BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penulisan
Pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi melahirkan berbagai dampak baik dampak positif maupun
dampak negatif. Dampak positif tentu saja merupakan hal yang diharapkan dapat
bermanfaat bagi kemaslahatan kehidupan manusia di dunia termasuk di Negara
Indonesia sebagai negara berkembang, yang mana hasil dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi ini dibuat dalam berbagai bentuk dan konsekuensinya
sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Dampak negatif yang timbul dari
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus juga dipikirkan solusinya karena
hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada kehidupan manusia, baik,
kehidupan manusia secara fisik maupun kehidupan mentalnya.
Salah satu hasil perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi ini antara lain adalah teknologi dunia maya yang
dikenal dengan istilah internet. Melalui internet seseorang dapat melakukan
berbagai macam kegiatan tidak hanya terbatas pada lingkup lokal atau nasional
tetapi juga secara global bahkan internasional, sehingga kegiatan yang
dilakukan melalui internet ini merupakan kegiatan yang tanpa batas, artinya
seseorang dapat berhubungan dengan siapapun yang berada dimanapun dan kapanpun.
Kegiatan bisnis perdagangan melalui
internet yang dikenal dengan istilah Electronic
Commerce yaitu suatu kegiatan yang banyak dilakukan oleh setiap orang,
karena transaksi jual beli secara elektronik ini dapat mengefektifkan waktu
sehingga seseorang dapat melakukan transaksi jual beli dengan setiap orang
dimanapun dan kapanpun. Dengan demikian semua transaksi jual beli melalui
internet ini dilakukan tanpa ada tatap muka antara para pihaknya, mereka
mendasarkan transaksi jual beli tersebut atas rasa kepercayaan satu sama lain,
sehingga perjanjian jual beli yang terjadi diantara para pihak pun dilakukan
secara elektronik pula baik melalui e-mail atau cara lainnya, oleh karena itu
tidak ada berkas perjanjian seperti pada transaksi jual beli konvensional.
Kondisi seperti itu tentu saja
dapat menimbulkan berbagai akibat hukum dengan segala konsekuensinya, antara
lain apabila muncul suatu perbuatan melawan hukum dari salah satu pihak dalam
sebuah transaksi jual beli secara elektronik ini, akan menyulitkan pihak yang
dirugikan untuk menuntut segala kerugian yang timbul dan disebabkan perbuatan
melawan hukum itu, karena memang dari awal hubungan hukum antara kedua pihak
termasud tidak secara langsung berhadapan, mungkin saja pihak yang telah
melakukan perbuatan melawan hukum tadi berada di sebuah negara yang sangat jauh
sehingga untuk melakukan tuntutan terhadapnya pun sangat sulit dilakukuan tidak
seperti tuntutan yang dapat dilakukan dalam hubungan hukum konvensional/biasa. Bahkan
adanya kendala saat proses pembuktian suatu perbuatan melawan hukum dikarenakan
masing-masing pihak yang terkait dalam transaksi jual beli melalui internet
tidak berada dalam lingkup satu negara.
Walaupun sengketa yang ada dapat
diselesaikan baik secara litigasi maupun secara non litigasi, namun pelaksanaan
putusannya terkadang membutuhkan daya paksa dari pihak berwenang, dalam hal ini
lembaga peradilan yang mengadili kasus
tersebut, sementara para pihak yang bersengketa mungkin berada dalam wilayah
yang berbeda, dengan demikian secara teknis akan menimbulkan kesulitan, karena
daya paksa yang dimaksud harus diberikan secara langsung tanpa melalui
internet. Kenyataan seperti ini merupakan hal-hal yang harus mendapat perhatian
dan pemikiran untuk dicarikan solusinya, karena transaksi jual beli yang
dilakukan melalui internet tidak mungkin terhenti, bahkan setiap hari selalu
ditemukan teknologi terbaru dalam dunia internet, sementara perlindungan dan
kepastian hukum bagi para pengguna internet tersebut tidak mencukupi, dengan
demikian harus diupayakan untuk tetap mencapai kesimbangan hukum dalam kondisi
termaksud.
Pada penelitian ini diharapkan
dapat menjawab berbagai macam pertanyaan berkenaan dengan masalah perbuatan
melawan hukum yang timbul dalam transaksi jual beli secara elektronik/melalui
internet, kendala-kendala dalam mengatasi perbuatan melawan hukum pada suatu
transaksi jual beli secara elektronik/melalui internet, serta tindakan hukum
yang dapat dilakukan terhadap pelaku perbuatan melawan hukum pada suatu
transaksi jual beli secara elektronik/melalui internet.
B.
Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah proses
mencari dan menemukan penyebab timbulnya masalah. Berangkat dari latar
belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:
1. Sulitnya
menyelesaikan masalah sengketa yang timbul diantara para pihak dikarenakan
komunikasi yang kurang efektif dan efisien.
2. Kendala
yang timbul saat proses pembuktian suatu perbuatan melawan hukum dikarenakan
masing-masing pihak yang terkait dalam transaksi jual beli melalui internet
tidak berada dalam lingkup satu negara.
3. Kedudukan
KUHPerdata dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam jual beli melalui
internet (E-Commerce)
4. Sulitnya
penerapan Undang-undang Informasi dan Elektronik (UU ITE) dalam penyelesaian
sengketa yang terjadi dalam jual beli melalui internet (E-Commerce).
5. Masih
kurangnya pengetahuan dan keahlian pihak-pihak yang berwenang menyelesaikan
sengketa yang terjadi dalam dunia maya, khususnya transaksi jual beli secara
elektronik
6. Sulitnya
pelaksanaan putusan dari suatu proses penyelesaian sengketa atas perbuatan melawan hukum dalam transaksi jual beli secara
elektronik.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan
uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas penulis merumuskan permasalahannya
sebagai berikut:
1. Bagaimana
bentuk perbuatan melawan hukum dalam kegiatan jual beli melalui internet (E-Commerce)?
2. Bagaimana
proses upaya penyelesaian sengketa yang timbul dari jual beli melalui internet(E-Commerce) dari sudut pandang
KUHPerdata?
D. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan daripada penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk
memahami bentuk-bentuk perbuatan melawan hukum dalam kegiatan jual beli melalui
internet(E-Commerce)
2. Untuk
mengetahui proses upaya penyelesaian sengketa yang timbul dari jual beli
melalui internet(E-Commerce) dari
sudut pandang KUHPerdata.
E. Manfaat Penulisan
1.
Manfaat Teoritis
Adapun
manfaat teoritis yang menjadi harapan setelah penelitian ini dilaksanakan,
adalah:
a) Diharapkan
hasil penelitian ini dapat berguna untuk lebih memperdalam penegetahuan dan
pemahaman serta wawasan pemikiran penulis terutama dalam jual-beli melalui
internet (E-Commerce) khususnya dari
sisi penegakan hukum dan membangun suatu dasar pengetahuan dalam rangka yang
utuh sebagai professional dan akademis.
b) Hasil
penelitian ini dapat menjadi dasar dan/atau pembanding bagi pihak yang ingin
mengangkat kembali konsep penelitian ini terhadap objek yang sama tetapi
terhadap subjek yang lain atau yang lebih luas, menuju kea rah penelitian yang
lebih baik dan lebih sempurna.
2. Manfaat Praktis
Sedangkan manfaat praktis yang
diharapkan setelah penelitian ini dilaksanakan adalah:
a) Bagi
Masyarakat
Dapat memberikan pengetahuan
bagaimana proses jual beli melalui internet(E-Commerce).
Serta pemahaman akan bentuk-bentuk perbuatan melawan hukum dalam kegiatan jual
beli melalui internet(E-Commerce).
b) Bagi
Pemerintah
Sebagai
sumbangan pemikiran dan bahan tindak lanjut bagi pemerintah serta masyarakat
luas untuk lebih mengerti akan bentuk-bentuk perbuatan melawan hukum. Serta dapat
bermanfaat untuk memberi perlindungan hukum dalam kegiatan jual beli melalui
internet (E-Commerce).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kajian Teori
Perkembangan
teknologi informasi semakin maju sehingga mendorong munculnya berbagai
kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat melalui kecanggihan teknologi
informasi tersebut dalam ini internet. Salah satu kegiatan di dunia maya
termaksud antara lain transaksi jual beli secara elektronik (E-Commerce). Pada
transaksi ini tidak menutup kemungkinan timbulnya berbagai perbuatan yang
melanggar hukum sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak lainnya. Oleh karena
itu perlu dipikirkan solusinya berupa tindakan hukum yang dapat dilakukan atas
suatu perbuatan melawan hukum yang terjadi dalam transaksi jual beli melalui
internet ini. Dengan demikian kasus-kasus seperti itu tetap dapat diselesaikan
secara hukum, sehingga tidak terjadi kekosongan hukum yang pada akhirnya dapat
menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi.
Dalam dunia ilmu pengetahuan, teori
menempati kedudukan yang penting, yang memberikan sarana untuk bisa merangkum
serta memahami masalah yang dibicarakan secara lebih baik. Hal-hal yang semula
tampak tersebar dan berdiri sendiri biasanya disatukan dan ditunjukkan
kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori dengan demikian memberikan
penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistemasikan masalah yang
dibicarakan. Teori bisa juga mengandung subjektivitas, apalagi berhadapan
dengan suatu fenomena yang cukup kompleks seperti hukum. Oleh karena itulah
muncul berbagai aliran dalam ilmu hukum sesuai dengan sudut pandang yang
dipakai oleh orang-orang yang tergabung dalam aliran-aliran tersebut.[1]
Teori
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Utilitarianisme yang
berprinsip bahwa manusia akan melakukan tindakan-tindakan untuk mendapatkan
kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Teori ini
dipelopori oleh Jeremy Bentham, John Stuar Mill dan Rudolf von Jhering. Teori
ini menganggap tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan dan kebahagiaan yang
sebanyak-banyaknya kepada warga masyarakat. Hal ini didasari oleh adanya
falsafah social yang mengungkapkan bahwa setiap warga masyarakat mendambakan
kebahagiaan dan hukum merupakan salah satu alatnya.[2]
Teori
pendukung lainnya menurut Van Apeldoorn, bahwa hukuman itu semata-mata
menghendaki keadilan. Teori-teori yang mengajarkan hal tersebut dinamakan teori
etis.[3]
Karena menrurut teori ini, isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh
kesadaran etis kita mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil. Hukum
menetapkan peraturan-peraturan umum yang menjadi petunjuk untuk orang-orang
dalam pergaulan masyarakat. Jika hukum semata-mata menghendaki keadilan, jadi
semata-mata mempunyai tujuan memberi tiap-tiap orang apa yang patut
diterimanya, maka ia tak dapat membentuk peraturan-peraturan umum.
Tertib
hukum yang tak mempunyai peraturan hukum, tertulis atau tidak tertulis, tak
mungkin, kata Van Apeldoorn. Tak adanya peraturan umum, berarti ketidak tentuan
yang sungguh-sungguh mengenai apa yang disebut adil atau tidak adil. Dan
ketidak tentuan inilah yang selalu akan menyebabkan perselisihan antar anggota
masyarakat, jadi menyebabkan keadaan tidak teratur. Dengan demikian hukum harus
menentukan peraturan umum, harus menyamaratakan. Tetapi keadilan melarang
menyamaratakan; keadilan menuntut supaya setiap perkara harus ditimbang
tersendiri. Oleh karena itu kadang-kadang pembentuk undang-undang sebanyak mungkin
memenuhi tuntutan tersebut dengan merumuskan peraturan-peraturannya sedemikian
rupa, sehingga hakim diberikan kelonggaran yang besar dalam melakukan
peraturan-peraturan tersebut atas hal-hal yang khusus.
Berdasarkan
pada pembuatan skripsi ini mengacu pada judul yang diambil maka, teori yang
dipakai dalam penelitian ini menggunakan teori Schutznorm (ajaran relativitas) yang di bawa oleh Gelein Vitringa,
yang secara harafiah berarti “norma perlindungan”[4].
Teori ini mengajarkan bahwa agar seseorang dapat di mintakan tanggung jawabnya
karna telah melakukan perbuatan melawan hukum vide Pasal 1365 (KUH Perdata),
maka tidak cukup hanya menunjukkan adanya hubungan kausal antara perbuatan yang
dilakukan dengan kerugian yang timbul. Akan tetapi, perlu juga ditunjukkan
bahwa norma/peraturan yang di langgar tersebut dibuat memang untuk melindungi
(Schutz) terhadap kepentingan korban yang di langgar.
B.
Kajian Konseptual
1.
Pengertian
Transaksi Jual Beli
Jual
beli adalah persetujuan saling mengikat antara penjual yakni pihak yang
menyerahkan barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang yang
dijual.[5]Berbicara
mengenai transaksi jual beli secara elektronik, tidak terlepas dari konsep
perjanjian secara mendasar sebagaimana termuat dalam Pasal 1313 KUH Perdata
yang menegaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Ketentuan
yang mengatur tentang perjanjian terdapat dalam Buku III KUH Perdata, yang
memiliki sifat terbuka artinya ketentuan-ketentuannya dapat dikesampingkan,
sehingga hanya berfungsi mengatur saja. Sifat terbuka dari KUH Perdata ini
tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang mengandung asas Kebebasan
Berkontrak, maksudnya setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi
perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat
sahnya perjanjian sebagaimana termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Adalah dipenuhinya syarat-syarat
sebagai berikut:
1. Kesepakatan
para pihak dalam perjanjian
2. Kecakapan
para pihak dalam perjanjian
3. Suatu
hal tertentu
4. Suatu
sebab yang halal
Kesepakatan
berarti adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang membuat perjanjian,
sehingga dalam melakukan suatu perjanjian tidak boleh ada paksaan, kekhilapan
dan penipuan (dwang, dwaling, bedrog).[6]
Kecakapan
hukum sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian maksudnya bahwa para pihak
yang melakukan perjanjian harus telah dewasa yaitu telah berusia 18 tahun atau
telah menikah, sehat mentalnya serta diperkenankan oleh undang-undang. Apabila
orang yang belum dewasa hendak melakukan sebuah perjanjian, maka dapat diwakili
oleh orang tua atau walinya sedangkan orang yang cacat mental dapat diwakili
oleh pengampu atau curatornya.[7]
Suatu hal tertentu berhubungan dengan objek perjanjian,
maksudnya bahwa objek perjanjian itu harus jelas, dapat ditentukan dan
diperhitungkan jenis dan jumlahnya, diperkenankan oleh undang-undang serta
mungkin untuk dilakukan para pihak.
Oleh sebab yang halal, berarti perjanjian termaksud harus
dilakukan berdasarkan itikad baik. Berdasarkan Pasal 1335 KUH Perdata, suatu
perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan. Sebab dalam hal ini adalah
tujuan dibuatnya sebuah perjanjian.
2. Perjanjian
dalam Jual beli
A. Unsur-unsur perjanjian yaitu:[8]
1.
Unsur Esentialia, sebagai unsur pokok
yang wajib ada dalam perjanjian seperti identitas para pihak yang harus
dicantumkan dalam suatu perjanjian, termasuk perjanjian yang dilakukan jual
beli secara elektronik.
2.
Unsur Naturalia, merupakan unsur yang
dianggap ada dalam perjanjian walaupun tidak dituangkan secara tegas dalam
perjanjian, seperti itikad baik dari masing-masing pihak dalam perjanjian.
3. Unsur Accedentialia,
yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak dalam perjanjian, seperti
klausula tambahan yang berbunyi “barang yang sudah dibeli tidak dapat
dikembalikan”.
B.
Asas-asas
Perjanjian
Dalam suatu perjanjian harus diperhatikan
pula beberapa macam azas yang dapat diterapkan antara lain:
1.
Asas Konsensualisme, yaitu asas
kesepakatan, dimana suatu perjanjian dianggap ada seketika setelah ada kata
sepakat.[9]
2.
Asas Kepercayaan, yang harus ditanamkan
diantara para pihak yang membuat perjanjian.
3.
Asas Kekuatan mengikat, maksudnya
diantara para pihak yang membuat perjanjian terikat pada seluruh isi perjanjian
dan kepatutan yang berlaku.
4.
Asas Persamaan Hukum, yaitu bahwa setiap
orang dalam hal ini para pihak mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum.
5.
Asas Keseimbangan, maksudnya bahwa dalam
melaksanakan perjanjian harus ada keseimbangan hak dan kewajiban dari
masing-masing pihak sesuai dengan apa yang diperjanjikan.
6.
Asas Moral adalah sikap moral yang baik
harus menjadi motivasi para pihak yang membuat dan melaksanakan perjanjian.
7.
Asas Kepastian Hukum yaitu perjanjian
yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya.
8.
Asas Kepatutan maksudnya bahwa isi
perjanjian tidak hanya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku tetapi juga harus sesuai dengan kepatutan, sebagaimana ketentuan Pasal
1339 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat
untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala
sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kepastian atau
undang-undang.
9.
Asas Kebiasaan, maksudnya bahwa
perjanjian harus mengikuti kebiasaan yang lazim dilakukan, sesuai dengan isi
pasal 1347 KUH Perdata yang berbunyi hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya
diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan ke dalam perjanjian,
meskipun tidak dengan tegas dinyatakan. Hal ini merupakan perwujudan dari
unsur-unsur naturalia dalam perjanjian.
Semua ketentuan perjanjian tersebut
diatas dapat diterapkan pula pada perjanjian yang dilakukan melalui media
internet, seperti perjanjian jual beli secara elektronik, sebagai akibat adanya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menurut Pasal 1457 KUH Perdata, “Jual
beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang
telah dijanjikan.” Jual beli tidak hanya dapat dilakukan secara berhadapan
langsung antara penjual dengan pembeli, tetapi juga dapat dilakukan secara
terpisah antara penjual dan pembeli, sehingga mereka tidak berhadapan secara
langsung, melainkan transaksi dilakukan melalui media internet/secara
elektronik.
3.
Pengertian Melawan Hukum
Dalam suatu peristiwa
hukum termasuk transaksi jual beli secara elektronik tidak terlepas dari
kemugkinan timbulnya pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu atau kedua
pihak, dan pelanggaran hukum tersebut mungkin saja dapat dikategorikan sebagai Perbuatan
Melawan Hukum (Onrechmatigedaad)
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Bedasarkan definisi tersebut
diatas, suatu perbuatan dapat dianggap perbuatan melawan hukum apabila memenuhi
unsur-unsurnya yaitu:[10]
1.
Ada perbuatan melawan hukum
2.
Ada kesalahannya
3.
Ada kerugiannya, dan
4.
Ada hubungan timbal balik antara unsur
1, 2 dan 3.
4.Internet
Internet merupakan jaringan global komputer dunia, besar dan sangat luas sekali dimana setiap komputer saling terhubung satu sama lainnya dari negara ke negara lainnya di seluruh dunia dan berisi berbagai macam informasi, mulai dari text, gambar, audio, video, dan lainnya.
Internet itu sendiri berasal dari kata Interconnection Networking, yang berarti hubungan dari banyak jaringan komputer dengan berbagai tipe dan jenis, dengan menggunakan tipe komunikasi seperti telepon, salelit, dan lainnya.[11]
Internet merupakan jaringan global komputer dunia, besar dan sangat luas sekali dimana setiap komputer saling terhubung satu sama lainnya dari negara ke negara lainnya di seluruh dunia dan berisi berbagai macam informasi, mulai dari text, gambar, audio, video, dan lainnya.
Internet itu sendiri berasal dari kata Interconnection Networking, yang berarti hubungan dari banyak jaringan komputer dengan berbagai tipe dan jenis, dengan menggunakan tipe komunikasi seperti telepon, salelit, dan lainnya.[11]
Internet memberikan banyak sekali manfaat,
ada yang bisa memberikan manfaat baik dan buruk. Baik bila digunakan untuk
pembelajaran informasi dan buruk bila digunakan untuk hal yang berbau pornografi, informasi kekerasan, dan
lain-lainnya yang negatif. Internet ini memungkinkan pengguna komputer
di seluruh dunia untuk saling berkomunikasi dan berbagi informasi dengan cara
saling mengirimkan email, menghubungkan komputer satu ke ke komputer yang lain,
mengirim dan menerima file dalam bentuk text, audio, video,
membahas topik tertentu pada newsgroup,
website social networking dan lain-lain.
Perkembangan internet memang
cepat dan memberi pengaruh signifikan dalam segala aspek kehidupan kita.
Internet membantu kita sehingga dapat berinteraksi, berkomunikasi, bahkan
melakukan perdagangan dengan orang dari segala penjuru dunia dengan murah, cepat
dan mudah. beberapa tahun terakhir ini dengan begitu merebaknya media internet
menyebabkan banyaknya perusahaan yang mulai mencoba menawarkan berbagai macam
produknya dengan menggunakan media ini. Dan salah satu manfaat dari keberadaan
internet adalah sebagai media promosi suatu produk. Suatu produk yang dionlinekan
melalui internet dapat membawa keuntungan besar bagi pengusaha karena produknya
di kenal di seluruh dunia.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Data Penelitian
“Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (library research).[12]
Penelitian hukum normatif mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau
kaidah positif tertulis bentukan lembaga perundang-undangan (Undang-Undang
Dasar), kodifikasi, Undang-Undang, Peraturan-Peraturan dan sebagainya.[13] Penelitian jenis ini lazim disebut sebagai
“study dokmatik” atau yang dikenal dengan “doctrin
research”.[14]
Penelitian tipe doktrinal (doctrinal
research) adalah mirip dengan tipe penelitian hukum normatif. Penelitian
hukum normatif juga disebut penelitian hukum teoritis/dogmatik.[15]
Dogmatik hukum bersifat teoritis-rasional, sehingga pengungkapannya terikat
pada metode yang didasarkan pada persyaratan logika deduktif.
Penelitian
hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (Library Research) ini dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan
pustaka atau data sekunder belaka. Data dalam kaitannya dengan penelitian hukum
dibagi atas data primer dan data sekunder. Dan data primer adalah data yang
diperoleh langsung dari masyarakat, hal ini misalnya dalam rangka penelitian
hukum sosiologis atau empiris, sedangkan data sekunder adalah data yang
diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Dalam penelitian hukum, data sekunder
mencakup:
1) Bahan
hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari:
a.
Norma dasar atau kaidah dasar yaitu pembentukan UUD 1945
merupakan landasan
hukum dalam upaya melindungi segenap bangsa Indonesia, tidak terkecuali bagi
orang-orang yang melakukan perbuatan melawan hukum tertentu seperti transaksi
jual beli secara elektronik.
b.
Peraturan dasar yaitu pasal-pasal UUD 1945, ketetapan MPR
Indonesia
merupakan negara hukum sehingga setiap warga negara bersamaan kedudukannya
dalam hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
c.
Peraturan Perundang-undangan, seperti: KUH Perdata, UU ITE
2) Bahan
hukum sekunder seperti penjelasan yang terdapat dalam suatu rancangan
undang-undang, hasil karya kalangan hukum, hasil penelitian
3) Bahan
hukum tertier, contoh penjelasan dalam kamus ensiklopedi.(Soejono Soekanto dan
Sri Mamudji, 1995: 13-15).
Dengan
mengacu pada masalah penelitian yang dirumuskan, maka penelitian ini akan
mengkaji bahan sekunder, bahan hukum tertier yang ada kaitannya dengan
pokok-pokok permasalahannya.
B. Pengumpulan Data
Pengumpulan
data dilakukan melalui kegiatan studi kepustakaan dan studi dokumen.[16]Kegiatan
studi pustaka dilakukan dengan mengikuti tahap-tahap berikut:[17]
1) Sumber
data (sumber primer dan sekunder), yaitu perundang-undangan, dokumen hukum,
catatan hukum dan literature bidang ilmu pengetahuan hukum.
2) Identifikasi
data (bahan hukum primer dan sekunder) yaitu proses mencari dan mengenal bahan
hukum berupa ketentuan pasal perundang-undangan, nama dokumen hukum, nama
catatan hukum dan judul, nama pengarang, tahun penerbitan, dan halaman karya
tulis bidang hukum.
3) Inventarisasi
yang relevan dengan masalah dan cara pengutipan atau pencatatan.
4) Pengkajian
data yang sudah terkumpul guna menentukan relevansinya dengan kebutuhan dan
rumusan masalah.
C. Pengolahan Data
Dalam pegolahan data maka peneliti
akan menyusun data secara teratur, berurutan, logis sehingga mudah dipahami dan
di interprestasikan, kemudian menempatkan data menurut data kerangka sistematika,
atau mengelompokkan data sesuai variable penelitian atau objek penelitian yaitu
apa yang menjadi titik perhatian dalam penelitian ini.
D. Penyajian dan Analisis Data
Karena
data dalam penelitian ini hanya berdasarkan data kepustakaan dan dokumentasi
tanpa mengadakan penelitian lapangan, maka uraiannya bersifat kualitatif
artinya data akan disajikan dalam bentuk kalimat-kalimat sehingga membentuk
suatu uraian. (Hilda Hadikusuma, 1995: 99-104). Sedangkan menurut Human
Hadikusuma, “Penelitian yang hanya melakukan studi kepustakaan (data sekunder)
tanpa melakukan penelitian lapangan (data primer). Laporan skripsi itu akan
hanya bersifat deskripsi analitis berdasarkan pendekatan masalah yang bersifat normatif-juridis”.
Penelitian
ini juga memusatkan perhatiannya pada hukum sebagai sistem peraturan-peraturan
yang abstrak, hukum sebagai suatu lembaga yang benar-benar otonom, terlepas
dari kaitannya dengan hal-hal diluar peraturan perundang-undangan. Menurut Bambang Sunggono, “Pemusatan perhatian
yang demikian ini akan membawa kepada penggunaan metode normatif dalam
menggarap hukum. Sesuai dengan cara pembahasan yang bersifat analitis, maka
metode ini disebut sebagai normatif
analitis”. Menurut Abdulkadir M., “Apabila
penelitian itu menggunakan pendekatan normatif analitis substansi hukum (approach of legal content analysis),
ada 3 (tiga) gradasi pendekatan normatif analisis yang dapat digunakan yaitu:
(a) Penjelajahan hukum (legal
exploration); (b) Tinjauan hukum (legal
review), dan (c) Analisis hukum atau analisis yuridis (legal anlysis). Analisis hukum atau analisis yuridis adalah
tingkatan tertinggi serta lebih komprehensif dalam kajian substansi hukum.”).
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa karena data dalam penelitian
ini bersifat data kualitatif yaitu data berupa kalimat-kalimat pernyataan dan
informasi, maka dalam penelitian hukum ini akan menggunakan “analisis
juridis-normatif (hukum normatif)” dengan melalui 3 (tiga) gradasi (tingkat)
pendekatan normatif analisis, yaitu: (a) Penjelajahan hukum (legal exploration); (b) Tinjauan hukum (legal review), dan (c) Analisis hukum
atau analisis yuridis (legal anlysis).
BAB
IV
PEMBAHASAN
A. Bentuk Perbuatan Melawan Hukum
Dalam Kegiatan Jual Beli Melalui Internet (E-Commerce)
A.1. Transaksi Jual Beli Melalui
Internet (Electronic Commerce)
Berdasarkan
ketentuan Pasal 1 angka 2 Tentang Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE), disebutkan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan
melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer,
dan/atau media elektronik lainnya. Transaksi jual beli secara elektronik
merupakan salah satu perwujudan ketentuan di atas. Pada transaksi jual beli
secara elektronik ini, para pihak yang terkait didalamnya, melakukan hubungan
hukum yang dituangkan melalui suatu bentuk perjanjian atau kontrak yang juga
dilakukan secara elektronik dan sesuai ketentuan Pasal 1 angka 17 Tentang
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), disebut sebagai
kontrak elektronik yakni perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem
elektronik.
Pada transaksi jual beli secara
elektronik, sama halnya dengan transaksi jual beli biasa yang dilakukan di
dunia nyata, dilakukan oleh para pihak yang terkait, walaupun dalam jual beli
secara elektronik ini pihak-pihaknya tidak bertemu secara langsung satu sama
lain, tetapi berhubungan melalui internet. Dalam transaksi jual beli secara
elektronik, pihak-pihak yang terkait antara lain[18]:
1. Penjual
atau merchant atau pengusaha yang menawarkan sebuah produk melalui internet
sebagai pelaku usaha
2. Pembeli
atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-undang, yang
menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan berkeinginan untuk
melakukan transaksi jual beli produk yang ditawarkan oleh penjual/pelaku
usaha/merchant
3. Bank
sebagai penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada penjual atau pelaku
usaha/merchant, karena pada transaksi jual beli secara elektronik, penjual dan
pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka berada pada lokasi yang berbeda
sehingga pembayaran dapat dilakukan melalui perantara dalam hal ini bank.
4. Provider
sebagai penyedia jasa layanan akses internet.
Pada
dasarnya pihak-pihak dalam jual beli secara elektronik tersebut diatas,
masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Penjual/pelaku usaha/merchant
merupakan pihak yang menawarkan produk melalui internet, oleh karena itu,
seorang penjual wajib memberikan informasi secara benar dan jujur atas produk
yang ditawarkannya kepada pembeli atau konsumen. Disamping itu, penjual juga
harus menawarkan produk yang diperkenankan oleh undang-undang, maksudnya barang
yang ditawarkan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undang,
tidak rusak ataupun mengandung cacat tersembunyi, sehingga barang yang
ditawarkan adalah barang yang layak untuk diperjualbelikan. Dengan demikian
transaksi jual beli termaksud tidak menimbulkan kerugian bagi siapapun yang
menjadi pembelinya. Di sisi lain, seorang penjual atau pelaku usaha memiliki hak
untuk mendapatkan pembayaran dari pembeli/konsumen atas harga barang yang
dijualnya, juga berhak untuk mendapatkan perlindungan atas tindakan
pembeli/konsumen yang beritikad tidak baik dalam melaksanakan transaksi jual
beli secara elektronik ini.
Transaksi jual beli secara
elektronik merupakan hubungan hukum yang dilakukan dengan memadukan jaringan
(network) dari sistem informasi yang berbasis komputer dengan sistem komunikasi
yang berdasarkan jaringan dan jasa telekomunikasi. Hubungan hukum yang terjadi
dalam transaksi jual beli secara elektronik tidak hanya terjadi antara
pengusaha dengan konsumen saja, tetapi juga terjadi antara pihak-pihak dibawah
ini[19]:
1) Business
to Business, merupakan transaksi yang terjadi antar perusahaan dalam hal ini,
baik pembeli maupun penjual adalah sebuah perusahaan dan bukan perorangan.
Biasanya transaksi ini dilakukan karena mereka telah saling mengetahui satu
sama lain dan transaksi jual beli tersebut dilakukan untuk menjalin kerjasama
antara perusahaan itu.
2) Customer
to Customer, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antara individu dengan
individu yang akan saling menjual barang.
3) Customer
to Business, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antara individu sebagai
penjual dengan sebuah perusahaan sebagai pembelinya.
4) Customer
to Government, merupakan transaksi jual beli yang dilakukan antara individu
dengan pemerintah, misalnya dalam pembayaran pajak.
A.2. Proses Transaksi Jual Beli
Melalui Internet
Pada dasarnya proses jual beli
secara elektronik tidak jauh berbeda dengan proses transaksi jual beli biasa di
dunia nyata. Pelaksanaan transaksi jual beli secara elektronik ini dilakukan
dalam beberapa tahap, sebagai berikut[20]:
1. Penawaran
yang dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui website pada internet.
Penjual atau pelaku usaha menyediakan storefront yang berisi catalog produk dan
pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang memasuki website pelaku usaha
tersebut dapat melihat-lihat barang yang ditawarkan oleh penjual. Salah satu keuntungan
transaksi jual beli melalui di took online ini adalah bahwa pembeli dapat
berbelanja kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu. Penawaran
dalam sebuah website biasanya menampilkan barang-barang yang ditawarkan, harga,
nilai rating atau poll otomatis tentang barang yang diisi oleh pembeli
sebelumnya, spesifikasi barang termaksud dan menu produk lain yang berhubungan.
Penawaran melalui internet terjadi apabila pihak lain yang menggunakan
media internet memasuki situs milik
penjual atau pelaku usaha yang melakukan penawaran, oleh karena itu, apabila seseorang
tidak menggunakan media internet dan memasuki situs milik pelaku usaha yang
menawarkan sebuah produk maka tidak dapat dikatakan ada penawaran. Dengan
demikian penawaran melalui media internet hanya dapat terjadi apabila seseorang
membuka situs yang menampilkan sebuah tawaran melalui internet tersebut.
2. Penerimaan
dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi. Apabila penawaran dilakukan
melalui e-mail address, maka
penerimaan dilakukan melalui e-mail,
karena penawaran hanya ditujukan pada sebuah e-mail yang dituju sehingga hanya pemegang e-mail tersebut yang dituju. Penawaran melalui website ditujukan untuk seluruh masyarakat yang membuka website tersebut, karena siapa saja
dapat masuk ke dalam website yang
berisikan penawaran atas suatu barang yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku
usaha. Setiap orang yang berminat untuk membeli barang yang ditawarkan itu
dapat membuat kesepakatan dengan penjual atau pelaku usaha yang menawarkan
barang tersebut. Pada transaksi jual beli secara elektronik, khususnya melalui website, biasanya calon pembeli akan
memilih barang tertentu yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha, dan
jika calon pembeli atau konsumen itu tertarik untuk membeli salah satu barang
yang ditawarkan, maka barang itu akan disimpan terlebih dahulu sampai calon
pembeli/konsumen merasa yakin akan pilihannya, selanjutnya pembeli/konsumen
akan memasuki tahap pembayaran.
3. Pembayaran,
dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya melalui
fasilitas internet, namun tetap bertumpu pada sistem keuangan nasional, yang
mengacu pada sistem keuangan lokal.
Klasifikasi cara pembayaran dapat
diklasifikasikan sebagai berikut[21]:
1) Transaksi
model ATM, sebagai transaksi yang hanya melibatkan institusi finansial dan
pemegang account yang akan melakukan pengambilan atau mendeposit uangnya dari account masing-masing
2) Pembayaran
dua pihak tanpa perantara, yang dapat dilakukan langsung antara kedua pihak
tanpa perantara dengan menggunakan uang nasionalnya
3)
Pembayaran dengan perantara pihak
ketiga, umumnya merupakan proses pembayaran yang menyangkut debet, kredit
ataupun cek masuk. Metode yang digunakan antara lain: sistem pembayaran melalui
kartu kredit online serta pembayaran check in line.
Apabila
kedudukan penjual dan pembeli berbeda, maka pembayaran dapat dilakukan melalui
cara account to account atau
pengalihan dari rekening pembeli kepada penjual. Berdasarkan kemajuan
teknologi, pembayaran dapat dilakukan melalui kartu kredit dengan cara
memasukkan nomor kartu kredit pada formulir yang disediakan oleh penjual dalam
penawarannya. Pembayaran dalam transaksi jual beli secara elektronik ini sulit
untuk dilakukan secara langsung, karena adanya perbedaan lokasi antara penjual
dengan pembeli, walaupun dimungkinkan untuk dilakukan.
Pengiriman,
merupakan suatu proses yang dilakukan setelah pembayaran atas barang yang
ditawarkan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini pembeli berhak atas
penerimaan barang termaksud. Pada kenyataannya, barang yang dijadikan objek
perjanjian dikirimkan oleh penjual kepada pembeli dengan biaya pengiriman
sebagaimana telah diperjanjikan antara penjual dan pembeli.
Berdasarkan
proses transaksi jual beli secara elektronik yang telah diuraikan diatas
menggambarkan bahwa ternyata jual beli tidak hanya dapat dilakukan secara
konvensional, dimana antara penjual dengan pembeli saling bertemu secara
langsung, namun dapat juga hanya melalui media internet, sehingga orang yang
saling berjauhan atau berada pada lokasi yang berbeda tetap dapat melakukan
transaksi jual beli tanpa harus bersusah payah untuk saling bertemu secara
langsung, sehingga meningkatkan efektifitas dan efisiensi waktu serta biaya
baik bagi pihak penjual maupun pembeli.
A.3. Perbuatan Melawan Hukum Dalam Jual
Beli Melalui Internet
Suatu perbuatan melawan hukum dapat
terjadi dalam transaksi jual beli secara elektronik, apabila dipenuhi
unsur-unsurnya, yakni:
1. Ada
perbuatan melawan hukumnya
2. Ada
kesalahannya
3. Ada
kerugiannya
4. Ada
hubungan timbal balik antara unsur 1, 2 dan 3
Suatu
perbuatan melawan hukum mungkin dapat terjadi dalam transaksi jual beli secara
elektronik, asalkan harus dapat dibuktikan unsur-unsurnya tersebut diatas.
Apabila unsusr-unsur diatas tidak terpenuhi seluruhnya, maka suatu perbuatan tidak
dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana telah diatur dalam
Pasal 1365 KUH Perdata.
Perbuatan
melawan hukum dianggap terjadi dengan melihat adanya perbuatan dari pelaku yang
diperkirakan memang melanggar undang-undang, bertentangan dengan hak orang
lain, bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan kepatutan
dalam masyarakat baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, namun demikian
suatu perbuatan yang dianggap sebagai perbuatan melawan hukum ini tetap harus
dapat dipertanggungjawabkan apakah mengandung unsur kesalahan atau tidak.
Pasal
1365 KUH Perdata tidak membedakan kesalahan dalam bentuk kesengajaan (opzet-dolus) dan kesalahan dalam bentuk
kurang hati-hati (culpa), dengan
demikian hakim harus dapat menilai dan mempertimbangkan berat ringannya
kesalahan yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan perbuatan melawan
hukum ini, sehingga dapat ditentukan ganti kerugian yang seadil-adilnya.
Seseorang
tidak dapat dituntut telah melakukan perbuatan melawan hukum, apabila perbuatan
tersebut dilakukan dalam keadaan darurat/noodweer,
overmacht, realisasi hak pribadi, karena perintah kepegawaian atau salah salah
sangka yang dapat dimaafkan. Apabila unsur kesalahan dalam suatu perbuatan
dapat dibuktikan maka ia bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan
perbuatannya tersebut, namun seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas
kerugian yang disebabkan kesalahannya sendiri, tetapi juga karena perbuatan
yang mengandung kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang yang menjadi
tanggungannya, barang-barang yang berada di bawah pengawasannya serta
binatang-binatang peliharaannya, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1366 sampai
dengan Pasal 1369 KUH Perdata.
Kerugian
yang disebabkan perbuatan melawan hukum dapat berupa kerugian materiil dan atau
kerugiaan immateriil. Kerugian materiil dapat terdiri dari kerugian nyata yang
diderita dan keuntungan yang diharapkan. Berdasarkan yurisprudensi, ketentuan
ganti kerugian karena wanprestasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1243
sampai Pasal 1248 KUH Perdata diterapkan secara analogis terhadap ganti
kerugian yang disebabkan perbuatan melawan hukum. Kerugian immateriil adalah
kerugian berupa pengurangan kenyamanan hidup seseorang, yang melakukan
perbuatan melawan hukum tidak selalu harus memberikan ganti kerugian atau
kerugian immateriil tersebut.
Untuk
dapat menuntut ganti kerugian terhadap orang yang melakukan perbuatan melawan
hukum, selain harus adanya kesalahan, Pasal 1365 KUH Perdata juga mensyaratkan
adanya hubungan sebab akibat/hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum,
kesalahan dan kerugian yang ada, dengan demikian kerugian yang dapat dituntut
penggantiannya hanyalah kerugian yang memang disebabkan oleh perbuatan melawan
hukum tersebut.
Ø Contoh
kasus pelanggaran dalam transaksi jual beli melalui internet:
Anggota Direktorat Reserse Kriminal
Khusus Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya membekuk sindikat pelaku penipuan
melalui fasilitas internet. Petugas menangkap sindikat penipuan melalui
internet, yakni AW ,26, dan dua orang wanita berinisial YF, 25, dan LL, 30,
pada beberapa pekan lalu. "Para pelaku penipuan tersebut
menampilkan barang yang hendak dijual melalui internet untuk melakukan
modusnya," kata Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yan
Fitri. Para pelaku
penipuan itu menampilkan gambar barang yang akan dijual dengan harga murah agar
masyarakat tertarik untuk membeli barangnya. Kemudian sindikat mencantumkan
nomor rekeningnya agar calon pembeli mentransfer uang untuk membeli barang. Akhirnya
korban mengirimkan uang ke rekening tersangka, namun barang yang di beli
pemesan tidak sampai ke tujuan. Petugas menyelidiki pengungkapan kasus penipuan
itu dengan menelusuri situsnya dan mampu membekuk AW dan YF di sebuah rumah
sekitar Gunung Sahari, Jakarta Pusat dan LL ditangkap di Pasar Baru, Jakarta
Pusat.[22]
B. Proses Upaya Penyelesaian
Sengketa Yang Timbul Dari Jual Beli Melalui Internet(E-Commerce) Dari Sudut Pandang Kuhperdata.
B.1.
Tindakan Hukum Atas Perbuatan Melawan Hukum Dalam Transaksi Jual Beli Melalui
Internet
Menurut ketentuan UU Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), khususnya Pasal 38 dikatakan:
1) Setiap
orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem
Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
2) Masyarakat
dapat mengajukan gugatan secara perwalian terhadap pihak yang menyelenggarakan
Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat
merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Seseorang
dapat melakukan gugatan secara perwalian atas nama masyarakat lainnya yang dirugikan
tanpa harus terlebih dahulu memperoleh surat kuasa sebagaimana lazimnya kuasa
hukum. Gugatan secara perwalian dimungkinkan apabila telah memenuhi hal-hal
sebagai berikut:
·
Masyarakat yang dirugikan sangat besar
jumlahnya, sehingga apabila gugatan tersebut diajukan secara perorangan menjadi
tidak efektif
·
Sekelompok masyarakat yang mewakili
harus mempunyai kepentingan yang sama dan tuntutan yang sama dengan masyarakat
yang diwakilinya, serta sama-sama merupakan korban atas suatu perbuatan melawan
hukum dari orang atau lembaga yang sama. Ganti kerugian yang dimohonkan dalam
gugatan perwakilan dapat diajukan untuk mengganti kerugian-kerugian yang telah
diderita, biaya-biaya pemulihan atas ketertiban umum dan norma-norma kesusilaan
yang telah terganggu serta biaya perbaikan atas kerusakan yang diderita sebagai
akibat langsung dari perbuatan Tergugat yang melawan hukum tersebut. Gugatan
yang diajukan bukan merupakan gugatan ganti rugi saja akibat perbuatan melawan
hukum, tetapi juga memohon kepada pengadilan untuk memerintahkan orang yang
sudah melakukan perbuatan melawan hukum itu dalam pemanfaatan teknologi
informasi, dalam hal ini transaksi jual beli secara elektronik termaksud tidak
mengabaikan aspek pelayanan terhadap publik.
Sementara
Pasal 39 UU Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), menegaskan bahwa:
1) Gugatan
perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
2) Selain
penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak
dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian
sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan.
Ada
beberapa tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang berkepentingan atas
terjadinya perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh pihak lain
sehingga menimbulkan kerugian, yaitu menyelesaikan sengketa tersebut baik
secara litigasi atau pengajuan surat gugatan melalui lembaga peradilan yang
berwenang sesuai ketentuan hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia atau
berdasarkan hukum acara yang dipilih oleh para pihak, maupun secara non
litigasi atau di luar pengadilan, antara lain melalui cara adaptasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi serta arbitrase sesuai ketentuan yang berlaku. Penentuan
cara dalam menyelesaikan sengketa, dan biasanya telah dicantumkan pada
perjanjian sebagai klausula baku tertentu. Apabila dalam perjanjian jual beli
semula belum ada kesepakatan mengenai cara penyelesaian sengketanya, maka para
pihak tetap harus sepakat memilih salah satu cara penyelesaian sengketa yang
terjadi, apakah secara litigasi atau non litigasi.
Apabila
penyelesaian sengketa yang dipilih adalah secara litigasi, maka harus
diperhatikan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku. Di Indonesia, sesuai
ketentuan hukum acara perdatanya, maka suatu perbuatan melawan hukum harus
dibuktikan melalui proses pemeriksaan di lembaga peradilan mulai dari tingkat
pertama (Pengadilan Negeri) sampai tingkat akhir (Pengadilan Tinggi atau sampai
Mahkamah Agung) dengan syarat adanya putusan hakim yang telah memiliki kekuatan
hukum yang tetap dan pasti (inkracht van
gewijsde).[23]
Gugatan
yang diajukan didasari dengan ketentuan hukum perdata yaitu Pasal 1365 KUH P
erdata. Selanjutnya pada proses pembuktian, harus dapat dibuktikan unsur-unsur
yang menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum ini melalui alat-alat bukti
yang diakui dalam Pasal 164 HIR (Het
Herziene Indonesisch Reglement), baik bukti secara tertulis (misalnya print out dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan transaksi jual beli secara elektronik tersebut), saksi-saksi
termasuk saksi ahli (seperti ahli teknologi informasi dan sebagainya)
sebagaimana diatur dalam Pasal 153 HIR, persangkaan, pengakuan dan sumpah.
Berdasarkan ketentuan Uncitral Model Law,
print out dari suatu transaksi jual
beli secara elektronik dapat digunakan sebagai bukti tertulis, oleh karena itu
Indonesia dapat merujuk ketentuan termaksud, sebab Indonesia telah menjadi
warga dunia yang ditandai dengan masuknya Indonesia menjadi anggota World Trade Organizatiton.[24]
Penyelesaian
sengketa atas perbuatan melawan hukum yang terjadi dalam transaksi jual beli
secara elektronik dapat pula dilakukan secara non litigasi, antara lain[25]:
1. Proses
adaptasi atas kesepakatan antara para pihak sebagaimana dituangkan dalam
perjanjian jual beli yang dilakukan melalui media internet tersebut. Maksud
adaptasi ini adalah para pihak dapat secara sepakat dan bersama-sama merubah
isi perjanjian yang telah dibuat, sehingga perbuatan salah satu pihak yang
semula dianggap sebagai perbuatan melawan hukum pada akhirnya tidak lagi
menjadi perbuatan melawan hukum.
2. Negosiasi,
yang dapat dilakukan oleh para pihak yang bersengketa, baik para pihak secara
langsung maupun melalui perwakilan masing-masing pihak.
3. Mediasi,
merupakan salah satu cara menyelesaikan sengketa di luar pengadilan, dengan
perantara pihak ketiga/mediator yang berfungsi sebagai fasilitator, tanpa turut
campur terhadap putusan yang diambil oleh kedua pihak
4. Konsiliasi,
juga merupakan cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, namun mirip
pengadilan sebenarnya, dimana ada pihak-pihak yang dianggap sebagai hakim semu.
5. Arbitrase,
adalah cara penyelesaian sengketa secara non litigasi, dengan bantuan arbiter
yang ditunjuk oleh para pihak sesuai bidangnya. Di Indonesia telah ada lembaga
khusus arbitrase yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Putusan
arbitrase memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan hakim di pengadilan,
dan atas putusan arbitrase ini tidak dapat dilakukan upaya hukum baik banding
maupun kasasi.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
hasil penelitian yang telah dibahas di atas maka dapat ditarik kesimpulan mengenai terjadinya suatu
Perbuatan Melawan Hukum Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet adalah
sebagai berikut :
1. Suatu
perbuatan melawan hukum dapat terjadi dalam transaksi jual beli secara elektronik,
apabila dipenuhi unsur-unsurnya, yakni: 1. Ada perbuatan melawan hukumnya, 2. Ada
kesalahannya, 3. Ada kerugiannya, 4. Ada hubungan timbal balik antara unsur 1,
2 dan 3. Suatu perbuatan melawan hukum mungkin dapat terjadi dalam transaksi
jual beli secara elektronik, asalkan harus dapat dibuktikan unsur-unsurnya
tersebut diatas. Apabila unsusr-unsur diatas tidak terpenuhi seluruhnya, maka
suatu perbuatan tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana
telah diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.
2. Proses
Penyelesaian Sengketa Yang Timbul Dari Jual Beli Melalui Internet(E-Commerce) dapat ditempuh melalui
jalur litigasi dan non litigasi. Penyelesaian secara litigasi yaitu mengajukan
surat gugatan melalui lembaga peradilan yang berwenang sesuai ketentuan hukum
acara perdata yang berlaku di Indonesia atau berdasarkan hukum acara yang
dipilih oleh para pihak, sedangkan secara non litigasi atau di luar pengadilan,
antara lain melalui cara adaptasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi serta
arbitrase sesuai ketentuan yang berlaku.
B.
Saran
Berdasarkan hasil
pembahasan dalam penelitian ini
maka dapat dikemukakan
beberapa pokok pikiran
sebagai saran, yaitu sebagai
berikut :
1.
Alangkah baiknya para pihak yang
terlibat dalam transaksi bisnis melalui internet untuk lebih berhati-hati
memilih produk yang ditawarkan oleh penjual di internet sehingga tidak mudah
menjadi korban penipuan.
2.
Diharapkan bagi pihak yang menjadi
korban penipuan transaksi jual beli melalui internet untuk menempuh jalur hukum
yang berlaku baik penyelesaian perkara litigasi maupun non litigasi. Dan
diharapkan bagi pemerintah untuk menindak tegas oknum-oknum yang melakukan
penipuan dalam bertransaksi melalui internet.
DAFTAR
PUSTAKA
A.
Buku-Buku.
AK,
Syahmin. 2006. Hukum Kontrak
Internasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ali,
Zainuddin. 2006. Filsafat Hukum.
Jakarta: Sinar Grafika.
Ashshofa,
Burhan. 2001. Metode Penelitian Hukum.
Jakarta: Rineka Cipta.
Fuady,
Munir. 2000. Perbuatan Melawan Hukum
(Pendekatan Kontemporer). Bandung: Refika Aditama.
Fuady,
Munir. 2007. Hukum Kontrak (Dari Sudut
Pandang Hukum Bisnis). Bandung:. Citra Aditya Bakti.
Harahap,
M. Yahya. 2005. Hukum Acara Perdata.
Jakarta: Sinar Grafika.
Hassanah,
Hetty. 2005. Metode Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Bandung: Unikom.
Kansil,
C. S. T. 2002. Pengantar Ilmu Hukum Dan
Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Makarim,
Edmon. 2000. Kompilasi Hukum Telematika.
Jakarta: Gravindo Persada.
Miru,
Ahmadi dan Sutarman Yodo. 2004. Hukum
Perlindungan Konsumen. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Refika
Aditama Subekti. 1979. Pokok-Pokok Hukum
Perdata. Jakarta: Intermasa.
Sidharta,
B. Arief. 2006. Hukum dan Logika.
Bandung: Alumni.
Subekti.
1985. Aneka Perjanjian. Cetakan VII.
Bandung: Alumni.
Sutantio,
Retnowulan dan Iskandar Oerip. 2000. Hukum
Acara Perdata dalam Teori Dan Praktek. Bandung: Alumni.
Syahrani,
Riduan. 1992. Seluk-Beluk Dan Asas-Asas
Hukum Perdata. Bandung: Alumni.
Wahid,
Abdul dan Mohammad Labib. 2005. Kejahatan
Mayatara. Bandung: Refika Aditama
B.
Peraturan
Perundang-undangan
Indonesia,
Undang-Undang Dasar 1945
C.
Sumber-sumber
lain
Google.
Santiemelow, blog.friendster.com di akses tanggal 23 Oktober 2010
http://igoblog.info/internet/pengertian-internet.
di akses tanggal 23 Oktober 2010
www.media-indonesia.com. di akses pada
14 Desember 2010
Johanes
Gunawan. 2003. Reorientasi Hukum Kontrak Di Indonesia. Jurnal Hukum Bisnis.
Vol. 22 No. 6
Otje
Salman Soemadiningrat. 2004. Makalah pada Seminar Up-Granding Teknik Penyusunan
Penulisan Hukum Oleh Lembaga Kajian Hukum UNIKOM.
Penalaran,
Wikipedia Bahasa Indonesia, Metode Deduktif, Google.Com. di akses
tanggal 02 September 2010
Uncitral
Model Law on Electronic Commerce, http://www.uncitral Model Law.com. di akses
tanggal 01 September 2010.
SUATU ANALISIS TENTANG PERBUATAN
MELAWAN HUKUM DALAM TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI INTERNET
SKRIPSI
Diajukan Untuk Diseminarkan Pada
Program Studi Ilmu Hukum
Kekhususan Hukum Ekonomi Fakultas Ilmu
Sosial
Universitas Negeri Manado
Oleh:
RISNA KARDINA
06
300 622
UNIVERSITAS NEGERI
MANADO
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN PPKn
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
[5].Google. Santiemelow,
blog.friendster.com. di Akses pada 23 Oktober 2010.
[20] Ibid, Hal. 82
[21] Ibid, Hal. 90
[23] Retnowulan S. dan Iskandar
Oerip, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Alumni, 2000).
Hal 156
[24]
http://www.uncitral-model-law.com. di akses pada 14 Desember 2010
[25] Hetty Hassanah, Metode
Alternatif Penyelesaian Sengketa,(Bandung: Unikom, 2005). Hal 67
KTA DANA TUNAI TANPA JAMINAN UNTUK APAPUN KEBUTUHAN ANDA . INGIN LIBURAN.RENOVASI RUMAH.PENDIDIKAN.KESEHATAN DLL KITA BANTU PROSES BUNGA 1.99% PROVISI 1.75% UNTUK PENGAJUAN SYARAT LAMPIRAN NYA FC KTP NPWP KARTU KREDIT LIMIT MIN 5 JUTA DAN SUDAH BERJALAN 1 TH . COVER TABUNGAN MELAYANI NASABAH SELURUH INDONESIA BERKAS DAPAT DIKIRIM VIA EMAIL DI rooly88@gmail.com SETELAH BERKAS SAMPAI AKAN DI VERIVIKASI VIA TELPON . PROSES MAKSIMAL 14 HARI KERJA. DANA CAIR 2-3 KALI LIMIT KARTU. JUMLAH PINJAMAN 10-300 JUTA TENOR 36 BULAN. ALAMAT KANTOR KAMI DI PT MIP AGENCY RUKO PANDANARAN LANTAI DUA SEMARANG JL PANDANARAN SEBELUM LAWANG SEWU . BERKAS 100% AMAN DAN RESMI BANK LIHAT PROFIL DI FACEBOOK CHAIRUL SARTO UTOMO Info pengajuan 085600125176 pin 52B77BDC email rooly88@gmail.com Terima Kasih
BalasHapusHi, Really great effort. Everyone must read this article. Thanks for sharing.
BalasHapus