Kamis, 21 Juni 2012

SUATU ANALISIS TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI INTERNET


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melahirkan berbagai dampak baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif tentu saja merupakan hal yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kemaslahatan kehidupan manusia di dunia termasuk di Negara Indonesia sebagai negara berkembang, yang mana hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini dibuat dalam berbagai bentuk dan konsekuensinya sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Dampak negatif yang timbul dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus juga dipikirkan solusinya karena hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada kehidupan manusia, baik, kehidupan manusia secara fisik maupun kehidupan mentalnya.
Salah satu hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini antara lain adalah teknologi dunia maya yang dikenal dengan istilah internet. Melalui internet seseorang dapat melakukan berbagai macam kegiatan tidak hanya terbatas pada lingkup lokal atau nasional tetapi juga secara global bahkan internasional, sehingga kegiatan yang dilakukan melalui internet ini merupakan kegiatan yang tanpa batas, artinya seseorang dapat berhubungan dengan siapapun yang berada dimanapun dan kapanpun.
Kegiatan bisnis perdagangan melalui internet yang dikenal dengan istilah Electronic Commerce yaitu suatu kegiatan yang banyak dilakukan oleh setiap orang, karena transaksi jual beli secara elektronik ini dapat mengefektifkan waktu sehingga seseorang dapat melakukan transaksi jual beli dengan setiap orang dimanapun dan kapanpun. Dengan demikian semua transaksi jual beli melalui internet ini dilakukan tanpa ada tatap muka antara para pihaknya, mereka mendasarkan transaksi jual beli tersebut atas rasa kepercayaan satu sama lain, sehingga perjanjian jual beli yang terjadi diantara para pihak pun dilakukan secara elektronik pula baik melalui e-mail atau cara lainnya, oleh karena itu tidak ada berkas perjanjian seperti pada transaksi jual beli konvensional.
Kondisi seperti itu tentu saja dapat menimbulkan berbagai akibat hukum dengan segala konsekuensinya, antara lain apabila muncul suatu perbuatan melawan hukum dari salah satu pihak dalam sebuah transaksi jual beli secara elektronik ini, akan menyulitkan pihak yang dirugikan untuk menuntut segala kerugian yang timbul dan disebabkan perbuatan melawan hukum itu, karena memang dari awal hubungan hukum antara kedua pihak termasud tidak secara langsung berhadapan, mungkin saja pihak yang telah melakukan perbuatan melawan hukum tadi berada di sebuah negara yang sangat jauh sehingga untuk melakukan tuntutan terhadapnya pun sangat sulit dilakukuan tidak seperti tuntutan yang dapat dilakukan dalam hubungan hukum konvensional/biasa. Bahkan adanya kendala saat proses pembuktian suatu perbuatan melawan hukum dikarenakan masing-masing pihak yang terkait dalam transaksi jual beli melalui internet tidak berada dalam lingkup satu negara.
Walaupun sengketa yang ada dapat diselesaikan baik secara litigasi maupun secara non litigasi, namun pelaksanaan putusannya terkadang membutuhkan daya paksa dari pihak berwenang, dalam hal ini lembaga peradilan  yang mengadili kasus tersebut, sementara para pihak yang bersengketa mungkin berada dalam wilayah yang berbeda, dengan demikian secara teknis akan menimbulkan kesulitan, karena daya paksa yang dimaksud harus diberikan secara langsung tanpa melalui internet. Kenyataan seperti ini merupakan hal-hal yang harus mendapat perhatian dan pemikiran untuk dicarikan solusinya, karena transaksi jual beli yang dilakukan melalui internet tidak mungkin terhenti, bahkan setiap hari selalu ditemukan teknologi terbaru dalam dunia internet, sementara perlindungan dan kepastian hukum bagi para pengguna internet tersebut tidak mencukupi, dengan demikian harus diupayakan untuk tetap mencapai kesimbangan hukum dalam kondisi termaksud.
Pada penelitian ini diharapkan dapat menjawab berbagai macam pertanyaan berkenaan dengan masalah perbuatan melawan hukum yang timbul dalam transaksi jual beli secara elektronik/melalui internet, kendala-kendala dalam mengatasi perbuatan melawan hukum pada suatu transaksi jual beli secara elektronik/melalui internet, serta tindakan hukum yang dapat dilakukan terhadap pelaku perbuatan melawan hukum pada suatu transaksi jual beli secara elektronik/melalui internet.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah proses mencari dan menemukan penyebab timbulnya masalah. Berangkat dari latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1.      Sulitnya menyelesaikan masalah sengketa yang timbul diantara para pihak dikarenakan komunikasi yang kurang efektif dan efisien.
2.      Kendala yang timbul saat proses pembuktian suatu perbuatan melawan hukum dikarenakan masing-masing pihak yang terkait dalam transaksi jual beli melalui internet tidak berada dalam lingkup satu negara.
3.      Kedudukan KUHPerdata dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam jual beli melalui internet (E-Commerce)
4.      Sulitnya penerapan Undang-undang Informasi dan Elektronik (UU ITE) dalam penyelesaian sengketa yang terjadi dalam jual beli melalui internet (E-Commerce).
5.      Masih kurangnya pengetahuan dan keahlian pihak-pihak yang berwenang menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam dunia maya, khususnya transaksi jual beli secara elektronik
6. Sulitnya pelaksanaan putusan dari suatu proses penyelesaian sengketa atas perbuatan  melawan hukum dalam transaksi jual beli secara elektronik.

C. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1.      Bagaimana bentuk perbuatan melawan hukum dalam kegiatan jual beli melalui internet (E-Commerce)?
2.      Bagaimana proses upaya penyelesaian sengketa yang timbul dari jual beli melalui internet(E-Commerce) dari sudut pandang KUHPerdata?

D. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan daripada penulisan skripsi ini adalah:
1.      Untuk memahami bentuk-bentuk perbuatan melawan hukum dalam kegiatan jual beli melalui internet(E-Commerce)
2.      Untuk mengetahui proses upaya penyelesaian sengketa yang timbul dari jual beli melalui internet(E-Commerce) dari sudut pandang KUHPerdata.
E. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
        Adapun manfaat teoritis yang menjadi harapan setelah penelitian ini dilaksanakan, adalah:
a)      Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna untuk lebih memperdalam penegetahuan dan pemahaman serta wawasan pemikiran penulis terutama dalam jual-beli melalui internet (E-Commerce) khususnya dari sisi penegakan hukum dan membangun suatu dasar pengetahuan dalam rangka yang utuh sebagai professional dan akademis.
b)      Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar dan/atau pembanding bagi pihak yang ingin mengangkat kembali konsep penelitian ini terhadap objek yang sama tetapi terhadap subjek yang lain atau yang lebih luas, menuju kea rah penelitian yang lebih baik dan lebih sempurna.

2. Manfaat Praktis
Sedangkan manfaat praktis yang diharapkan setelah penelitian ini dilaksanakan adalah:
a)      Bagi Masyarakat
Dapat memberikan pengetahuan bagaimana proses jual beli melalui internet(E-Commerce). Serta pemahaman akan bentuk-bentuk perbuatan melawan hukum dalam kegiatan jual beli melalui internet(E-Commerce).
b)   Bagi Pemerintah
Sebagai sumbangan pemikiran dan bahan tindak lanjut bagi pemerintah serta masyarakat luas untuk lebih mengerti akan bentuk-bentuk perbuatan melawan hukum. Serta dapat bermanfaat untuk memberi perlindungan hukum dalam kegiatan jual beli melalui internet (E-Commerce).


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
            Perkembangan teknologi informasi semakin maju sehingga mendorong munculnya berbagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat melalui kecanggihan teknologi informasi tersebut dalam ini internet. Salah satu kegiatan di dunia maya termaksud antara lain transaksi jual beli secara elektronik (E-Commerce). Pada transaksi ini tidak menutup kemungkinan timbulnya berbagai perbuatan yang melanggar hukum sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak lainnya. Oleh karena itu perlu dipikirkan solusinya berupa tindakan hukum yang dapat dilakukan atas suatu perbuatan melawan hukum yang terjadi dalam transaksi jual beli melalui internet ini. Dengan demikian kasus-kasus seperti itu tetap dapat diselesaikan secara hukum, sehingga tidak terjadi kekosongan hukum yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi.
Dalam dunia ilmu pengetahuan, teori menempati kedudukan yang penting, yang memberikan sarana untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang dibicarakan secara lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri sendiri biasanya disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori dengan demikian memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistemasikan masalah yang dibicarakan. Teori bisa juga mengandung subjektivitas, apalagi berhadapan dengan suatu fenomena yang cukup kompleks seperti hukum. Oleh karena itulah muncul berbagai aliran dalam ilmu hukum sesuai dengan sudut pandang yang dipakai oleh orang-orang yang tergabung dalam aliran-aliran tersebut.[1]
            Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Utilitarianisme yang berprinsip bahwa manusia akan melakukan tindakan-tindakan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Teori ini dipelopori oleh Jeremy Bentham, John Stuar Mill dan Rudolf von Jhering. Teori ini menganggap tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan dan kebahagiaan yang sebanyak-banyaknya kepada warga masyarakat. Hal ini didasari oleh adanya falsafah social yang mengungkapkan bahwa setiap warga masyarakat mendambakan kebahagiaan dan hukum merupakan salah satu alatnya.[2]
            Teori pendukung lainnya menurut Van Apeldoorn, bahwa hukuman itu semata-mata menghendaki keadilan. Teori-teori yang mengajarkan hal tersebut dinamakan teori etis.[3] Karena menrurut teori ini, isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil. Hukum menetapkan peraturan-peraturan umum yang menjadi petunjuk untuk orang-orang dalam pergaulan masyarakat. Jika hukum semata-mata menghendaki keadilan, jadi semata-mata mempunyai tujuan memberi tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya, maka ia tak dapat membentuk peraturan-peraturan umum.
            Tertib hukum yang tak mempunyai peraturan hukum, tertulis atau tidak tertulis, tak mungkin, kata Van Apeldoorn. Tak adanya peraturan umum, berarti ketidak tentuan yang sungguh-sungguh mengenai apa yang disebut adil atau tidak adil. Dan ketidak tentuan inilah yang selalu akan menyebabkan perselisihan antar anggota masyarakat, jadi menyebabkan keadaan tidak teratur. Dengan demikian hukum harus menentukan peraturan umum, harus menyamaratakan. Tetapi keadilan melarang menyamaratakan; keadilan menuntut supaya setiap perkara harus ditimbang tersendiri. Oleh karena itu kadang-kadang pembentuk undang-undang sebanyak mungkin memenuhi tuntutan tersebut dengan merumuskan peraturan-peraturannya sedemikian rupa, sehingga hakim diberikan kelonggaran yang besar dalam melakukan peraturan-peraturan tersebut atas hal-hal yang khusus.
            Berdasarkan pada pembuatan skripsi ini mengacu pada judul yang diambil maka, teori yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan teori Schutznorm (ajaran relativitas) yang di bawa oleh Gelein Vitringa, yang secara harafiah berarti “norma perlindungan”[4]. Teori ini mengajarkan bahwa agar seseorang dapat di mintakan tanggung jawabnya karna telah melakukan perbuatan melawan hukum vide Pasal 1365 (KUH Perdata), maka tidak cukup hanya menunjukkan adanya hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang timbul. Akan tetapi, perlu juga ditunjukkan bahwa norma/peraturan yang di langgar tersebut dibuat memang untuk melindungi (Schutz) terhadap kepentingan korban yang di langgar.       
           
B. Kajian Konseptual
1.      Pengertian Transaksi Jual Beli
            Jual beli adalah persetujuan saling mengikat antara penjual yakni pihak yang menyerahkan barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang yang dijual.[5]Berbicara mengenai transaksi jual beli secara elektronik, tidak terlepas dari konsep perjanjian secara mendasar sebagaimana termuat dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang menegaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Ketentuan yang mengatur tentang perjanjian terdapat dalam Buku III KUH Perdata, yang memiliki sifat terbuka artinya ketentuan-ketentuannya dapat dikesampingkan, sehingga hanya berfungsi mengatur saja. Sifat terbuka dari KUH Perdata ini tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang mengandung asas Kebebasan Berkontrak, maksudnya setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Adalah dipenuhinya syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Kesepakatan para pihak dalam perjanjian
2.      Kecakapan para pihak dalam perjanjian
3.      Suatu hal tertentu
4.      Suatu sebab yang halal
            Kesepakatan berarti adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang membuat perjanjian, sehingga dalam melakukan suatu perjanjian tidak boleh ada paksaan, kekhilapan dan penipuan (dwang, dwaling, bedrog).[6]
            Kecakapan hukum sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian maksudnya bahwa para pihak yang melakukan perjanjian harus telah dewasa yaitu telah berusia 18 tahun atau telah menikah, sehat mentalnya serta diperkenankan oleh undang-undang. Apabila orang yang belum dewasa hendak melakukan sebuah perjanjian, maka dapat diwakili oleh orang tua atau walinya sedangkan orang yang cacat mental dapat diwakili oleh pengampu atau curatornya.[7]
            Suatu hal tertentu berhubungan dengan objek perjanjian, maksudnya bahwa objek perjanjian itu harus jelas, dapat ditentukan dan diperhitungkan jenis dan jumlahnya, diperkenankan oleh undang-undang serta mungkin untuk dilakukan para pihak.
            Oleh sebab yang halal, berarti perjanjian termaksud harus dilakukan berdasarkan itikad baik. Berdasarkan Pasal 1335 KUH Perdata, suatu perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan. Sebab dalam hal ini adalah tujuan dibuatnya sebuah perjanjian.
2. Perjanjian dalam Jual beli
A.  Unsur-unsur perjanjian yaitu:[8]
1. Unsur Esentialia, sebagai unsur pokok yang wajib ada dalam perjanjian seperti identitas para pihak yang harus dicantumkan dalam suatu perjanjian, termasuk perjanjian yang dilakukan jual beli secara elektronik.
2. Unsur Naturalia, merupakan unsur yang dianggap ada dalam perjanjian walaupun tidak dituangkan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad baik dari masing-masing pihak dalam perjanjian.
3.  Unsur Accedentialia, yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak dalam perjanjian, seperti klausula tambahan yang berbunyi “barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan”.

B.   Asas-asas Perjanjian
     Dalam suatu perjanjian harus diperhatikan pula beberapa macam azas yang dapat diterapkan antara lain:
1.   Asas Konsensualisme, yaitu asas kesepakatan, dimana suatu perjanjian dianggap ada seketika setelah ada kata sepakat.[9]
2.   Asas Kepercayaan, yang harus ditanamkan diantara para pihak yang membuat perjanjian.
3.   Asas Kekuatan mengikat, maksudnya diantara para pihak yang membuat perjanjian terikat pada seluruh isi perjanjian dan kepatutan yang berlaku.
4.   Asas Persamaan Hukum, yaitu bahwa setiap orang dalam hal ini para pihak mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum.
5.   Asas Keseimbangan, maksudnya bahwa dalam melaksanakan perjanjian harus ada keseimbangan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sesuai dengan apa yang diperjanjikan.
6.   Asas Moral adalah sikap moral yang baik harus menjadi motivasi para pihak yang membuat dan melaksanakan perjanjian.
7.   Asas Kepastian Hukum yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya.
8.   Asas Kepatutan maksudnya bahwa isi perjanjian tidak hanya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tetapi juga harus sesuai dengan kepatutan, sebagaimana ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kepastian atau undang-undang.
9.   Asas Kebiasaan, maksudnya bahwa perjanjian harus mengikuti kebiasaan yang lazim dilakukan, sesuai dengan isi pasal 1347 KUH Perdata yang berbunyi hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan ke dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan. Hal ini merupakan perwujudan dari unsur-unsur naturalia dalam perjanjian.

Semua ketentuan perjanjian tersebut diatas dapat diterapkan pula pada perjanjian yang dilakukan melalui media internet, seperti perjanjian jual beli secara elektronik, sebagai akibat adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menurut Pasal 1457 KUH Perdata, “Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.” Jual beli tidak hanya dapat dilakukan secara berhadapan langsung antara penjual dengan pembeli, tetapi juga dapat dilakukan secara terpisah antara penjual dan pembeli, sehingga mereka tidak berhadapan secara langsung, melainkan transaksi dilakukan melalui media internet/secara elektronik.

3. Pengertian Melawan Hukum
      Dalam suatu peristiwa hukum termasuk transaksi jual beli secara elektronik tidak terlepas dari kemugkinan timbulnya pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu atau kedua pihak, dan pelanggaran hukum tersebut mungkin saja dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (Onrechmatigedaad) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
      “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Bedasarkan definisi tersebut diatas, suatu perbuatan dapat dianggap perbuatan melawan hukum apabila memenuhi unsur-unsurnya yaitu:[10]
1.                  Ada perbuatan melawan hukum
2.                  Ada kesalahannya
3.                  Ada kerugiannya, dan
4.                  Ada hubungan timbal balik antara unsur 1, 2 dan 3.
4.Internet
            Internet merupakan jaringan global komputer dunia, besar dan sangat luas sekali dimana setiap komputer saling terhubung satu sama lainnya dari negara ke negara lainnya di seluruh dunia dan berisi berbagai macam informasi, mulai dari text, gambar, audio, video, dan lainnya.
Internet itu sendiri berasal dari kata
Interconnection Networking, yang berarti hubungan dari banyak jaringan komputer dengan berbagai tipe dan jenis, dengan menggunakan tipe komunikasi seperti telepon, salelit, dan lainnya.[11]
                  Internet memberikan banyak sekali manfaat, ada yang bisa memberikan manfaat baik dan buruk. Baik bila digunakan untuk pembelajaran informasi dan buruk bila digunakan untuk hal yang berbau pornografi, informasi kekerasan, dan lain-lainnya yang negatif. Internet ini memungkinkan pengguna komputer di seluruh dunia untuk saling berkomunikasi dan berbagi informasi dengan cara saling mengirimkan email, menghubungkan komputer satu ke ke komputer yang lain, mengirim dan menerima file dalam bentuk text, audio, video, membahas topik tertentu pada newsgroup, website social networking dan lain-lain.
                  Perkembangan internet memang cepat dan memberi pengaruh signifikan dalam segala aspek kehidupan kita. Internet membantu kita sehingga dapat berinteraksi, berkomunikasi, bahkan melakukan perdagangan dengan orang dari segala penjuru dunia dengan murah, cepat dan mudah. beberapa tahun terakhir ini dengan begitu merebaknya media internet menyebabkan banyaknya perusahaan yang mulai mencoba menawarkan berbagai macam produknya dengan menggunakan media ini. Dan salah satu manfaat dari keberadaan internet adalah sebagai media promosi suatu produk. Suatu produk yang dionlinekan melalui internet dapat membawa keuntungan besar bagi pengusaha karena produknya di kenal di seluruh dunia.


















BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Data Penelitian
                “Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (library research).[12] Penelitian hukum normatif mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah positif tertulis bentukan lembaga perundang-undangan (Undang-Undang Dasar), kodifikasi, Undang-Undang, Peraturan-Peraturan dan sebagainya.[13]      Penelitian jenis ini lazim disebut sebagai “study dokmatik” atau yang dikenal dengan “doctrin research”.[14] Penelitian tipe doktrinal (doctrinal research) adalah mirip dengan tipe penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif juga disebut penelitian hukum teoritis/dogmatik.[15] Dogmatik hukum bersifat teoritis-rasional, sehingga pengungkapannya terikat pada metode yang didasarkan pada persyaratan logika deduktif.
            Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (Library Research) ini dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder belaka. Data dalam kaitannya dengan penelitian hukum dibagi atas data primer dan data sekunder. Dan data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat, hal ini misalnya dalam rangka penelitian hukum sosiologis atau empiris, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup:
1)      Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari:
a. Norma dasar atau kaidah dasar yaitu pembentukan UUD 1945
     merupakan landasan hukum dalam upaya melindungi segenap bangsa Indonesia, tidak terkecuali bagi orang-orang yang melakukan perbuatan melawan hukum tertentu seperti transaksi jual beli secara elektronik.
b. Peraturan dasar yaitu pasal-pasal UUD 1945, ketetapan MPR
     Indonesia merupakan negara hukum sehingga setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
c. Peraturan Perundang-undangan, seperti: KUH Perdata, UU ITE
2)      Bahan hukum sekunder seperti penjelasan yang terdapat dalam suatu rancangan undang-undang, hasil karya kalangan hukum, hasil penelitian
3)      Bahan hukum tertier, contoh penjelasan dalam kamus ensiklopedi.(Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, 1995: 13-15).

Dengan mengacu pada masalah penelitian yang dirumuskan, maka penelitian ini akan mengkaji bahan sekunder, bahan hukum tertier yang ada kaitannya dengan pokok-pokok permasalahannya.

B. Pengumpulan Data
            Pengumpulan data dilakukan melalui kegiatan studi kepustakaan dan studi dokumen.[16]Kegiatan studi pustaka dilakukan dengan mengikuti tahap-tahap berikut:[17]
1)      Sumber data (sumber primer dan sekunder), yaitu perundang-undangan, dokumen hukum, catatan hukum dan literature bidang ilmu pengetahuan hukum.
2)      Identifikasi data (bahan hukum primer dan sekunder) yaitu proses mencari dan mengenal bahan hukum berupa ketentuan pasal perundang-undangan, nama dokumen hukum, nama catatan hukum dan judul, nama pengarang, tahun penerbitan, dan halaman karya tulis bidang hukum.
3)      Inventarisasi yang relevan dengan masalah dan cara pengutipan atau pencatatan.
4)      Pengkajian data yang sudah terkumpul guna menentukan relevansinya dengan kebutuhan dan rumusan masalah.


C.  Pengolahan Data
            Dalam pegolahan data maka peneliti akan menyusun data secara teratur, berurutan, logis sehingga mudah dipahami dan di interprestasikan, kemudian menempatkan data menurut data kerangka sistematika, atau mengelompokkan data sesuai variable penelitian atau objek penelitian yaitu apa yang menjadi titik perhatian dalam penelitian ini.

D. Penyajian dan Analisis Data
            Karena data dalam penelitian ini hanya berdasarkan data kepustakaan dan dokumentasi tanpa mengadakan penelitian lapangan, maka uraiannya bersifat kualitatif artinya data akan disajikan dalam bentuk kalimat-kalimat sehingga membentuk suatu uraian. (Hilda Hadikusuma, 1995: 99-104). Sedangkan menurut Human Hadikusuma, “Penelitian yang hanya melakukan studi kepustakaan (data sekunder) tanpa melakukan penelitian lapangan (data primer). Laporan skripsi itu akan hanya bersifat deskripsi analitis berdasarkan pendekatan masalah yang bersifat normatif-juridis”.
            Penelitian ini juga memusatkan perhatiannya pada hukum sebagai sistem peraturan-peraturan yang abstrak, hukum sebagai suatu lembaga yang benar-benar otonom, terlepas dari kaitannya dengan hal-hal diluar peraturan perundang-undangan. Menurut Bambang Sunggono, “Pemusatan perhatian yang demikian ini akan membawa kepada penggunaan metode normatif dalam menggarap hukum. Sesuai dengan cara pembahasan yang bersifat analitis, maka metode ini disebut sebagai normatif analitis”. Menurut Abdulkadir M., “Apabila penelitian itu menggunakan pendekatan normatif analitis substansi hukum (approach of legal content analysis), ada 3 (tiga) gradasi pendekatan normatif analisis yang dapat digunakan yaitu: (a) Penjelajahan hukum (legal exploration); (b) Tinjauan hukum (legal review), dan (c) Analisis hukum atau analisis yuridis (legal anlysis). Analisis hukum atau analisis yuridis adalah tingkatan tertinggi serta lebih komprehensif dalam kajian substansi hukum.”).
            Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa karena data dalam penelitian ini bersifat data kualitatif yaitu data berupa kalimat-kalimat pernyataan dan informasi, maka dalam penelitian hukum ini akan menggunakan “analisis juridis-normatif (hukum normatif)” dengan melalui 3 (tiga) gradasi (tingkat) pendekatan normatif analisis, yaitu: (a) Penjelajahan hukum (legal exploration); (b) Tinjauan hukum (legal review), dan (c) Analisis hukum atau analisis yuridis (legal anlysis).








BAB IV
PEMBAHASAN
A. Bentuk Perbuatan Melawan Hukum Dalam Kegiatan Jual Beli Melalui Internet (E-Commerce) 
A.1. Transaksi Jual Beli Melalui Internet (Electronic Commerce)
            Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Tentang Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), disebutkan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Transaksi jual beli secara elektronik merupakan salah satu perwujudan ketentuan di atas. Pada transaksi jual beli secara elektronik ini, para pihak yang terkait didalamnya, melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan sesuai ketentuan Pasal 1 angka 17 Tentang Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), disebut sebagai kontrak elektronik yakni perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik.
            Pada transaksi jual beli secara elektronik, sama halnya dengan transaksi jual beli biasa yang dilakukan di dunia nyata, dilakukan oleh para pihak yang terkait, walaupun dalam jual beli secara elektronik ini pihak-pihaknya tidak bertemu secara langsung satu sama lain, tetapi berhubungan melalui internet. Dalam transaksi jual beli secara elektronik, pihak-pihak yang terkait antara lain[18]:
1.      Penjual atau merchant atau pengusaha yang menawarkan sebuah produk melalui internet sebagai pelaku usaha
2.      Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-undang, yang menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan berkeinginan untuk melakukan transaksi jual beli produk yang ditawarkan oleh penjual/pelaku usaha/merchant
3.      Bank sebagai penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada penjual atau pelaku usaha/merchant, karena pada transaksi jual beli secara elektronik, penjual dan pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka berada pada lokasi yang berbeda sehingga pembayaran dapat dilakukan melalui perantara dalam hal ini bank.
4.      Provider sebagai penyedia jasa layanan akses internet.
Pada dasarnya pihak-pihak dalam jual beli secara elektronik tersebut diatas, masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Penjual/pelaku usaha/merchant merupakan pihak yang menawarkan produk melalui internet, oleh karena itu, seorang penjual wajib memberikan informasi secara benar dan jujur atas produk yang ditawarkannya kepada pembeli atau konsumen. Disamping itu, penjual juga harus menawarkan produk yang diperkenankan oleh undang-undang, maksudnya barang yang ditawarkan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undang, tidak rusak ataupun mengandung cacat tersembunyi, sehingga barang yang ditawarkan adalah barang yang layak untuk diperjualbelikan. Dengan demikian transaksi jual beli termaksud tidak menimbulkan kerugian bagi siapapun yang menjadi pembelinya. Di sisi lain, seorang penjual atau pelaku usaha memiliki hak untuk mendapatkan pembayaran dari pembeli/konsumen atas harga barang yang dijualnya, juga berhak untuk mendapatkan perlindungan atas tindakan pembeli/konsumen yang beritikad tidak baik dalam melaksanakan transaksi jual beli secara elektronik ini.
            Transaksi jual beli secara elektronik merupakan hubungan hukum yang dilakukan dengan memadukan jaringan (network) dari sistem informasi yang berbasis komputer dengan sistem komunikasi yang berdasarkan jaringan dan jasa telekomunikasi. Hubungan hukum yang terjadi dalam transaksi jual beli secara elektronik tidak hanya terjadi antara pengusaha dengan konsumen saja, tetapi juga terjadi antara pihak-pihak dibawah ini[19]:
1)      Business to Business, merupakan transaksi yang terjadi antar perusahaan dalam hal ini, baik pembeli maupun penjual adalah sebuah perusahaan dan bukan perorangan. Biasanya transaksi ini dilakukan karena mereka telah saling mengetahui satu sama lain dan transaksi jual beli tersebut dilakukan untuk menjalin kerjasama antara perusahaan itu.
2)      Customer to Customer, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antara individu dengan individu yang akan saling menjual barang.
3)      Customer to Business, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antara individu sebagai penjual dengan sebuah perusahaan sebagai pembelinya.
4)      Customer to Government, merupakan transaksi jual beli yang dilakukan antara individu dengan pemerintah, misalnya dalam pembayaran pajak.
A.2. Proses Transaksi Jual Beli Melalui Internet
            Pada dasarnya proses jual beli secara elektronik tidak jauh berbeda dengan proses transaksi jual beli biasa di dunia nyata. Pelaksanaan transaksi jual beli secara elektronik ini dilakukan dalam beberapa tahap, sebagai berikut[20]:
1.      Penawaran yang dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui website pada internet. Penjual atau pelaku usaha menyediakan storefront yang berisi catalog produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang memasuki website pelaku usaha tersebut dapat melihat-lihat barang yang ditawarkan oleh penjual. Salah satu keuntungan transaksi jual beli melalui di took online ini adalah bahwa pembeli dapat berbelanja kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu. Penawaran dalam sebuah website biasanya menampilkan barang-barang yang ditawarkan, harga, nilai rating atau poll otomatis tentang barang yang diisi oleh pembeli sebelumnya, spesifikasi barang termaksud dan menu produk lain yang berhubungan. Penawaran melalui internet terjadi apabila pihak lain yang menggunakan media  internet memasuki situs milik penjual atau pelaku usaha yang melakukan penawaran, oleh karena itu, apabila seseorang tidak menggunakan media internet dan memasuki situs milik pelaku usaha yang menawarkan sebuah produk maka tidak dapat dikatakan ada penawaran. Dengan demikian penawaran melalui media internet hanya dapat terjadi apabila seseorang membuka situs yang menampilkan sebuah tawaran melalui internet tersebut.
2.      Penerimaan dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi. Apabila penawaran dilakukan melalui e-mail address, maka penerimaan dilakukan melalui e-mail, karena penawaran hanya ditujukan pada sebuah e-mail yang dituju sehingga hanya pemegang e-mail tersebut yang dituju. Penawaran melalui website ditujukan untuk seluruh masyarakat yang membuka website tersebut, karena siapa saja dapat masuk ke dalam website yang berisikan penawaran atas suatu barang yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha. Setiap orang yang berminat untuk membeli barang yang ditawarkan itu dapat membuat kesepakatan dengan penjual atau pelaku usaha yang menawarkan barang tersebut. Pada transaksi jual beli secara elektronik, khususnya melalui website, biasanya calon pembeli akan memilih barang tertentu yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha, dan jika calon pembeli atau konsumen itu tertarik untuk membeli salah satu barang yang ditawarkan, maka barang itu akan disimpan terlebih dahulu sampai calon pembeli/konsumen merasa yakin akan pilihannya, selanjutnya pembeli/konsumen akan memasuki tahap pembayaran.
3.      Pembayaran, dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya melalui fasilitas internet, namun tetap bertumpu pada sistem keuangan nasional, yang mengacu pada sistem keuangan lokal.
Klasifikasi cara pembayaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut[21]:
1)      Transaksi model ATM, sebagai transaksi yang hanya melibatkan institusi finansial dan pemegang account yang akan melakukan pengambilan atau mendeposit uangnya dari account masing-masing
2)      Pembayaran dua pihak tanpa perantara, yang dapat dilakukan langsung antara kedua pihak tanpa perantara dengan menggunakan uang nasionalnya
3)      Pembayaran dengan perantara pihak ketiga, umumnya merupakan proses pembayaran yang menyangkut debet, kredit ataupun cek masuk. Metode yang digunakan antara lain: sistem pembayaran melalui kartu kredit online serta pembayaran check in line.

Apabila kedudukan penjual dan pembeli berbeda, maka pembayaran dapat dilakukan melalui cara account to account atau pengalihan dari rekening pembeli kepada penjual. Berdasarkan kemajuan teknologi, pembayaran dapat dilakukan melalui kartu kredit dengan cara memasukkan nomor kartu kredit pada formulir yang disediakan oleh penjual dalam penawarannya. Pembayaran dalam transaksi jual beli secara elektronik ini sulit untuk dilakukan secara langsung, karena adanya perbedaan lokasi antara penjual dengan pembeli, walaupun dimungkinkan untuk dilakukan.
Pengiriman, merupakan suatu proses yang dilakukan setelah pembayaran atas barang yang ditawarkan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini pembeli berhak atas penerimaan barang termaksud. Pada kenyataannya, barang yang dijadikan objek perjanjian dikirimkan oleh penjual kepada pembeli dengan biaya pengiriman sebagaimana telah diperjanjikan antara penjual dan pembeli.
Berdasarkan proses transaksi jual beli secara elektronik yang telah diuraikan diatas menggambarkan bahwa ternyata jual beli tidak hanya dapat dilakukan secara konvensional, dimana antara penjual dengan pembeli saling bertemu secara langsung, namun dapat juga hanya melalui media internet, sehingga orang yang saling berjauhan atau berada pada lokasi yang berbeda tetap dapat melakukan transaksi jual beli tanpa harus bersusah payah untuk saling bertemu secara langsung, sehingga meningkatkan efektifitas dan efisiensi waktu serta biaya baik bagi pihak penjual maupun pembeli.


A.3. Perbuatan Melawan Hukum Dalam Jual Beli Melalui Internet
            Suatu perbuatan melawan hukum dapat terjadi dalam transaksi jual beli secara elektronik, apabila dipenuhi unsur-unsurnya, yakni:
1.      Ada perbuatan melawan hukumnya
2.      Ada kesalahannya
3.      Ada kerugiannya
4.      Ada hubungan timbal balik antara unsur 1, 2 dan 3


            Suatu perbuatan melawan hukum mungkin dapat terjadi dalam transaksi jual beli secara elektronik, asalkan harus dapat dibuktikan unsur-unsurnya tersebut diatas. Apabila unsusr-unsur diatas tidak terpenuhi seluruhnya, maka suatu perbuatan tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.
            Perbuatan melawan hukum dianggap terjadi dengan melihat adanya perbuatan dari pelaku yang diperkirakan memang melanggar undang-undang, bertentangan dengan hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, namun demikian suatu perbuatan yang dianggap sebagai perbuatan melawan hukum ini tetap harus dapat dipertanggungjawabkan apakah mengandung unsur kesalahan atau tidak.
            Pasal 1365 KUH Perdata tidak membedakan kesalahan dalam bentuk kesengajaan (opzet-dolus) dan kesalahan dalam bentuk kurang hati-hati (culpa), dengan demikian hakim harus dapat menilai dan mempertimbangkan berat ringannya kesalahan yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan perbuatan melawan hukum ini, sehingga dapat ditentukan ganti kerugian yang seadil-adilnya.
            Seseorang tidak dapat dituntut telah melakukan perbuatan melawan hukum, apabila perbuatan tersebut dilakukan dalam keadaan darurat/noodweer, overmacht, realisasi hak pribadi, karena perintah kepegawaian atau salah salah sangka yang dapat dimaafkan. Apabila unsur kesalahan dalam suatu perbuatan dapat dibuktikan maka ia bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya tersebut, namun seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan kesalahannya sendiri, tetapi juga karena perbuatan yang mengandung kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang yang menjadi tanggungannya, barang-barang yang berada di bawah pengawasannya serta binatang-binatang peliharaannya, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1366 sampai dengan Pasal 1369 KUH Perdata.
            Kerugian yang disebabkan perbuatan melawan hukum dapat berupa kerugian materiil dan atau kerugiaan immateriil. Kerugian materiil dapat terdiri dari kerugian nyata yang diderita dan keuntungan yang diharapkan. Berdasarkan yurisprudensi, ketentuan ganti kerugian karena wanprestasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1243 sampai Pasal 1248 KUH Perdata diterapkan secara analogis terhadap ganti kerugian yang disebabkan perbuatan melawan hukum. Kerugian immateriil adalah kerugian berupa pengurangan kenyamanan hidup seseorang, yang melakukan perbuatan melawan hukum tidak selalu harus memberikan ganti kerugian atau kerugian immateriil tersebut.
            Untuk dapat menuntut ganti kerugian terhadap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum, selain harus adanya kesalahan, Pasal 1365 KUH Perdata juga mensyaratkan adanya hubungan sebab akibat/hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum, kesalahan dan kerugian yang ada, dengan demikian kerugian yang dapat dituntut penggantiannya hanyalah kerugian yang memang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum tersebut.

Ø  Contoh kasus pelanggaran dalam transaksi jual beli melalui internet:
Anggota Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya membekuk sindikat pelaku penipuan melalui fasilitas internet. Petugas menangkap sindikat penipuan melalui internet, yakni AW ,26, dan dua orang wanita berinisial YF, 25, dan LL, 30, pada beberapa pekan lalu. "Para pelaku penipuan tersebut menampilkan barang yang hendak dijual melalui internet untuk melakukan modusnya," kata Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yan Fitri.  Para pelaku penipuan itu menampilkan gambar barang yang akan dijual dengan harga murah agar masyarakat tertarik untuk membeli barangnya. Kemudian sindikat mencantumkan nomor rekeningnya agar calon pembeli mentransfer uang untuk membeli barang. Akhirnya korban mengirimkan uang ke rekening tersangka, namun barang yang di beli pemesan tidak sampai ke tujuan. Petugas menyelidiki pengungkapan kasus penipuan itu dengan menelusuri situsnya dan mampu membekuk AW dan YF di sebuah rumah sekitar Gunung Sahari, Jakarta Pusat dan LL ditangkap di Pasar Baru, Jakarta Pusat.[22]

B. Proses Upaya Penyelesaian Sengketa Yang Timbul Dari Jual Beli Melalui Internet(E-Commerce) Dari Sudut Pandang Kuhperdata.
B.1. Tindakan Hukum Atas Perbuatan Melawan Hukum Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet

            Menurut ketentuan UU Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), khususnya Pasal 38 dikatakan:
1)      Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
2)      Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwalian terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Seseorang dapat melakukan gugatan secara perwalian atas nama masyarakat lainnya yang dirugikan tanpa harus terlebih dahulu memperoleh surat kuasa sebagaimana lazimnya kuasa hukum. Gugatan secara perwalian dimungkinkan apabila telah memenuhi hal-hal sebagai berikut:
·         Masyarakat yang dirugikan sangat besar jumlahnya, sehingga apabila gugatan tersebut diajukan secara perorangan menjadi tidak efektif
·         Sekelompok masyarakat yang mewakili harus mempunyai kepentingan yang sama dan tuntutan yang sama dengan masyarakat yang diwakilinya, serta sama-sama merupakan korban atas suatu perbuatan melawan hukum dari orang atau lembaga yang sama. Ganti kerugian yang dimohonkan dalam gugatan perwakilan dapat diajukan untuk mengganti kerugian-kerugian yang telah diderita, biaya-biaya pemulihan atas ketertiban umum dan norma-norma kesusilaan yang telah terganggu serta biaya perbaikan atas kerusakan yang diderita sebagai akibat langsung dari perbuatan Tergugat yang melawan hukum tersebut. Gugatan yang diajukan bukan merupakan gugatan ganti rugi saja akibat perbuatan melawan hukum, tetapi juga memohon kepada pengadilan untuk memerintahkan orang yang sudah melakukan perbuatan melawan hukum itu dalam pemanfaatan teknologi informasi, dalam hal ini transaksi jual beli secara elektronik termaksud tidak mengabaikan aspek pelayanan terhadap publik.
Sementara Pasal 39 UU Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), menegaskan bahwa:
1)      Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
2)      Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan.
Ada beberapa tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang berkepentingan atas terjadinya perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh pihak lain sehingga menimbulkan kerugian, yaitu menyelesaikan sengketa tersebut baik secara litigasi atau pengajuan surat gugatan melalui lembaga peradilan yang berwenang sesuai ketentuan hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia atau berdasarkan hukum acara yang dipilih oleh para pihak, maupun secara non litigasi atau di luar pengadilan, antara lain melalui cara adaptasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi serta arbitrase sesuai ketentuan yang berlaku. Penentuan cara dalam menyelesaikan sengketa, dan biasanya telah dicantumkan pada perjanjian sebagai klausula baku tertentu. Apabila dalam perjanjian jual beli semula belum ada kesepakatan mengenai cara penyelesaian sengketanya, maka para pihak tetap harus sepakat memilih salah satu cara penyelesaian sengketa yang terjadi, apakah secara litigasi atau non litigasi.
Apabila penyelesaian sengketa yang dipilih adalah secara litigasi, maka harus diperhatikan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku. Di Indonesia, sesuai ketentuan hukum acara perdatanya, maka suatu perbuatan melawan hukum harus dibuktikan melalui proses pemeriksaan di lembaga peradilan mulai dari tingkat pertama (Pengadilan Negeri) sampai tingkat akhir (Pengadilan Tinggi atau sampai Mahkamah Agung) dengan syarat adanya putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap dan pasti (inkracht van gewijsde).[23]
Gugatan yang diajukan didasari dengan ketentuan hukum perdata yaitu Pasal 1365 KUH P erdata. Selanjutnya pada proses pembuktian, harus dapat dibuktikan unsur-unsur yang menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum ini melalui alat-alat bukti yang diakui dalam Pasal 164 HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement), baik bukti secara tertulis (misalnya print out dokumen-dokumen yang berhubungan dengan transaksi jual beli secara elektronik tersebut), saksi-saksi termasuk saksi ahli (seperti ahli teknologi informasi dan sebagainya) sebagaimana diatur dalam Pasal 153 HIR, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Berdasarkan ketentuan Uncitral Model Law, print out dari suatu transaksi jual beli secara elektronik dapat digunakan sebagai bukti tertulis, oleh karena itu Indonesia dapat merujuk ketentuan termaksud, sebab Indonesia telah menjadi warga dunia yang ditandai dengan masuknya Indonesia menjadi anggota World Trade Organizatiton.[24]

Penyelesaian sengketa atas perbuatan melawan hukum yang terjadi dalam transaksi jual beli secara elektronik dapat pula dilakukan secara non litigasi, antara lain[25]:
1.      Proses adaptasi atas kesepakatan antara para pihak sebagaimana dituangkan dalam perjanjian jual beli yang dilakukan melalui media internet tersebut. Maksud adaptasi ini adalah para pihak dapat secara sepakat dan bersama-sama merubah isi perjanjian yang telah dibuat, sehingga perbuatan salah satu pihak yang semula dianggap sebagai perbuatan melawan hukum pada akhirnya tidak lagi menjadi perbuatan melawan hukum.
2.      Negosiasi, yang dapat dilakukan oleh para pihak yang bersengketa, baik para pihak secara langsung maupun melalui perwakilan masing-masing pihak.
3.      Mediasi, merupakan salah satu cara menyelesaikan sengketa di luar pengadilan, dengan perantara pihak ketiga/mediator yang berfungsi sebagai fasilitator, tanpa turut campur terhadap putusan yang diambil oleh kedua pihak
4.      Konsiliasi, juga merupakan cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, namun mirip pengadilan sebenarnya, dimana ada pihak-pihak yang dianggap sebagai hakim semu.
5.      Arbitrase, adalah cara penyelesaian sengketa secara non litigasi, dengan bantuan arbiter yang ditunjuk oleh para pihak sesuai bidangnya. Di Indonesia telah ada lembaga khusus arbitrase yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Putusan arbitrase memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan hakim di pengadilan, dan atas putusan arbitrase ini tidak dapat dilakukan upaya hukum baik banding maupun kasasi.
           



           





BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dibahas di atas maka dapat ditarik     kesimpulan mengenai terjadinya suatu Perbuatan Melawan Hukum Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet adalah sebagai berikut :
1.      Suatu perbuatan melawan hukum dapat terjadi dalam transaksi jual beli secara elektronik, apabila dipenuhi unsur-unsurnya, yakni: 1. Ada perbuatan melawan hukumnya, 2. Ada kesalahannya, 3. Ada kerugiannya, 4. Ada hubungan timbal balik antara unsur 1, 2 dan 3. Suatu perbuatan melawan hukum mungkin dapat terjadi dalam transaksi jual beli secara elektronik, asalkan harus dapat dibuktikan unsur-unsurnya tersebut diatas. Apabila unsusr-unsur diatas tidak terpenuhi seluruhnya, maka suatu perbuatan tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.
2.      Proses Penyelesaian Sengketa Yang Timbul Dari Jual Beli Melalui Internet(E-Commerce)  dapat ditempuh melalui jalur litigasi dan non litigasi. Penyelesaian secara litigasi yaitu mengajukan surat gugatan melalui lembaga peradilan yang berwenang sesuai ketentuan hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia atau berdasarkan hukum acara yang dipilih oleh para pihak, sedangkan secara non litigasi atau di luar pengadilan, antara lain melalui cara adaptasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi serta arbitrase sesuai ketentuan yang berlaku.

B.     Saran
Berdasarkan  hasil  pembahasan  dalam penelitian  ini  maka  dapat dikemukakan beberapa  pokok  pikiran  sebagai  saran, yaitu  sebagai  berikut :
1.      Alangkah baiknya para pihak yang terlibat dalam transaksi bisnis melalui internet untuk lebih berhati-hati memilih produk yang ditawarkan oleh penjual di internet sehingga tidak mudah menjadi korban penipuan.
2.      Diharapkan bagi pihak yang menjadi korban penipuan transaksi jual beli melalui internet untuk menempuh jalur hukum yang berlaku baik penyelesaian perkara litigasi maupun non litigasi. Dan diharapkan bagi pemerintah untuk menindak tegas oknum-oknum yang melakukan penipuan dalam bertransaksi melalui internet.







DAFTAR PUSTAKA

A.    Buku-Buku.
AK, Syahmin. 2006. Hukum Kontrak Internasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ali, Zainuddin. 2006. Filsafat Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Ashshofa, Burhan. 2001. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.

Fuady, Munir. 2000. Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer). Bandung: Refika Aditama.

Fuady, Munir. 2007. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis). Bandung:. Citra Aditya Bakti.

Harahap, M. Yahya. 2005. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.

Hassanah, Hetty. 2005. Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa. Bandung: Unikom.

Kansil, C. S. T. 2002. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Makarim, Edmon. 2000. Kompilasi Hukum Telematika. Jakarta: Gravindo Persada.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Refika Aditama Subekti. 1979. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.

Sidharta, B. Arief. 2006. Hukum dan Logika. Bandung: Alumni.

Subekti. 1985. Aneka Perjanjian. Cetakan VII. Bandung: Alumni.

Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oerip. 2000. Hukum Acara Perdata dalam Teori Dan Praktek. Bandung: Alumni.

Syahrani, Riduan. 1992. Seluk-Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni.

Wahid, Abdul dan Mohammad Labib. 2005. Kejahatan Mayatara. Bandung: Refika Aditama


B.     Peraturan Perundang-undangan

Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945
                , Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
               ,  Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
               , Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman
               ,  Undang-Undang Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

C.     Sumber-sumber lain

Google. Santiemelow, blog.friendster.com di akses tanggal 23 Oktober 2010

http://igoblog.info/internet/pengertian-internet. di akses tanggal 23 Oktober 2010
www.media-indonesia.com. di akses pada 14 Desember 2010
Johanes Gunawan. 2003. Reorientasi Hukum Kontrak Di Indonesia. Jurnal Hukum Bisnis. Vol. 22 No. 6
Otje Salman Soemadiningrat. 2004. Makalah pada Seminar Up-Granding Teknik Penyusunan Penulisan Hukum Oleh Lembaga Kajian Hukum UNIKOM.

Penalaran, Wikipedia Bahasa Indonesia, Metode Deduktif, Google.Com. di akses tanggal 02 September 2010

Uncitral Model Law on Electronic Commerce, http://www.uncitral Model Law.com. di akses tanggal 01 September 2010.


         


 







SUATU ANALISIS TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI INTERNET


SKRIPSI


Diajukan Untuk Diseminarkan Pada Program Studi Ilmu Hukum
Kekhususan Hukum Ekonomi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Manado



Oleh:
RISNA KARDINA
06 300 622



UNIVERSITAS NEGERI MANADO
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN PPKn
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
2 0 1 1



                [1] Satjipto Raharjo, Pengantar Ilmu Hukum, Cet 5. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 25.
                [2] Zainuddin Ali, Filsafat Hukum. Cet 1. (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 59.

                [3] C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Cet 12. (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 43.
                [4] Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), (Bandung: Refika Aditama, 2000), hal 14.
[5].Google. Santiemelow, blog.friendster.com. di Akses pada 23 Oktober 2010.
                [6] Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Cet 3, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007). Hal 36.
                [7] Riduan Syahrani, Seluk-Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 1992). Hal 217.
                [8] R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cet. VII.(Bandung: Alumni, 1985). Hal 20.
                [9] Syahmin AK, Hukum Kontrak Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006). Hal 5
                [10] Edmond Makarim, Kompilasi Hukum Telematika. (Jakarta: Gravindo Persada, 2000). Hal 65.
                [11] http://igoblog.info/internet/pengertian-internet. di Akses pada 23 Oktober 2010.
                [12] Soerdjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cet. 4, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 13-14.
                [13]  Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet. 1, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 52.
                [14] Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Cet. 6, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),  hal. 86.
                [15]  Abdulkadir Muhammad, Op.cit, hal. 52.
                [16] Bambang Sunggono, Op.cit, hal. 184.
                [17] Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 125.
                [18] Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, (Jakarta: Gravindo Persada, 2000), hal. 65.
                [19] Achmad Ali, Jurnal Ilmu Hukum AMANNAGAPPA, (Jakarta: Percetakan Hafara, 2003). Hal 26.
[20] Ibid, Hal. 82
[21] Ibid, Hal. 90
                [22] www.media-indonesia.com. di akses pada 14 Desember 2010.
[23] Retnowulan S. dan Iskandar Oerip, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Alumni, 2000). Hal 156
[24] http://www.uncitral-model-law.com. di akses pada 14 Desember 2010
[25] Hetty Hassanah, Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa,(Bandung: Unikom, 2005). Hal 67

2 komentar:

  1. KTA DANA TUNAI TANPA JAMINAN UNTUK APAPUN KEBUTUHAN ANDA . INGIN LIBURAN.RENOVASI RUMAH.PENDIDIKAN.KESEHATAN DLL KITA BANTU PROSES BUNGA 1.99% PROVISI 1.75% UNTUK PENGAJUAN SYARAT LAMPIRAN NYA FC KTP NPWP KARTU KREDIT LIMIT MIN 5 JUTA DAN SUDAH BERJALAN 1 TH . COVER TABUNGAN MELAYANI NASABAH SELURUH INDONESIA BERKAS DAPAT DIKIRIM VIA EMAIL DI rooly88@gmail.com SETELAH BERKAS SAMPAI AKAN DI VERIVIKASI VIA TELPON . PROSES MAKSIMAL 14 HARI KERJA. DANA CAIR 2-3 KALI LIMIT KARTU. JUMLAH PINJAMAN 10-300 JUTA TENOR 36 BULAN. ALAMAT KANTOR KAMI DI PT MIP AGENCY RUKO PANDANARAN LANTAI DUA SEMARANG JL PANDANARAN SEBELUM LAWANG SEWU . BERKAS 100% AMAN DAN RESMI BANK LIHAT PROFIL DI FACEBOOK CHAIRUL SARTO UTOMO Info pengajuan 085600125176 pin 52B77BDC email rooly88@gmail.com Terima Kasih

    BalasHapus
  2. Hi, Really great effort. Everyone must read this article. Thanks for sharing.

    BalasHapus