Kamis, 21 Juni 2012

S K R I P S I PERLINDUNGAN HUKUM RAHASIA DAGANG DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtstaat). Ini berarti Negara beserta alat Negara lainnya harus bertindak dan terikat pada aturan yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pejabat yang berwenang. Dengan demikian supremasi hukum mempunyai kekuasaan tertinggi di Negara kita dan perwujudan keadilan dapat diterapkan diberbagai macam aspek kehidupan.
Pada prinsipnya keikutsertaan Indonesia dalam pembentukan organisasi perdagangan dunia atau Agreement Estabilishing The World Trade Organization yang didalamnya mencakup persetujuan tentang aspek-aspek dagang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk perdagangan barang palsu (Agreement on Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights, Including Trade in Counterfit Goods of Trips) berarti menyetujui rencana persaingan dunia dan perdagangan bebas meskipun dikemas dengan persetujuan-persetujuan lain di bidang tarif dan perdagangan.
Pembentukan organisasi itu dilakukan dalam sidang di Marakesh, Maroko pada tanggal 15 April 1994. Kemudian pembentukan itu disahkan melalui Undang-undang No.7 Tahun 1994 pada tanggal 2 November 1994 tentang Pengesahan Agreement Estabilishing The World Trade Organization (persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia). Konsekuensi keikutsertaan itu adalah bagaimana mempersiapkan para pengusaha Indonesia agar mampu melakukan persaingan jujur dan sehat dalam pasar global. Persaingan tersebut tidak hanya akan dilakukan oleh dan diantara negara-negara berkembang yang satu dengan yang lainnya.[1]
Persaingan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan yang dihadapi para pengusaha dalam mencapai tujuan yaitu memperoleh laba yang sebesar-besarnya dan mengungguli perusahaan lain serta menjaga perolehan laba tersebut. Dalam mencapai tujuan tersebut, sering kali terjadi praktek persaingan curang yang dapat menimbulkan konflik antara pengusaha yang satu dengan pengusaha yang lain. Konflik itu juga dapat merugikan rakyat sebagai konsumen untuk mencegah dan mengatasi persaingan curang itu, diperlukan hukum yang akan menentukan rambu-rambu yang harus ditaati secara preventif dan represif bagi mereka yang melakukan persaingan. Tujuannya tidak lain agar hukum dapat mencegah terjadinya persaingan curang. Lingkup tujuan di atas termasuk pula tindakan hukum terhadap pengusaha yang melakukan pelanggaran terhadap pemilik hak rahasia dagang.
Jika memperhatikan peraturan-peraturan yang tercakup dalam hukum umum, tampaknya pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan pasal 322 serta pasal 323 Kitab Undang-undang Hukum Pidana telah tidak memadai untuk melindungi pemegang Hak Rahasia Dagang dari tindakan pengusaha lain yang melakukan persaingan curang. Karena pasal-pasal itu dianggap kurang memadai, maka perlu dibentuk hukum khusus yang diatur dalam Undang-undang Rahasia Dagang Nomor 30 Tahun 2000.[2]
Meskipun perlindungan terhadap pemilik Hak Rahasia Dagang tidak harus selalu diatur dalam suatu undang-undang khusus, karena bisa saja perlindungan itu diatur dalam satu undang-undang yang bersifat umum, yang didalamnya juga memberikan perlindungan terhadap pemilik Hak Rahasia Dagang sebagaimana diterapkan di beberapa negara industri maju, misalnya : Amerika Serikat, Jepang, Jerman atau Australia. Namun Indonesia menganggap perlu membuat secara khusus Undang-undang Rahasia Dagang yang memberikan perlindungan terhadap pemilik hak tersebut.
Undang-undang Rahasia Dagang ini merupakan salah satu dari sistem hukum yang baru saja disahkan bersama-sama Undang-undang Desain Industri dan Undang-undang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang disahkan pada akhir 2000 yang memiliki kekhasan undang-undang Hak Kekayaan Intelektual lainnya.
Pembahasan 3 (tiga) rancangan undang-undang tentang Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu hingga menjadi undang-undang dapat dianggap cukup lama dan berlangsung hampir selama setahun sejak diajukan pemerintah kepada DPR pada tanggal 17 Desember 1999 hingga disetujui untuk menjadi undang-undang pada rapat pleno DPR tanggal 4 Desember 2000.[3]
Walau bukan suatu jaminan atau korelasi apabila pembahasan yang cukup lama itu menghasilkan suatu undang-undang yang berkualitas tinggi dan mampu bertahan lama serta mampu memenuhi harapan masyarakat. Namun kita patut mengharapkan hal itu agar tidak sia-sia segala jerih payah tenaga, pikiran, waktu, dan biaya yang telah dikeluarkan oleh para perancang undang-undang, baik yang berada di DPR dan pemerintah termasuk lembaga swadaya masyarakat yang telah turun dan berpartisipasi dalam penyusunan rancangan undang-undang itu. Bagaimanapun, kita patut berkecil hati dan kecewa apabila beberapa waktu kemudian salah satu dan atau 3 (tiga) undang-undang itu ternyata harus mengalami revisi, karena tidak ada (1) satu pun undang-undang di dunia ini yang tidak mengalami revisi walau kerap kali memiliki banyak intepretasi.
Saat ini rahasia dagang sebagai bagian dari sistem Hak Kekayaan Intelektual patut diberi perlindungan sebagaimana obyek HAKI lainnya. Perlindungan rahasia dagang diatur dalam Undang-Undang No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.  Rahasia Dagang berkembang mengikuti industrialisasi dan budaya yang bersifat kompetitif dan individualistik. Rahasia dagang pada masyarakat barat dianggap sebagai ”private rights” karena rahasia yang dihasilkan dari intelektualitas manusia yang telah berkorban mengunakan pikiran, tenaga, dan biaya yang tinggi. Sebaliknya budaya timur menganggap rahasia dagang sebagai ”public rights” yang merupakan milik bersama. Perbedaan ini tidak mendukung perlindungan terhadap rahasia dagang pada umumnya.
Konsepsi rahasia dagang sudah dikenal oleh bangsa Cina  sekitar 3000 tahun sebelum masehi. Hal ini dapat diketahui dari legenda bangsa Cina yang memberi gelar Putri Hsi-Ling-Shih, isteri kaisar kuning sebagai Dewi Sutra. Pada setiap awal musim semi Putri memimpin upacara pembuatan sutra. Kerahasiaan teknik dan proses pembuatan sutra dijaga ketat oleh kerajaan. Barangsiapa membuka rahasia itu atau menyelundupkan kepompong atau telur ulat sutra ke luar Cina akan dihukum mati.  Mereka menjaga rahasia itu selama lebih dari 2000 tahun sesudahnya.[4]
Kasus-kasus awal mengenai rahasia dagang terjadi di Inggris sekitar abad 18, menyangkut rahasia resep obat-obatan dalam kaitannya dengan persaingan bisnis. Di Amerika pada awal abad 19 undang-undang rahasia dagang mengakomodasi rahasia-rahasia bisnis, persaingan, teknologi dan pola-pola managemen pekerjaan. Amerika mengadopsi masalah rahasia dagang atau trade secret dari common law Inggris yang menyangkut perlindungan melalui doktrin-doktrin yang dibuat oleh hakim melalui yurisprudensi dalam perkara yang menyangkut  rahasia dagang.[5]
Kehidupan masyarakat selalu dinamis, mengalami pertumbuhan dan juga perubahan yang terjadi karena pengaruh politik, ekonomi, sosial dan budaya, baik dalam tingkat nasional dan internasional terutama karena adanya tekanan-tekanan yang mengarah pada era perdagangan bebas dunia. Dengan demikan, revisi terhadap undang-undang ini bisa saja terjadi karena pengaruh faktor-faktor tersebut diatas. Tentu saja, jika terjadi perubahan, kita dapat berharap agar perubahan itu mengarah pada kesempurnaan sehingga implementasi undang-undang itu dapat terlaksana secara efektif dan dihormati oleh para pelaku bisnis dan oleh para penegak hukum.
Selain itu administrator atau aparat Dirjen HAKI pun mampu melaksanakan pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang ini secara konsisten dan tidak menzalimi para usahawan yang tidak paham terhadap undang-undang ini, atau menzalimi masyarakat karena aparat tersebut memegang kekuasaan.[6]
Kita tentu berharap pula, agar masalah penegakan hukum yang akan dilaksanakan oleh polisi, jaksa serta hakim mampu dilakukan secara profesional dan adil berdasarkan pada moralitas agama yang dianutnya. Yang perlu dipikirkan saat ini adalah implementasi dan sistem hukum Rahasia Dagang dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ekonomi nasional, khususnya bagi para pengusaha nasional agar kesetaraan dan kemampuan mereka dalam persaingan dunia melalui pemahaman terhadap Hak Kekayaan Intelektual terutama Rahasia Dagang dapat ditingkatkan.[7]
B. Identitifikasi Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut ;
1.      Perlindungan rahasia dagang di Indonesia masih kurang
2.      Lemahnya peran pemerintah dalam melindungi hukum rahasia dagang di Indonesia
3.      Kurangnya pengetahuan pelaku usaha dalam penggunaan rahasia dagang
4.      Kurang efisiennya UU No. 30 tahun 2000 dalam melindungi hukum rahasia dagang di Indonesia
C. Perumusan Masalah
            Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang menjadi obyek kajian dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ;
1.      Bagaimanakah perlindungan hukum Rahasia Dagang di Indonesia ?
2.      Bagaimana Penyelesaian Pelanggaran Rahasia Dagang ?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka, yang menjadi Tujuan dari Penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui bagaimanakah Perlindungan Hukum Rahasia Dagang di Indonesia.
2.      Untuk mengetahui bagaimana Penyelesaian Pelanggaran hukum Rahasia Dagang.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.
1.      Manfaat Teoritis
Adapun manfaat teoritis yang menjadi harapan setelah penelitian ini dilaksanakan yaitu ;
a.        Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu sumbangan sederhana bagi perkembangan pemikiran ilmu hukum pada umumnya dan hukum HaKI pada khusunya, serta masyarakat umum yang berminat mengetahui persoalan yang berkaitan dengan rahasia dagang.
b.       Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar dan/atau pembanding bagi pihak yang ingin mengangkat kembali konsep penelitian ini terhadap objek yang sama tetapi terhadap subjek yang lain atau yang lebih luas, menuju kea rah penelitian yang lebih baik dan lebih sempurna.
2.      Manfaat Praktis
Sedangkan manfaat Praktis yang diharapkan setelah penelitian ini dilaksanakan yaitu ;
a.       Dapat menjelaskan pentingnya perlindungan hukum rahasia dagang di Indonesia dan penyelesaian pelanggaran rahasia dagang.
b.      Menjadi pegangan bagi para pelaku usaha agar lebih dapat melindugi rahasia dagang dan mengantisipasi pelanggaran terhadap rahasia dagang.











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis
Dalam perkembangan ilmu dan teknologi, teori menempati kedudukan yang penting. Teori memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditujukan kaitanya satu sama lain secara bermakna, dengan demikian teori memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasi dan mensistematisasikan masalah yang diperbincangkan.
Laisses Fire atau persaingan bebas. Paham ini berpendapat bahwa individu pada umumnya mengetahui kepentingan mereka yang paling baik dan cara mencapainya. Kemampuan tersebut diperoleh karena manusia mempergunakan akalnya. Oleh karena menurut hukum alam individu-individu harus diberi kebebasan untuk menetapkan langkahnya, dengan sekuat akal dan tenaganya, untuk mencapai kesejahteraan yang seoptimal mungkin.[8]
“Jeremy Bentham (1748-1832), Ia berpendapat bahwa manusia bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Konsepnya tentang hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakat guna mencapai hidup bahagia.  Demikian pula dengan perundang-undangan, baik buruknya ditentukan pula memberikan kepada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasanya. Daya guna hukum menyangkut tiga sarana penting yaitu : individu, masyarakat dan budaya. Ketiga hal tersebut merupakan kebutuhan manusia untuk harus dijamin dan dijaga oleh hukum.
Bentham juga mengemukakan bahwa secara umum tidak seorangpun dapat mengetahui tentang apa yang baik untuk kepentingan dirinya, kecuali dirinya sendiri, dan pemerintah tidak boleh campur tangan dalam hal yang Pemerintah sendiri tidak memahaminya. “the motto of watchword of Government ought to be-Be Quite”, demikianlah yang di katakana Bentham. Jika Bentham berbicara tentang tidak turut campur tangannya Pemerintah hanya sebagai prinsip-prinsi umum saja, dan menekankan bahwa hal itu dapat di simpangi oleh pertimbangan-pertimbangan tertentu, Artinya, dalam hal tertentu ia tidak pernah berkeberatan bila campur tangan Pemerintah memang di perlukan. Ini di tunjukannya pada saat Inggris di tahun 1801 menderita kekurangan gandum dan roti. Bentham mengusulkan perlunya ditentukan harga maksimal untuk roti.[9]
Selanjutnya Hans Kelsen yang tidak menerima adanya pembedaan antara hukum dan negara, dalam konteks nasional menolak pembebanan kewajiban dan pemberian hak kepada negara. Beliau mengemukakan “sebenarnya tidak ada kewajiban dan hak negara. Kewajiban dan hak selalu merupakan kewajiban dan hak para individu” Namun demikian, beliau tidak menyangkal keterikatan dari pemerintah atau orang-orang yang mewakili negara terhadap norma-norma hukum dalam hal berhubungan dengan warga negara. Dengan kata lain, penyangkalan Hans Kelsen terhadap keterikatan negara dengan hukum tidak bersifat absolut, karena organ-organ negara (dalam arti sempit/materiil) tetap terikat perbuatannya dengan norma-norma hukum. Disamping itu, dalam kaitan dengan pergaulan masyarakat dunia dikemukakan bahwa negara dapat juga dibebankan kewajiban yang tercermin dari sanksi yang harus dipertanggungjawabkannya.[10]
Hans Kelsen mengemukakan bahwa dalam perlindungan hukum ada beberapa unsur-unsur yang harus diperhatikan yaitu: Negara, masyarakat dan individu. Perlindungan hukum pada individu yaitu menyangkut hak tubuh, jiwa/raga, kekayaan seperti harta benda. Hans Kelsen juga tidak menerima adanya pembedaan antara hukum dan negara, dalam konteks nasional menolak pembebanan kewajiban dan pemberian hak kepada negara. Beliau mengemukakan “sebenarnya tidak ada kewajiban dan hak negara. Kewajiban dan hak selalu merupakan kewajiban dan hak para individu” Namun demikian, beliau tidak menyangkal keterikatan dari pemerintah atau orang-orang yang mewakili negara terhadap norma-norma hukum dalam hal berhubungan dengan warga negara. Dengan kata lain, penyangkalan Hans Kelsen terhadap keterikatan negara dengan hukum tidak bersifat absolut, karena organ-organ negara (dalam arti sempit/materiil) tetap terikat perbuatannya dengan norma-norma hukum. Disamping itu, dalam kaitan dengan pergaulan masyarakat dunia dikemukakan bahwa negara dapat juga dibebankan kewajiban yang tercermin dari sanksi yang harus dipertanggungjawabkannya.[11]
Hans Kelsen mengemukakan bahwa dalam perlindungan hukum ada beberapa unsur-unsur yang harus diperhatikan yaitu: Negara, masyarakat dan individu. Perlindungan hukum pada individu yaitu menyangkut hak tubuh, jiwa/raga, kekayaan seperti harta benda. Jadi dalam kaitanya dengan perlindungan hukum rahasia dagang adalah kalau seandainya undang-undang No. 30 Tahun 2000 yang diibaratkan seperti Negara sedangkan pengusaha/pemilik rahasia dagang adalah masyarakat yang didalamnya ada individu-individu yang harus dilindungi. Bagaikan Negara yang melindungi rakyatnya begitu juga regulasi harus mampu melindungi masyarakat. Jadi Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang harus memberikan jaminan pada Pengusaha atau pemilik rahasia dagang apabila terjadi pelanggaran terhadap rahasia dagang tersebut. Jadi dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori yang dikemukakan Hans Kelsen untuk dijadikan acuan pembahasan sesuai dengan perumusan masalah yang ada di atas.

B.     Kajian Konseptual

A.    Perlindungan Hukum

Berbicara mengenai perlindungan hukum, hingga sekarang ini para ahli belum menemukan batasan yang memuaskan tentang apa itu hukum. Maka dengan demikian pertanyaan tentang apa itu hukum, senantiasa merupakan pertanyaan yang sulit dan tidak mungkin seragam. Dengan perkataan lain, persepsi orang tentang hukum beranekaragam. Tergantung dari sudut mana mereka memandangnya. Hampir semua ahli hukum yang memberikan definisi tentang hukum berlainan isinya. Maka tepatlah apa yang dikatakan oleh seorang sarjana hukum belanda Immanuel Kant (Tahun 1800) yang pernah mengatakan “noch suchen die juristen eine definition zu ihren begriffe von rechts” yang artinya para juris masih mencari suatu definisi tentang apa itu hukum.
Para sarjana lainpun, seperti Utrech dan Appeldoorn, bahwa untuk memberikan suatu definisi yang tepat tentang hukum adalah tidak mungkin.[12] Akan tetapi meskipun sangat sulit untuk memberikan definisi tentang hukum, para ahli tetap mencoba untuk mendefinisikan hukum itu sesuai dengan latar belakang mereka masing-masing. Selanjutnya menurut Van Khan dalam bukunya “inleiding tot dea rechts wetenschap” mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan peraturan terhadap yang bersifat memaksa untuk melindugi kepentingan dalam masyarakat.[13]
Selanjutnya oleh Borst, mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia dalam masyarakat, yang pelaksanaannya dipaksakan dan bertujuan mendapatkan takhta atau keadilan.[14]
Menurut Soetandyo Wignjosoebroto.[15] Ada tiga konsep hukum dalam sejarah perkembangan pengkajian hukum yang dikempakannya antara lain:
a.    Hukum sebagai asas moral atau asas keadilan yang bernilai universalkan manjadi bagian intern sistem hukum alam.
b.   Hukum sebagai kaidah-kaidah positif  yang berlaku pada satu waktu tertentu dan terbit sebagai produk eksplisit suatu sumber kekuasaan politik tertentu yang berlegitimasi.
c.    Hukum sebagai institusi yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan bermasyarakat baik dalam proses pemilihan ketertiban dan penyelesaian sengketa maupun dalam proses pengarahan dan pembentukan pola-pola prilaku yang baru.
Selanjutnya menurut M. H. Tirtaamidjaja dalam bukunya pokok-pokok hukum perniagaan ditegaskan bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam tingka laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti-mesti menganti kerugian,jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta umpamanya didenda dan sebagainya. Jadi hukum dalam penelitian ini adalah upaya menjamin adanya kepastian hukum.     
B.  Pemahaman Hukum Rahasia Dagang
1. Perkembangan Pengaturan Rahasia Dagang
 Pengaturan tentang rahasia dagang di Indonesia masih baru. Dasar dari pengaturan ini adalah diratifikasinya Agreement Establishing the World Trade Organization (persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagang Dunia atau WTO)  yang mencakup juga Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS) dengan Undang-Undang  No. 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur tentang rahasia dagang. Di Indonesia rahasia dagang diatur pertama kali melalui Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang. Pada awalnya perlindungan hukum menyangkut segala bentuk praktek-praktek persaingan tidak sehat telah diatur oleh rambu-rambu dan norma-norma pada Pasal 1365 KUHPerdata  dan  Pasal 382 bis KUHP.
Namun kemudian menjadi masalah setelah tentang hal itu dikemas sebagai produk kekayaan intelektual.  Ini berarti konsep unfair competition sebagai hukum yang bersifat umum lebih dipersempit atau difokuskan kepada  hukum yang melindungi adanya praktek curang bermotif komersial. Kebutuhan itu diformulasikan dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang. Secara umum dapat dikatakan bahwa undang-undang rahasia dagang ini juga melengkapi Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.[16]
2. Konsep Perlindungan Rahasia Dagang
Rahasia Dagang merupakan masalah HaKI yang pelik terutama dari segi enforcement. Konsep perlindungan hak rahasia dagang sebagaimana hak kekayaan intelektual lainnya adalah melindungi hak milik dari tindakan orang lain yang mempergunakannya tanpa hak. Sebagaimana kita ketahui bahwa rahasia dagang adalah informasi  yang tidak diketahui secara umum atau diketahui secara terbatas oleh pihak-pihak tertentu tentang hal-hal yang menyangkut dagang. Informasi dagang ini perlu diproteksi kerahasiaannya karena:
a.   secara moral memberikan penghargaan kepada pihak  yang menemukan;
b.   secara materi memberikan insentif.
Perlindungan rahasia dagang diberikan apabila suatu informasi dianggap bersifat rahasia. Rahasia artinya suatu informasi yang tidak diketahui secara umum.  Informasi dianggap dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut. Layak dan patut  adalah semua langkah  yang memuat ukuran kewajaran, kelayakan dan kepatutan yang harus dilakukan. Misalnya dalam suatu perusahaan ada prosedur baku cara penyimpanan arsip-arsip yang dirahasiakan. Adanya perjanjian kerahasiaan yang ditandatangani oleh karyawan ketika awal penerimaan pegawai atau pekerja yang berkerja di lingkungan rahasia itu dioperasionalkan sehingga rahasia itu benar-benar terlindungi.
3.   Definisi Rahasia Dagang
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang mendefinisikan Rahasia Dagang sebagai informasi :
a.   di bidang teknologi atau bisnis;
b.   tidak diketahui umum;
c.   mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha,
d.   dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
Dari definisi ini dapat diketahui dua hal penting yaitu mengenai informasi yang bersifat rahasia dan tidak diketahui umum.[17] 
4.   Ruang Lingkup Rahasia Dagang
a.   Subyek Rahasia dagang adalah pemilik rahasia dagang. Pemilik rahasia dagang memiliki hak untuk :
1)   Menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya;
2)   Memberi lisensi kepada pihak lain atau melarang pihak lain untuk menggunakan Rahasia Dagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial. 
b.   Obyek ruang lingkup rahasia dagang menurut undang-undang No. 30 Tahun 2000 Pasal 2 meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan atau informasi lain di bidang tekhnologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum. Misalnya Coca-cola menggunakan rahasia dagang yaitu informasi teknik senyawa untuk melindungi formulanya, bukan paten. Hal ini untuk menghindari adanya batas waktu. Kalau formula dilindungi hak paten maka, akan berakhir paling lama 20 tahun.  Pada saat ini usia Coca Cola sudah lebih dari 100 tahun, hak ini karena formulanya  dilindungi dengan rahasia dagang.  Metode produksi misalnya teknologi pemprosesan anggur, formula ramuan rokok. Di bidang lain, misalnya informasi non teknik. Data mengenai pelanggan, data analisis, administasi keuangan, dll.[18]
5.   Waktu Perlindungan Rahasia Dagang
Rahasia dagang mempunyai sesuatu yang istimewa, yaitu lamanya waktu perlindungan yang diberikan oleh undang-undang ini adalah tanpa batas waktu. Namun, tanpa batas waktu ini mempunyai syarat yaitu  sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 yaitu bahwa rahasia dagang dilindungi bila informasi tersebut masih bersifat rahasiah, mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya semestinya. Ketiga syarat yang harus dipenuhi itu dapat diuraikan sebagai berikut.
a)      Bersifat rahasia  apabila informasi itu hanya diketahui oleh orang-orang terbatas.
b)       Informasi mempunyai nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan informasi tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha atau bisnis yang komersial atau mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya.
c)       dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak.[19]
6.   Pengalihan Hak dan Lisensi
Hak atas Rahasia Dagang seperti hak atas kekayaan intelektual yang lain, merupakan benda bergerak tidak berwujud oleh karenanya dapat beralih atau dialihkan dengan :
a.      Pewarisan
b.      Hibah
c.       Wasiat
d.      Perjanjian tertulis atau
e.      Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan
Pengalihan Hak Rahasia Dagang wajib didaftarkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.  Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Rahasia Dagang kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pembelian hak (izin) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu. Perjanjian pemberian lisensi/izin pada pihak lain untuk mempergunakan Rahasia Dagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu untuk kepentingan yang bersifat komersial harus dibuat secara tertulis dan didaftarkan/dicatatkan pada Direktorat Jenderal HKI. Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat merugikan perekonomian di Indonesia atau yang mengakibatkan persaingan usaha tidak   sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.[20]
B.     Perlindungan Rahasia Dagang Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
Indonesia kini telah memiliki pengaturan tentang rahasia dagang yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang (selanjutnya disebut UU Rahasia Dagang) yang telah diundangkan Pemerintah pada tanggal 20 Desember 2000. UU ini dibuat dalam rangka memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional, dimana diperlukan adanya jaminan perlindungan terhadap rahasia dagang, terutama dari tindakan persaingan curang. Lahirnya UU Rahasia Dagang juga penting untuk menjamin perlindungan yang efektif terhadap pemilikan, penguasaan dan penggunaan rahasia dagang sebagai konsekuensi keikutsertaan Indonesia dalam persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang dari Hak atas Kepemilikan Intelektual (HAKI).
Pasal 4 UU Rahasia Dagang mengatur tentang kewenangan atau hak yang dimiliki oleh pemilik rahasia dagang terhadap rahasia dagangnya untuk :
1.  menggunakan sendiri rahasia dagang yang dimilikinya;
     2. memberikan lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan rahasia dagang atau mengungkapkan rahasia dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Lingkup Perlindungan
1)      Lingkup perlindungan Rahasia Dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/ atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
2)      Rahasia Dagang mendapat perlindungan apabila informasi tersebut bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiannya melalui upaya sebagaimana mestinya.
3)       Informasi dianggap bersifat rahasia apabila informasi tersebut hanya diketahui oleh pihak tertentu dan tidak diketahui secara umum oleh masyarakat.
4)      Informasi dianggap tersebut nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan informasi tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan secara ekonomi.
5)      Informasi dianggap dijaga kerahasiannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.
Pelanggaran
1)      Pelanggaran Rahasia Dagang juga terjadi apabila seseorang dengan sengaja mengajukan Rahasia Dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga Rahasia Dagang yang bersangkutan.
2)       Seseorang dianggap melanggar Rahasia Dagang pihak lain apabila ia memperoleh atau menguasai Rahasia Dagang tersebut dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan Pidana
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan atau mengungkapkan Rahasia Dagang, atau mengingkari kesepakatan untuk menjaga Rahasia Dagang atau memperoleh atau menguasai Rahasia Dagang dengan cara yang bertentangan dangan peraturan perundang-undangan yang berlaku: dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).[21]











BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
“Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (library research).”[22] Penelitian hukum normatif mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku. Norma hukum yang berlaku itu berupa norma hukum positif tertulis bentukan lembaga perundang-undangan (undang-undang dasar), kodifikasi, undang-undang, peraturan pemerintah, dan sebagainya.”[23]
“Penelitian tipe ini lazim disebut sebagai “studi dogmatik” atau yang dikenal dengan doctrinal research.”[24] “Penelitian tipe doktrinal (doctrinal research) adalah mirip dengan tipe penelitian hukum normatif.”[25] “Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum teoritis/dogmatik.”[26] “Dogmatik hukum bersifat teoritis-rasional, sehingga pengungkapannya terikat pada metode yang didasarkan pada persyaratan logika deduktif. Disamping itu, maka dogmatik hukum memperhitungkan kecermatan, ketetapan dan kejelasan.”[27] “Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (library research) ini dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder belaka.”[28] Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,

Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan tersebut mencakup:
1.      Penelitian terhadap asas-asas hukum
2.      Penelitian terhadap sitematik hukum
3.      Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal
4.      Perbandingan hukum
5.      Sejarah hukum.[29]

B. Variabel Penelitian
“variable penelitian ini adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.”[30] Menurut Abdulkadir Muhammad, “rumusan masalah dibuat sekhusus mungkin, tetapi tetap mencerminkan adanya hubungan antara variable.”[31] Berdasarkan masalah yang dirumuskan pada bab satu, maka dapatlah ditetapkan variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu:
1.   Bagaimanakah perlindungan hukum Rahasia Dagang di Indonesia.
2.   Bagaimana Penyelesaian Pelanggaran Rahasia Dagang.


C. Data dan Sumber Data
Adapun yang menjadi sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu data sekunder berdasarkan studi pustaka / studi literatur (library research). Sumber data sekunder tersebut diklasifikasikan antara:
1.      Bahan hukum primer (bahan hukum yang mengikat secara umum) yang terdiri dari:
a.    Norma dasar atau kaidah dasar dalam pembukaan (preambule) UUD 1945;
b.   Undang-Undang Dasar 1945.
c.    Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
d.   Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
e.    Konvensi-konvensi internasional di bidang Perdagangan.
f.    Yurisprudensi yang ada hubunganya dengan perlindungan rahasia dagang.
2.    Bahan hukum sekunder yaitu yang memberi Penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti berbagai bahan kepustakaan berupa buku, majalah, hasil penelitian, makalah dalam seminar, dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.    Bahan hukum Tertier
Yaitu Bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang mana terdiri
a. Kamus hukum
b. Kamus bahasa Indonesia
c. Kamus Bahasa Inggris
d. Artikel artikel dan laporan dari media massa ( surat kabar , jurnal hukum, majalah dan lain sebagainya ).[32]

D. Lagkah-Langkah Penelitian
1. Pengumpulan Data[33]
Pengumpulan data dilakukan melalui kegiatan studi kepustakaan, studi dokumen, dan studi catatan hukum.[34] Kepustakaan yang dimaksud terdiri dari perundang-undangan, buku karya tulis bidang hukum.
Kegiatan studi kepustakaan dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:
a.       Penentuan sumber data sekunder (sumber hukum primer, sumber hukum sekunder, dan sumber tertier), berupa perundang-undangan, literatur di bidang ilmu pengetahuan hukum, dan kamus.
b.      Identifikasi data sekunder (sumber hukum primer, sumber hukum sekunder, dan sumber tertier) yang diperlukan, yaitu proses mencari dan menemukan bahan hukum berupa ketentuan dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan; judul buku, nama pengarang, cetakan, kota penerbit, penerbit, tahun terbit dan nomor halaman karya tulis bidang hukum.
c.       Inventarisasi data yang relevan dengan rumusan masalah (pokok bahasan atau subpokok bahasan), dengan cara pengutipan atau pencatatan.
d.      Pengkajian data yang sudah terkumpul guna menentukan relevansinya dengan kebutuhan dan rumusan masalah.[35]


2. Pengolahan Data
Data yang sudah terkumpul kemudian diolah. Pengolahan data dilakukan dengan cara:
a.       Pemeriksaan data (editing), yaitu mengoreksi apakah data yang terkumpul sudah cukup lengkap, sudah benar, dan sudah sesuai/relevan dengan masalah/variabel penelitian.
b.      Penandaan data (coding), yaitu memberikan catatan atau tanda yang menyatakan jenis sumber data (buku literatur, perundang-undangan, atau dokumen); pemegang hak cipta (penulis, tahun penerbitan); atau rumusan masalah/variabel penelitian (masalah pertama tanda A, masalah kedua tanda B, dan seterusnya).
c.       Rekonstruksi data (reconstructing), yaitu menyusun ulang data secara teratur, berurutan, logis mehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan.
d.      Sistematisasi data (sistematizing), yaitu menempatkan data menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan masalah/variabel penelitian.[36]

3. Analisis Data dan Pembahasan
Menurut Abdulkadir Muhammad, “Penelitian hukum umumnya menggunakan analisis kualitatif, dengan alasan: (1) Data yang terkumpul berupa kalimat-kalimat pernyataan; (2) Data yang terkumpul umumnya berupa informasi; (3) Hubungan antara variabel tidak dapat diukur dengan angka ….”[37]
Kemudian menurut Hilman Hadikusuma, “penelitian yang hanya melakukan studi kepustakaan (data sekunder) tanpa melakukan penelitian lapangan (data primer). Laporan skripsi itu akan hanya bersifat deskripsi analitis berdasarkan pendekatan masalah yang bersifat normatif-jurudis.”[38]
Penelitian ini juga memusatkan perhatiannya pada hukum sebagai sistem peraturan-peraturan yang abstrak, hukum sebagai suatu lembaga yang benar-benar otonom, terlepas dari kaitannya dengan hal-hal di luar peraturan perundang-undangan. Menurut Bambang Sunggono, “Pemusatan perhatian yang demikian ini akan membawa kepada penggunaan metode normatif dalam menggarap hukum. Sesuai dengan cara pembahasan yang bersifat analitis, maka metode ini disebut sebagai normatif analitis.”[39]








BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.  PERLINDUNGAN HUKUM RAHASIA DAGANG DI INDONESIA
Perlindungan Rahasia Dagang didasarkan atas beberapa teori yaitu sebagai berikut :
a.  Teori Hak Milik
Teori Hak Milik merupakan salah satu dasar perlindungan Rahasia Dagang. Beberapa putusan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara Rahasia Dagang dengan konsep hak milik. Rahasia dagang dapat disejajarkan sebagai satu bentuk hak milik bahkan identik dengan aset atau investasi bagi perorangan atau perusahaan.
 Sebagai hak milik, Rahasia Dagang bersifat eksklusif dan dapat dipertahankan terhadap siapapun yang berupaya menyalahgunakannya atau membajaknya. Pemilik mempunyai hak yang seluas-luasnya untuk mempergunakan hak miliknya itu untuk kepentingan perusahaannya.
 Namun demikian, sifat eksklusivitas atas hak milik untuk benda-benda berwujud tampaknya sudah mengalami pergeseran karena munculnya berbagai norma kemasyarakatan yang membatasi hak milik. Rahasia dagang dan HAKI pada umumnya, pada prinsipnya harus dapat dibatasi jika bersentuhan dengan kepentingan masyarakat luas.
b.    Teori Kontrak
 Teori kontrak merupakan dasar yang paling sering dikemukakan dalam proses pengadilan mengenai Rahasia Dagang, khususnya di Amerika. Di Indonesia sendiri yang mengadopsi sistem hukum Eropa Kontinental, kententuan tentang prinsip kontrak ini diatur dalam KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek). Dalam Pasal 1233 dinyatakan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, baik karena undang-undang.
 Prinsip perlindungan berdasarkan hukum kontrak ini sangat relevan dengan bentuk perlindungan berdasarkan sistem hukum perburuhan atau hukum ketenagakerjaan. Hubungan antara pengusaha dan karyawan merupakan salah satu masalah penting berkenaan dengan rahasia dagang. Tingginya tingkat keluar masuk karyawan dari suatu perusahaan ke perusahaan yang lain menyebabkan perlunya pengaturan rahasia dagang ini diintegrasikan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
c.  Teori Perbuatan Melawan Hukum
 Perlindungan atas rahasia dagang juga dapat dilakukan berdasarkan teori perbuatan melawan hukum. Hal ini merupakan salah satu jalan keluar sebagai konsekuensi perlindungan atas HAKI yang tidak didaftarkan seperti halnya rahasia dagang ini. Prinsip semacam ini banyak diterapkan di berbagai negara untuk mengatasi kegiatan persaingan curang yang dilakukan oleh kompetitor yang tidak beritikad baik. Hukum Indonesia mengatur prinsip ini dalam Pasal 1365 KUH Perdata.
Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/ atau bisnis dimana mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang. Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.[40]
Rahasia dagang mendapat perlindungan apabila informasi itu:
1. Bersifat rahasia hanya diketahui oleh pihak tertentu bukan secara umum oleh masyarakat, 2. Memiliki nilai ekonomi apabila dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yg bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan ekonomi, 3. Dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.
Pemilik rahasia dagang dapat memberikan lisensi bagi pihak lain. Yang dimaksud dengan lisensi adalah izin yang diberikan kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberikan perlindungan pada jangka waktu tertentu dan syarat tertentu. Tidak dianggap sebagai pelanggaran rahasia dagang apabila: 1. Mengungkap untuk kepentingan hankam, kesehatan, atau keselamatan masyarakat, 2. Rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan oleh penggunaan rahasia dagan milik orang lain yang dilakukan semata-mata untuk kepentingan pengembangan lebih lanjut produk yang bersangkutan.
Rahasia Dagang di Indonesia diatur dalam UU No 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Perlindungan rahasia dagang berlangsung otomatis dan masa perlindungan tanpa batas.
Pada prinsipnya keikutsertaan Indonesia dalam pembentukan organisasi perdagangan dunia atau Agreement Estabilishing The World Trade Organization yang didalamnya mencakup persetujuan tentang aspek-aspek dagang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk perdagangan barang palsu (Agreement on Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights, Including Trade in Counterfit Goods of Trips) berarti menyetujui rencana persaingan dunia dan perdagangan bebas meskipun dikemas dengan persetujuan-persetujuan lain di bidang tarif dan perdagangan. Pembentukan organisasi itu dilakukan dalam sidang di Marakesh, Maroko pada tanggal 15 April 1994. Kemudian pembentukan itu disahkan melalui Undang-undang No.7 Tahun 1994 pada tanggal 2 November 1994 tentang Pengesahan Agreement Estabilishing The World Trade Organization (persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia). Konsekuensi keikutsertaan itu adalah bagaimana mempersiapkan para pengusaha Indonesia agar mampu melakukan persaingan jujur dan sehat dalam pasar global. Persaingan tersebut tidak hanya akan dilakukan oleh dan diantara negara-negara berkembang yang satu dengan yang lainnya.
Persaingan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan yang dihadapi para pengusaha dalam mencapai tujuan yaitu memperoleh laba yang sebesar-besarnya dan mengungguli perusahaan lain serta menjaga perolehan laba tersebut. Dalam mencapai tujuan tersebut, sering kali terjadi praktek persaingan curang yang dapat menimbulkan konflik antara pengusaha yang satu dengan pengusaha yang lain. Konflik itu juga dapat merugikan rakyat sebagai konsumen untuk mencegah dan mengatasi persaingan curang itu, diperlukan hukum yang akan menentukan rambu-rambu yang harus ditaati secara preventif dan represif bagi mereka yang melakukan persaingan. Tujuannya tidak lain agar hukum dapat mencegah terjadinya persaingan curang.[41]
Lingkup tujuan di atas termasuk pula tindakan hukum terhadap pengusaha yang melakukan pelanggaran terhadap pemilik hak rahasia dagang. Jika memperhatikan peraturan-peraturan yang tercakup dalam hukum umum, tampaknya pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan pasal 322 serta pasal 323 Kitab Undang-undang Hukum Pidana telah tidak memadai untuk melindungi pemegang Hak Rahasia Dagang dari tindakan pengusaha lain yang melakukan persaingan curang.
Karena pasal-pasal itu dianggap kurang memadai, maka perlu dibentuk hukum khusus yang diatur dalam Undang-undang Rahasia Dagang Nomor 30 Tahun 2000.
Meskipun perlindungan terhadap pemilik Hak Rahasia Dagang tidak harus selalu diatur dalam suatu undang-undang khusus, karena bisa saja perlindungan itu diatur dalam satu undang-undang yang bersifat umum, yang didalamnya juga memberikan perlindungan terhadap pemilik Hak Rahasia Dagang sebagaimana diterapkan di beberapa negara industri maju, misalnya : Amerika Serikat, Jepang, Jerman atau Australia. Namun Indonesia menganggap perlu membuat secara khusus Undang-undang Rahasia Dagang yang memberikan perlindungan terhadap pemilik hak tersebut. Undang-undang Rahasia Dagang ini merupakan salah satu dari sistem hukum yang baru saja disahkan bersama-sama Undang-undang Desain Industri dan Undang-undang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang disahkan pada akhir 2000 yang memiliki kekhasan undang-undang Hak Kekayaan Intelektual lainnya.
Pembahasan 3 (tiga) rancangan undang-undang tentang Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu hingga menjadi undang-undang dapat dianggap cukup lama dan berlangsung hampir selama setahun sejak diajukan pemerintah kepada DPR pada tanggal 17 Desember 1999 hingga disetujui untuk menjadi undang-undang pada rapat pleno DPR tanggal 4 Desember 2000.
Walau bukan suatu jaminan atau korelasi apabila pembahasan yang cukup lama itu menghasilkan suatu undang-undang yang berkualitas tinggi dan mampu bertahan lama serta mampu memenuhi harapan masyarakat. Namun kita patut mengharapkan hal itu agar tidak sia-sia segala jerih payah tenaga, pikiran, waktu, dan biaya yang telah dikeluarkan oleh para perancang undang-undang, baik yang berada di DPR dan pemerintah termasuk lembaga swadaya masyarakat yang telah turun dan berpartisipasi dalam penyusunan rancangan undang-undang itu. Bagaimanapun, kita patut berkecil hati dan kecewa apabila beberapa waktu kemudian salah satu dan atau 3 (tiga) undang-undang itu ternyata harus mengalami revisi, karena tidak ada (1) satu pun undang-undang di dunia ini yang tidak mengalami revisi walau kerap kali memiliki banyak intepretasi.
Kehidupan masyarakat selalu dinamis, mengalami pertumbuhan dan juga perubahan yang terjadi karena pengaruh politik, ekonomi, sosial dan budaya, baik dalam tingkat nasional dan internasional terutama karena adanya tekanan-tekanan yang mengarah pada era perdagangan bebas dunia. Dengan demikan, revisi terhadap undang-undang ini bisa saja terjadi karena pengaruh faktor-faktor tersebut diatas. Tentu saja, jika terjadi perubahan, kita dapat berharap agar perubahan itu mengarah pada kesempurnaan sehingga implementasi undang-undang itu dapat terlaksana secara efektif dan dihormati oleh para pelaku bisnis dan oleh para penegak hukum.
Selain itu administrator atau aparat Dirjen HAKI pun mampu melaksanakan pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang ini secara konsisten dan tidak menzalimi para usahawan yang tidak paham terhadap undang-undang ini, atau menindas masyarakat karena aparat tersebut memegang kekuasaan.
Kita tentu berharap pula, agar masalah penegakan hukum yang akan dilaksanakan oleh polisi, jaksa serta hakim mampu dilakukan secara profesional dan adil berdasarkan pada moralitas agama yang dianutnya. Yang perlu dipikirkan saat ini adalah implementasi dan sistem hukum Rahasia Dagang dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ekonomi nasional, khususnya bagi para pengusaha nasional agar kesetaraan dan kemampuan mereka dalam persaingan dunia melalui pemahaman terhadap Hak Kekayaan Intelektual terutama Rahasia Dagang dapat ditingkatkan.
Masalah rahasia dagang ini lebih lanjut diatur sebagai berikut:
“Member, when requiring, as a condition of approving the marketing of pharmaceutical or of agricultural chemical product which utilize new chemical entities, the submission of undisclosed test or other data, the origination of which involves a considerable effort, shall protect such data against unfair coomercial use. In addition, Member shall protect such data against disclosure, except where necessary to protect the public, or unless steps are taken to ensure that the data are protected against unfair commercial use.”
Perlindungan juga diberikan terhadap data yang diserahkan kepada pemerintah atau badan pemerintah, dalam hal ini pemerintah negara peserta yang mewajibkan diserahkannya rangkaian percobaan yang dirahasiakan atau data lain yang diperoleh sebagai syarat persetujuan pemasaran atau produksi farmasi baru atau produk kimia pertanian baru yang memanfaatkan unsur kimia baru. Pemerintah negara tersebut wajib memberikan perlindungan yang memadai agar data yang diserahkan kepadanya itu tidak digunakan secara komersial dan secara tidak adil. Berkenaan dengan perlindungan rahasia dagang ini, TRIPs memberikan penekanan terhadap apa yang dimaksud praktik-praktik komersial yang tidak jujur seperti tertuang dalam ketentuan TRIPs yang mengatakan :
“For the purpose of this provision, “a manner contraty to honest commercial practices” shall mean at least practices such as breach of contract, breach of confidence and inducement to breach, and includes the acquisition of undisclosed information by third parties who knew, or were grossly negligent in failing to know, that such practices were involved in the acquisition.”
Dalam kalimat negatif dikatakan bahwa apa yang dimaksud dengan praktik-praktik komersial yang tidak jujur atau bertentangan dengan praktik-praktik komersial yang jujur adalah suatu tindakan yang paling tidak mencakup praktik berupa tindakan ingkar janji (wanprestasi atas suatu kontrak), wanprestasi atas kerahasiaan dan bujukan untuk melakukan wanprestasi, termasuk diperolehnya informasi yang dirahasiakan oleh pihak ketiga yang mengetahui atau yang sepatutnya mengetahui bahwa praktik-praktik tersebut terjadi dalam upaya untuk mendapatkan informasi tersebut. Masalah praktik persaingan curang ini pun diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.[42]
Coca-cola menggunakan rahasia dagang yaitu informasi teknik senyawa untuk melindungi formulanya, bukan paten. Hal ini untuk menghindari adanya batas waktu. Kalau formula dilindungi hak paten maka, akan berakhir paling lama 20 tahun. Pada saat ini usia Coca Cola sudah lebih dari 100 tahun, hak ini karena formulanya dilindungi dengan rahasia dagang.
Perlindungan berlangsung secara otomatis dan masa perlindungan tidak terbatas selama sifat kerahasiannya dapat dipertahankan, dengan cara antara lain;
Internal
1) Confidentially agreements (Perjanjian Kerja terkait Rahasia Dagang)
2) Interview Calon Pekerja
3) Membatasi akses fisik tempat penyimpanan Rahasia Dagang
4) Pengamanan ketat pada kunci
5) Memberi tanda peringatan pada dinding atau area Rahasia Dagang
6) Menegakan peraturan perusahaan
7) Membuat / gunakan kode khusus
8) Perlindungan khusus pada Data Base (biasanya informasi dapat disimpan dalam bentuk digital (copy, sandy, pin code)
9) Mensyaratkan tamu menggunakan tanda pengenal
Eksternal
1) Non Disclosure Agreement (Persh dengan luar perush: franchise, konsultan, suplier, agen, dsb)
2) Administratif dari perjanjian setiap lisensi dicatatkan di Dirjen HAKI
3) Beri peringatan yang jelas adanya tanggung jawab pihak ketiga atau pihak lain.
Dasar Hukum Indonesia Untuk Mengatasi Persaingan Curang
Sistem hukum yang ada di Indonesia mengenai persaingan curang secara umum di atur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai perbuatan melawan hukum. Begitu juga terdapat dalam Pasal 322 jo. Pasal 323 jo. Pasal 382 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan secara khusus diatur dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-undang No.30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Dengan menetapkan Undang-undang rahasia dagang, Indonesia merasa telah melaksankan kewajiban memberikan perlindungan terhadap praktek persaingan curang yang diatur dalam agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights Section.
Namun bila dilihat dari sisi undang-undang monopoli dan persaingan tidak sehat, undang-undang ini memang melindungi pemilik hak rahasia dagang dari praktek persaingan curang, namun bagaimanakah dengan para pemilik rahasia dagang dengan melalui perjanjian antar pihak tentang pengalihan rahasia dagang mengenai penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa. yang terkait kontrak, yang ada hubungannya dengan Rahasia Dagang.[43]
B.  PENYELESAIAN PELANGGARAN RAHASIA DAGANG
Penyelesaian Sengketa (Psl 11)
Delik Aduan (Psl 17 Ayat 2) dan merupakan Delik Formil
Perdata,
Dasar hukum untuk melakukan penuntutan wanprestasi adalah klausula perjanjian mengenai kewajiban melindungi rahasia dagang yang terdapat dalam perjanjian kerja, berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.
Selain pembayaran ganti rugi dianggap sebagai sarana hukum untuk mendapatkan keadilan dan mendapatkan kembali hak-haknya maka upaya lainnya dengan perintah pengadilan yang melarang atau menghentikan penggunaan informasi yang diperoleh secara tidak sah itu.
Tuntutan atas dasar wanprestasi lebih mudah dalam hal pembuktian karena berdasarkan pada perjanjian kerja yang memuat mengenai rahasia dagang, dibandingkan dengan perbuatan melawan hukum (pasal 1365 KUHPerdata).
Pidana,
Pasal 17 Ayat (1) UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, yaitu (1). Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang pihak lain atau melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 atau Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).Jadi merupakan delik aduan.
Pasal 322 ayat 1 KUHP, bahwa bagi orang yang dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pekerjaannya baik itu yang sekarang ataupun yang dulu dapat diancam pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Pasal 323 Ayat (1) KUHP, menyatakan bagi orang yang dengan sengaja memberitahukan hal-hal khusus tentang suatu perusahaan dagang, kerajinan atau pertanian, dimana ia bekerja atau dahulu bekerja, yang seharusnya dirahasiakan, diancam pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. (delik aduan).[44]

Jika Terjadi Pelanggaran Rahasia Dagang oleh Buruh
Jika seorang buruh melakukan pelanggaran rahasia dagang, maka upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pemilik rahasia dagang (pengusaha) antara lain melalui lembaga peradilan umum baik itu secara perdata maupun pidana, melalui arbitrase, atau menggunakan alternatif penyelesaian sengketa. Bila melalui lembaga peradilan umum, pengusaha dapat mengajukan tuntutan secara perdata terlebih dahulu, apabila tidak berhasil baru kemudian mengajukan tuntutan secara pidana. Selain itu, para pihak dapat mengajukan kepada pengadilan agar persidangan dilakukan secara tertutup.
Secara perdata, buruh dapat dikenakan tuntutan telah melakukan wanprestasi (jika masih bekerja di tempat pemilik rahasia dagang) atau perbuatan melawan hukum. Dasar hukum untuk melakukan penuntutan wanprestasi adalah klausula perjanjian mengenai kewajiban melindungi rahasia dagang yang terdapat dalam perjanjian kerja. Klausula perjanjian tersebut dapat menjadi dasar hukum dalam melakukan penuntutan berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Sedangkan untuk perbuatan melawan hukum, dasar hukumnya adalah pasal 1365 KUHPerdata. Tuntutan atas dasar wanprestasi lebih mudah dalam hal pembuktian dibandingkan dengan perbuatan melawan hukum karena berdasarkan pada perjanjian kerja yang memuat mengenai rahasia dagang.[45]
Secara pidana, tuntutan dapat dilakukan berdasarkan UU Rahasia Dagang dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Tuntutan yang dapat dilakukan berdasarkan UU Rahasia Dagang, dasar hukumnya adalah Pasal 13 dan Pasal 17 Ayat (1), yaitu diancam pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Terhadap pelanggaran rahasia dagang berdasarkan UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, hanya dapat dilakukan tuntutan apabila ada aduan dari pihak yang merasa dirugikan (Pasal 17(2)). Jadi pelanggaran rahasia dagang merupakan delik aduan.
Pelanggaran terhadap rahasia dagang dalam KUHP masuk ke dalam lingkup kejahatan. Dasar hukum yang digunakan adalah Pasal 322 Ayat (1) KUHP dimana dinyatakan bahwa bagi orang yang dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pekerjaannya baik itu yang sekarang ataupun yang dulu dapat diancam pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. Jika pelanggaran rahasia dagang tersebut dilakukan setelah buruh itu tidak lagi bekerja di perusahaan tersebut dan ia berada pada waktu dimana ia masih harus menjaga rahasia dagang tersebut maka ketentuan dalam KUHP yang digunakan tidak lagi Pasal 322 Ayat (1), tetapi menggunakan Pasal 323 ayat (1). Pasal 323 ayat (1) menyatakan bagi orang yang dengan sengaja memberitahukan hal-hal khusus tentang suatu perusahaan dagang, kerajinan atau pertanian, dimana ia bekerja atau dahulu bekerja, yang seharusnya dirahasiakan, diancam pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. Dalam Pasal 323 ayat 2 disyaratkan pula adanya pengaduan dari pengusaha untuk dapat mengajukan tuntutan (delik aduan).
Melihat pada peraturan perundangan di bidang perburuhan, maka pelanggaran rahasia dagang yang dilakukan oleh buruh dapat mengacu pula pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI (KepmenTK) No. 150/Men/2000 tanggal 20 Juni 2000. Dalam Kepmen. TK tersebut pada Pasal 18 Ayat (1) poin (j), dinyatakan bahwa buruh yang melakukan tindakan membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan atau mencemarkan nama baik pengusaha dan atau keluarga pengusaha yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara, dapat diberikan ijin kepada pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap buruh tersebut. Ijin PHK ini diberikan oleh P4 (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan) Daerah untuk PHK perorangan atau P4 Pusat untuk PHK massal.
Ketentuan dalam KepmenTK tersebut terdapat pula dalam undang-undang tenaga kerja yang baru, yaitu Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam pasal 158 Ayat (1) poin (i) dinyatakan bahwa pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja atau buruh dengan alasan telah dilakukannya kesalahan berat membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara. Kesalahan berat tersebut harus dibuktikan oleh pengusaha dengan kejadian pekerja atau buruh tertangkap tangan, ada pengakuan dari pekerja atau buruh yang bersangkutan, atau bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi.[46]
Penegakan Hukum Dan Penyelesaian Sengketa
Hak Menggugat
Hak yang dimiliki oleh Pemegang Rahasia Dagang atau Penerima Lisensi untuk menggugat pihak yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 UURD (gugatan ganti rugi dan/atau penghentian semua perbuatan atas penggunaan Rahasia Dagang, Lisensi kepada pihak lain atau melarang pihak lain menggunakan Rahasia Dagang atau pengungkapan secara komersial secara sengaja dan tanpa hak). Gugatan dilakukan di depan pengadilan negeri.
Sanksi Pidana
Pasal 17 UURD pada intinya menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang pihak lain atau melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 atau Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta Rupiah). Tindak pidana dalam pelanggaran Rahasia Dagang merupakan delik aduan (jenis delik yang untuk melakukan proses hukum terhadap delik tersebut memerlukan adanya aduan dari pihak yang merasa dirugikan). Dengan demikian perlu ada inisiatif dari pemilik hak untuk melaporkan suatu pelanggaran kepada aparat penegak hukum dan tidak menunggu inisiatif dari pihak kepolisian.


















BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.  Kesimpulan
1.    Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/ atau bisnis dimana mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang. Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
2.    Jika seorang buruh melakukan pelanggaran rahasia dagang, maka upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pemilik rahasia dagang (pengusaha) antara lain melalui lembaga peradilan umum baik itu secara perdata maupun pidana, melalui arbitrase, atau menggunakan alternatif penyelesaian sengketa. Bila melalui lembaga peradilan umum, pengusaha dapat mengajukan tuntutan secara perdata terlebih dahulu, apabila tidak berhasil baru kemudian mengajukan tuntutan secara pidana. Selain itu, para pihak dapat mengajukan kepada pengadilan agar persidangan dilakukan secara tertutup.
B.  Saran
1.      Diharapkan bagi pemerintah untuk memberikan perlindungan yang semaksimal mungkin dari segi payung hukum dan penegakanya oleh aparat yang berkompoten di bidangnya, sehingga apabila terjadi pelanggaran rahasia dagang oleh pihak lain yang secara melawan hukum dapat ditindak tegas, namun harus memperhatikan prosedur yang berlaku sesuai dengan ketentuan undang-undang.
2.      Sebaiknya bagi pihak pemegang rahasia dagang dalam menyelesaikan sengketa menempu jalur hukum gugatan perdata, baik materi gugatanya berupa Perbuatan Melawan Hukum (PMH), atau Wanprestasi. Karena langkah hukum yang di atas lebih tepat diambil kalau kita ingin ganti rugi. Namun jika kita hanya berpatokan laporan pidana pertanggung jawaban secara badan lebih di utamakan sebab sanksi denda maksimal hanya tiga ratus juta rupiah. Sebab laporan secara perdata bukan berarti meniadakan unsur pidananya.















DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir Muhammad. 2001. Kajian Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, cet. 6. Jakarta: Bina Aksara.

Basah, Sjachran. 2004. Ilmu Negara (Pengantar, Metode, dan Sejarah Perkembangan), cet. 8. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Citrawinda P. Cita. 2005. Budaya Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi: Perlindungan rahasia Dagang di Bidang Farmasi. Jakarta: Chandra Pratama.

Hadikumsuma, Hilman. 1995. Metode Pembuatan Kertas Kerja Atau Skripsi Ilmu Hukum, cet. 1. Bandung: Mandar Maju.

Kantaatmadja Mieke. 1998. Makalah disampaikan pada Seminar Pengembangan Budaya Menghargai HAKI di Indonesia Menghadapi Era Globalisasi Abad ke-21. Bandung: Genesa.

Lindsey. 2000. Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar. Bandung: Alumni.

Muhammad, Abdul Kadir 2004. Hukum Dan Metode Penelitian Hukum, Cet 1. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Rachmadi Usman. 2003. Hukum Atas Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: Alumni.

Rohmadi Usman. 2003. Hukum Atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung: Alumni.

Saidin O. 1995. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). NN. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Soekanto Soerjono dan Mamudji Sri. 1995. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cet. 4. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 

Soeroso R. 1992. Pengantar Ilmu Hukum, Cet. 4. Bandung : Sinar Grafika.
             
Sunggono, Bambang. 2003. Metodologi Penlitian Hukum, cet. 6. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Sjahdeini Remy Sutan. 1993. Kebebasan Berkontrak Dan Perindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia. Jakarta: IBI.
                  
Umar Purba P A. Zen. 2000. Sistem HKI Memasuki Era Globalisasi. Semarang: Aditya Bakti.

www.yahoo.com, Teori Hukum Hans Kelsen. Di akses 15 Juli 2010.

www.Google.com. Perlindungan Hukum Rahasia Dagang. Diakses pada tanggal 23 Maret 2011.




                [1]www.Google.com. Perlindungan Hukum Rahasia Dagang. Diakses pada tanggal 23 Maret 2011.
                [2] P. Cita Citrawinda. Budaya Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi: Perlindungan rahasia Dagang di Bidang Farmasi. (Jakarta: Chandra Pratama, 2005), hal. 34-35.

                [3] Ibid. hal. 56-57.
                [4] O. Saidin. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), hal. 23-24.
                [5] Ibid.
                [6]Ibid. hal. 12.
                [7] Usman Rachmadi.  Hukum Atas Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung: Alumni, 2003), hal. 49.

[8] Sutan Remy Sjahdeini,  Kebebasan Berkontrak Dan Perindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, (Jakarta: IBI, 1993), hal. 8.

                [9] Ibid. hal. 24.
[10] www.yahoo.com, Teori Hukum Hans Kelsen. Di akses 15 Juli 2010.
                [11] www.yahoo.com, Teori Hukum Hans Kelsen. Di akses 15 Juli 2010.
                [12] R. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum, Cet. 4 (Bandung : Sinar Grafika, 1992), hal 24.
                [13] Ibid.
                [14] Ibid. hal 27.
                [15] Abdul Kadir Muhammad, Hukum Dan Metode Penelitian Hukum, Cet 1. (Bandung : Citra           Aditya Bakti,2004) hal.
                [16] Lindsey. Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar. (Bandung: Alumni, 2000), hal. 67.
                [17] P. Cita Citrawinda. Budaya Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi: Perlindungan rahasia Dagang di Bidang Farmasi. (Jakarta: Chandra Pratama, 2005), hal. 211.

                [18] P A. Zen Umar Purba. Sistem HKI Memasuki Era Globalisasi. (Semarang: Aditya Bakti, 2000), hal. 23-24.

                [19] Usman Rohmadi. Hukum Atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. (Bandung: Alumni, 2003), hal. 111.

                [20] Mieke Kantaatmadja. Makalah disampaikan pada Seminar Pengembangan Budaya Menghargai HAKI di Indonesia Menghadapi Era Globalisasi Abad ke-21. Bandung: Genesa, 1998, hal. 27-28.
                [21] Abdul Kadir Muhammad. Kajian Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 57-59.


[22] Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cet. 4, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 13-14; Lihat juga Bambang Sunggono, Metodologi Penlitian Hukum, cet. 6, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 184.

[23] Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, cet. 1, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 52.

[24] Bambang Sunggono, Metodologi Penlitian Hukum, cet. 6, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 86.

[25] Bambang Sunggono, Ibid., hal. 93.

[26] Abdulkadir Muhammad, Op. cit.

[27] Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Loc. cit., hal. 4; Bandingkan dengan “rechtsdogmatiek” dari K. F. von Gerber dan Paul Laban, lihat, Sjachran Basah, Ilmu Negara (Pengantar, Metode, dan Sejarah Perkembangan), cet. 8, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), hal. 85.

[28] Ibid., hal. 13-14; Lihat, Abdulkadir Muhammad, Loc. cit.,; Lihat Juga, Hilman Hadikumsuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja Atau Skripsi Ilmu Hukum, cet. 1, (Bandung: Mandar Maju, 1995), hal. 65-66.

[29] Ibid., hal. 13-14.

[30] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, cet. 6, (Jakarta: Bina Aksara, 1989) hal. 89, 90, 92.

[31]  Abdulkadir Muhammaad, Loc. cit., hal. 62.
                [32]  Abdulkadir, Op. cit., hal. 56.

[33] Abdulkadir Muhammad, Loc. cit, hal. 125; Lihat juga, Bambang Sunggono, Loc. cit., hal. 184.

[34] Bambang Sunggono, Loc. cit., hal. 184; Lihat juga Abdulkadir Muhammad, Loc. cit., hal. 125.

[35] Abdulkadir Muhammad, Loc. cit, hal. 125.

[36] Abdulkadir Muhammad, Loc. cit, hal. 125.

[37] Abdulkadir Muhammad, Loc. cit., hal. 92.

[38] Hilman Hadikumsuma, Loc. cit., hal. 120, 121.


[39] Bambang Sunggono, Loc. cit., hal. 68, 186;
[40] P. Citrawinda Cita. Budaya Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi: Perlindungan rahasia Dagang di Bidang Farmasi. (Jakarta: Chandra Pratama, 2005), hal. 43-45.
[41] Ibid. hal. 56.
[42] Lindsey.  Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar, (Bandung: Alumni, 2000), hal. 24.

[43] Usman, Rachmadi. Hukum Atas Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung: Alumni, 2003), hal. 112.

[44] O, Saidin.  Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights),  (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 56-57.

[45] P Citrawinda Cita. Budaya Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi: Perlindungan rahasia Dagang di Bidang Farmasi, (Jakarta: Chandra Pratama, 2005), hal. 34-36.

[46] Ibid. hal. 76.