggungan di dalam buku tanah hak yang dibebani dan sertipikatnya, dengan disertai pencantuman catatan yang berbunyi: “Berdasarkan ………… Hak Tanggungan ini hapus”, tanggal dan tanda tangan Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk, dan
b. mencantumkan catatan di dalam buku tanah Hak Tanggungan bahwa Hak Tanggungan itu sudah hapus dan bahwa buku tanah Hak Tanggungan itu tidak berlaku lagi, dan menarik sertipikat Hak Tanggungan dan mencantumkan catatan bahwa Hak Tanggungan tersebut sudah hapus dan sertipikat tersebut tidak berlaku lagi, dengan ketentuan bahwa apabila sertipikat Hak Tanggungan tidak dapat ditarik, di dalam buku tanah Hak Tanggungan dicantumkan catatan bahwa sertipikat tersebut tidak dapat ditarik.
Pasal 124
(1) Pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan atas sebagian obyek Hak Tanggungan dapat dilakukan berdasarkan pelunasan sebagian utang yang dijamin, dengan ketentuan bahwa:
1) obyek Hak Tanggungan terdiri dari beberapa hak, dan
2) kemungkinan hapusnya sebagian Hak Tanggungan karena pelunasan sebagian utang tersebut diperjanjikan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan.
(2) Pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan atas sebagian obyek Hak Tanggungan juga dapat dilakukan walaupun tidak memenuhi ketentuan ayat (1) berdasarkan pelepasan Hak Tanggungan atas sebagian obyek Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan yang dituangkan dalam akta otentik atau surat pernyataan di bawah tangan dengan mencantumkan secara jelas bagian dari obyek Hak Tanggungan yang dibebaskan dari beban Hak Tanggungan itu.
(3) Pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan atas sebagian obyek Hak Tanggungan yang merupakan suatu hak yang sudah terdaftar tersendiri dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123.
(4) Pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan atas sebagian dari obyek Hak Tanggungan yang tidak merupakan suatu hak atas tanah yang terdaftar tersendiri karena merupakan bagian dari hak atas tanah yang lebih besar dilakukan setelah dilakukan pemecahan atau pemisahan bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 dan 134.
Bagian Kedelapan
Perubahan Data Pendaftaran Tanah Berdasarkan Putusan Atau Penetapan Pengadilan
Pasal 125
(1) Pencatatan perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan Pengadilan atau penetapan Hakim/Ketua Pengadilan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam daftar buku tanah yang bersangkutan dan daftar umum lainnya dilakukan setelah diterimanya penetapan hakim/Ketua Pengadilan atau putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan Berita Acara Eksekusi dari panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula dilakukan atas permohonan pihak yang berkepentingan dengan melampirkan:
a. salinan resmi penetapan atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan salinan Berita Acara Eksekusi;
b. sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan;
c. identitas pemohon.
(3) Pendaftaran pencatatan hapusnya suatu hak atas tanah atau Hak Pengelolaan atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun berdasarkan putusan Pengadilan dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan setelah diterimanya salinan keputusan mengenai hapusnya hak bersangkutan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 126
(1) Pihak yang berkepentingan dapat minta dicatat dalam buku tanah bahwa suatu hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun akan jadikan obyek
di gugatan di Pengadilan dengan menyampaikan salinan surat gugatan yang bersangkutan.
(2) Catatan tersebut hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung dari tanggal pencatatan atau apabila pihak yang minta pencatatan telah mencabut permintaannya sebelum waktu tersebut berakhir.
(3) Apabila hakim yang memeriksa perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerintahkan status quo atas hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan, maka perintah tersebut dicatat dalam buku tanah.
(4) Catatan mengenai perintah status quo tersebut pada ayat (3) hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kecuali apabila diikuti dengan putusan sita jaminan yang salinan resmi dan berita acara eksekusinya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Pasal 127
(1) Penyitaan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dalam rangka penyidikan atau penuntutan perbuatan pidana dicatat dalam buku tanah dan daftar umum lainnya serta, kalau mungkin, pada sertipikatnya, berdasarkan salinan resmi surat penyitaan yang dikeluarkan oleh penyidik yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Catatan mengenai penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihapus setelah sita tersebut dibatalkan/diangkat atau penyidikan perbuatan pidana yang bersangkutan dihentikan sesuai ketentuan yang berlaku atau sesudah ada putusan mengenai perkara pidana yang bersangkutan.
Pasal 128
Pencatatan lain dari pada yang dimaksud dalam Pasal 125, 126, dan 127 dalam rangka gugatan di depan pengadilan dan penuntutan perbuatan pidana hanya dapat dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan apabila permintaan untuk itu disampaikan melalui dan disetujui oleh Menteri.
Bagian Kesembilan
Perubahan Nama
Pasal 129
(1) Permohonan pendaftaran perubahan nama pemegang suatu hak, karena yang bersangkutan berganti nama, diajukan oleh yang berkepentingan dengan melampirkan bukti adanya perubahan nama sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Pendaftaran perubahan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam buku tanah dan sertipikat yang bersangkutan pada kolom yang telah disediakan untuk perubahan data dengan dibubuhi tanda tangan Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk dan Cap Dinas Kantor Pertanahan.
(3) Dalam daftar-daftar lainnya nama yang lama dicoret dan diganti dengan nama yang baru dari pemegang haknya.
Bagian Kesepuluh
Pendaftaran Perpanjangan Jangka Waktu hak
Pasal 130
(1) Perpanjangan jangka waktu hak atas tanah didaftar berdasarkan keputusan pemberian perpanjangan jangka waktu hak yang ber-sangkutan dengan mencatat perpanjangan jangka waktu tersebut dalam halaman perubahan yang disediakan di dalam buku tanah dan sertipikat.
(2) Dalam mendaftar perpanjangan jangka waktu hak tidak diadakan perubahan nomor hak.
(3) Untuk pencatatan perpanjangan jangka waktu hak atas tanah tidak dilakukan pengukuran ulang, kecuali kalau dengan persetujuan pemegang hak terjadi perubahan batas bidang tanah yang bersangkutan.
(4) Pendaftaran perpanjangan jangka waktu hak dilakukan dengan mencatatnya dalam buku tanah pada halaman perubahan yang disediakan dengan kalimat: "Berdasarkan Keputusan ……………… Nomor ……. tanggal ……………. hak ini diperpanjang jangka waktunya dengan ….. tahun sehingga berakhir pada tanggal ………… …….."
(5) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditandatangani oleh pejabat yang berwenang menandatangani buku tanah pada waktu pencatatan.
Bagian kesebelas
Pendaftaran Hapusnya Hak
Pasal 131
(1) Pendaftaran hapusnya hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang disebabkan oleh habisnya jangka waktu hak tersebut dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan karena jabatannya berdasarkan data di Kantor Pertanahan.
(2) Pendaftaran hapusnya hak atas tanah, Hak Pengelolaan, atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang disebabkan oleh dibatalkan atau dicabutnya hak yang bersangkutan dilakukan oleh Kapala Kantor Pertanahan atas permohonan yang berkepentingan dengan melampirkan:
a. salinan Keputusan pejabat yang berwenang yang menyatakan bahwa hak yang bersangkutan telah batal, dibatalkan atau dicabut, dan
b. sertipikat hak atau, apabila sertipikat tersebut tidak ada pada pemohon, keterangan mengenai keberadaan sertipikat tersebut;
(3) Pendaftaran hapusnya hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang disebabkan oleh dilepaskannya hak tersebut oleh pemegangnya dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan berdasarkan permohonan dari pihak yang berkepentingan dengan melampirkan:
a. 1) akta notaris yang menyatakan bahwa pemegang yang bersangkutan melepaskan hak tersebut, atau
2) surat keterangan dari pemegang hak bahwa pemegang hak yang bersangkutan melepaskan hak tersebut yang dibuat di depan dan disaksikan oleh Camat letak tanah yang bersangkutan, atau
3) surat keterangan dari pemegang hak bahwa pemegang hak yang bersangkutan melepaskan hak tersebut yang dibuat didepan dan disaksikan oleh Kepala Kantor Pertanahan,
b. persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan apabila hak tersebut dibebani Hak Tanggungan;
c. sertipikat hak yang bersangkutan;
(4) Apabila pemegang hak melepaskan haknya dalam rangka pembaharuan atau perubahan hak, maka permohonan dari pemegang hak untuk memperoleh pembaharuan atau perubahan hak tersebut berlaku sebagai surat keterangan melepaskan hak yang dapat dijadikan dasar pendaftaran hapusnya hak.
(5) Apabila pemegang Hak Milik mewakafkan tanahnya, maka akta ikrar wakaf berlaku sebagai surat keterangan melepaskan Hak Milik yang dapat dijadikan dasar pendaftaran hapusnya Hak Milik tersebut untuk selanjutnya tanahnya didaftar sebagai tanah wakaf.
(6) Pencatatan hapusnya hak dilakukan sebagai berikut :
a. Di dalam buku tanah dan, apabila sertipikat diserahkan, di dalam sertipikat, nomor hak yang bersangkutan dicoret dengan tinta hitam;
b. Selanjutnya dalam halaman perubahan yang telah disediakan dituliskan :
"Hak atas tanah hapus berdasarkan:
- berakhir jangka waktunya tanggal ………………………… *)
- keputusan pembatalan/pencabutan hak No ….... tanggal...... *)
- akta Notaris …………. Nomor ……. tanggal …………….. *)
- surat pelepasan Hak No .......... tanggal .........…….. dibuat oleh pemegang hak dihadapan dan disaksikan oleh ...........………*)
- permohonan pembaharuan/perubahan hak tanggal ……………….. dan menjadi Hak …… Nomor ……….*)
- Akta Pejabat Ikrar Wakaf ………….. Nomor …… tanggal ………… dan tanahnya menjadi tanah
wakaf nomor ……………….*)"
*) ditulis yang diperlukan.
c. Dalam daftar nama, surat ukur dan petanya, nomor hak yang telah hapus dicoret.
(7) Buku tanah dan sertipikat yang sudah diberi catatan mengenai hapusnya hak dinyatakan tidak berlaku lagi, kecuali dalam hal hapusnya hak karena dilepaskan pemegang haknya dalam rangka pembaharuan hak atau perubahan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (3).
Bagian Keduabelas
Pendaftaran Pembaharuan dan Perubahan Hak
Pasal 132
(1) Pendaftaran pembaharuan hak dan perubahan hak pada dasarnya merupakan pendaftaran hapusnya hak yang dilakukan bersamaan dengan pendaftaran hak baru yang diberikan atas tanah yang sama kepada bekas pemegang hak.
(2) Dalam pendaftaran pembaharuan hak dan perubahan hak buku tanah dan sertipikat lama dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengan buku tanah dan sertipikat baru dengan nomor hak baru.
(3) Menyimpang dari ketentuan pada ayat (2) dalam pendaftaran pembaharuan hak atau perubahan hak untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu khususnya yang bersifat massal buku tanah dan sertipikat lama dapat terus dipergunakan dengan mencoret ciri-ciri hak semula yang tidak sesuai lagi dan menggantinya dengan ciri-ciri hak yang baru, dengan ketentuan bahwa kemudian atas permohonan pemegang hak buku tanah dan sertipikat tersebut dapat diganti dengan yang baru.
(4) Dalam hal surat ukur masih dapat digunakan, pengukuran ulang tidak dilakukan.
Bagian Ketigabelas
Pemecahan, Pemisahan Dan Penggabungan Bidang Tanah
Pasal 133
(1) Permohonan pemecahan bidang tanah yang telah didaftar, diajukan oleh pemegang hak atau kuasanya dengan menyebutkan untuk kepentingan apa pemecahan tersebut dilakukan dan melampirkan :
- sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan;
- identitas pemohon;
- persetujuan tertulis pemegang Hak Tanggungan, apabila hak atas tanah yang bersangkutan dibebani Hak Tanggungan.
(2) Untuk mendapatkan satuan-satuan bidang tanah baru dari pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pengukuran.
(3) Status hukum bidang-bidang tanah hasil pemecahan adalah sama dengan status bidang tanah semula, dan untuk pendaftarannya masing-masing diberi nomor hak baru dan dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertipikat baru, sebagai pengganti nomor hak, surat ukur, buku tanah dan sertipikat asalnya.
(4) Catatan mengenai adanya Hak Tanggungan dan beban lain yang ada pada buku tanah dan sertipikat asal dicatat pada buku tanah dan sertipikat baru.
(5) Surat ukur, buku tanah dan sertipikat hak atas tanah semula dinyatakan tidak berlaku lagi dengan mencantumkan catatan dengan kalimat sebagai berikut : "Tidak berlaku lagi karena haknya sudah dibukukan sebagai hak atas bidang-bidang tanah hasil pemecahan sempurna, yaitu Hak ……. Nomor … s/d ….. (lihat buku tanah nomor ... s/d .... )", yang dibubuhi tanda tangan Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk berikut cap dinas Kantor Pertanahan.
(6) Pencatatan pemecahan bidang tanah tersebut dikerjakan juga dalam daftar-daftar lain dan peta pendaftaran tanah atau peta-peta lain yang ada dengan menghapus gambar bidang tanah asal diganti dengan gambar bidang-bidang tanah pecahannya yang diberi nomor-nomor hak atas tanah dan surat ukur yang baru.
Pasal 134
(1) Atas permintaan pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dari satu bidang tanah yang telah didaftar dapat dilakukan pemisahan sebagian atau beberapa bagian dengan menyebutkan untuk kepentingan apa pemisahan tersebut dilakukan dan melampirkan:
- sertipikat hak atas tanah induk;
- identitas pemohon;
- persetujuan tertulis pemegang Hak Tanggungan, apabila hak atas tanah yang bersangkutan dibebani Hak Tanggungan.
- surat kuasa tertulis apabila permohonan diajukan bukan oleh pemegang hak.
(2) Untuk mendapatkan satuan-satuan bidang tanah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pengukuran.
(3) Status hukum bidang atau bidang-bidang tanah yang dipisahkan adalah sama dengan status bidang tanah induknya, dan untuk pendaftarannya diberi nomor hak dan dibuatkan surat ukur, buku tanah, dan sertipikat tersendiri.
(4) Catatan mengenai adanya Hak Tanggungan dan beban lain yang ada pada buku tanah dan sertipikat hak atas bidang tanah induk dicatat pada buku tanah dan sertipikat hak atas bidang tanah yang dipisahkan.
(5) Dalam pendaftaran pemisahan bidang tanah surat ukur, buku tanah dan sertipikat yang lama tetap berlaku untuk bidang tanah semula setelah dikurangi bidang tanah yang dipisahkan dan pada nomor surat ukur dan nomor haknya ditambahkan kata "sisa" dengan tinta merah, sedangkan angka luas tanahnya dikurangi dengan luas bidang tanah yang dipisahkan.
(6) Dalam buku tanah dan sertipikat hak atas bidang tanah induk sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dicatat adanya pemisahan dimaksud pada kolom yang telah disediakan yang menyebutkan secara rinci masing-masing bidang yang dipisahkan.
(7) Pencatatan pemecahan bidang tanah tersebut dikerjakan juga dalam daftar-daftar lain dan peta pendaftaran tanah atau peta-peta lain yang ada dengan menghapus gambar bidang tanah asal diganti dengan gambar bidang-bidang tanah yang dipisahkan yang diberi nomor-nomor hak atas tanah dan nomor surat ukurnya masing-masing.
Pasal 135
(1) Jika dua bidang tanah hak atau lebih yang telah terdaftar dengan status dan pemegang hak yang sama dan letaknya berbatasan akan digabungkan, maka permohonan penggabungan disampaikan oleh pemegang hak atau kuasanya dengan menyebutkan untuk kepentingan apa penggabungan tersebut dilakukan dan melampirkan :
- sertipikat-sertipikat hak atas bidang-bidang tanah yang akan digabung;
- identitas pemohon.
(2) Penggabungan bidang-bidang tanah hanya dapat dilakukan apabila tidak ada catatan mengenai beban Hak Tanggungan atau beban lainnya pada hak atas bidang-bidang tanah yang akan digabung.
(3) Status hukum bidang hasil penggabungan adalah sama dengan status bidang-bidang tanah yang digabung, dan untuk pendaftarannya diberi nomor hak dan dibuatkan surat ukur, buku tanah, dan sertipikat baru.
(4) Pendaftaran penggabungan bidang-bidnag tanah dilakukan dengan menyatakan tidak berlaku lagi surat ukur, buku tanah, dan sertipikat hak atas bidang-bidang tanah yang digabung dan mem-buatkan surat ukur, buku tanah dan sertipikat baru untuk bidang tanah hasil penggabungan.
(5) Untuk melaksanakan hal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pada masing- masing surat ukur, buku tanah dan sertipikat hak atas bidang-bidang tanah yang digabung dicantumkan catatan dengan kalimat sebagai berikut : "Tidak berlaku lagi karena haknya sudah dibukukan sebagai hak atas bidang tanah hasil penggabungan dengan tanah Hak ….. Nomor …../…… , yaitu Hak ……. Nomor … s/d ….. (lihat surat ukur/buku tanah nomor ... .. )", yang dibubuhi tanda tangan Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk berikut cap dinas Kantor Pertanahan.
(6) Pencatatan penggabungan bidang-bidang tanah tersebut dikerjakan juga dalam daftar-daftar lain dan peta pendaftaran tanah atau peta-peta lain yang ada dengan menghapus gambar bidang-bidang tanah asal diganti dengan gambar bidang tanah hasil penggabungan yang diberi nomor hak atas tanah dan surat ukur bidang tanah hasil penggabungan.
(7) Penggabungan bidang bidang tanah yang berbeda jangka waktu berakhirnya hak dapat dilakukan atas
permohonan pemegang hak dengan menyesuaikan jangka waktu berakhirnya hak dengan jangka waktu yang terpendek atau yang terpanjang melalui pelepasan hak untuk jangka waktu yang berlebih atau perolehan hak untuk jangka waktu yang kurang.
(8) Kepala Kantor Pertanahan diberi kewenangan untuk memberikan penetapan yang diperlukan untuk penyesuaian jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dengan memberikan catatan seperlunya dalam buku tanah dan sertipikat serta daftar umum lainnya.
Bagian Keempatbelas
Pembagian Hak Bersama
Pasal 136
(1) Jika suatu hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang semula dimiliki secara bersama oleh beberapa orang, dijadikan milik salah satu pemegang hak bersama dalam rangka pembagian hak bersama, permohonan pendaf-tarannya diajukan oleh pemegang hak tunggal yang bersangkutan atau kuasanya dengan melampirkan :
a. sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun bersangkutan;
b. akta PPAT tentang pembagian hak bersama;
c. bukti identitas para pemegang hak bersama;
d. surat kuasa tertulis apabila permohonan pendaftaran tersebut dilakukan bukan oleh pemegang hak yang berkepentingan.
e. bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang;
f. bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang;
(2) Pendaftaran pembagian hak bersama dilakukan seperti pendaftaran peralihan hak sebagaimana diatur dalam Pasal 105.
Bagian Kelimabelas
Penerbitan Sertipikat Pengganti
Pasal 137
(1) Permohonan penerbitan sertipikat pengganti karena rusak atau karena masih menggunakan blangko sertipikat lama dapat diajukan oleh yang berkepentingan dengan melampirkan sertipikat atau sisa sertipikat yang bersangkutan
(2) Sertipikat dianggap rusak apabila ada bagian yang tidak terbaca atau ada halaman yang sobek atau terlepas, akan tetapi masih tersisa bagian sertipikat yang cukup untuk mengidentifikasi adanya sertipikat tersebut.
(3) Penerbitan sertipikat karena masih menggunakan blangko lama meliputi juga penggantian sertipikat hak atas tanah dalam rangka pembaharuan atau perubahan hak yang menggunakan sertipikat lama dengan mencoret ciri-ciri hak lama dan menggantinya dengan ciri-ciri hak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (3).
Pasal 138
(1) Penerbitan sertipikat pengganti karena hilang didasarkan atas pernyataan dari pemegang hak mengenai hilangnya sertipikat tersebut yang dituangkan dalam Surat Pernyataan seperti contoh sebagaimana tercantum dalam lampiran 25.
(2) Pernyataan tersebut dibuat dibawah sumpah di depan Kepala Kantor Pertanahan letak tanah yang bersangkutan atau Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atau pejabat lain yang ditunjuk Kepala Kantor Pertanahan.
(3) Dalam hal pemegang atau para pemegang hak tersebut berdomisili di luar Kabupaten/Kotamadya letak tanah, maka pembuatan pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat dilakukan di Kantor Pertanahan di domisili yang bersangkutan atau di depan pejabat Kedutaan Republik Indonesia di negara domisili yang bersangkutan.
(4) Dengan mengingat besarnya biaya pengumuman dalam surat kabar harian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dibandingkan dengan harga tanah yang sertipikatnya hilang serta kemampuan pemohon, Kepala Kantor Pertanahan dapat menentukan bahwa pengumuman akan diterbitkannya sertipikat tersebut ditempatkan di papan pengumuman Kantor Pertanahan dan di jalan masuk tanah yang sertipikatnya hilang dengan papan pengumuman yang cukup jelas untuk dibaca orang yang berada di luar bidang tanah tersebut.
(5) Sebagai tindak lanjut pengumuman akan diterbitkannya sertipikat pengganti, maka dibuat Berita Acara Pengumuman dan Penerbitan/ Penolakan Penerbitan Sertipikat Pengganti dengan menggunakan daftar isian 304A.
Pasal 139
Untuk penerbitan sertipikat pengganti tidak dilakukan pengukuran maupun pemeriksaan tanah dan nomor hak tidak diubah.
BAB V
PENYELENGGARAAN TATAUSAHA PENDAFTARAN TANAH
Bagian Kesatu
Jenis-jenis Daftar Isian
Pasal 140
Dalam rangka penyelenggaraan tata-usaha pendaftaran tanah dipergunakan daftar-daftar isian sebagaimana tercantum dalam lampiran peraturan ini sebagai berikut:
Daftar Isian Data Fisik:
1. Lampiran 26 d.i. 100 : Deskripsi Titik Dasar Orde 2
2. Lampiran 27 d.i. 100A : Sketsa Lokasi Titik Dasar Teknik Orde 2
3. Lampiran 28 d.i. 100B : Daftar Koordinat Titik Dasar Teknik Orde 2
4. Lampiran 29 d.i. 100C : Foto Titik Dasar Teknik Orde 2
5. Lampiran 30 d.i. 101 : Deskripsi Titik Dasar Orde 3
6. Lampiran 31 d.i. 101 : Sketsa Lokasi Titik Dasar Teknik Orde 3
7. Lampiran 32 d.i. 101A : Daftar Koordinat Titik Dasar Teknik Orde 3
8. Lampiran 33 d.i. 101B : Foto Titik Dasar Teknik Orde 3
9. Lampiran 34 d.i. 102 : Sketsa Lokasi Titik Dasar Teknik Orde 4
10. Lampiran 35 d.i. 102A : Daftar Koordinat Titik Dasar Teknik Orde 4
11. Lampiran 36 d.i. 103 : Data dan Ukuran Poligon/ Detail.
12. Lampiran 37 d.i. 104 : Hitungan Koordinat (Poligon).
13. Lampiran 38 d.i. 105 : Penetapan Asimut.
14. Lampiran 39 d.i. 106 : Daftar Koordinat
15. Lampiran 40 d.i 107 : Gambar Ukur (sistematik)
16. Lampiran 41 d.i 107A : Gambar Ukur (sporadik)
Daftar Isian Data Yuridis :
1. Lampiran 42 d.i. 200 : Risalah Penyelesaian Sengketa Batas
2. Lampiran 43 d.i. 201 : Risalah Penelitian Data Yurids dan Penetapan Batas
3. Lampiran 44 d.i. 201A : Berita Acara Penataan Batas
4. Lampiran 45 d.i. 201B : Pengumuman Data Fisik dan Data Yuridis
5. Lampiran 46 d.i. 201C : Daftar Data Yuridis dan Data Fisik Bidang Tanah
6. Lampiran 47 d.i. 202 : Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis
7. Lampiran 48 d.i. 203 : Daftar Tanah
8. Lampiran 49 d.i. 203A : Daftar Tanah Negara
9. Lampiran 50 d.i. 204 : Daftar Nama
10. Lampiran 51 d.i. 205 : Buku Tanah
11. Lampiran 52 d.i. 205A : Buku Tanah untuk Tanah Wakaf
12. Lampiran 53 d.i. 205B : Buku Tanah Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
13. Lampiran 54 d.i. 205C : Buku Tanah Hak Tanggungan
14. Lampiran 55 d.i. 206 : Sertipikat Hak Atas Tanah
15. Lampiran 56 d.i. 206A : Sertipikat untuk Tanah Wakaf
16. Lampiran 57 d.i. 206B : Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
17. Lampiran 58 d.i. 206C : Sertipikat Hak Tanggungan.
18. Lampiran 59 d.i. 207 : Surat Ukur
19. Lampiran 60 d.i. 207A : Gambar Denah Satuan Rumah Susun
20. Lampiran 61 d.i. 208 : Daftar Penyelesaian Pekerjaan Pendaftaran Tanah
21. Lampiran 62 d.i. 209 : Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT)
Daftar Isian Bidang Tata Usaha :
1. Lampiran 63 d.i. 300 : Daftar Bidang Tanah Yang Diajudikasi (untuk pendaftaran tanah secara sistematik)
2. Lampiran 64 d.i. 300A : Daftar Penyerahan Hasil Pekerjaan (untuk pendaftaran tanah secara sistematik)
3. Lampiran 65 d.i. 301 : Daftar Permohonan Pekerjaan Pendaftaran Tanah
4. Lampiran 66 d.i. 301A : Daftar Penyerahan Hasil Pekerjaan (untuk pendaftaran tanah secara sporadik)
5. Lampiran 67 d.i. 302 : Daftar Permohonan Pekerjaan Pengukuran
6. Lampiran 68 d.i. 303 : Daftar Permohonan Pelayanan Informasi
7. Lampiran 69 d.i. 304 : Pengumuman Sertipikat Hilang
8. Lampiran 70 d.i. 304A : Berita Acara Pelaksanaan Pengumuman dan Penerbitan/ Penolakan Penerbitan Sertipikat Pengganti
9. Lampiran 71 d.i. 304B : Pengumuman Penggantian Serti-pikat Yang Tidak Diserahkan Dalam Rangka Lelang Eksekusi
10. Lampiran 72 d.i. 305 : Daftar Penerimaan Uang Muka Biaya Pendaftaran Tanah (Buku Panjar)
11. Lampiran 73 d.i. 306 : Bukti Penerimaan Uang/ Kwitansi
12. Lampiran 74 d.i. 307 : Daftar Penghasilan Negara
13. Lampiran 75 d.i. 308 : Berita Acara Pemusnahan Dokumen Pendaftaran Tanah Dan Sertipikat
14. Lampiran 76 d.i. 308A : Lampiran Berita Acara Pemus-nahan Dokumen Pendaftaran Tanah Dan Sertipikat
15. Lampiran 77 d.i. 309 : Daftar Keberatan Terhadap Pengumuman Hasil Penelitian Data Fisik dan Data Yuridis
16. Lampiran 78 d.i. 310 : Daftar Usulan Pemberian Hak Milik/Guna Bangunan/Pakai Dalam Pendaftaran Tanah Secara Sistematik
17. Lampiran 79 d.i. 311 : Daftar Peta Dasar Pendaftaran
18. Lampiran 80 d.i. 311A : Daftar Peta Pendaftaran
19. Lampiran 81 d.i. 311B : Daftar Surat Ukur
20. Lampiran 82 d.i. 312 : Daftar Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Tanah Wakaf
21. Lampiran 83 d.i. 312A : Daftar Hak Guna Usaha/Hak Pengeleolaan
22. Lampiran 84 d.i. 312B : Daftar Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
23. Lampiran 85 d.i. 312C : Daftar Hak Tanggungan.
Bagian Kedua
Peta Pendaftaran
Paragraf 1
Pembuatan Peta Pendaftaran
Pasal 141
Peta pendaftaran dibuat untuk memperoleh informasi mengenai bentuk, batas, letak dan nomor bidang tiap bidang tanah yang telah diukur, dan keberadaan bangunan di atasnya apabila diperlukan.
Pasal 142
(1) Peta pendaftaran dibuat dengan memetakan hasil pengukuran bidang tanah pada peta dasar pendaftaran.
(2) Peta pendaftaran dapat dibuat juga dalam bentuk digital.
(3) Pada peta pendaftaran dicantumkan Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) dari setiap bidang tanah yang dipetakan.
(4) Cara membuat peta pendaftaran adalah sebagaimana diatur di dalam Bab II Bagian Kelima peraturan ini.
Paragraf 2
Pemeliharaan Peta Pendaftaran
Pasal 143
(1) Setiap terjadi perubahan batas fisik pada bidang tanah karena adanya pemecahan, pemisahan atau penggabungan, maka terhadap peta pendaftaran dilakukan perubahan.
(2) Dalam hal perubahan data fisik bidang tanah karena pemecahan atau penggabungan bidang tanah, maka NIB bidang tanah semula dicoret dan bidang tanah baru hasil pemecahan atau penggabungan diberi NIB baru.
(3) Dalam hal perubahan data fisik bidang tanah karena pemisahan bidang tanah, maka bidang tanah hasil pemisahan diberi NIB baru, sedangkan sisa bidang tanah semula menggunakan NIB lama.
Pasal 144
(1) Setiap lembar peta pendaftaran harus disimpan pada tempat yang khusus (lemari peta).
(2) Apabila lembar peta pendaftaran rusak, maka dibuat peta pendaftaran penggantinya.
(3) Untuk peta pendaftaran yang dibuat dalam bentuk digital, dibuat data duplikatnya (back-up), dan setiap ada perubahan data dilaksanakan pembaharuan data digitalnya.
(4) Untuk peta pendaftaran yang disimpan dalam bentuk digital, sedapat mungkin disimpan juga peta pendaftaran dalam bentuk drafting-film.
Pasal 145
(1) Untuk mengagenda semua peta pendaftaran yang ada di Kantor Pertanahan dibuat daftar peta pendaftaran dengan menggunakan daftar isian 311A.
(2) Daftar peta pendaftaran memuat data-data mengenai nomor lembar dan skala peta dalam sistem proyeksi TM 3º atau nomor lembar dan skala peta dalam sistem proyeksi lainnya serta cakupan desa/kelurahannya.
(3) Setiap ada penggantian dan penambahan peta pendaftaran dicatat pada daftar peta pendaftaran.
Bagian Ketiga
Daftar Tanah
Paragraf 1
Pembuatan Daftar Tanah
Pasal 146
(1) Dalam daftar tanah dibukukan semua bidang tanah, baik yang dikuasai oleh perorangan, badan hukum maupun pemerintah dengan sesuatu hak maupun tanah negara, yang terletak di desa yang bersangkutan.
(2) Daftar tanah dibuat per desa/kelurahan.
(3) Daftar tanah dibuat dengan menggunakan daftar isian 203.
Pasal 147
(1) Dalam kolom 1 (satu) daftar tanah ditulis Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB).
(2) Bidang-bidang tanah dalam suatu desa/ kelurahan didaftar dalam daftar tanah secara berurutan menurut NIBnya.
Pasal 148
Dalam kolom 2 daftar tanah dicatat luas bidang tanah yang bersangkutan dalam meter persegi.
Pasal 149
Dalam kolom 3 dan kolom 4 daftar tanah dicatat nomor peta dan nomor kotak dalam sistem TM 3o dan dalam sistem lokal dimana bidang tanah yang bersangkutan terletak.
Pasal 150
(1) Dalam kolom 5 dicatat NIB bidang yang lama apabila bidang tanah yang dibukukan merupakan bidang baru akibat perubahan data fisik suatu bidang tanah yang sudah berNIB.
(2) Dalam kolom 6 dicatat jenis dan nomor hak atas bidang tanah yang bersangkutan setelah didaftar haknya.
Pasal 151
(1) Dalam kolom 7 daftar tanah dicatat status bidang tanah dan nomor haknya.
(2) Status bidang tanah ditulis dengan menggunakan kode sebagai berikut:
a. Tanah Negara : TN
b. Hak Pengelolaan : PL
c. Hak Milik : M
d. Hak Guna Bangunan : B
e. Hak Guna Usaha : U
f. Hak Pakai : P
g. Tanah Wakaf : W
(3) Jika di atas tanah Hak Pengelolaan terdapat hak atas tanah atau di atas tanah Hak Milik terdapat Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai, maka dalam kolom 7 ditulis sebagai berikut :
a. apabila hak yang membebani meliputi sebagian dari tanah Hak Pengelolaan atau Hak Milik, ditulis jenis dan nomor yang dibebani dengan ditambah kata “seb/sisa” dan jenis dan nomor hak yang membebani,
b. apabila hak yang membebani meliputi seluruh tanah hak yang dibebani, ditulis jenis dan nomor hak lama dan jenis dan nomor hak yang membebani.
Pasal 152
Kolom 8 daftar tanah digunakan untuk mencatat bidang tanah dengan status tanah Negara.
Pasal 153
Dalam kolom 9 daftar tanah dicatat tanggal penerbitan surat ukur bidang tanah yang bersangkutan dan kolom 10 untuk mencatat nomor gambar ukur.
Pasal 154
Dalam kolom 11 daftar tanah dicatat, keterangan mengenai perubahan yang terjadi pada bidang tanah yang bersangkutan, seperti pemisahan atau penggabungan, perubahan status bidang tanah dan lain-lain.
Paragraf 2
Pemeliharaan Daftar Tanah
Pasal 155
(1) Daftar tanah dihimpun dalam bentuk buku, masing-masing buku berisi 50 atau 100 lembar dan disusun secara berurutan menurut urutan NIB bidang tanah yang ada di desa yang bersangkutan.
(2) Apabila terjadi perubahan status bidang tanah, jenis dan nomor hak atas bidang tanah lama dicoret, diganti dengan jenis dan nomor hak yang baru dan diparaf.
(3) Untuk setiap Kantor Pertanahan dibuat daftar tanah negara dengan satuan wilayah kabupaten/ kotamadya dengan menggunakan daftar isian 203A.
Bagian Keempat
Surat Ukur
Paragraf 1
Pembuatan Surat Ukur
Pasal 156
(1) Untuk keperluan pendaftaran hak, setiap bidang tanah yang sudah dipetakan dalam peta pendaftaran, dibuatkan surat ukur.
(2) Untuk wilayah-wilayah pendaftaran tanah secara sporadik yang belum tersedia peta pendaftaran, Surat Ukur dibuat dari hasil pengukuran bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Bab II peraturan ini.
(3) Surat ukur dibuat 1(satu) lembar dan untuk keperluan penerbitan sertipikat dibuatkan salinannya.
(4) Surat ukur ditandatangani oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atau Pejabat yang ditunjuk.
(5) Pembuatan salinan surat ukur untuk pembuatan sertipikat dilakukan oleh pejabat yang berwenang menandatangani sertipikat yang bersangkutan.
Pasal 157
(1) Surat ukur dibuat dengan menggunakan daftar isian 207 menurut data fisik dalam peta pendaftaran atau hasil pengukuran bidang tanah.
(2) Pengambilan data fisik dari peta pendaftaran dapat dilakukan dengan mengutip peta tersebut atau membuat gambar baru sesuai data fisik bidang tanah yang bersangkutan.
(3) Surat ukur dapat juga dibuat dengan menyalin dengan fotocopy bagian peta pendaftaran yang memuat beberapa bidang tanah dan batas-batas bidang tanah yang diuraikan dalam surat ukur digambar dengan garis hitam yang lebih tebal dari gambar batas-batas bidang tanah lainnya.
(4) Apabila data fisik suatu bidang tanah disimpan dalam bentuk digital maka pembuatan surat ukur dilakukan dengan mencetak data fisik dimaksud pada lembar surat ukur.
(5) Surat Ukur dibuat dengan skala yang disesuaikan dengan ruang gambar yang tersedia.
(6) Untuk bidang-bidang tanah yang sangat luas sehingga penggambarannya dalam ruang gambar yang tersedia menghasilkan gambar yang skalanya terlalu kecil, salinan peta pendaftaran dapat digunakan sebagai surat ukur.
Pasal 158
Nomor Surat Ukur terdiri dari nomor menurut urutan waktu dibuatnya untuk masing-masing desa, nama desa letak tanah, dan tahun pembuatannya, yang dipisahkan dengan garis miring, dengan ketentuan bahwa sampai dengan tanggal 31 Desember 1997 untuk pendaftaran tanah secara sporadik dan sampai dengan tanggal 31 Maret 1998 untuk pendaftaran tanah secara sistematik masih diberlakukan sistem pernomoran surat ukur yang sekarang berlaku.
Paragraf 2
Pemeliharaan Surat Ukur
Pasal 159
(1) Apabila terjadi perubahan data fisik, maka perubahan tersebut dicatat pada surat ukur.
(2) Pencatatan perubahan data fisik karena pemecahan, pemisahan dan penggabungan bidang tanah dalam surat ukur diatur dalam Pasal 133, 134, dan 135.
Pasal 160
(1) Setiap surat ukur yang telah diterbitkan di catat dalam daftar surat ukur yang ditutup setiap akhir bulan.
(2) Daftar surat ukur memuat data mengenai nomor surat ukur, tanggal penerbitan, luas bidang, NIB, nomor peta pendaftaran dan nomor kotaknya, letak tanah dan nomor gambar ukur serta keterangan.
(3) Daftar Surat Ukur dibuat dengan menggunakan daftar isian 311 yang dijilid dalam bentuk buku.
Pasal 161
(1) Surat ukur disimpan dalam himpunan pertahun untuk setiap desa secara berurutan sesuai dengan urutan nomor surat ukur.
(2) Setiap himpunan surat ukur diberi sampul untuk mencatat nomor-nomor surat ukur yang ada dalam himpunan tersebut.
Bagian Kelima
Buku Tanah
Paragraf 1
Pembuatan Buku Tanah
Pasal 162
Untuk setiap hak atas tanah, Hak Pengelolaan, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, Hak Tanggungan, dan tanah wakaf dibuatkan satu buku tanah.
Pasal 163
(1) Buku tanah dibuat dengan menggunakan daftar isian 205, 205A, 205B atau 205C sesuai dengan hak yang dibukukan.
(2) Jika halaman terakhir buku tanah telah terisi penuh, buku tanah ditambah dengan lembaran tambahan buku tanah yang sudah disediakan sesuai bentuk halaman perubahan, yang di sudut kiri atas halaman pertamanya ditandai dengan angka Romawi I, sedangkan pada bagian bawah halaman terakhir buku tanah yang sudah penuh ditulis dengan tinta merah “Lihat Lembar Tambahan Buku Tanah I”.
(3) Jika lembar tambahan buku tanah I sudah penuh terisi maka buku tanah tersebut disambung lagi dengan lembar tambahan buku tanah yang diberi tanda dengan angka Romawi II dan pada bagian bawah halaman terakhir lembar tambahan buku tanah I diberi tulisan “Lihat Lembar Tambahan Buku Tanah II”, dan seterusnya.
Pasal 164
(1) Buku tanah terdiri dari 4 (empat) halaman.
(2) Halaman 1 buku tanah di isi dengan :
· Jenis Hak dan Nomor Haknya
· Propinsi
· Kabupaten / Kotamadya
· Kecamatan
· Desa / Kelurahan
· Kantor Pertanahan Kabupaten / Kotamadya
· Nomor buku tanah yang terdiri dari :
Dua digit - Nomor Kode Propinsi
Dua digit - Nomor Kode Kabupaten/ Kotamadya
Dua digit - Nomor Kode Kecamatan
Dua digit - Nomor Kode Kelurahan
Satu digit - Nomor Kode Jenis hak
Lima digit - Nomor Hak
Nomor urut dalam daftar isian 208 dan 307.
(3) Halaman 2 buku tanah terbagi dalam ruang a) s/d i), yang di isi sebagai berikut:
Ruang a) : - Jenis Hak
- Nomor Hak
- Tanggal berakhirnya hak
Ruang b) : - Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB)
- Letak tanah
Ruang c) : Asal hak, yang terdiri dari alternatif:
- Konversi
- Pemberian hak
- Pemecahan bidang
- Pemisahan bidang
- Penggabungan bidang
Ruang d) : Identitas dokumen yang menjadi dasar pendaftaran hak, yaitu:
- Nomor dan tanggal Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis, jika hak berasal dari konversi
- Nomor dan tanggal Keputusan, serta uang pemasukan yang dibayar, jika hak berasal dari pemberian hak atas tanah Negara atau Hak Pengelolaan.
- Nomor dan tanggal permohonan Pemecahan/ pemisahan/penggabungan bidang, jika hak berasal dari pemecahan, pemisahan atau penggabungan bidang
Ruang e) : - Nomor Surat Ukur.
- Tanggal Surat Ukur.
- Luas bidang tanah
Ruang f) : - Nama Pemegang Hak, yang ditulis sesuai dengan nama dalam dokumen di ruang d dan dalam dokumen identitas pemegang hak, sedapat-dapatnya ditulis dengan lengkap tidak disingkat, termasuk juga gelar.
- Dalam hal pemegang hak perorangan: Tanggal, bulan dan tahun kelahiran pemegang hak menurut keputusan, akta yang menjadi dasar pembukuan hak atau menurut dokumen identitasnya, kalau ada.
- Dalam hal pemegang hak badan hukum: nomor dan tanggal akta pendirian.
Ruang g) : - Tanggal pembukuan hak, yaitu tanggal pembukuan dalam Daftar Penyelesaian Pekerjaan Pendaftaran Tanah (daftar isian 208) yang sama dengan tanggal penandatanganan buku tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik atau oleh Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik.
Ruang h) : - Tanggal penerbitan sertipikat, yaitu tanggal ditanda-tanganinya Sertipikat.
Ruang i) : - Nomor Daftar Isian Penyelesaian Pekerjaan (daftar isian 208);
- Pembatasan-pembatasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) dan Pasal 90 ayat (2).
(4) Halaman 3 dan 4 buku tanah adalah halaman perubahan dan dipergunakan untuk mencatat perubahan-perubahan yang terjadi, baik terhadap data yuridis dan data fisik bidang tanah maupun mengenai status buku tanah dan hal-hal lainnya, meliputi antara lain peralihan hak, pembebanan hak, diletakkannya sita, diterbitkannya sertipikat pengganti, dinyatakannya buku tanah tidak berlaku lagi, dan pencatatan-pencatatan lainnya, terdiri dari :
- Kolom kesatu, sebab perubahan diisi dengan peristiwa, perbuatan, atau dokumen yang menjadi dasar pencatatan, misalnya nomor dan tanggal keputusan, akta PPAT, atau risalah lelang;
- Kolom kedua, diisi dengan daftar-daftar isian yang penting yang digunakan untuk melaksanakan perubahan;
- Kolom ketiga diisi dengan nama pemegang hak baru apabila terjadi peralihan hak atau nama pemegang Hak Tanggungan atau hak lain yang membebani, apabila terjadi pem-bebanan hak.
- Kolom keempat diisi dengan tanda tangan, nama dan NIP. Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk, dan Cap Dinas Kantor Pertanahan.
(5) Pengisian buku tanah untuk tanah wakaf, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan Hak Tanggungan disesuaikan dengan nama ruang atau kolom di dalamnya.
Pasal 165
(1) Coretan-coretan yang bermaksud membetulkan kesalahan penulisan dalam pengisian buku tanah harus dibubuhi paraf pejabat yang berwenang melakukan pembetulan.
(2) Pembatalan coretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan menulis kembali tulisan yang terlanjur dicoret dan tidak dengan membuat garis terputus-putus dibawah kata yang dicoret.
(3) Coretan perkataan-perkataan yang telah dicetak dalam buku tanah tidak memerlukan paraf.
(4) Pencoretan nama pemegang hak berdasarkan suatu peraturan pendaftaran, dilakukan sedemikian rupa sehingga huruf yang di coret masih tetap terbaca.
Pasal 166
(1) Pencatatan di dalam halaman 3 dan 4 dan seterusnya buku tanah yang tidak tepat untuk dimasukkan dalam kolom tertentu dapat dilakukan dengan menyeberang garis pemisah kolom.
(2) Setiap perubahan merupakan satu pos dan tiap-tiap pos harus ditutup dengan garis lurus yang dibuat dengan tinta hitam.
Pasal 167
(1) Dalam pendaftaran hak untuk pertama kali pencatatan mengenai kekurang-lengkapan atau masih disengketakannya data fisik dan atau data yuridis sesuai ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dilakukan dalam halaman 3 buku tanah dengan kalimat sebagai berikut:
a. jika data fisik dan atau data yuridis belum lengkap:
“Pembukuan hak ini dilakukan dengan catatan data fisik/yuridis berupa ………………..………………………. belum lengkap”,
b. jika data fisik dan atau data yuridisnya disengketakan, tetapi tidak diajukan gugatan ke pengadilan:
“Pembukuan hak ini dilakukan dengan catatan ada keberatan dari ………………. mengenai ……………………………….. dan kepadanya sudah diberitahukan agar mengajukan gugatan ke pengadilan dalam waktu ……. hari dengan surat nomor …….. tanggal ………. “
c. jika data fisik dan atau data yuridis disengketakan di pengadilan tetapi tidak ada status quo dan tidak ada perintah sita: “Pembukuan hak ini dilakukan dengan catatan ada gugatan di Pengadilan …………………… mengenai data fisik dan atau data yuridisnya dengan register perkara nomor ……… tanggal …………”
d. jika data fisik dan atau data yuridis disengketakan di pengadilan dan ada perintah status quo atau putusan penyitaan : “Pembukuan hak ini dilakukan dengan catatan bahwa ada gugatan di Pengadilan …………… mengenai data dan atau data yuridisnya dengan register perkara nomor …………. tanggal …………….. dan telah diletakkan sita jaminan berdasarkan putusan pengadilan …………….. Nomor ……….. Tanggal …………….. jo Berita Acara Sita Jaminan Nomor ………………. Tanggal ……………….. / diperintahkan status quo oleh Pengadilan dengan surat Hakim ……………. nomor ……… tanggal…………..”,
dan nama pemegang haknya tidak dicantumkan dalam buku tanah.
(2) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani pejabat yang menandatangani buku tanah yang bersangkutan.
Pasal 168
(1) Penghapusan catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 sesuai ketentuan dalam Pasal 30 ayat (2), (3), (4), dan (5) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dilakukan dengan mencoret catatan di atas dan menuliskan dibawahnya dasar penghapusan tersebut dengan kalimat: “Catatan di atas dihapus karena ………………………. “.
(2) Catatan mengenai penghapusan catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi bertanggal dan ditandatangani oleh pejabat yang pada waktu penghapusan dilakukan berwenang menandatangani buku tanah.
Paragraf 2
Pemeliharaan Buku Tanah
Pasal 169
(1) Buku tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan tanah wakaf disusun menurut jenis hak dengan satuan wilayah desa/kelurahan.
(2) Buku tanah Hak Pengelolaan dan Hak Guna Usaha disusun menurut jenis hak dengan satuan wilayah Kabupaten/Kotamadya.
(3) Semua buku tanah disimpan dalam tempat yang aman dan terlindung.
Pasal 170
(1) Buku tanah rusak atau tidak dapat ditemukan karena kebakaran, pencurian atau sebab-sebab lain dinyatakan rusak atau hilang dengan berita acara.
(2) Untuk buku tanah yang rusak atau hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan buku tanah pengganti.
(3) Data fisik dan data yuridis untuk pembuatan buku tanah pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diambil dari data yang ada pada dokumen-dokumen yang tersimpan di Kantor Pertanahan atau tempat lain, data di sertipikat yang dipegang oleh pemegang hak dan kalau perlu data yang diperoleh dengan pengukuran atau pemeriksaan ulang.
Bagian Keenam
Daftar Nama
Paragraf 1
Pembuatan Daftar Nama
Pasal 171
(1) Daftar nama dibuat untuk mengetahui pemilikan hak atas tanah, Hak Pengelolaan dan atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun oleh seseorang atau badan hukum.
(2) Daftar nama dibuat dengan menggunakan daftar isian 204.
(3) Satu daftar nama dibuat untuk satu orang atau satu badan hukum.
(4) Untuk warga negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia digunakan daftar nama berwarna putih, untuk warga negara asing dan Badan Hukum yang tidak didirikan menurut hukum Indonesia digunakan daftar nama berwarna kuning.
Pasal 172
(1) Nama pemegang hak dan tanggal lahirnya atau nomor/tanggal akta pendiriannya ditulis sesuai dengan nama dan tanggal lahir atau nomor/tanggal akta pendirian yang tertulis dalam buku tanah pertama yang menjadi dasar pembuatan kartu nama.
(2) Nama ditulis pada halaman muka dan halaman belakang daftar nama.
Pasal 173
(1) Dalam Daftar Nama dituliskan jenis dan nomor hak serta NIB diruang yang disediakan untuk itu.
(2) Jika sesuatu hak dipunyai oleh lebih dari satu orang sebagai hak bersama, maka dalam setiap daftar nama pemegang hak bersama tersebut dicantumkan hak tersebut dengan ditambah garis hitam di bawah nomor hak yang bersangkutan.
Pasal 174
Jika satu daftar nama tidak cukup untuk mencatat semua hak kepunyaan seorang pemegang hak, maka dibuat dua atau lebih daftar nama dengan memberi tanda dengan nomor urut dengan angka Romawi pada sebelah kanan atas daftar nama sesuai urutannya.
Paragraf 2
Cara Memelihara Daftar Nama
Pasal 175
(1) Apabila seseorang tidak lagi berhak atas tanah yang telah dicatat dalam daftar namanya, maka nomor hak atas tanah dimaksud dalam daftar namanya dicoret dengan tinta hitam.
(2) Apabila terjadi pemindahan sebagian dari sesuatu hak atas tanah sehingga hak tersebut menjadi kepunyaan bersama pemegang hak lama dengan pemegang hak baru, maka pencatatan pada daftar nama pemegang hak yang lama dilaksanakan dengan membubuhkan garis hitam di bawah nomor haknya.
(3) Apabila seseorang semula memiliki hak bersama kemudian menjadi pemilik seluruh bidang tanah itu maka nomor yang semula di garis di bawahnya dicoret dan kemudian nomor hak itu ditulis kembali tanpa garis dibawahnya.
(4) Apabila orang yang berhak telah meninggal dunia maka kotak kiri atas daftar namanya diarsir dengan tinta hitam, dan ditengah-tengah daftar nama dicatat tanggal meninggalnya, demikian juga pada daftar nama sambungannya.
(5) Ketentuan-ketentuan pada ayat (4) berlaku pula terhadap badan-badan hukum yang telah bubar.
Pasal 176
Apabila nomor hak diubah maka nomor hak tersebut dalam daftar nama dicoret dengan tinta merah dan nomor yang baru ditambahkan dengan tinta hitam.
Pasal 177
Daftar nama disimpan berurutan menurut abjad dalam satuan Wilayah Kabupaten/ Kotamadya.
Bagian Ketujuh
Sertipikat
Pasal 178
(1) Untuk kepentingan pemegang hak atau pengelola tanah wakaf, diterbitkan sertipikat hak atas tanah, Hak Pengelolaan, tanah wakaf, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan Hak Tanggungan.
(2) Sertipikat dibuat dengan menggunakan daftar isian 206, 206A, 206B, atau 206C, dengan ketentuan bahwa sertipikat Hak Tanggungan terdiri dari daftar isian 206C dan salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuat oleh Kepala Kantor Pertanahan.
(3) Cara pembuatan sertipikat adalah seperti cara pembuatan buku tanah, dengan ketentuan bahwa catatan-catatan yang bersifat sementara dan sudah dihapus tidak perlu dicantumkan.
Bagian Kedelapan
Daftar-daftar lainnya
Pasal 179
(1) Daftar peta dasar pendaftaran dibuat untuk mendaftar peta-peta dasar pendaftaran yang ada di Kantor Pertanahan.
(2) Daftar peta dasar pendaftaran memuat kolom data-data mengenai nomor lembar, jenis dan skala peta, cakupan desa/kelurahan, asal peta, tahun pembuatan dan keterangan
(3) Daftar peta dasar pendaftaran dibuat dengan menggunakan daftar isian 311.
Pasal 180
(1) Daftar hak dibuat untuk mendaftar hak-hak yang sudah dibukukan menurut jenis hak tersebut.
(2) Daftar hak dibuat untuk setiap jenis hak dan memuat data-data nomor hak, Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB), tanggal pembukuan dan tanggal penerbitan sertipikat serta keterangan lainnya.
(3) Daftar hak dibuat dengan menggunakan daftar isian 312, 312A, 312B, atau 312C.
Pasal 181
(1) Daftar permohonan pekerjaan pendaftaran tanah dibuat untuk masing-masing kegiatan pendaftaran tanah yaitu pemberian keterangan data pendaftaran tanah, pengukuran, pendaftaran untuk pertama kali, pendaftaran pemindahan/peralihan hak, pendaftaran pembebanan hak tanggungan dan roya serta pencatatan.
(2) Daftar permohonan pekerjaan pendaftaran tanah dibuat menurut tahun takwim, dimulai setiap awal tahun, dan setelah berakhir tahun tersebut diberi garis merah sebagai penutup.
(3) Daftar permohonan pekerjaan dibuat dengan menggunakan daftar isian 301, 302 atau 303.
Pasal 182
(1) Daftar penyelesaian pekerjaan dibuat untuk mendaftar data-data mengenai tanggal penyelesaian pekerjaan meliputi jenis pekerjaan, NIB, jenis hak yaitu nomor dan luas dan letak tanahnya peta pada desa/kelurahan, nama pemegang hak, jenis pekerjaan, nomor daftar permohonan, nomor seri blanko sertipikat untuk kegiatan pendaftaran dan penerbitan sertipikat dan kolom keterangan.
(2) Daftar penyelesaian pekerjaan dibuat dengan menggunakan daftar isian 208.
Pasal 183
(1) Daftar penyerahan hasil pekerjaan memuat data mengenai tanggal penyerahan atau pengambilan hasil kegiatan, nama dan alamat pemohon, nomor daftar permohonan, hasil pekerjaan yang diterima, nama dan identitas alamat penerima, tanda tangan penerima dan kolom keterangan.
(2) Daftar penyerahan pekerjaan dibuat dengan menggunakan daftar isian 300A atau 301A.
Bagian Kesembilan
Penyimpanan Data Dan Dokumen
Pasal 184
(1) Dokumen dan data pendaftaran tanah dapat disimpan dalam bentuk digital, imaging system atau mikro film.
(2) Data yang dapat disimpan dalam bentuk digital grafis yaitu gambar ukur, surat ukur dan peta pendaftaran, sedangkan daftar-daftar isian dapat disimpan sebagai data digital tekstual.
(3) Dokumen-dokumen yang dijadikan alat bukti pendaftaran tanah dapat disimpan dalam bentuk mikro film atau imaging system, misalnya girik, kikitir dan lainnya.
Pasal 185
Setiap pekerjaan pendaftaran tanah selesai dilak-sanakan, dokumen-dokumen yang merupakan dasar pendaftaran tanah tersebut disimpan sebagai warkah dan diberi nomor menurut urutan selesainya pekerjaan sebagaimana tercantum dalam daftar isian 208.
Pasal 186
(1) Media penyimpan data dan dokumen yang berbentuk digital, imaging system atau mikro film, harus disimpan di Kantor Pertanahan dalam tempat khusus sesuai dengan tata cara yang standard untuk penyimpanan media yang bersangkutan.
(2) Dalam hal data dan dokumen telah dibuat mikro film atau imaging system, maka data asli dapat disimpan di tempat lain.
(3) Data atau dokumen lain yang dapat disimpan di tempat lain adalah warkah yang telah berumur lebih dari 30 tahun, data ukur pemetaan, gambar ukur dan data administrasi lain yang sudah tidak dipakai.
Bagian Kesepuluh
Penyajian Informasi Data Fisik Dan Data Yuridis
Pasal 187
(1) Informasi tentang data fisik dan data yuridis yang ada pada peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan buku tanah terbuka untuk umum dan dapat diberikan kepada pihak yang ber-kepentingan secara visual atau secara tertulis.
(2) Informasi tertulis tentang data fisik dan data yuridis mengenai sebidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk Surat Keterangan Pendaftaran Tanah.
(3) Surat Keterangan Pendaftaran Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dengan bentuk sesuai daftar isian 209.
Pasal 188
(1) Informasi dalam peta pendaftaran dapat diberikan dalam bentuk salinan atau fotocopy bagian peta yang
dimaksud yang diberi catatan yang menyebutkan pihak yang meminta informasi tersebut dan keperluannya.
(2) Kepada pemegang hak dapat diberikan salinan atau fotocopy peta yang menunjukkan batas-batas bidang tanahnya dengan bidang-bidang tanah yang berbatasan.
Pasal 189
Kecuali dalam hal Surat Keterangan Pendaftaran Tanah yang diberikan dalam rangka pemeriksaan sertipikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97, untuk memperoleh informasi mengenai data fisik dan atau data yuridis bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal ini diperlukan permohonan tertulis dengan menyebutkan keperluannya.
Pasal 190
Salinan peta pendaftaran tanah dari desa/kelurahan yang bidang-bidang tanahnya sudah selesai didaftar diserahkan kepada Pemerintah Desa/Kelurahan yang bersangkutan dan instansi lain yang berkepentingan menurut ketersediaannya.
Pasal 191
(1) Data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam daftar nama hanya dapat diberikan kepada Instansi Pemerintah yang memerlukan untuk keperluan pelaksanaan tugasnya dengan mengajukan permintaan yang menyebutkan keperluan tersebut.
(2) Permintaan tersebut dipenuhi setelah disetujui oleh Kepala Kantor Pertanahan.
Pasal 192
(1) Semua daftar umum dan dokumen-dokumen yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran merupakan dokumen negara yang harus disimpan dan dipelihara menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pertanahan menunjuk petugas khusus dari pegawai Kantor Pertanahan setempat sebagai penanggung-jawab.
(3) Dengan izin tertulis dari Kepala Kantor Wilayah kepada instansi yang memerlukan untuk pelaksanaan tugasnya dapat diberikan petikan, salinan atau rekaman dokumen pendaftaran tanah yang tersimpan di Kantor Pertanahan.
(4) Dengan izin Kepala Kantor Wilayah kepada pemegang hak yang bersangkutan dapat diberikan petikan, salinan atau rekaman dokumen pendaftaran tanah yang menjadi dasar pembukuan hak atas namanya yang tersimpan di Kantor Pertanahan.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 193
(1) Sebelum blangko-blangko dan daftar isian sebagaimana ditentukan dalam Peraturan ini tersedia kegiatan pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dilaksanakan dengan menggunakan blangko dan daftar isian yang berlaku sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dengan sedapat-dapatnya mengadakan penye-suaian seperlunya.
(2) Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi antara lain:
a. Penyesuaian blangko buku tanah:
- menuliskan Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) dalam ruang e) pada halaman 2;
- menuliskan tanggal lahir pemegang hak dalam ruang f) pada halaman 2;
b. Penyesuaian blangko sertipikat:
- mencoret tulisan Buku Tanah pada Halaman 1 dan menuliskan kata “SERTIPIKAT” sebagai gantinya;
- menuliskan Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) dalam ruang e) pada halaman 2;
- menuliskan tanggal lahir pemegang hak dalam ruang f) pada halaman 2;
- mencoret silang dengan tinta hitam kutipan ketentuan PP Nomor 10 Tahun 1961 pada sampul
sertipikat;
c. Penyesuaian blangko akta PPAT:
- mengganti penyebutan PP 10 Tahun 1961 dengan tulisan “PP 24 Tahun 1997”;
d. Penyesuaian lainnya:
- mengganti penyebutan dan rujukan kepada PP 10 Tahun 1961 dengan tulisan “PP 24 Tahun 1997”.
Pasal 194
(1) Di dalam surat ukur, peta pendaftaran tanah, buku tanah, sertipikat, dan daftar umum lainnya yang sudah ada sebagai hasil pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dicantumkan Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB).
(2) Pencantuman NIB sebagaimana dimaksud pada yat (1) dilakukan secara bertahap, sebagai berikut:
a. pencantuman NIB pada dokumen-dokumen yang ada di Kantor Pertanahan: dilakukan sebagai kegiatan fungsional Kantor Per-tanahan;
b. pencantuman NIB pada sertipikat hak dilakukan pada waktu sertipikat tersebut diserahkan kepada Kantor Pertanahan untuk sesuatu keperluan pelayanan.
Pasal 195
Dengan berlakunya peraturan ini ketentuan-ketentuan teknis pendaftaran tanah yang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan ini tetap berlaku selama belum diganti dengan ketentuan baru sebagai pelaksanaan peraturan ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 196
Dengan berlakunya Peraturan ini maka :
1. Peraturan-peraturan dibawah ini dinyatakan tidak berlaku lagi:
a. Peraturan Menteri Agraria Nomor 6 Tahun 1961 tentang Tata Kerja Pendaftaran Tanah mengenai Pengukuran-pengukuran dan Pemetaan;
b. Peraturan Menteri Agraria Nomor 7 Tahun 1961 tentang Penyelenggaraan Tata Usaha Pendaftaran Tanah;
c. Peraturan Menteri Agraria Nomor 8 Tahun 1961 tentang Peraturan Tanda-tanda Batas Tanah;
d. Peraturan Menteri Agraria Nomor 14 Tahun 1961 tentang Permintaan Dan Pemberian Izin Pemindahan Hak Atas Tanah, Peraturan Direktur Jenderal Agraria Nomor 4 Tahun 1968 tentang Penyelenggaraan Izin Pemindahan Hak, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor SK. 59/DDA/Tahun 1970 tentang Penyederhanaan Peraturan Perizinan Pemindahan Hak Atas Tanah;
e. Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia atas Tanah dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK 26/DDA/1970 tentang Penegasan Konversi Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia Atas Tanah;
f. Peraturan Menteri Agraria Nomor 6 Tahun 1965 tentang Pedoman Pokok Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah sebagaimana diatur dalam PP Nomor 10 Tahun 1961;
g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 1978 tentang Pelaksanaan Pengukuran dan Pemetaan Pendaftaran Tanah secara Fotogrametris;
h. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1989 tentang Tata Cara Pembuatan Surat Ukur di Luar Desa Lengkap;
i. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1989 tentang Penyempurnaan Bentuk Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah;
j. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah secara Sistematik;
k. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1996 tentang Pengukuran dan Pemetaan untuk Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah;
l. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996 tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Buku Tanah Hak Tanggungan dan Sertipikat Hak Tanggungan;
m. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan.
n. ketentuan-ketentuan lain yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini disesuaikan.
Pasal 197
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal 8 Oktober 1997.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Oktober 1997
MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
ttd.
IR. SONI HARSONO