BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah Negara
Hukum (Rechtstaat). Ini berarti Negara beserta alat Negara lainnya harus
bertindak dan terikat pada aturan yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh
pejabat yang berwenang. Dengan demikian supremasi hukum mempunyai kekuasaan
tertinggi di Negara kita dan perwujudan keadilan dapat diterapkan diberbagai
macam aspek kehidupan.
Pada prinsipnya
keikutsertaan Indonesia dalam pembentukan organisasi perdagangan dunia atau Agreement
Estabilishing The World Trade Organization yang didalamnya mencakup
persetujuan tentang aspek-aspek dagang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk
perdagangan barang palsu (Agreement on Trade Related Aspect of Intelectual
Property Rights, Including Trade in Counterfit Goods of Trips) berarti
menyetujui rencana persaingan dunia dan perdagangan bebas meskipun dikemas
dengan persetujuan-persetujuan lain di bidang tarif dan perdagangan.
Pembentukan organisasi
itu dilakukan dalam sidang di Marakesh, Maroko pada tanggal 15 April 1994.
Kemudian pembentukan itu disahkan melalui Undang-undang No.7 Tahun 1994 pada
tanggal 2 November 1994 tentang Pengesahan Agreement Estabilishing The World
Trade Organization (persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia).
Konsekuensi keikutsertaan itu adalah bagaimana mempersiapkan para pengusaha
Indonesia agar mampu melakukan persaingan jujur dan sehat dalam pasar global.
Persaingan tersebut tidak hanya akan dilakukan oleh dan diantara negara-negara
berkembang yang satu dengan yang lainnya.[1]
Persaingan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan yang dihadapi para pengusaha dalam
mencapai tujuan yaitu memperoleh laba yang sebesar-besarnya dan mengungguli
perusahaan lain serta menjaga perolehan laba tersebut. Dalam mencapai tujuan
tersebut, sering kali terjadi praktek persaingan curang yang dapat menimbulkan
konflik antara pengusaha yang satu dengan pengusaha yang lain. Konflik itu juga
dapat merugikan rakyat sebagai konsumen untuk mencegah dan mengatasi persaingan
curang itu, diperlukan hukum yang akan menentukan rambu-rambu yang harus
ditaati secara preventif dan represif bagi mereka yang melakukan persaingan.
Tujuannya tidak lain agar hukum dapat mencegah terjadinya persaingan curang.
Lingkup tujuan di atas termasuk pula tindakan hukum terhadap pengusaha yang
melakukan pelanggaran terhadap pemilik hak rahasia dagang.
Jika memperhatikan
peraturan-peraturan yang tercakup dalam hukum umum, tampaknya pasal 1365 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata dan pasal 322 serta pasal 323 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana telah tidak memadai untuk melindungi pemegang Hak Rahasia Dagang
dari tindakan pengusaha lain yang melakukan persaingan curang. Karena
pasal-pasal itu dianggap kurang memadai, maka perlu dibentuk hukum khusus yang
diatur dalam Undang-undang Rahasia Dagang Nomor 30 Tahun 2000.[2]
Meskipun perlindungan
terhadap pemilik Hak Rahasia Dagang tidak harus selalu diatur dalam suatu
undang-undang khusus, karena bisa saja perlindungan itu diatur dalam satu
undang-undang yang bersifat umum, yang didalamnya juga memberikan perlindungan
terhadap pemilik Hak Rahasia Dagang sebagaimana diterapkan di beberapa negara
industri maju, misalnya : Amerika Serikat, Jepang, Jerman atau Australia. Namun
Indonesia menganggap perlu membuat secara khusus Undang-undang Rahasia Dagang
yang memberikan perlindungan terhadap pemilik hak tersebut.
Undang-undang Rahasia
Dagang ini merupakan salah satu dari sistem hukum yang baru saja disahkan
bersama-sama Undang-undang Desain Industri dan Undang-undang Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu yang disahkan pada akhir 2000 yang memiliki kekhasan
undang-undang Hak Kekayaan Intelektual lainnya.
Pembahasan 3 (tiga)
rancangan undang-undang tentang Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu hingga menjadi undang-undang dapat dianggap cukup
lama dan berlangsung hampir selama setahun sejak diajukan pemerintah kepada DPR
pada tanggal 17 Desember 1999 hingga disetujui untuk menjadi undang-undang pada
rapat pleno DPR tanggal 4 Desember 2000.[3]
Walau bukan suatu jaminan
atau korelasi apabila pembahasan yang cukup lama itu menghasilkan suatu
undang-undang yang berkualitas tinggi dan mampu bertahan lama serta mampu
memenuhi harapan masyarakat. Namun kita patut mengharapkan hal itu agar tidak
sia-sia segala jerih payah tenaga, pikiran, waktu, dan biaya yang telah
dikeluarkan oleh para perancang undang-undang, baik yang berada di DPR dan
pemerintah termasuk lembaga swadaya masyarakat yang telah turun dan
berpartisipasi dalam penyusunan rancangan undang-undang itu. Bagaimanapun, kita
patut berkecil hati dan kecewa apabila beberapa waktu kemudian salah satu dan
atau 3 (tiga) undang-undang itu ternyata harus mengalami revisi, karena tidak
ada (1) satu pun undang-undang di dunia ini yang tidak mengalami revisi walau
kerap kali memiliki banyak intepretasi.
Saat ini rahasia dagang sebagai bagian dari sistem Hak
Kekayaan Intelektual patut diberi perlindungan sebagaimana obyek HAKI lainnya. Perlindungan
rahasia dagang diatur dalam Undang-Undang No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Rahasia Dagang berkembang mengikuti industrialisasi dan budaya yang bersifat
kompetitif dan individualistik. Rahasia dagang pada masyarakat barat dianggap
sebagai ”private rights” karena rahasia yang dihasilkan dari
intelektualitas manusia yang telah berkorban mengunakan pikiran, tenaga, dan
biaya yang tinggi. Sebaliknya budaya timur menganggap rahasia dagang sebagai ”public
rights” yang merupakan milik bersama. Perbedaan ini tidak mendukung
perlindungan terhadap rahasia dagang pada umumnya.
Konsepsi rahasia dagang sudah dikenal
oleh bangsa Cina sekitar 3000 tahun sebelum masehi. Hal ini dapat
diketahui dari legenda bangsa Cina yang memberi gelar Putri Hsi-Ling-Shih,
isteri kaisar kuning sebagai Dewi Sutra. Pada setiap
awal musim semi Putri memimpin upacara pembuatan sutra. Kerahasiaan
teknik dan proses pembuatan sutra dijaga ketat oleh kerajaan. Barangsiapa
membuka rahasia itu atau menyelundupkan kepompong atau telur ulat sutra ke luar
Cina akan dihukum mati. Mereka menjaga rahasia itu selama lebih dari 2000
tahun sesudahnya.[4]
Kasus-kasus awal mengenai rahasia
dagang terjadi di Inggris sekitar abad 18, menyangkut rahasia resep obat-obatan
dalam kaitannya dengan persaingan bisnis. Di Amerika pada awal abad 19
undang-undang rahasia dagang mengakomodasi rahasia-rahasia bisnis, persaingan,
teknologi dan pola-pola managemen pekerjaan. Amerika mengadopsi masalah rahasia
dagang atau trade secret dari common law Inggris yang menyangkut
perlindungan melalui doktrin-doktrin yang dibuat oleh hakim melalui
yurisprudensi dalam perkara yang menyangkut rahasia dagang.[5]
Kehidupan masyarakat
selalu dinamis, mengalami pertumbuhan dan juga perubahan yang terjadi karena
pengaruh politik, ekonomi, sosial dan budaya, baik dalam tingkat nasional dan
internasional terutama karena adanya tekanan-tekanan yang mengarah pada era
perdagangan bebas dunia. Dengan demikan, revisi terhadap undang-undang ini bisa
saja terjadi karena pengaruh faktor-faktor tersebut diatas. Tentu saja, jika
terjadi perubahan, kita dapat berharap agar perubahan itu mengarah pada kesempurnaan
sehingga implementasi undang-undang itu dapat terlaksana secara efektif dan
dihormati oleh para pelaku bisnis dan oleh para penegak hukum.
Selain itu
administrator atau aparat Dirjen HAKI pun mampu melaksanakan pasal-pasal yang
terdapat dalam undang-undang ini secara konsisten dan tidak menzalimi para
usahawan yang tidak paham terhadap undang-undang ini, atau menzalimi masyarakat
karena aparat tersebut memegang kekuasaan.[6]
Kita
tentu berharap pula, agar masalah penegakan hukum yang akan dilaksanakan oleh
polisi, jaksa serta hakim mampu dilakukan secara profesional dan adil
berdasarkan pada moralitas agama yang dianutnya. Yang perlu dipikirkan saat ini
adalah implementasi dan sistem hukum Rahasia Dagang dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan ekonomi nasional, khususnya bagi para pengusaha nasional agar
kesetaraan dan kemampuan mereka dalam persaingan dunia melalui pemahaman
terhadap Hak Kekayaan Intelektual terutama Rahasia Dagang dapat ditingkatkan.[7]
B. Identitifikasi Masalah
Berdasarkan
dari latar belakang masalah diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini
dapat diidentifikasikan sebagai berikut ;
1. Perlindungan
rahasia dagang di Indonesia masih kurang
2. Lemahnya
peran pemerintah dalam melindungi hukum rahasia dagang di Indonesia
3. Kurangnya
pengetahuan pelaku usaha dalam penggunaan rahasia dagang
4. Kurang
efisiennya UU No. 30 tahun 2000 dalam melindungi hukum rahasia dagang di
Indonesia
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka
masalah yang menjadi obyek kajian dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut ;
1. Bagaimanakah
perlindungan hukum Rahasia Dagang di Indonesia ?
2. Bagaimana
Penyelesaian Pelanggaran Rahasia Dagang ?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah diatas maka, yang menjadi Tujuan dari Penelitian ini adalah:
1. Untuk
mengetahui bagaimanakah Perlindungan Hukum Rahasia Dagang di Indonesia.
2. Untuk
mengetahui bagaimana Penyelesaian Pelanggaran hukum Rahasia Dagang.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini,
diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.
1. Manfaat
Teoritis
Adapun
manfaat teoritis yang menjadi harapan setelah penelitian ini dilaksanakan yaitu
;
a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi suatu sumbangan sederhana bagi perkembangan pemikiran ilmu hukum pada umumnya
dan hukum HaKI pada khusunya, serta masyarakat umum yang berminat mengetahui
persoalan yang berkaitan dengan rahasia dagang.
b. Hasil
penelitian ini dapat menjadi dasar dan/atau pembanding bagi pihak yang ingin
mengangkat kembali konsep penelitian ini terhadap objek yang sama tetapi
terhadap subjek yang lain atau yang lebih luas, menuju kea rah penelitian yang
lebih baik dan lebih sempurna.
2. Manfaat
Praktis
Sedangkan
manfaat Praktis yang diharapkan setelah penelitian ini dilaksanakan yaitu ;
a. Dapat
menjelaskan pentingnya perlindungan hukum rahasia dagang di Indonesia dan
penyelesaian pelanggaran rahasia dagang.
b. Menjadi
pegangan bagi para pelaku usaha agar lebih dapat melindugi rahasia dagang dan
mengantisipasi pelanggaran terhadap rahasia dagang.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Kajian Teoritis
Dalam
perkembangan ilmu dan teknologi, teori menempati kedudukan yang penting. Teori
memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang
kita bicarakan lebih baik. Hal-hal yang semula tampak tersebar dan berdiri
sendiri bisa disatukan dan ditujukan kaitanya satu sama lain secara bermakna,
dengan demikian teori memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasi dan
mensistematisasikan masalah yang diperbincangkan.
Laisses Fire atau persaingan bebas. Paham ini
berpendapat bahwa individu pada umumnya mengetahui kepentingan mereka yang
paling baik dan cara mencapainya. Kemampuan tersebut diperoleh karena manusia
mempergunakan akalnya. Oleh karena menurut hukum alam individu-individu harus
diberi kebebasan untuk menetapkan langkahnya, dengan sekuat akal dan tenaganya,
untuk mencapai kesejahteraan yang seoptimal mungkin.[8]
“Jeremy Bentham (1748-1832), Ia berpendapat bahwa manusia bertindak
untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Konsepnya tentang
hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakat guna mencapai hidup bahagia. Demikian pula dengan perundang-undangan, baik
buruknya ditentukan pula memberikan kepada setiap orang sama banyaknya dengan
tidak mengingat jasa-jasanya. Daya guna hukum menyangkut tiga sarana penting
yaitu : individu, masyarakat dan budaya. Ketiga hal tersebut merupakan
kebutuhan manusia untuk harus dijamin dan dijaga oleh hukum.
Bentham juga mengemukakan bahwa secara umum
tidak seorangpun dapat mengetahui tentang apa yang baik untuk kepentingan
dirinya, kecuali dirinya sendiri, dan pemerintah tidak boleh campur tangan
dalam hal yang Pemerintah sendiri tidak memahaminya. “the motto of watchword of Government ought to be-Be Quite”,
demikianlah yang di katakana Bentham. Jika Bentham berbicara tentang tidak
turut campur tangannya Pemerintah hanya sebagai prinsip-prinsi umum saja, dan
menekankan bahwa hal itu dapat di simpangi oleh pertimbangan-pertimbangan
tertentu, Artinya, dalam hal tertentu ia tidak pernah berkeberatan bila campur
tangan Pemerintah memang di perlukan. Ini di tunjukannya pada saat Inggris di
tahun 1801 menderita kekurangan gandum dan roti. Bentham mengusulkan perlunya
ditentukan harga maksimal untuk roti.[9]
Selanjutnya Hans Kelsen yang tidak menerima
adanya pembedaan antara hukum dan negara, dalam konteks nasional menolak
pembebanan kewajiban dan pemberian hak kepada negara. Beliau mengemukakan
“sebenarnya tidak ada kewajiban dan hak negara. Kewajiban dan hak selalu
merupakan kewajiban dan hak para individu” Namun demikian, beliau tidak
menyangkal keterikatan dari pemerintah atau orang-orang yang mewakili negara
terhadap norma-norma hukum dalam hal berhubungan dengan warga negara. Dengan
kata lain, penyangkalan Hans Kelsen terhadap keterikatan
negara dengan hukum tidak bersifat absolut, karena organ-organ negara (dalam
arti sempit/materiil) tetap terikat perbuatannya dengan norma-norma hukum.
Disamping itu, dalam kaitan dengan pergaulan masyarakat dunia dikemukakan bahwa
negara dapat juga dibebankan kewajiban yang tercermin dari sanksi yang harus
dipertanggungjawabkannya.[10]
Hans Kelsen mengemukakan bahwa dalam
perlindungan hukum ada beberapa unsur-unsur yang harus diperhatikan yaitu:
Negara, masyarakat dan individu. Perlindungan hukum pada individu yaitu
menyangkut hak tubuh, jiwa/raga, kekayaan seperti harta benda. Hans
Kelsen juga tidak menerima adanya pembedaan antara hukum dan negara, dalam
konteks nasional menolak pembebanan kewajiban dan pemberian hak kepada negara.
Beliau mengemukakan “sebenarnya tidak ada kewajiban dan hak negara. Kewajiban
dan hak selalu merupakan kewajiban dan hak para individu” Namun demikian,
beliau tidak menyangkal keterikatan dari pemerintah atau orang-orang yang
mewakili negara terhadap norma-norma hukum dalam hal berhubungan dengan warga
negara. Dengan kata lain, penyangkalan Hans Kelsen terhadap
keterikatan negara dengan hukum tidak bersifat absolut, karena organ-organ
negara (dalam arti sempit/materiil) tetap terikat perbuatannya dengan
norma-norma hukum. Disamping itu, dalam kaitan dengan pergaulan masyarakat
dunia dikemukakan bahwa negara dapat juga dibebankan kewajiban yang tercermin
dari sanksi yang harus dipertanggungjawabkannya.[11]
Hans
Kelsen mengemukakan bahwa dalam perlindungan hukum ada beberapa unsur-unsur
yang harus diperhatikan yaitu: Negara, masyarakat dan individu. Perlindungan
hukum pada individu yaitu menyangkut hak tubuh, jiwa/raga, kekayaan seperti
harta benda. Jadi dalam kaitanya dengan perlindungan hukum rahasia dagang adalah
kalau seandainya undang-undang No. 30 Tahun 2000 yang diibaratkan seperti
Negara sedangkan pengusaha/pemilik rahasia dagang adalah masyarakat yang
didalamnya ada individu-individu yang harus dilindungi. Bagaikan Negara yang
melindungi rakyatnya begitu juga regulasi harus mampu melindungi masyarakat.
Jadi Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang harus memberikan
jaminan pada Pengusaha atau pemilik rahasia dagang apabila terjadi pelanggaran
terhadap rahasia dagang tersebut. Jadi dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teori yang dikemukakan Hans Kelsen untuk dijadikan acuan pembahasan
sesuai dengan perumusan masalah yang ada di atas.
B.
Kajian
Konseptual
A.
Perlindungan
Hukum
Berbicara
mengenai perlindungan hukum, hingga sekarang ini para ahli belum menemukan
batasan yang memuaskan tentang apa itu hukum. Maka dengan demikian pertanyaan
tentang apa itu hukum, senantiasa merupakan pertanyaan yang sulit dan tidak
mungkin seragam. Dengan perkataan lain, persepsi orang tentang hukum
beranekaragam. Tergantung dari sudut mana mereka memandangnya. Hampir semua
ahli hukum yang memberikan definisi tentang hukum berlainan isinya. Maka
tepatlah apa yang dikatakan oleh seorang sarjana hukum belanda Immanuel Kant
(Tahun 1800) yang pernah mengatakan “noch
suchen die juristen eine definition zu ihren begriffe von rechts” yang
artinya para juris masih mencari suatu definisi tentang apa itu hukum.
Para
sarjana lainpun, seperti Utrech dan Appeldoorn, bahwa untuk memberikan suatu
definisi yang tepat tentang hukum adalah tidak mungkin.[12]
Akan tetapi meskipun sangat sulit untuk memberikan definisi tentang hukum, para
ahli tetap mencoba untuk mendefinisikan hukum itu sesuai dengan latar belakang
mereka masing-masing. Selanjutnya menurut Van Khan dalam bukunya “inleiding tot dea rechts wetenschap”
mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan peraturan terhadap yang bersifat
memaksa untuk melindugi kepentingan dalam masyarakat.[13]
Selanjutnya
oleh Borst, mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan peraturan bagi kelakuan
atau perbuatan manusia dalam masyarakat, yang pelaksanaannya dipaksakan dan
bertujuan mendapatkan takhta atau keadilan.[14]
Menurut Soetandyo Wignjosoebroto.[15]
Ada tiga konsep hukum dalam sejarah perkembangan pengkajian hukum yang
dikempakannya antara lain:
a. Hukum
sebagai asas moral atau asas keadilan yang bernilai universalkan manjadi bagian
intern sistem hukum alam.
b. Hukum
sebagai kaidah-kaidah positif yang
berlaku pada satu waktu tertentu dan terbit sebagai produk eksplisit suatu
sumber kekuasaan politik tertentu yang berlegitimasi.
c. Hukum
sebagai institusi yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan bermasyarakat
baik dalam proses pemilihan ketertiban dan penyelesaian sengketa maupun dalam
proses pengarahan dan pembentukan pola-pola prilaku yang baru.
Selanjutnya
menurut M. H. Tirtaamidjaja dalam bukunya pokok-pokok hukum perniagaan
ditegaskan bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam
tingka laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti-mesti
menganti kerugian,jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri
sendiri atau harta umpamanya didenda dan sebagainya. Jadi hukum dalam
penelitian ini adalah upaya menjamin adanya kepastian hukum.
B. Pemahaman Hukum Rahasia Dagang
1. Perkembangan
Pengaturan Rahasia Dagang
Pengaturan
tentang rahasia dagang di Indonesia masih baru. Dasar dari pengaturan ini
adalah diratifikasinya Agreement Establishing the World Trade Organization
(persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagang Dunia atau WTO) yang
mencakup juga Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property
Rights (Persetujuan TRIPS) dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1994
sehingga perlu diatur tentang rahasia dagang. Di Indonesia rahasia dagang
diatur pertama kali melalui Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia
Dagang. Pada awalnya perlindungan hukum menyangkut segala bentuk praktek-praktek
persaingan tidak sehat telah diatur oleh rambu-rambu dan norma-norma pada Pasal
1365 KUHPerdata dan Pasal 382 bis KUHP.
Namun kemudian menjadi masalah setelah tentang hal itu
dikemas sebagai produk kekayaan intelektual. Ini berarti konsep unfair
competition sebagai hukum yang bersifat umum lebih dipersempit atau
difokuskan kepada hukum yang melindungi adanya praktek curang bermotif
komersial. Kebutuhan itu diformulasikan dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2000
Tentang Rahasia Dagang. Secara umum dapat dikatakan bahwa undang-undang rahasia
dagang ini juga melengkapi Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.[16]
2. Konsep Perlindungan Rahasia Dagang
Rahasia Dagang merupakan masalah HaKI yang
pelik terutama dari segi enforcement. Konsep perlindungan hak rahasia
dagang sebagaimana hak kekayaan intelektual lainnya adalah melindungi hak milik
dari tindakan orang lain yang mempergunakannya tanpa hak. Sebagaimana kita
ketahui bahwa rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui secara
umum atau diketahui secara terbatas oleh pihak-pihak tertentu tentang hal-hal
yang menyangkut dagang. Informasi dagang ini perlu diproteksi kerahasiaannya
karena:
a.
secara moral memberikan penghargaan kepada pihak yang menemukan;
b.
secara materi memberikan insentif.
Perlindungan rahasia dagang diberikan apabila suatu
informasi dianggap bersifat rahasia. Rahasia artinya suatu informasi yang tidak
diketahui secara umum. Informasi dianggap dijaga kerahasiaannya apabila
pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang
layak dan patut. Layak dan patut adalah semua langkah yang memuat
ukuran kewajaran, kelayakan dan kepatutan yang harus dilakukan. Misalnya dalam
suatu perusahaan ada prosedur baku cara penyimpanan arsip-arsip yang
dirahasiakan. Adanya perjanjian kerahasiaan yang ditandatangani oleh karyawan
ketika awal penerimaan pegawai atau pekerja yang berkerja di lingkungan rahasia
itu dioperasionalkan sehingga rahasia itu benar-benar terlindungi.
3. Definisi Rahasia Dagang
Pasal 1 ayat
(1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang mendefinisikan
Rahasia Dagang sebagai informasi :
a.
di bidang teknologi atau bisnis;
b.
tidak diketahui umum;
c.
mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha,
d.
dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
Dari definisi
ini dapat diketahui dua hal penting yaitu mengenai informasi yang bersifat
rahasia dan tidak diketahui umum.[17]
4. Ruang Lingkup Rahasia Dagang
a.
Subyek Rahasia dagang adalah pemilik rahasia dagang. Pemilik rahasia dagang
memiliki hak untuk :
1)
Menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya;
2) Memberi
lisensi kepada pihak lain atau melarang pihak lain untuk menggunakan Rahasia
Dagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu kepada pihak ketiga untuk
kepentingan yang bersifat komersial.
b. Obyek ruang lingkup rahasia dagang menurut
undang-undang No. 30 Tahun 2000 Pasal 2 meliputi metode produksi, metode
pengolahan, metode penjualan atau informasi lain di bidang tekhnologi dan/atau
bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
Misalnya Coca-cola menggunakan rahasia dagang yaitu informasi teknik senyawa
untuk melindungi formulanya, bukan paten. Hal ini untuk menghindari adanya
batas waktu. Kalau formula dilindungi hak paten maka, akan berakhir paling lama
20 tahun. Pada saat ini usia Coca Cola sudah lebih dari 100 tahun, hak
ini karena formulanya dilindungi dengan rahasia dagang. Metode
produksi misalnya teknologi pemprosesan anggur, formula ramuan rokok. Di bidang
lain, misalnya informasi non teknik. Data mengenai pelanggan, data analisis,
administasi keuangan, dll.[18]
5. Waktu
Perlindungan Rahasia Dagang
Rahasia dagang
mempunyai sesuatu yang istimewa, yaitu lamanya waktu perlindungan yang
diberikan oleh undang-undang ini adalah tanpa batas waktu. Namun, tanpa batas
waktu ini mempunyai syarat yaitu sebagaimana tercantum dalam Pasal 3
yaitu bahwa rahasia dagang dilindungi bila informasi tersebut masih bersifat
rahasiah, mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya
semestinya. Ketiga syarat yang harus dipenuhi itu dapat diuraikan sebagai
berikut.
a) Bersifat
rahasia apabila informasi itu hanya diketahui oleh orang-orang terbatas.
b) Informasi mempunyai nilai ekonomi apabila
sifat kerahasiaan informasi tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan
usaha atau bisnis yang komersial atau mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya.
c) dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau
para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak.[19]
6. Pengalihan Hak dan Lisensi
Hak atas
Rahasia Dagang seperti hak atas kekayaan intelektual yang lain, merupakan benda
bergerak tidak berwujud oleh karenanya dapat beralih atau dialihkan dengan :
a.
Pewarisan
b.
Hibah
c.
Wasiat
d.
Perjanjian tertulis atau
e.
Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan
Pengalihan Hak
Rahasia Dagang wajib didaftarkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh
pemegang Hak Rahasia Dagang kepada pihak lain melalui suatu perjanjian
berdasarkan pada pembelian hak (izin) untuk menikmati manfaat ekonomi dari
suatu rahasia dagang yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan
syarat tertentu. Perjanjian pemberian lisensi/izin pada pihak lain untuk
mempergunakan Rahasia Dagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu untuk
kepentingan yang bersifat komersial harus dibuat secara tertulis dan didaftarkan/dicatatkan
pada Direktorat Jenderal HKI. Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang
dapat merugikan perekonomian di Indonesia atau yang mengakibatkan persaingan
usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku.[20]
B.
Perlindungan Rahasia Dagang
Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
Indonesia kini telah memiliki pengaturan tentang rahasia dagang
yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
(selanjutnya disebut UU Rahasia Dagang) yang telah diundangkan Pemerintah pada
tanggal 20 Desember 2000. UU ini dibuat dalam rangka memajukan industri yang
mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional, dimana
diperlukan adanya jaminan perlindungan terhadap rahasia dagang, terutama dari
tindakan persaingan curang. Lahirnya UU Rahasia Dagang juga penting untuk
menjamin perlindungan yang efektif terhadap pemilikan, penguasaan dan
penggunaan rahasia dagang sebagai konsekuensi keikutsertaan Indonesia dalam
persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang dari Hak atas Kepemilikan Intelektual
(HAKI).
Pasal 4 UU Rahasia Dagang mengatur tentang kewenangan atau hak
yang dimiliki oleh pemilik rahasia dagang terhadap rahasia dagangnya untuk :
1. menggunakan sendiri rahasia dagang yang dimilikinya;
2. memberikan lisensi kepada atau melarang
pihak lain untuk menggunakan rahasia dagang atau mengungkapkan rahasia dagang
itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Lingkup Perlindungan
1)
Lingkup perlindungan Rahasia
Dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau
informasi lain di bidang teknologi dan/ atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi
dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
2)
Rahasia Dagang mendapat
perlindungan apabila informasi tersebut bersifat rahasia, mempunyai nilai
ekonomi, dan dijaga kerahasiannya melalui upaya sebagaimana mestinya.
3)
Informasi dianggap bersifat rahasia apabila
informasi tersebut hanya diketahui oleh pihak tertentu dan tidak diketahui
secara umum oleh masyarakat.
4)
Informasi dianggap tersebut
nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan informasi tersebut dapat digunakan
untuk menjalankan kegiatan atau usaha yang bersifat komersial atau dapat
meningkatkan keuntungan secara ekonomi.
5)
Informasi dianggap dijaga
kerahasiannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan
langkah-langkah yang layak dan patut.
Pelanggaran
1)
Pelanggaran Rahasia Dagang
juga terjadi apabila seseorang dengan sengaja mengajukan Rahasia Dagang,
mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis
untuk menjaga Rahasia Dagang yang bersangkutan.
2) Seseorang dianggap
melanggar Rahasia Dagang pihak lain apabila ia memperoleh atau menguasai
Rahasia Dagang tersebut dengan cara yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan
Pidana
Barang siapa
dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan atau mengungkapkan Rahasia Dagang,
atau mengingkari kesepakatan untuk menjaga Rahasia Dagang atau memperoleh atau
menguasai Rahasia Dagang dengan cara yang bertentangan dangan peraturan
perundang-undangan yang berlaku: dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).[21]
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
“Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif
atau penelitian hukum kepustakaan (library research).”[22]
Penelitian hukum normatif mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau
kaidah yang berlaku. Norma hukum yang berlaku itu berupa norma hukum positif
tertulis bentukan lembaga perundang-undangan (undang-undang dasar), kodifikasi,
undang-undang, peraturan pemerintah, dan sebagainya.”[23]
“Penelitian
tipe ini lazim disebut sebagai “studi dogmatik” atau yang dikenal dengan doctrinal
research.”[24]
“Penelitian tipe doktrinal (doctrinal research) adalah mirip dengan tipe
penelitian hukum normatif.”[25]
“Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum teoritis/dogmatik.”[26]
“Dogmatik hukum bersifat teoritis-rasional, sehingga pengungkapannya terikat
pada metode yang didasarkan pada persyaratan logika deduktif. Disamping itu,
maka dogmatik hukum memperhitungkan kecermatan, ketetapan dan kejelasan.”[27]
“Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (library
research) ini dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data
sekunder belaka.”[28] Menurut
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
Penelitian hukum normatif atau
penelitian hukum kepustakaan tersebut mencakup:
1. Penelitian terhadap asas-asas
hukum
2. Penelitian terhadap sitematik
hukum
3. Penelitian terhadap taraf
sinkronisasi vertikal dan horizontal
4. Perbandingan hukum
5. Sejarah hukum.[29]
B. Variabel Penelitian
“variable
penelitian ini adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian.”[30]
Menurut Abdulkadir Muhammad, “rumusan masalah dibuat sekhusus mungkin, tetapi
tetap mencerminkan adanya hubungan antara variable.”[31]
Berdasarkan masalah yang dirumuskan pada bab satu, maka dapatlah ditetapkan
variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimanakah
perlindungan hukum Rahasia Dagang di Indonesia.
2. Bagaimana
Penyelesaian Pelanggaran Rahasia Dagang.
C.
Data dan Sumber Data
Adapun
yang menjadi sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu data
sekunder berdasarkan studi pustaka / studi literatur (library research). Sumber data sekunder tersebut diklasifikasikan
antara:
1. Bahan
hukum primer (bahan hukum yang mengikat secara umum) yang terdiri dari:
a. Norma
dasar atau kaidah dasar dalam pembukaan (preambule)
UUD 1945;
b. Undang-Undang
Dasar 1945.
c. Undang-undang
No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
d. Kitab
Undang-undang Hukum Perdata.
e. Konvensi-konvensi
internasional di bidang Perdagangan.
f. Yurisprudensi
yang ada hubunganya dengan perlindungan rahasia dagang.
2. Bahan
hukum sekunder yaitu yang memberi Penjelasan mengenai bahan hukum primer
seperti berbagai bahan kepustakaan berupa buku, majalah, hasil penelitian,
makalah dalam seminar, dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.
3. Bahan
hukum Tertier
Yaitu Bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang mana terdiri
a.
Kamus hukum
b.
Kamus bahasa Indonesia
c.
Kamus Bahasa Inggris
d.
Artikel artikel dan laporan dari media massa ( surat kabar , jurnal hukum,
majalah dan lain sebagainya ).[32]
D.
Lagkah-Langkah Penelitian
Pengumpulan
data dilakukan melalui kegiatan studi kepustakaan, studi dokumen, dan studi
catatan hukum.[34]
Kepustakaan yang dimaksud terdiri dari perundang-undangan, buku karya tulis
bidang hukum.
Kegiatan
studi kepustakaan dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:
a.
Penentuan sumber data sekunder (sumber
hukum primer, sumber hukum sekunder, dan sumber tertier), berupa
perundang-undangan, literatur di bidang ilmu pengetahuan hukum, dan kamus.
b.
Identifikasi data sekunder (sumber hukum
primer, sumber hukum sekunder, dan sumber tertier) yang diperlukan, yaitu
proses mencari dan menemukan bahan hukum berupa ketentuan dalam pasal-pasal
peraturan perundang-undangan; judul buku, nama pengarang, cetakan, kota
penerbit, penerbit, tahun terbit dan nomor halaman karya tulis bidang hukum.
c.
Inventarisasi data yang relevan dengan
rumusan masalah (pokok bahasan atau subpokok bahasan), dengan cara pengutipan
atau pencatatan.
d.
Pengkajian data yang sudah terkumpul
guna menentukan relevansinya dengan kebutuhan dan rumusan masalah.[35]
2. Pengolahan Data
Data yang sudah terkumpul
kemudian diolah. Pengolahan data dilakukan dengan cara:
a. Pemeriksaan data (editing), yaitu mengoreksi apakah data
yang terkumpul sudah cukup lengkap, sudah benar, dan sudah sesuai/relevan
dengan masalah/variabel penelitian.
b. Penandaan data (coding), yaitu memberikan catatan atau
tanda yang menyatakan jenis sumber data (buku literatur, perundang-undangan,
atau dokumen); pemegang hak cipta (penulis, tahun penerbitan); atau rumusan
masalah/variabel penelitian (masalah pertama tanda A, masalah kedua tanda B,
dan seterusnya).
c. Rekonstruksi data (reconstructing), yaitu menyusun ulang
data secara teratur, berurutan, logis mehingga mudah dipahami dan
diinterpretasikan.
d. Sistematisasi data (sistematizing), yaitu menempatkan data
menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan masalah/variabel penelitian.[36]
3. Analisis Data dan Pembahasan
Menurut Abdulkadir Muhammad,
“Penelitian hukum umumnya menggunakan analisis kualitatif, dengan alasan: (1)
Data yang terkumpul berupa kalimat-kalimat pernyataan; (2) Data yang terkumpul
umumnya berupa informasi; (3) Hubungan antara variabel tidak dapat diukur
dengan angka ….”[37]
Kemudian menurut Hilman
Hadikusuma, “penelitian yang hanya melakukan studi kepustakaan (data sekunder)
tanpa melakukan penelitian lapangan (data primer). Laporan skripsi itu akan
hanya bersifat deskripsi analitis berdasarkan pendekatan masalah yang bersifat
normatif-jurudis.”[38]
Penelitian ini juga memusatkan
perhatiannya pada hukum sebagai sistem peraturan-peraturan yang abstrak, hukum
sebagai suatu lembaga yang benar-benar otonom, terlepas dari kaitannya dengan
hal-hal di luar peraturan perundang-undangan. Menurut Bambang Sunggono,
“Pemusatan perhatian yang demikian ini akan membawa kepada penggunaan metode
normatif dalam menggarap hukum. Sesuai dengan cara pembahasan yang bersifat
analitis, maka metode ini disebut sebagai normatif analitis.”[39]
BAB
IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. PERLINDUNGAN HUKUM RAHASIA DAGANG
DI INDONESIA
Perlindungan Rahasia Dagang didasarkan atas beberapa
teori yaitu sebagai berikut :
a. Teori Hak Milik
Teori Hak Milik
merupakan salah satu dasar perlindungan Rahasia Dagang. Beberapa putusan di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara Rahasia Dagang
dengan konsep hak milik. Rahasia dagang dapat disejajarkan sebagai satu bentuk
hak milik bahkan identik dengan aset atau investasi bagi perorangan atau
perusahaan.
Sebagai hak milik, Rahasia
Dagang bersifat eksklusif dan dapat dipertahankan terhadap siapapun yang
berupaya menyalahgunakannya atau membajaknya. Pemilik mempunyai hak yang
seluas-luasnya untuk mempergunakan hak miliknya itu untuk kepentingan
perusahaannya.
Namun demikian, sifat eksklusivitas atas hak milik untuk benda-benda
berwujud tampaknya sudah mengalami pergeseran karena munculnya berbagai norma
kemasyarakatan yang membatasi hak milik. Rahasia dagang dan HAKI pada umumnya,
pada prinsipnya harus dapat dibatasi jika bersentuhan dengan kepentingan
masyarakat luas.
b. Teori Kontrak
Teori kontrak merupakan dasar yang paling
sering dikemukakan dalam proses pengadilan mengenai Rahasia Dagang, khususnya
di Amerika. Di Indonesia sendiri yang mengadopsi sistem hukum Eropa
Kontinental, kententuan tentang prinsip kontrak ini diatur dalam KUHPerdata
(Burgerlijk Wetboek). Dalam Pasal 1233 dinyatakan bahwa tiap-tiap perikatan
dilahirkan baik karena perjanjian, baik karena undang-undang.
Prinsip perlindungan berdasarkan hukum kontrak
ini sangat relevan dengan bentuk perlindungan berdasarkan sistem hukum
perburuhan atau hukum ketenagakerjaan. Hubungan antara pengusaha dan karyawan
merupakan salah satu masalah penting berkenaan dengan rahasia dagang. Tingginya
tingkat keluar masuk karyawan dari suatu perusahaan ke perusahaan yang lain
menyebabkan perlunya pengaturan rahasia dagang ini diintegrasikan dengan
Undang-Undang Ketenagakerjaan.
c. Teori Perbuatan Melawan Hukum
Perlindungan atas rahasia dagang juga dapat
dilakukan berdasarkan teori perbuatan melawan hukum. Hal ini merupakan salah
satu jalan keluar sebagai konsekuensi perlindungan atas HAKI yang tidak
didaftarkan seperti halnya rahasia dagang ini. Prinsip semacam ini banyak
diterapkan di berbagai negara untuk mengatasi kegiatan persaingan curang yang
dilakukan oleh kompetitor yang tidak beritikad baik. Hukum Indonesia mengatur
prinsip ini dalam Pasal 1365 KUH Perdata.
Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh
umum di bidang teknologi dan/ atau bisnis dimana mempunyai nilai ekonomis karena
berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia
dagang. Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode
pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau
bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.[40]
Rahasia dagang mendapat perlindungan apabila informasi itu:
1. Bersifat rahasia hanya diketahui oleh pihak tertentu bukan secara umum oleh masyarakat, 2. Memiliki nilai ekonomi apabila dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yg bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan ekonomi, 3. Dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.
1. Bersifat rahasia hanya diketahui oleh pihak tertentu bukan secara umum oleh masyarakat, 2. Memiliki nilai ekonomi apabila dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yg bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan ekonomi, 3. Dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.
Pemilik rahasia dagang dapat memberikan lisensi bagi pihak
lain. Yang dimaksud dengan lisensi adalah izin yang diberikan kepada pihak lain
melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak)
untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberikan
perlindungan pada jangka waktu tertentu dan syarat tertentu. Tidak dianggap
sebagai pelanggaran rahasia dagang apabila: 1. Mengungkap untuk kepentingan
hankam, kesehatan, atau keselamatan masyarakat, 2. Rekayasa ulang atas produk
yang dihasilkan oleh penggunaan rahasia dagan milik orang lain yang dilakukan
semata-mata untuk kepentingan pengembangan lebih lanjut produk yang
bersangkutan.
Rahasia Dagang di Indonesia diatur dalam UU No 30 tahun 2000
tentang Rahasia Dagang. Perlindungan rahasia dagang berlangsung otomatis dan
masa perlindungan tanpa batas.
Pada prinsipnya keikutsertaan Indonesia dalam pembentukan
organisasi perdagangan dunia atau Agreement
Estabilishing The World Trade Organization yang didalamnya mencakup
persetujuan tentang aspek-aspek dagang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk
perdagangan barang palsu (Agreement on
Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights, Including Trade in
Counterfit Goods of Trips) berarti menyetujui rencana persaingan dunia dan
perdagangan bebas meskipun dikemas dengan persetujuan-persetujuan lain di
bidang tarif dan perdagangan. Pembentukan organisasi itu dilakukan dalam sidang
di Marakesh, Maroko pada tanggal 15 April 1994. Kemudian pembentukan itu
disahkan melalui Undang-undang No.7 Tahun 1994 pada tanggal 2 November 1994
tentang Pengesahan Agreement
Estabilishing The World Trade Organization (persetujuan pembentukan
organisasi perdagangan dunia). Konsekuensi keikutsertaan itu adalah bagaimana
mempersiapkan para pengusaha Indonesia agar mampu melakukan persaingan jujur
dan sehat dalam pasar global. Persaingan tersebut tidak hanya akan dilakukan
oleh dan diantara negara-negara berkembang yang satu dengan yang lainnya.
Persaingan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan yang dihadapi para pengusaha dalam mencapai tujuan yaitu memperoleh
laba yang sebesar-besarnya dan mengungguli perusahaan lain serta menjaga
perolehan laba tersebut. Dalam mencapai tujuan tersebut, sering kali terjadi
praktek persaingan curang yang dapat menimbulkan konflik antara pengusaha yang
satu dengan pengusaha yang lain. Konflik itu juga dapat merugikan rakyat
sebagai konsumen untuk mencegah dan mengatasi persaingan curang itu, diperlukan
hukum yang akan menentukan rambu-rambu yang harus ditaati secara preventif dan
represif bagi mereka yang melakukan persaingan. Tujuannya tidak lain agar hukum
dapat mencegah terjadinya persaingan curang.[41]
Lingkup tujuan di atas termasuk pula tindakan hukum terhadap
pengusaha yang melakukan pelanggaran terhadap pemilik hak rahasia dagang. Jika
memperhatikan peraturan-peraturan yang tercakup dalam hukum umum, tampaknya
pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan pasal 322 serta pasal 323
Kitab Undang-undang Hukum Pidana telah tidak memadai untuk melindungi pemegang
Hak Rahasia Dagang dari tindakan pengusaha lain yang melakukan persaingan
curang.
Karena pasal-pasal itu dianggap kurang memadai, maka perlu
dibentuk hukum khusus yang diatur dalam Undang-undang Rahasia Dagang Nomor 30
Tahun 2000.
Meskipun perlindungan terhadap pemilik Hak Rahasia Dagang tidak harus selalu diatur dalam suatu undang-undang khusus, karena bisa saja perlindungan itu diatur dalam satu undang-undang yang bersifat umum, yang didalamnya juga memberikan perlindungan terhadap pemilik Hak Rahasia Dagang sebagaimana diterapkan di beberapa negara industri maju, misalnya : Amerika Serikat, Jepang, Jerman atau Australia. Namun Indonesia menganggap perlu membuat secara khusus Undang-undang Rahasia Dagang yang memberikan perlindungan terhadap pemilik hak tersebut. Undang-undang Rahasia Dagang ini merupakan salah satu dari sistem hukum yang baru saja disahkan bersama-sama Undang-undang Desain Industri dan Undang-undang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang disahkan pada akhir 2000 yang memiliki kekhasan undang-undang Hak Kekayaan Intelektual lainnya.
Pembahasan 3 (tiga) rancangan undang-undang tentang Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu hingga menjadi undang-undang dapat dianggap cukup lama dan berlangsung hampir selama setahun sejak diajukan pemerintah kepada DPR pada tanggal 17 Desember 1999 hingga disetujui untuk menjadi undang-undang pada rapat pleno DPR tanggal 4 Desember 2000.
Walau bukan suatu jaminan atau korelasi apabila pembahasan yang cukup lama itu menghasilkan suatu undang-undang yang berkualitas tinggi dan mampu bertahan lama serta mampu memenuhi harapan masyarakat. Namun kita patut mengharapkan hal itu agar tidak sia-sia segala jerih payah tenaga, pikiran, waktu, dan biaya yang telah dikeluarkan oleh para perancang undang-undang, baik yang berada di DPR dan pemerintah termasuk lembaga swadaya masyarakat yang telah turun dan berpartisipasi dalam penyusunan rancangan undang-undang itu. Bagaimanapun, kita patut berkecil hati dan kecewa apabila beberapa waktu kemudian salah satu dan atau 3 (tiga) undang-undang itu ternyata harus mengalami revisi, karena tidak ada (1) satu pun undang-undang di dunia ini yang tidak mengalami revisi walau kerap kali memiliki banyak intepretasi.
Meskipun perlindungan terhadap pemilik Hak Rahasia Dagang tidak harus selalu diatur dalam suatu undang-undang khusus, karena bisa saja perlindungan itu diatur dalam satu undang-undang yang bersifat umum, yang didalamnya juga memberikan perlindungan terhadap pemilik Hak Rahasia Dagang sebagaimana diterapkan di beberapa negara industri maju, misalnya : Amerika Serikat, Jepang, Jerman atau Australia. Namun Indonesia menganggap perlu membuat secara khusus Undang-undang Rahasia Dagang yang memberikan perlindungan terhadap pemilik hak tersebut. Undang-undang Rahasia Dagang ini merupakan salah satu dari sistem hukum yang baru saja disahkan bersama-sama Undang-undang Desain Industri dan Undang-undang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang disahkan pada akhir 2000 yang memiliki kekhasan undang-undang Hak Kekayaan Intelektual lainnya.
Pembahasan 3 (tiga) rancangan undang-undang tentang Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu hingga menjadi undang-undang dapat dianggap cukup lama dan berlangsung hampir selama setahun sejak diajukan pemerintah kepada DPR pada tanggal 17 Desember 1999 hingga disetujui untuk menjadi undang-undang pada rapat pleno DPR tanggal 4 Desember 2000.
Walau bukan suatu jaminan atau korelasi apabila pembahasan yang cukup lama itu menghasilkan suatu undang-undang yang berkualitas tinggi dan mampu bertahan lama serta mampu memenuhi harapan masyarakat. Namun kita patut mengharapkan hal itu agar tidak sia-sia segala jerih payah tenaga, pikiran, waktu, dan biaya yang telah dikeluarkan oleh para perancang undang-undang, baik yang berada di DPR dan pemerintah termasuk lembaga swadaya masyarakat yang telah turun dan berpartisipasi dalam penyusunan rancangan undang-undang itu. Bagaimanapun, kita patut berkecil hati dan kecewa apabila beberapa waktu kemudian salah satu dan atau 3 (tiga) undang-undang itu ternyata harus mengalami revisi, karena tidak ada (1) satu pun undang-undang di dunia ini yang tidak mengalami revisi walau kerap kali memiliki banyak intepretasi.
Kehidupan masyarakat selalu dinamis, mengalami pertumbuhan
dan juga perubahan yang terjadi karena pengaruh politik, ekonomi, sosial dan
budaya, baik dalam tingkat nasional dan internasional terutama karena adanya
tekanan-tekanan yang mengarah pada era perdagangan bebas dunia. Dengan demikan,
revisi terhadap undang-undang ini bisa saja terjadi karena pengaruh
faktor-faktor tersebut diatas. Tentu saja, jika terjadi perubahan, kita dapat
berharap agar perubahan itu mengarah pada kesempurnaan sehingga implementasi
undang-undang itu dapat terlaksana secara efektif dan dihormati oleh para
pelaku bisnis dan oleh para penegak hukum.
Selain itu administrator atau aparat Dirjen HAKI pun mampu
melaksanakan pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang ini secara konsisten
dan tidak menzalimi para usahawan yang tidak paham terhadap undang-undang ini,
atau menindas masyarakat karena aparat tersebut memegang kekuasaan.
Kita tentu berharap pula, agar masalah penegakan hukum yang
akan dilaksanakan oleh polisi, jaksa serta hakim mampu dilakukan secara
profesional dan adil berdasarkan pada moralitas agama yang dianutnya. Yang
perlu dipikirkan saat ini adalah implementasi dan sistem hukum Rahasia Dagang
dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ekonomi nasional, khususnya bagi para
pengusaha nasional agar kesetaraan dan kemampuan mereka dalam persaingan dunia
melalui pemahaman terhadap Hak Kekayaan Intelektual terutama Rahasia Dagang
dapat ditingkatkan.
Masalah rahasia dagang ini lebih lanjut diatur sebagai
berikut:
“Member, when requiring, as a condition of approving the
marketing of pharmaceutical or of agricultural chemical product which utilize
new chemical entities, the submission of undisclosed test or other data, the
origination of which involves a considerable effort, shall protect such data
against unfair coomercial use. In addition, Member shall protect such data
against disclosure, except where necessary to protect the public, or unless
steps are taken to ensure that the data are protected against unfair commercial
use.”
Perlindungan juga diberikan terhadap data yang diserahkan kepada pemerintah atau badan pemerintah,
dalam hal ini pemerintah negara peserta
yang mewajibkan diserahkannya rangkaian
percobaan yang dirahasiakan atau data lain yang diperoleh sebagai syarat persetujuan pemasaran atau produksi
farmasi baru atau produk kimia pertanian baru yang memanfaatkan
unsur kimia baru. Pemerintah negara tersebut wajib memberikan perlindungan yang
memadai agar data yang diserahkan kepadanya itu tidak digunakan secara komersial
dan secara tidak adil. Berkenaan dengan perlindungan rahasia dagang ini, TRIPs
memberikan penekanan terhadap apa yang dimaksud praktik-praktik komersial yang
tidak jujur seperti tertuang dalam ketentuan TRIPs yang mengatakan :
“For the purpose of this provision, “a manner contraty to
honest commercial practices” shall mean at least practices such as breach of
contract, breach of confidence and inducement to breach, and includes the
acquisition of undisclosed information by third parties who knew, or were
grossly negligent in failing to know, that such practices were involved in the
acquisition.”
Dalam kalimat negatif dikatakan bahwa apa yang dimaksud
dengan praktik-praktik komersial yang
tidak jujur atau bertentangan dengan praktik-praktik komersial yang jujur adalah suatu tindakan yang
paling tidak mencakup praktik berupa
tindakan ingkar janji (wanprestasi atas suatu kontrak), wanprestasi atas kerahasiaan dan bujukan untuk melakukan wanprestasi,
termasuk diperolehnya informasi yang
dirahasiakan oleh pihak ketiga yang mengetahui atau yang sepatutnya
mengetahui bahwa praktik-praktik tersebut terjadi dalam upaya untuk mendapatkan
informasi tersebut. Masalah praktik persaingan curang ini pun diatur dalam UU
No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.[42]
Coca-cola menggunakan rahasia dagang
yaitu informasi teknik senyawa untuk melindungi formulanya, bukan paten. Hal
ini untuk menghindari adanya batas waktu. Kalau formula dilindungi hak paten
maka, akan berakhir paling lama 20 tahun. Pada saat ini usia Coca Cola sudah
lebih dari 100 tahun, hak ini karena formulanya dilindungi dengan rahasia
dagang.
Perlindungan berlangsung secara otomatis dan masa perlindungan tidak
terbatas selama sifat
kerahasiannya dapat dipertahankan, dengan cara antara lain;
Internal
1) Confidentially
agreements (Perjanjian Kerja terkait Rahasia Dagang)
2) Interview Calon
Pekerja
3)
Membatasi akses fisik tempat penyimpanan Rahasia Dagang
4)
Pengamanan ketat pada kunci
5) Memberi
tanda peringatan pada dinding atau area Rahasia Dagang
6)
Menegakan peraturan perusahaan
7) Membuat
/ gunakan kode khusus
8)
Perlindungan khusus pada Data Base (biasanya informasi dapat disimpan dalam
bentuk digital (copy, sandy, pin code)
9)
Mensyaratkan tamu menggunakan tanda pengenal
Eksternal
1) Non Disclosure
Agreement (Persh dengan luar perush: franchise, konsultan, suplier, agen,
dsb)
2)
Administratif dari perjanjian setiap lisensi dicatatkan di Dirjen HAKI
3) Beri peringatan yang jelas adanya tanggung jawab pihak
ketiga atau pihak lain.
Dasar
Hukum Indonesia Untuk Mengatasi Persaingan Curang
Sistem hukum yang ada di Indonesia mengenai persaingan
curang secara umum di atur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
mengenai perbuatan melawan hukum. Begitu juga terdapat dalam Pasal 322 jo. Pasal
323 jo. Pasal 382 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan secara khusus diatur
dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-undang No.30 Tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang.
Dengan menetapkan Undang-undang rahasia dagang, Indonesia
merasa telah melaksankan kewajiban memberikan perlindungan terhadap praktek
persaingan curang yang diatur dalam agreement
on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights Section.
Namun bila dilihat dari sisi undang-undang monopoli dan
persaingan tidak sehat, undang-undang ini memang melindungi pemilik hak rahasia
dagang dari praktek persaingan curang, namun bagaimanakah dengan para pemilik
rahasia dagang dengan melalui perjanjian antar pihak tentang pengalihan rahasia
dagang mengenai penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa. yang terkait
kontrak, yang ada hubungannya dengan Rahasia Dagang.[43]
B. PENYELESAIAN
PELANGGARAN RAHASIA DAGANG
Penyelesaian
Sengketa (Psl 11)
Delik Aduan (Psl 17 Ayat 2) dan
merupakan Delik Formil
Perdata,
Dasar hukum untuk melakukan penuntutan wanprestasi
adalah klausula perjanjian mengenai kewajiban melindungi rahasia dagang yang
terdapat dalam perjanjian kerja, berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.
Selain pembayaran
ganti rugi dianggap sebagai sarana hukum untuk mendapatkan keadilan dan mendapatkan kembali hak-haknya
maka upaya lainnya dengan perintah pengadilan yang melarang atau menghentikan penggunaan informasi yang diperoleh secara
tidak sah itu.
Tuntutan atas dasar wanprestasi lebih mudah dalam hal
pembuktian karena berdasarkan pada perjanjian kerja yang memuat mengenai
rahasia dagang, dibandingkan dengan perbuatan melawan hukum (pasal 1365 KUHPerdata).
Pidana,
Pasal 17
Ayat (1) UU No. 30
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, yaitu (1). Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
menggunakan Rahasia Dagang pihak lain atau melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 atau Pasal 14
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).Jadi merupakan delik
aduan.
Pasal 322 ayat 1 KUHP, bahwa bagi orang yang dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pekerjaannya baik itu yang sekarang ataupun yang dulu dapat diancam pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Pasal 322 ayat 1 KUHP, bahwa bagi orang yang dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pekerjaannya baik itu yang sekarang ataupun yang dulu dapat diancam pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Pasal 323 Ayat (1) KUHP, menyatakan bagi orang yang dengan
sengaja memberitahukan hal-hal khusus tentang suatu perusahaan dagang, kerajinan atau pertanian, dimana ia bekerja atau dahulu bekerja, yang
seharusnya dirahasiakan, diancam pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. (delik aduan).[44]
Jika
Terjadi Pelanggaran Rahasia Dagang oleh Buruh
Jika seorang buruh melakukan pelanggaran rahasia dagang,
maka upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pemilik rahasia dagang (pengusaha)
antara lain melalui lembaga peradilan umum baik itu secara perdata maupun
pidana, melalui arbitrase, atau menggunakan alternatif penyelesaian sengketa.
Bila melalui lembaga peradilan umum, pengusaha dapat mengajukan tuntutan secara
perdata terlebih dahulu, apabila tidak berhasil baru kemudian mengajukan
tuntutan secara pidana. Selain itu, para pihak dapat mengajukan kepada
pengadilan agar persidangan dilakukan secara tertutup.
Secara perdata, buruh dapat dikenakan tuntutan telah
melakukan wanprestasi (jika masih bekerja di tempat pemilik rahasia dagang)
atau perbuatan melawan hukum. Dasar hukum untuk melakukan penuntutan
wanprestasi adalah klausula perjanjian mengenai kewajiban melindungi rahasia
dagang yang terdapat dalam perjanjian kerja. Klausula perjanjian tersebut dapat
menjadi dasar hukum dalam melakukan penuntutan berdasarkan pasal 1338
KUHPerdata yang menyatakan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi yang membuatnya. Sedangkan untuk perbuatan melawan hukum,
dasar hukumnya adalah pasal 1365 KUHPerdata. Tuntutan atas dasar wanprestasi
lebih mudah dalam hal pembuktian dibandingkan dengan perbuatan melawan hukum
karena berdasarkan pada perjanjian kerja yang memuat mengenai rahasia dagang.[45]
Secara pidana, tuntutan dapat dilakukan berdasarkan UU
Rahasia Dagang dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Tuntutan yang dapat
dilakukan berdasarkan UU Rahasia Dagang, dasar hukumnya adalah Pasal 13 dan Pasal
17 Ayat (1), yaitu diancam pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Terhadap pelanggaran
rahasia dagang berdasarkan UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, hanya
dapat dilakukan tuntutan apabila ada aduan dari pihak yang merasa dirugikan (Pasal
17(2)). Jadi pelanggaran rahasia dagang merupakan delik aduan.
Pelanggaran terhadap rahasia dagang dalam KUHP masuk ke
dalam lingkup kejahatan. Dasar hukum yang digunakan adalah Pasal 322 Ayat (1)
KUHP dimana dinyatakan bahwa bagi orang yang dengan sengaja membuka rahasia
yang wajib disimpannya karena jabatan atau pekerjaannya baik itu yang sekarang
ataupun yang dulu dapat diancam pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda
paling banyak sembilan ribu rupiah. Jika pelanggaran rahasia dagang tersebut
dilakukan setelah buruh itu tidak lagi bekerja di perusahaan tersebut dan ia
berada pada waktu dimana ia masih harus menjaga rahasia dagang tersebut maka
ketentuan dalam KUHP yang digunakan tidak lagi Pasal 322 Ayat (1), tetapi
menggunakan Pasal 323 ayat (1). Pasal 323 ayat (1) menyatakan bagi orang yang
dengan sengaja memberitahukan hal-hal khusus tentang suatu perusahaan dagang,
kerajinan atau pertanian, dimana ia bekerja atau dahulu bekerja, yang
seharusnya dirahasiakan, diancam pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda
paling banyak sembilan ribu rupiah. Dalam Pasal 323 ayat 2 disyaratkan pula
adanya pengaduan dari pengusaha untuk dapat mengajukan tuntutan (delik aduan).
Melihat pada peraturan perundangan di bidang perburuhan,
maka pelanggaran rahasia dagang yang dilakukan oleh buruh dapat mengacu pula
pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI (KepmenTK) No. 150/Men/2000 tanggal 20
Juni 2000. Dalam Kepmen. TK tersebut pada Pasal 18 Ayat (1) poin (j),
dinyatakan bahwa buruh yang melakukan tindakan membongkar atau membocorkan
rahasia perusahaan atau mencemarkan nama baik pengusaha dan atau keluarga
pengusaha yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara, dapat
diberikan ijin kepada pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)
terhadap buruh tersebut. Ijin PHK ini diberikan oleh P4 (Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan) Daerah untuk PHK perorangan atau P4 Pusat untuk PHK
massal.
Ketentuan dalam KepmenTK tersebut terdapat pula dalam
undang-undang tenaga kerja yang baru, yaitu Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Dalam pasal 158 Ayat (1) poin (i) dinyatakan bahwa
pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja atau buruh dengan
alasan telah dilakukannya kesalahan berat membongkar atau membocorkan rahasia
perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara.
Kesalahan berat tersebut harus dibuktikan oleh pengusaha dengan kejadian
pekerja atau buruh tertangkap tangan, ada pengakuan dari pekerja atau buruh
yang bersangkutan, atau bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh
pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh
sekurang-kurangnya dua orang saksi.[46]
Penegakan Hukum Dan Penyelesaian Sengketa
Hak Menggugat
Hak
yang dimiliki oleh Pemegang Rahasia Dagang atau Penerima Lisensi untuk
menggugat pihak yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 UURD (gugatan ganti rugi dan/atau penghentian
semua perbuatan atas penggunaan Rahasia Dagang, Lisensi kepada pihak lain atau
melarang pihak lain menggunakan Rahasia Dagang atau pengungkapan secara
komersial secara sengaja dan tanpa hak). Gugatan dilakukan di depan pengadilan
negeri.
Sanksi Pidana
Pasal
17 UURD pada intinya menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
menggunakan Rahasia Dagang pihak lain atau melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 atau Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus
juta Rupiah). Tindak pidana dalam pelanggaran Rahasia Dagang merupakan delik
aduan (jenis delik yang untuk melakukan proses hukum terhadap delik tersebut
memerlukan adanya aduan dari pihak yang merasa dirugikan). Dengan demikian
perlu ada inisiatif dari pemilik hak untuk melaporkan suatu pelanggaran kepada
aparat penegak hukum dan tidak menunggu inisiatif dari pihak kepolisian.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Rahasia dagang adalah informasi yang
tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/ atau bisnis dimana mempunyai
nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya
oleh pemilik rahasia dagang. Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi
metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di
bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak
diketahui oleh masyarakat umum.
2. Jika seorang buruh melakukan
pelanggaran rahasia dagang, maka upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pemilik
rahasia dagang (pengusaha) antara lain melalui lembaga peradilan umum baik itu
secara perdata maupun pidana, melalui arbitrase, atau menggunakan alternatif
penyelesaian sengketa. Bila melalui lembaga peradilan umum, pengusaha dapat
mengajukan tuntutan secara perdata terlebih dahulu, apabila tidak berhasil baru
kemudian mengajukan tuntutan secara pidana. Selain itu, para pihak dapat
mengajukan kepada pengadilan agar persidangan dilakukan secara tertutup.
B. Saran
1. Diharapkan
bagi pemerintah untuk memberikan perlindungan yang semaksimal mungkin dari segi
payung hukum dan penegakanya oleh aparat yang berkompoten di bidangnya,
sehingga apabila terjadi pelanggaran rahasia dagang oleh pihak lain yang secara
melawan hukum dapat ditindak tegas, namun harus memperhatikan prosedur yang
berlaku sesuai dengan ketentuan undang-undang.
2. Sebaiknya
bagi pihak pemegang rahasia dagang dalam menyelesaikan sengketa menempu jalur
hukum gugatan perdata, baik materi gugatanya berupa Perbuatan Melawan Hukum
(PMH), atau Wanprestasi. Karena langkah hukum yang di atas lebih tepat diambil
kalau kita ingin ganti rugi. Namun jika kita hanya berpatokan laporan pidana
pertanggung jawaban secara badan lebih di utamakan sebab sanksi denda maksimal
hanya tiga ratus juta rupiah. Sebab laporan secara perdata bukan berarti
meniadakan unsur pidananya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Kadir
Muhammad. 2001. Kajian Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Arikunto,
Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik, cet. 6. Jakarta: Bina Aksara.
Basah,
Sjachran. 2004. Ilmu Negara (Pengantar, Metode, dan Sejarah
Perkembangan), cet. 8. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Citrawinda P. Cita. 2005. Budaya
Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi: Perlindungan rahasia Dagang di Bidang
Farmasi. Jakarta: Chandra Pratama.
Hadikumsuma,
Hilman. 1995. Metode Pembuatan Kertas Kerja Atau Skripsi Ilmu Hukum,
cet. 1. Bandung: Mandar Maju.
Kantaatmadja
Mieke. 1998. Makalah disampaikan pada
Seminar Pengembangan Budaya Menghargai HAKI di Indonesia Menghadapi Era
Globalisasi Abad ke-21. Bandung: Genesa.
Lindsey. 2000. Hak
Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar. Bandung: Alumni.
Muhammad, Abdul
Kadir 2004. Hukum Dan Metode Penelitian
Hukum, Cet 1. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Rachmadi Usman. 2003. Hukum Atas Hak Kekayaan Intelektual. Bandung:
Alumni.
Rohmadi Usman.
2003. Hukum Atas Kekayaan
Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia.
Bandung: Alumni.
Saidin O. 1995. Aspek
Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). NN. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Soekanto
Soerjono dan Mamudji Sri. 1995. Penelitian
Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cet. 4. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Soeroso
R. 1992. Pengantar Ilmu Hukum, Cet.
4. Bandung : Sinar Grafika.
Sunggono,
Bambang. 2003. Metodologi Penlitian Hukum, cet. 6. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Sjahdeini
Remy Sutan. 1993. Kebebasan Berkontrak
Dan Perindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di
Indonesia. Jakarta: IBI.
Umar
Purba P A. Zen. 2000. Sistem HKI Memasuki Era Globalisasi. Semarang: Aditya Bakti.
www.yahoo.com, Teori Hukum Hans Kelsen. Di akses 15 Juli 2010.
www.Google.com. Perlindungan
Hukum Rahasia Dagang. Diakses pada tanggal 23 Maret 2011.
[2] P. Cita
Citrawinda. Budaya Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi: Perlindungan
rahasia Dagang di Bidang Farmasi. (Jakarta: Chandra Pratama, 2005), hal.
34-35.
[8] Sutan Remy
Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak
Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, (Jakarta: IBI, 1993), hal. 8.
[10]
www.yahoo.com, Teori Hukum Hans Kelsen.
Di akses 15 Juli 2010.
[17] P. Cita
Citrawinda. Budaya Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi: Perlindungan
rahasia Dagang di Bidang Farmasi. (Jakarta: Chandra Pratama, 2005), hal.
211.
[18] P A.
Zen Umar Purba. Sistem HKI Memasuki Era Globalisasi. (Semarang: Aditya Bakti, 2000), hal.
23-24.
[19] Usman
Rohmadi. Hukum Atas Kekayaan
Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia.
(Bandung: Alumni, 2003), hal. 111.
[21] Abdul Kadir
Muhammad. Kajian
Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hal.
57-59.
[22] Soerjono
Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian
Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cet. 4, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1995), hal. 13-14; Lihat juga Bambang Sunggono, Metodologi
Penlitian Hukum, cet. 6, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 184.
[23] Abdulkadir
Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, cet. 1, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2004), hal. 52.
[24] Bambang
Sunggono, Metodologi Penlitian Hukum, cet. 6, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2003), hal. 86.
[25] Bambang
Sunggono, Ibid., hal. 93.
[26] Abdulkadir
Muhammad, Op. cit.
[27] Soerjono
Soekanto dan Sri Mamudji, Loc. cit., hal. 4; Bandingkan dengan “rechtsdogmatiek”
dari K. F. von Gerber dan Paul Laban, lihat, Sjachran Basah, Ilmu Negara (Pengantar,
Metode, dan Sejarah Perkembangan), cet. 8, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
1997), hal. 85.
[28] Ibid.,
hal. 13-14; Lihat, Abdulkadir Muhammad, Loc. cit.,; Lihat Juga, Hilman
Hadikumsuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja Atau Skripsi Ilmu Hukum, cet.
1, (Bandung: Mandar Maju, 1995), hal. 65-66.
[29] Ibid.,
hal. 13-14.
[30] Suharsimi
Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, cet. 6, (Jakarta: Bina
Aksara, 1989) hal. 89, 90, 92.
[31] Abdulkadir Muhammaad, Loc. cit., hal. 62.
[33] Abdulkadir
Muhammad, Loc. cit, hal. 125; Lihat juga, Bambang Sunggono, Loc.
cit., hal. 184.
[34] Bambang
Sunggono, Loc. cit., hal. 184; Lihat juga Abdulkadir Muhammad, Loc.
cit., hal. 125.
[35] Abdulkadir
Muhammad, Loc. cit, hal. 125.
[36] Abdulkadir
Muhammad, Loc. cit, hal. 125.
[37] Abdulkadir
Muhammad, Loc. cit., hal. 92.
[38] Hilman
Hadikumsuma, Loc. cit., hal. 120, 121.
[39] Bambang
Sunggono, Loc. cit., hal. 68, 186;
[40] P. Citrawinda
Cita. Budaya Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi: Perlindungan rahasia
Dagang di Bidang Farmasi. (Jakarta: Chandra Pratama, 2005), hal. 43-45.
[41] Ibid. hal. 56.
[44]
O, Saidin. Aspek
Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995,
hal. 56-57.
[45] P Citrawinda Cita. Budaya
Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi: Perlindungan rahasia Dagang di Bidang
Farmasi, (Jakarta: Chandra Pratama, 2005), hal. 34-36.
[46] Ibid. hal. 76.
That is an extremely smart written article. I will be sure to bookmark it and return to learn extra of your useful information. Thank you for the post. I will certainly return.
BalasHapus