PENGELOLAAN BANK UMUM
I. KONSEP DASAR PENGELOLAAN BANK UMUM
Tujuan
jangka panjang suatu bank umum adalah mencari laba. Namun demikian,
suatu bank tidaklah seharusnya hanya memperhatikan tujuan jangka panjang
ini, tetapi juga kegiatannya dalam jangka pendek (kegiatan
sehari-hari). Dalam jangka pendek, harus selalu dijaga agar tidak
terjadi “kehabisan dana” artinya, setiap saat para nasabah hendak
mengambil depositonya, bank dapat memenuhi kewajibannya meskipun bank
ada kemungkinan menderita kerugian pada saat itu. Usaha untuk mengatasi
masalah likuiditas ini, bank perlu membedakan adanya dua (2) kelompok
pos-pos (rekening) dalam neracanya. Satu kelompok rekening yang memang
bank tidak (kurang) bisa menguasai dan kelompok lain adalah
rekenig-rekening yang bisa dikuasainya.
Contoh
rekening yang tidak bisa dikuasai seperti misalnya, deposito para
nasabah serta pinjaman yang diberikan kepada nasabah. Bank biasanya mau
menerima deposito yang ditawarkan oleh nasabah dan pula harus bisa
membayarkan kepada nasabah manakala nasabah mengambilnya. Dalam hal ini
bank tidak dapat mengontrol berapa besarnya deposito yang ditawarkan
serta nasabah yang akan mendopositokan uangnya. Demikian juga siapa,
serta dalam jumlah berapa deposito ini diambil sangatlah sulit
dikontrol. Yang bisa dilakukan oleh bank hanyalah mengadakan peramalan
berdasarkan pengalaman yang lalu.
Pinjaman
yang diberikan juga sukar untuk dikontrol, seperti besarnya pinjaman
serta jumlah peminjam yang sering bervariasi di luar kekuasaan bank.
Semuanya tergantung pada para calon nasabah, bank hanya bisa
mempengaruhi secara tidak langsung.
Di samping dua jenis rekenin yang uncontrollable
ini masih ada yang lain, seperti : sejumlah cek yang akan diuangkan,
besarnya cadangan minimum serta perubahan (dalam jangka pendek) dari
modal bank.
Kelompok
kedua dari rekening dalam neraca bank adalah rekening-rekening yang
dalam hal-hal tertentu bak dapat menguasainya. Termasuk di dalamnya :
sertifikat deposito serta surat berharga jangka pendek. Sertifikat
deposito dapat dikeluarkan oleh bank sesuai dengan yang diinginkan,
seperti halnya berapa besarnya surat berharga yang dipegang bank dapat
menentukan sesuai dengan yang diinginkan. Oleh karena itu kedua jenis
rekening ini termasuk ke dalam “controllable items”. Kegiatan
pengelolaan bank dalam jangka pendek dapat dipahami dengan menggunakan
pengelompokkan rekening ini. Setiap hari terjadi aliran dana yang sukar
terkontrol, seperti : tambahan/kenaikan deposito, pembayaran kembali
kredit yang diberikan, investasi dalam surat berharga yang jatuh tempo.
Itu semua merupakan sumber dana bank. Di samping aliran dana masuk in,
terjadi pula aliran dana ke luar (yang juga sukar dikontrol) seperti :
pengambilan deposito oleh nasabah serta pemberian kredit baru.
Pengelolaan bank (dalam jangka pendek) terdiri dari pengaturan
pos-pos/rekening yang bisa dikontrol guna mengkompensasi adanya
perbedaan antara aliran dana masuk dan aliran dana ke luar dari pos-pos
yang tidak bisa dikontrol. Contohnya apabila suatu ketika bank mengalami
kelebihan aliran dana ke luar (dibanding dengan aliran dana masuk) maka
tindakan kompensasi yang dapat diambil misalnya berupa penjualan surat
berharga atau mengeluarkan sertifikat deposito. Pemilihan dari
alternatif tindakan inilah yang merupakan masalah pokok dalam
pengelolaan bank dalam jangka pendek. Setiap bank akan berbeda tindakan
yang dapat diambil tergantung dari keadaan yang dihadapi. Namun, ada
prinsip-prinsip tertentu yang dapat dipakai sebagai petunjuk di dalam
mengambil keputusan memilih alternatif tindakan tersebut.
II. PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN BANK UMUM DALAM JANGKA PENDEK
Dua (2) hal yang perlu diperhatikan dalam mengelola bank dalam jangka pendek, yakni penentuan :
1) Tujuan Jangka Pendek
Waktu
yang relevan bagi bank dalam jangka pendek adalah mingguan atau paling
lama bulanan. Dalam jangka waktu itu tujuan yang utama meliputi:
(a) Memenuhi cadangan minimum.
(b) Pelayanan yang baik kepada langganan.
(c) Strategi dalam melakukan investasi.
Suatu
bank yang terlalu banyak cadangan di atas cadangan minimum akan hilang
kesempatan memperoleh bunga (seandainya kelebihan cadangan tersebut
diinvestasikan). Sebaliknya, apabila kekurangan, kemungkinan akan
mengalami kesulitan likuiditas atau bahkan akan mendapatkan denda dari
bank sentral.
Dalam
hal pelayanan kepada nasabah, bank harus dapat membayar pada nasabah
yang mengambil depositonya dan juga menyediakan kredit manakala nasabah
tersebut layak untuk diberi kredit. Strategi investasi meliputi
penentuan jenis serta jumlah berbagai surat berharga yang akan
dibelinya. Komposisi portfolio itu biasanya berubah dalam jangka yang
relatif lama, hanya secara periodik sering terjadi perubahan
kecil-kecilan.
2) Cara Mencapai Tujuan
Cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan di atas mungkin berbeda untuk setiap bank, tergantung beberapa faktor di antara nya :
(a) Falsafah dalam Pengelolaan Bank
Yang
dimaksud dengan falsafah di sini adalah petunjuk baik secara eksplisit
maupun implisit yang ditentukan oleh pimpinan sebagai panduan dan atau
batasan bagi bawahan untuk bertindak, misalnya sampai seberapa jauh bank
tersebut mencari langganan serta mau menanggung risiko. Beberapa pola
atau gaya pengelolaan yang dapat dipakai, ini meliputi dua yang ekstrim
(meskipun banyak bank memakai pola atau gaya di antara yang ekstrim
ini), yakni :
Pola atau Gaya Konservatif
Pola
pengelolaan ini tidak (kurang) menyukai resiko, meskipun kadangkala
harus diimbangi dengan tingkat pendapatan yang lebih rendah. Tipe bank
demikian ini biasanya lebih menitikberatkan pada cadangan sekunder
sebagai variabel yang dikontrol. Disebut pola konservatif karena bank
dalam mencapai tujuan jangka pendek tersebut lebih menitikberatkan pada
penggunaan dana intern sehingga tidak perlu mengandalkan pada pinjaman dari luar yang kadangkala sukar dikontrol oleh bank.
Pola atau Gaya Agresif
Tipe
bank ini lebih menekankan pada orientasi keuntungan (profitoriented)
meskipun harus menanggung resiko yang relatif lebih basar. Bank akan
selalu berusaha mencari dana dari luar, asal biaya totalnya masih lebih
rendah dari pendapatan yang diperoleh dari investasinya. Karena dana
berasal dari luar, maka resikonya lebih besar sebab dana ini di luar
kontrol bank.
(b) Minimum Biaya
Suatu
bank yang menghendaki dana tambahan dapat memperolehnya melalui
beberapa cara, antara lain dengan meminjam dana antarbank, mengeluarkan
sertifikat deposito atau menjual surat berharga jangka pendek. Secara
umum, pemilihan cara (kombinasi beberapa cara) yang akan diambil tentu
berdasarkan pada prinsip biaya terendah (prinsip least cost). Artinya,
bank akan selalu berusaha mencari biaya minimum dalam memilih kombinasi
portfolionya dengan mengingat batasan-batasan tertentu (misalnya
falsafah manajemen tertentu). Yang perlu dilakukan adalah memperkirakan
tentang tingginya tingkat bunga di masa mendatang serta lamanya jangka
waktu dana itu dibutuhkan. Kedua hal tersebut perlu diperkirakan karena
unsur ketidakpastian di masa datang.
(c) Faktor-faktor lain
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi pengelolaan bank diantaranya kebutuhan nasabah, likuiditas bank, dan perubahan pasar.
Setiap
saat bank harus selalu dapat memenuhi kebutuhan nasabah. Suatu bank di
kota besar di mana nasabah bank kebanyakan perusahaan mungkin harus
melakukan jual beli dana pada pasar dana antarbank untuk memenuhi
kebutuhan nasabahnya. Karena unsur ketidakpastian, bank biasanya
menyediakan likuiditas yang berupa sertifikat dana, dana antarbank atau
kekayaan yang tidak dipergunakan (unused secondary assets) untuk
menghadapi timbulnya kejadian-kejadian yang tidak terduga. Dana-dana
cadangan inilah yang sering disebut dengan likuiditas bank.
III. MANAJEMEN LIKUIDITAS BANK
Pengelolaan
likuiditas suatu bank mencakup penentuan berapa besar alat-alat likuid
yang harus disediakan guna menghadapi penagihan daripada nasabah uang
sewaktu-waktu menagihnya. Masalahnya adalah bank selalu menghadapi
dilema antara menghadapi dilema antara likuiditas/dan keamanan di satu
pihak, dan pendapatan/dan keuntungan di lain pihak. Alasannya, makin
tinggi likuiditasnya, makin rendah/kecil kemungkinan untuk memperoleh
pendapatan/keuntungan. Oleh karena itu perlulah dicari jalan
pemecahannya, supaya keuntungan bisa semaksimal tanpa mengorbankan
likuiditas. Dalam hal ini ada dua pendekatan untuk menanganinya, yakni
yang disebut pengelola kekayaan (assets management) dan pengelolaan
utang (liability management).
A. Pengelolaan Kekayaan
Pengelolaan
kekayaan merupakan usaha untuk melakukan alokasi dana untuk berbagai
alternatif investasi, seperti misalnya untuk kas, investasi dalam surat
berharga, pemberian pinjaman atau bentuk kekayaan yang lain. Pada
prinsipnya usaha ini berupa alokasi dana yang ada untuk memenuhi
kebutuhan akan uang kas dan investasi yang mendatangkan
keuntungan/bunga. Masalahnya, adalah adanya konflik antara likuiditas
dengan profitabilitas. Apabila bank ingin mengejar keuntungan/pendapatan
yang tinggi tentu penggunaan dana sebagian besar untuk investasi atau
dipinjamkan. Tetapi usaha ini akan membahayakan posisi likuiditasnya.
Sebaliknya, apabila dana banyak menumpuksebagai uang kas, dari segi
likuiditas adalah aman, tetapi profitabilitasnya kecil. Oleh karena itu
perlu dicari kombinasi yang optimal. Usaha mencapai sasaran optimal
inilah yang menjadi titiksentral pengelolaan kekayaan. Ada tiga
pendekatan untuk memecahkan masalah ini, yakni yang disebut: pertama,
the pool-of-finds, kedua, the asset-allocation, dan ketiga, the
management science.
(1) Pendekatan “The Pool-of-Funds”
Dana yang tersedia dapat berasal dari giro, deposito, tabungan atau modal. Ide dasar pendekatan
ini adalah bahwa dana yang tersedia tersebut dikumpulkan jadi satu
dalam satu pool. Kemudian dialokasikan sesuai dengan
kriteria/syarat-syarat tertentu ke dalam masing-masing bentuk kekayaan.
Sumber/asal dana tersebut dipandang tidak penting sepanjang investasi
yang dilakukan akan mendorong tercapainya tujuan bank. Pimpinan bank
terlebih dahulu harus menentukan syarat (requirements) untuk tujuan
likuiditas dan profitabilitasnya. Dana kemudian dialokasikan sesuai
dengan kriteria atau requirements tersebut. Alokasi didasarkan atas
prioritas sesuai dengan proporsi dari masing-masing jenis kekayaan.
Secara skematis pendekatan ini dapat digambarkan seperti pada Gambar
3.1. Pendekatan ini tidak memberikan pedoman dalam menentukan proporsi
masing-masing bentuk kekayaan demikian juga tidak dapat memecahkan
dilemma antara likuiditas dan profitabilitas. Semua ini terserah intuisi
dan judgment pimpinan bank.
(2) Pendekatan “The Asset-Allocation”
Dalam
sistem pool-of-funds di atas sangat menitik beratkan pada likuiditas
dan tidak membedakan perbedaan tingkat likuiditas yang diperlukan untuk
masing-masing sumber dana. Tingkat likuiditas yang diperlukan akan
berbeda antara giro (demand deposito), deposito berjangka, tabungan
serta modal. Pendekatan the assets-allocation berusaha mengatasi
kelemahan di atas dengan cara memperhatikan bahwa jumlah likuiditas yang
diperlukanoleh bank erat hubungannya dengan jenis sumber
dana/likuiditas tersebut. Giro/demand deposito biasanya cadangan
minimumnya serta tingkat perputarannya paling besar (bila dibandingkan
dengan tabungan atau deposito berjangka). Oleh karena itu dana yang
berasal dari giro ini sebagian besar harus dialokasikan untuk
cadangan/kas dan hanya sebagian kecil untuk investasi.
Model
ini biasanya disertai dengan pembentukan sentra
likuiditas-profitabilitas dalam suatu bank. Artinya, suatu sentra/pusat
yang mengalokasikan dana yang diperoleh dari berbagai sumber. Tiap
sentra independen terhadap sentra yang lain sehingga sering merupakan
bank didalam bank. Dengan demikian ada sentra giro, sentra tabungan,
sentra deposito berjangka serta sentra modal. Pimpinan kemudian
merumuskan kebijaksanaan yang berkaitan dengan alokasi dana dari setiap
sentra tersebut. Sentra giro akan mengalokasikan dana yang diperolehnya
sebagian besar untuk cadangan, misalnya satu atau dua persen di atas
yang ditentukan oleh bank sentral dan sisanya dialokasikan untuk
investasi (pinjaman atau membeli surat berharga).
B. Pengelolaan Utang
Berbeda
dengan pengelolaan kekayaan teori ini tidak memandang bahwa sumber
dana/utang bank tidak dapat dikuasai/dipengaruhi. Justru sebaliknya
menurut pandangan teori ini, atas dasar target pertumbuhan kekayaan
tertentu diusahakan sumber dana yang sesuai dengan target tersebut.
Jadi, sumber dana mudah/dapat diperoleh/dicari. Dengan demikian bank
tidak perlu mempunyai kekayaan jangka pendek yang keuntungannya juga
kecil. Sebaiknya dialihkan ke dalam bentuk kekayaan yang mendatangkan
keuntungan lebih besar (yang biasanya jangka waktunya juga lebih
panjang). Teori pengelolaan utang ini baru muncul sekitar tahun 1960-an
di Amerika Serikat, yakni dengan timbulnya sertifikat deposito yang
dikeluarkan oleh bank-bank umum untuk memperoleh sumber dananya. Di
samping ini adanya euro dollar menambah kemudahan bagi bank untuk
mendapatkan tambahan dana. Euro dollar adalah deposito yang dinyatakan
dalam dolar Amerika Serikat pada bank-bank di luar Amerika Serikat. Kata
euro sering membingungkan sebab deposito yang dinyatakan dengan dolar
tidak harus/mesti ada pada bank-bank di Eropa. Euro dollar ini dapat
timbul apabila seorang penduduk Amerika Serikat atau orang asing di
Amerika Serikat memindahkan depositonya dari bank Amerika Serikat ke
bank di negara lain dan masih dinyatakan dengan dolar Amerika Serikat.
Sehingga dengan demikian euro dollar dapat merupakan sumber dana bagi
suatu bank. Demikian juga adanya apa yang disebut dengan “federal funds”
di Amerika Serikat mempermudah suatu bank untuk memperoleh sumber dana.
Federal funds adalah kelebihan cadangan di atas minimum dari suatu bank
yang kemudian dapat dipinjamkan kepada bank lain yang cadangannya lebih
rendah dari minimum yang ditentukan oleh Federal Reserves Bank (Bank
Sentral Amerika Serikat). Transaksi dana ini hanya di dalam jangka
pendek saja (biasanya satu hari). Oleh karena itu dengan adanya euro
dollar dan federal funds tersebut suatu bank umum tidak akan banyak
menjumpai masalah dalam mencari sumber dana.
Dengan
makin berkembangnya teknik statistik/ekonometri serta komputer maka
masalah pengelolaan likuiditas bank dapat dipecahkan dengan bantuan
teknik tersebut(salah satunya yang disebut programasi linier).
Seperti
dijelaskan di atas, banyak faktor yang harus dipertimbangkan di dalam
pengaturan likuiditas bank. Tidak ada satu patokan yang dapat berlaku
secara umum. Penggunaan komputer dan teknik programasi linier (linear
programming) dapat membantu penyelesaian masalah likuiditas. Programasi
linier merupakan prosedur matematika yang digunakan apabila kita ingin
memaksimumkan sesuatu dengan kendala (constraint) tertentu. Dalam kasus
bank, yang ingin dimaksimumkan adalah keuntungan dengan kendala
likuiditas dan peraturan-peraturan (peraturan pemerintah misalnya)
tertentu. Masalah ini dapat diselesaikan dengan teknik programasi linier
dengan cara mengubah tujuan maksimum keuntungan dan kendala tersebut di
atas dalam bentuk persamaan matematika. Dengan bantuan komputer sistem
persamaan ini dapat diselesaikan. Hasilnya berupa angka-angka yang dapat
memberi gambaran berapa banyaknya dana yang harus dialokasikan untuk
pinjaman dan pembelian surat-surat berharga. Dengan demikian pimpinan
bank mempunyai petunjuk angka-angka dalam mengalokasikan dana bank.
Namun demikian teknik programasi linier ini bukanlah merupakan pengganti
untuk pengelolaan likuiditas, tetapi hanyalah alat pembantu untuk ikut
memecahkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar