Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/Buku Kesatu
Daftar isi
- 1 Bab I - Menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan
- 2 Bab II - Akta-akta catatan sipil
- 3 Bab III - Tempat tinggal atau domisili
- 4 Bab IV - Perkawinan
- 5 Bab VI - Harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya
- 6 Bab VII - Perjanjian kawin
- 7 Bab VIII - Gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua atau selanjutnya
- 8 Bab IX - Pemisahan harta-benda
- 9 Bab X - Pembubaran perkawinan
- 10 Bab XI - Pisah meja dan ranjang
- 11 Bab XII - Keayahan dan asal keturunan anak-anak
- 12 Bab XIII - Kekeluargaan sedarah dan semenda
- 13 Bab XIV - Kekuasaan orang tua
- 14 Bab XV - Kebelumdewasaan dan perwalian
- 15 Bab XVI - Pendewasaan
- 16 Bab XVII - Pengampuan
Bab I - Menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan
- Penikmatan hak-hak kewargaan tidak tergantung pada hak-hak kenegaraan.
- Anak dalam kandungan seorang wanita dianggap telah lahir, setiap kali kepentingannya menghendakinya. Bila telah mati waktu dilahirkan, anak tersebut dianggap tidak pernah ada. (KUHPerd. 348, 489, 758, 836, 899, 1679)
- Tiada suatu hukuman apapun dapat mengakibatkan kematian perdata atau hilangnya seluruh hak-hak kewargaan (ISR. 144.)
- Catatan: Diumumkan dengan Maklumat tgl. 30 April 1847, S. 1847-23.
Bab II - Akta-akta catatan sipil
Bagian 1
Daftar catatan sipil pada umumnya
4. (s.d.u. dg. S. 1916-38 jo. S. 1917-18; S. 1907-205 pasal
3 jo. S. 1919-816; S. 1937-595.) Tanpa mengurangi ketentuan pasal 10
Ketentuan-ketentuan Umum Perundang-undangan di Indonesia, maka untuk golongan
Eropa di seluruh Indonesia ada daftar kelahiran, daftar lapor kawin, daftar
izin kawin, daftar perkawinan dan perceraian, dan daftar kematian. (KUHPerd. 5;
BS. 1.) Pegawai yang ditugaskan menyelenggarakan daftar-daftar itu, disebut pegawai
catatan sipil.
5. Pemerintah (Gouverneur-Generaal), setelah mendengar
Mahkamah Agung (Hooggerechtshof), dengan peraturan tersendiri, menentukan
tempat dan cara menyelenggarakan daftar-daftar tersebut, demikian pula cara
menyusun akta-aktanya dan syarat-syarat yang harus diindahkan. Dalam peraturan
itu juga ditetapkan hukuman-hukuman terhadap pelanggaran-pelanggaran oleh
pegawai catatan sipil, sejauh dalam hal itu belum atau tidak akan diatur dengan
ketentuan undang-undang hukum pidana. (KURP 436, 556 dst. lihat peraturan BS.
golongan Eropa, Indonesia dan Indonesia-Kristen dan catatan di bawah judul BS.)
Bagian 2
Nama, perubahan nama, dan perubahan nama depan
5a. (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Anak sah, dan juga anak tak
sah tetapi yang diakui oleh ayahnya, menyandang nama keturunan ayahnya; anak
yang tidak diakui oleh ayahnya, menyandang nama keturunan ibunya. (KUHperd. 250
dst., 255, 256 dst., 261, 272 dst., 280, 283 dst., 306; BS. 41.).
6. Siapa pun tidak diperkenankan mengganti nama
keturunannya, atau menambahkan nama lain pada namanya tanpa izin pemerintah.
(BS. 28, 40; S. 1824-13 pasal 2; S. 1837-11; S. 1867-168 s V; S. 1917-12.)
(s.d.t. dg. S. 1937-595.) Barangsiapa tidak dikenal nama-keturunannya atau nama
depannya, boleh mengambil suatu nama-keturunan atau nama-depan dengan izin
pemerintah.
7. (s.d.u. dg. S. 1937-595 dan S. 1941-370.) Permohonan
untuk itu tidak dapat dikabulkan sebelum habis jangka waktu empat bulan,
terhitung mulai dari hari pemberitaan permohonan itu dalam Berita Negara. (S.
1883-192 pasal 3.)
8. (s.d.u. dg. S. 1883-190.) Selama jangka waktu tersebut
dalam pasal yang lalu, pihak-pihak yang berkepentingan boleh mengemukakan
kepada pemerintah, dengan surat permohonan, dasar-dasar yang mereka anggap
menjadi keberatan untuk menentang permohonan tersebut di atas. (S. 1883-192
pasal 3.)
9. (s.d.u. dg. S. 1937-595.) Bila dalam hal yang dimaksud
dalam alinea pertama pasal 6 permohonan dikabulkan, maka surat penetapannya
harus disampaikan kepada pegawai catatan sipil di tempat tinggal si pemohon,
dan pegawai itu harus menuliskannya dalam buku daftar yang paling akhir, dan
membuat catatan tentang hal itu pada tepi akta kelahiran si pemohon. (BS. 26.)
(s.d.t. dg. S. 1937-595.) Surat penetapan yang diberikan berkenaan dengan
dikabulkannya permohonan termaksud dalam pasal 6 alinea kedua, dibukukan dalam
daftar kelahiran yang paling akhir di tempat tinggal yang bersangkutan, dan
dalam hal termaksud dalam pasal 43 alinea pertama Reglemen tentang Catatan
Sipil untuk Golongan Eropa, dicatat pula pada tepi akta kelahiran. (s.d.t. dg.
S. 1937-595.) Bila suatu permohonan tidak dikabulkan seperti yang dimaksud pada
alinea yang lalu, pemerintah dapat memberikan nama-keturunan atau nama-depan
kepada yang berkepentingan. Surat penetapan ini harus diperlakukan sesuai
dengan pasal yang lalu.
10. (s.d.u. dg. S. 1937-595.) Diperolehnya suatu nama
sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam keempat pasal yang lalu, sekali-kali
tidak boleh diajukan sebagai bukti adanya hubungan sanak-saudara. (KUHPerd.
262; S. 1883-192 pasal 3.)
11. Tiada seorang pun boleh mengubah nama-depannya atau
menambahkan nama-depan pada namanya, tanpa izin pengadilan negeri (raad van
justitie) tempat tinggalnya atas permohonan untuk itu, setelah mendengar
jawatan kejaksaan (openbaar ministrie). (BS. 40.)
12. Bila pengadilan negeri mengizinkan penggantian atau
penambahan nama-depan, maka surat penetapannya harus disampaikan kepada pegawai
catatan sipil tempat tinggal si pemohon, dan pegawai itu harus membukukannya
dalam daftar yang paling akhir, dan mencatatnya pula pada tepi akta kelahiran.
(BS. 26.)
Bagian 3
Pembetulan akta catatan sipil, dan penambahannya. (S.
1836-16.)
13. Bila daftar tidak pernah ada, atau telah hilang,
dipalsu, diubah, robek, dimusnahkan, digelapkan atau dirusak, bila ada akta yang
tidak terdapat dalam daftar itu, atau bila dalam akta yang dibukukan terdapat
kesesatan, kekeliruan atau kesalahan lain, maka hal-hal itu dapat menjadi dasar
untuk mengadakan penambahan atau perbaikan dalam daftar itu. (BS. 26 dst., 36;
KUHPerd. 14, 101; S. 1854-40, lihat BS. 67.)
14. Permohonan untuk itu hanya dapat diajukan kepada
pengadilan negeri, yang di daerah hukumnya daftar-daftar itu diselenggarakan
atau seharusnya diselenggarakan, dan untuk itu pengadilan negeri akan mengambil
keputusan setelah mendengar jawatan kejaksaan dan pihak-pihak yang
berkepentingan bila ada cukup alasan dan dengan tidak mengurangi kesempatan
banding. (Rv. 844 dst.)
15. Keputusan ini hanya berlaku antara pihak-pihak yang
telah memohon, atau yang pernah dipanggil. (KUHPerd. 1917.)
16. Semua keputusan tentang pembetulan atau penambahan pada
akta, yang telah memperoleh kekuatan tetap, harus dibukukan oleh pegawai
catatan sipil dalam daftar-daftar yang paling akhir segera setelah
diperlihatkan dan bila ada perbaikan, hal itu harus diberitakan pada margin
akta yang diperbaiki, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Reglemen tentang
Catatan Sipil. (BS. 26; Rv. 166.)
Bab III - Tempat tinggal atau domisili
17. Setiap orang dianggap bertempat tinggal di tempat yang
dijadikan pusat kediamannya. Bila tidak ada tempat tinggal yang demikian, maka
tempat kediaman yang sesungguhnya dianggap sebagai tempat tinggalnya. (Rv.
6-7?, 99.)
18. Perubahan tempat tinggal terjadi dengan pindah rumah
secara nyata ke tempat lain disertai niat untuk menempatkan pusat kediamannya
di sana. (KUHPerd. 19, 53 dst.)
19. Niat itu dibuktikan dengan menyampaikan pernyataan
kepada kepala pemerintahan, baik di tempat yang ditinggalkan, maupun di tempat
tujuan pindah rumah kediaman. (KUHP 515; S. 1919-573 jis. 1931-373, 423.) Bila
tidak ada pernyataan, maka bukti tentang adanya niat itu harus disimpulkan dari
keadaan sebenarnya.
20. Mereka yang ditugaskan untuk menjalankan dinas umum,
dianggap bertempat tinggal di tempat mereka bertugas. (RO. 21; Rv. 99.)
21. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Seorang wanita
yang telah kawin dan tidak pisah meja dan ranjang, tidak mempunyai tempat
tinggal lain daripada tempat tinggal suaminya; anak-anak di bawah umur
mengikuti tempat tinggal salah satu dari kedua orang tua mereka yang melakukan
kekuasaan orang tua atas mereka, atau tempat tinggal wali mereka; orang-orang
dewasa yang berada di bawah pengampuan mengikuti tempat tinggal pengampu
mereka. (KUHPerd. 106, 207, 211, 242, 298, 301, 383, 452.)
22. (s.d.u. dg. S. 1926-335 jis. 458, 565 dan S. 1927-108.)
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal yang lalu, buruh mempunyai tempat
tinggal di rumah majikan mereka bila mereka tinggal serumah dengannya.
(KUHPerd. 17-2, 1061a dst.)
23. Yang dianggap sebagai rumah kematian seseorang yang
meninggal dunia adalah rumah tempat tinggalnya yang terakhir. (KUHPerd. 1023;
Rv. 7, 99; Weesk. 47.)
24. Dalam suatu akta dan terhadap suatu soal tertentu,
kedua pihak atau salah satu pihak bebas untuk memilih tempat tinggal yang lain
daripada tempat tinggal yang sebenarnya. Pemilihan itu dapat dilakukan secara
mutlak, bahkan sampai meliputi pelaksanaan keputusan hakim, atau dapat dibatasi
sedemikian rupa sebagaimana dikehendaki oleh kedua pihak atau salah satu pihak.
Dalam hal ini surat-surat juru sita, gugatan-gugatan atau tuntutan-tuntutan
yang tercantum atau termaksud dalam akta itu, boleh dilakukan di tempat tinggal
yang dipilih dan di muka hakim tempat tinggal itu. (KUHPerd. 1186, 1194, 1393,
1405, 1412; Rv. 8, 13, 85, 99, 106 dst., 411, 443, 461, 477, 504, 533, 550,
561, 594, 597, 601, 606, 655, 662, 666, 729, 816, 860 dst.)
25. Bila hal sebaliknya tidak disepakati, masing-masing
pihak boleh mengubah tempat tinggal yang dipilih untuk dirinya, asalkan tempat
tinggal yang baru tidak lebih dari sepuluh pal jauhnya dari tempat tinggal yang
lama dan perubahan itu diberitahukan kepada pihak yang lain.
Bab IV - Perkawinan
Catatan: Ketentuan-ketentuan perkawinan dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan perkawinan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata dan dalam peraturan-peraturan lain, oleh Pasal 66 UU No. 1 Tahun 1974
dinyatakan tidak berlaku lagi, sejauh telah diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974.
Ketentuan Umum.
26. Undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam
hubungan-hubungan perdata. (KUHPerd. 81.)
Bagian 1
Syarat-syarat dan segala sesuatu yang harus dipenuhi untuk
dapat melakukan perkawinan
Lihat Peraturan Peralihan mengenai diberlakukannya
perundang-undangan anak-anak S. 1927-31 jis. 390, 421 sebelum Kitab
Undang-undang Hukum Perdata.
27. Pada waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh
terikat oleh perkawinan dengan satu orang perempuan saja; seorang perempuan
hanya dengan satu orang lelaki saja. (KUHPerd. 60-41?, 62, 63-2?, 65, 70-4?,
83, 86, 93, 95 dst., 493 dst.; KUHP 279 dst.)
28. Asas perkawinan menghendaki adanya persetujuan bebas
dari calon suami dan calon istri. (KUHPerd. 61-3?, 4?, 62, 63-2?, 65, 83, 87
dst., 95 dst. 901.)
29. Laki-laki yang belum mencapai umur delapan belas tahun
penuh dan perempuan yang belum mencapai umur lima belas tahun penuh, tidak
diperkenankan mengadakan perkawinan. Namun jika ada alasan-alasan penting,
pemerintah berkuasa menghapuskan larangan ini dengan memberikan dispensasi.
(ISR. 43; KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 89; BS. 55, 61; W & B II-283.)
30. Perkawinan dilarang antara mereka yang satu sama
lainnya mempunyai hubungan darah dalam garis ke atas maupun garis ke bawah,
baik karena kelahiran yang sah maupun karena kelahiran yang tidak sah, atau
karena perkawinan; dalam garis ke samping, antara kakak-beradik laki-perempuan,
sah atau tidak sah. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 90, 93, 95 dst., 98,
290, 295, 297.)
31. Perkawinan juga dilarang karena alasan-alasan berikut:
1?. (s.d.u. dg. S. 1941-370.) antara ipar laki-laki dan ipar perempuan, sah
atau tidak sah, kecuali bila suami atau istri yang menyebabkan terjadinya
periparan itu telah meninggal atau bila atas dasar ketidakhadiran si suami atau
si istri telah diberikan izin oleh hakim kepada suami atau istri yang tinggal
untuk melakukan perkawinan lain; 2?. antara paman atau paman orang tua dan
kemenakan perempuan atau anak perempuan kemenakan, demikian pula antara bibi
atau bibi orang tua dan kemenakan laki-laki atau anak laki-laki kemenakan, yang
sah atau tidak sah. Jika ada alasan-alasan penting, pemerintah dengan memberi
dispensasi, berkuasa menghapuskan larangan yang tercantum dalam pasal ini.
(ISR. 43; KUHPerd. 29, 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 90, 93, 95 dst., 98, 295,
297.)
32. Seseorang yang dengan keputusan pengadilan telah
dinyatakan melakukan zinah, sekali-kali tidak diperkenankan kawin dengan
pasangan zinahnya itu. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63- 2?, 65, 83, 90, 93, 95 dst.,
98, 209.)
33. (s.d.u. dg. S. 1923-31.) Antara orang-orang yang
perkawinannya telah dibubarkan sesuai dengan ketentuan pasal 199 nomor 3? atau
4?, tidak boleh untuk kedua kalinya dilaksanakan perkawinan kecuali setelah
lampau satu tahun sejak pembubaran perkawinan mereka yang didaftarkan dalam
daftar catatan sipil. Perkawinan lebih lanjut antara orang-orang yang sama
dilarang. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 90, 93, 199, 207 dst., 232a, 268,
493.)
34. Seorang wanita tidak boleh melakukan perkawinan baru,
kecuali setelah lampau jangka waktu tiga ratus hari sejak pembubaran perkawinan
yang terakhir. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 64 dst., 71-4?, 93, 99, 252, 494
dst.)
35. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Untuk
melaksanakan perkawinan, anak sah di bawah umur memerlukan izin kedua orang
tuanya. Akan tetapi bila hanya salah seorang dari mereka memberi izin dan yang
lainnya telah dipecat dari kekuasaan orang tua atau perwalian atas anak itu,
maka pengadilan negeri di daerah tempat tinggal anak itu, atas permohonannya,
berwenang memberi izin melakukan perkawinan itu, setelah mendengar atau
memanggil dengan sah mereka yang izinnya menjadi syarat beserta
keluarga-keluarga sedarah atau keluarga-keluarga semenda. Bila salah satu orang
tua telah meninggal atau berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendaknya,
maka izin cukup diperoleh dari orang tua yang lain. (KUHPerd. 37, 40 dst., 49,
61-1?, 71-2?, 5?, 83, 91, 151, 299 dst., 330, 424, 458, 901; BS. 61-4?.)
36. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Selain izin yang
diharuskan dalam pasal yang lalu, anak-anak sah yang belum dewasa memerlukan
juga izin dari wali mereka, bila yang melakukan perwalian adalah orang lain
daripada ayah atau ibu mereka; bila izin itu diperlukan untuk kawin dengan wali
itu atau dengan salah satu dari keluarga sedarahnya dalam garis lurus,
diperlukan izin dari wali pengawas. Bila wali atau wali pengawas atau ayah atau
ibu yang telah dipecat dari kekuasaan orang tua atau perwaliannya, menolak
memberi izin atau tidak dapat menyatakan kehendaknya, maka berlakulah alinea
kedua pasal yang lalu, asal orang tua yang tidak dipecat dari kekuasaan orang
tua atau dari perwaliannya atas anaknya telah memberikan izin itu. (KUHPerd.
42, 49, 62, 71-2?, 5?, 83 dst., 91, 151, 424, 901; BS. 61-4?.)
37. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila ayah dan
ibu telah meninggal atau berada dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendak
mereka, maka mereka masing-masing harus digantikan oleh tua mereka, sejauh
mereka masih hidup dan tidak dalam keadaan yang sama. Bila orang lain daripada
orang-orang tersebut di atas melakukan perwalian atas anak-anak dibawah umur
itu, maka dalam hal seperti yang dimaksud dalam alinea yang lalu, si anak
memerlukan lagi izin dari wali atau wali pengawas, sesuai dengan perbedaan
kedudukan yang dibuat dalam pasal yang lalu. Alinea kedua pasal 35 berlaku,
bila antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea satu atau alinea dua
pasal ini ada perbedaan pendapat atau bila salah satu atau lebih tidak
menyatakan pendiriannya (KUHPerd. 49, 62, 71-2?, 5?, 83 dst., 91 151, 424, 497,
901; BS. 61-4?.)
38. (s.d.u. dg. S 1927-31 jis. 390, 421.) Bila ayah dan ibu
serta kakek dan nenek si anak tidak ada, atau bila mereka semua berada dalam
keadaan tak mampu menyatakan kehendak mereka, anak sah yang masih di bawah umur
tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin wali dan wali pengawasnya. Bila
baik wali maupun wali pengawas, atau salah seorang dari mereka, menolak untuk
memberi izin atau tidak menyatakan pendirian, maka pengadilan negeri di daerah
tempat tinggal anak masih di bawah umur, atas permohonannya berwenang memberi
izin untuk melakukan perkawinan, setelah mendengar dan memanggil dengan sah
wali, wali pengawas, dan keluarga sedarah atau keluarga semenda. (KUHPerd.) 39,
49 61-2?, 63 dst; KUHP 524.)
39. (s.d.u. dg. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak luar kawin
yang diakui sah, selama masih di bawah umur, tidak boleh melakukan perkawinan
tanpa izin ayah dan ibu yang mengakuinya, sejauh kedua-duanya atau salah
seorang masih hidup dan tidak berada dalam keadaan tak mampu menyatakan
kehendak mereka. Bila semasa hidup ayah atau ibu yang mengakuinya, orang lain
yang melakukan perwalian atas anak itu, maka harus pula diperoleh izin dari
wali itu atau dari wali pengawas bila izin itu diperlukan untuk perkawinan
dengan wali itu sendiri atau dengan salah seorang dari keluarga sedarah dalam
garis lurus. Bila terjadi perselisihan pendapat antara mereka yang izinnya
diperlukan menurut alinea pertama dan kedua, dan salah seorang atau lebih
menolak memberikan izin itu, maka pengadilan negeri di daerah hukum tempat
tinggal anak yang di bawah umur itu, atas permohonan si anak berkuasa memberi
izin untuk melakukan perkawinan, setelah mendengar atau memanggil dengan sah
mereka yang izinnya diperlukan. Bila baik ayah maupun ibu yang mengakui anak di
bawah umur itu telah meninggal atau berada dalam keadaan tidak mampu menyatakan
kehendak mereka, diperlukan izin dari wali dan wali pengawas. Bila kedua-duanya
atau salah seorang menolak untuk memberi izin, atau tidak menyatakan pendirian,
maka berlaku pasal 38 alinea kedua, kecuali apa yang ditentukan di situ
mengenai keluarga sedarah atau keluarga semenda.
40. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak tidak sah
yang tidak diakui, tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin wali atau wali
pengawas, selama ia masih di bawah umur. Bila kedua-duanya, atau salah seorang,
menolak untuk memberikan izin atau untuk menyatakan pendirian, pengadilan
negeri di daerah hukum tempat tinggal anak yang masih di bawah umur itu, atas
permohonannya, berkuasa memberikan izin untuk setelah mendengar atau memanggil
dengan sah wali atau wali pengawas si anak. (KUHP 524.)
41. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Penetapan-penetapan pengadilan negeri dalam hal-hal yang termaksud dalam enam
pasal yang lalu, diberikan tanpa bentuk hukum acara. Penetapan-penetapan itu,
baik yang mengabulkan permohonan izin, maupun yang menolak, tidak dapat
dimohonkan banding. (s.d.u. dg. S. 1927-456.) Mendengar mereka yang izinnya
diperlukan seperti yang termaksud dalam enam pasal yang lalu, bila mereka
bertempat tinggal di luar kabupaten tempat kedudukan pengadilan negeri itu,
boleh dilimpahkan kepada pengadilan negeri di tempat tinggal atau tempat
kedudukan mereka, dan pengadilan negeri ini akan menyampaikan berita acaranya
kepada pengadilan negeri yang disebut pertama. Pemanggilan mereka yang izinnya
diperlukan, dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 333
terhadap keluarga sedarah dan keluarga semenda. Mereka yang disebut pertama,
ataupun mereka yang disebut terakhir, boleh mewakilkan diri dengan cara seperti
yang tercantum dalam pasal 334.
42. (s.d.u. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak sah, yang telah
dewasa, tetapi belum genap tiga puluh tahun, juga wajib untuk mohon izin ayah
dan ibunya untuk melakukan perkawinan. Bila ia tidak memperoleh izin itu, ia
boleh memohon perantaraan pengadilan negeri tempat tinggalnya, dan dalam hal
itu harus diindahkan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut.
43. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam waktu tiga
minggu, atau dalam jangka waktu yang lain jika dianggap perlu oleh pengadilan
negeri, terhitung dari hari pengajuan surat permohonan itu, pengadilan harus
berusaha menghadapkan si ayah dan si ibu, beserta anak itu, agar dalam suatu
sidang tertutup kepada mereka diberi penjelasan-penjelasan yang dianggap
berguna oleh pengadilan demi kepentingan mereka masing-masing. Mengenai pertemuan
pihak-pihak tersebut harus dibuat berita acara tanpa mencantumkan alasan-alasan
yang mereka kemukakan.
44. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila baik
ayahnya maupun ibunya tidak hadir, perkawinan dapat dilangsungkan dengan
penunjukan akta yang memperlihatkan ketidakhadiran itu.
45. Bila anak itu tidak hadir, maka perkawinannya tidak
dapat dilaksanakan, kecuali sesudah permohonan diajukan sekali lagi untuk
perantaraan pengadilan.(KUHPerd. 47, 48.)
46. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila, setelah
anak itu dan kedua orang tua atau salah satu orang tua hadir, kedua orang tua
itu atau salah seorang tetap menolak, maka perkawinan tidak boleh dilaksanakan
bila belum lampau tiga bulan, terhitung dari hari pertemuan itu.
47. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Ketentuan-ketentuan dalam lima pasal terakhir ini juga berlaku untuk anak tak
sah terhadap ayah dan ibu yang mengakuinya.
48. (s.d.u. dg. S. 1928-546.) Sekiranya kedua orang tua
atau salah satu tidak berada di Indonesia, pemerintah berkuasa memberi
dispensasi dari kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam pasal 42 sampai dengan
pasal 47.
49. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam pengertian
ketidakmungkinan bagi para orang tua atau para kakek-nenek untuk memberi izin
kepada anak di bawah umur untuk melakukan perkawinan, dalam hal-hal yang diatur
dalam pasal 35, 37, 38 dan 39, sekali-kali tidak termasuk ketidakhadiran
terus-menerus atau sementara di Indonesia. (S. 1927-31, peraturan peralihan.)
Bagian 2
Acara yang harus mendahului perkawinan
50. Semua orang yang hendak melangsungkan perkawinan, harus
memberitahukan hal itu kepada pegawai catatan sipil di tempat tinggal salah
satu pihak. (KUHPerd. 17; BS. 54 dst.)
51. Pemberitahuan ini harus dilakukan, baik secara
langsung, maupun dengan surat yang dengan cukup jelas memperlihatkan niat kedua
calon suami-istri, dan tentang pemberitahuan itu harus dibuat sebuah akta oleh
pegawai catatan sipil. (BS. 54 dst.)
52. (s.d.u. dg. S. 1916-339 jo. S. 1917-18.) Sebelum
pelaksanaan perkawinan itu, pegawai catatan sipil harus mengumumkan hal itu dan
menempel surat pengumuman pada pintu utama gedung tempat penyimpanan
daftar-daftar catatan sipil itu. Surat itu harus tetap tertempel selama sepuluh
hari. Pengumuman itu tidak boleh dilangsungkan pada hari Minggu; yang disamakan
dengan hari Minggu dalam hal ini ialah hari Tahun Baru, hari Paskah kedua dan
Pantekosta, hari Natal, hari Kenaikan Isa Almasih, dan hari Mikraj Nabi.
(s.d.u. dg. S. 1937-595.) Surat pengumuman ini harus memuat: 1?. nama, nama
depan, umur, pekerjaan tempat tinggal calon suami-istri dan, bila mereka
sebelumnya pernah kawin, nama suami atau istri mereka yang dulu; 2?. hari,
tempat dan jam terjadinya pengumuman. (KUHPerd. 53, 61-6?, 63-2?, 75, 82 dst.,
99; BS. 54 dst.) (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Surat itu ditandatangani oleh
pegawai catatan sipil itu.
53. (s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Bila kedua
calon suami-istri tidak bertempat tinggal dalam wilayah catatan sipil yang
sama, maka pengumuman itu akan dilakukan oleh pegawai catatan sipil di tempat
tinggal masing-masing pihak. (KUHPerd. 17, 76, 83; BS. 56 dst.)
54. (s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Bila calon
suami-istri belum sampai enam bulan penuh bertempat tinggal dalam daerah suatu
catatan sipil, pengumumannya harus juga dilakukan oleh pegawai catatan sipil di
tempat tinggal mereka yang terakhir. (s.d.u. dg. S. 1937-572, S. 1939-288.)
Bila ada alasan-alasan yang penting, dari kewajiban membuat pengumuman tersebut
di atas boleh diberikan dispensasi oleh kepala Pemerintahan Daerah yang di
daerahnya telah dilakukan pemberitahuan kawin. (BS. 56 dst.)
55, 56. Dihapus S. 1916-338 jo. 1917-18.
57. (s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Bila
perkawinan itu belum dilangsungkan dalam waktu satu tahun, terhitung dari waktu
pengumuman, perkawinan itu tidak boleh dilangsungkan, kecuali bila sebelumnya
diadakan pengumuman lagi. (KUHPerd. 75.)
58. (s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Janji kawin
tidak menimbulkan hak untuk menuntut di muka hakim berlangsungnya perkawinan,
juga tidak menimbulkan hak untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan
bunga, akibat tidak dipenuhinya janji itu; semua persetujuan untuk ganti rugi
dalam hal ini adalah batal. Akan tetapi, jika pemberitahuan kawin itu telah
diikuti oleh suatu pengumuman, maka hal itu dapat menjadi dasar untuk menuntut
penggantian biaya, kerugian dan bunga berdasarkan kerugian-kerugian yang nyata
diderita oleh satu pihak atas barang barangnya sebagai akibat dari penolakan
pihak yang lain; dalam pada itu tak boleh diperhitungkan soal kehilangan
keuntungan. Tuntutan ini kadaluwarsa dengan lampaunya waktu delapan belas
bulan, terhitung dari pengumuman perkawinan itu. (AB 23; KUHPerd. 154, 1243
dst., 1305, 1320, 1335, 1337.)
Bagian 3
Pencegahan perkawinan
59. Hak untuk mencegah berlangsungnya perkawinan hanya ada
pada orang-orang dan dalam hal-hal yang disebut dalam pasal-pasal berikut. (Rv.
816 dst.)
60. Barangsiapa masih terikat oleh perkawinan dengan salah
satu pihak, termasuk juga anak-anak yang lahir dari perkawinan itu, berhak mencegah
perkawinan baru yang dilaksanakan, tetapi hanya berdasarkan perkawinan yang
masih ada. (KUHPerd. 27, 61-4?, 62 dst., 68, 86.)
61. (s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18; S. 1917-497; S.
27-31 jis. 390, 421.) Ayah atau ibu boleh mencegah perkawinan dalam hal-hal
berikut: 1?. bila anak mereka yang masih di bawah umur, belum mendapat izin
yang menjadi syarat; 2?. bila anak mereka, yang sudah dewasa tetapi belum genap
tiga puluh tahun, lalai meminta izin mereka, dan dalam hal permohonan izin itu
ditolak, lalai untuk meminta perantaraan pengadilan negeri seperti yang
diwajibkan menurut pasal 42; 3?. bila salah satu pihak, yang karena cacat
mental berada dalam pengampuan, atau dengan alasan yang sama telah dimohonkan
pengampuan, tetapi atas permohonan itu belum diambil keputusan; (KUHPerd. 434.)
4?. bila salah satu pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk mengadakan
perkawinan sesuai dengan ketentuan-ketentuan bagian pertama bab ini; (KUHPerd.
27 dst., 60, 62 dt.) 5?. bila pengumuman perkawinan yang menjadi syarat tidak
diadakan; (KUHPerd. 52 dst.) 6?. bila salah satu pihak, karena sifat pemboros
ditaruh di bawah pengampuan dan perkawinan yang hendak dilangsungkan tampaknya
akan membawa ketidak-bahagiaan bagi anak mereka. (KUHPerd. 434.) Bila yang
menjalankan perwalian atas anak itu orang lain daripada ayah atau ibunya, maka
wali atau pengawasnya, bila yang disebut terakhir ini harus mengganti si wali,
mempunyai hak yang sama dalam hal-hal seperti yang tercantum dalam nomor-nomor
1?, 3?, 4?, 5? dan 6?.
62. (s.d.u. dg S. 1917-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Dalam hal kedua orang tua tidak ada, maka kakek-nenek dan wali atau wali
pengawas, bila yang disebut terakhir ini harus mengganti si wali berhak untuk
mencegah perkawinan dalam hal-hal seperti yang tercantum dalam nomor 3?, 4?, 5?
dan 6?, pasal yang lalu. Kakek-nenek dan wali, atau wali pengawas, bila yang
disebut terakhir ini menggantikan si wali untuk mencegah perkawinan dalam
hal-hal yang tercantum pada nomor 1?, jika izin mereka menjadi syarat
63. (s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927- 31 jis. 390,421.)
Dalam hal kakek-nenek tidak ada, maka saudara laki-laki dan perempuan, paman
dan bibi, demikian pula wali dan wali pengawas, pengampu dan pengampu pengawas,
berhak mencegah perkawinan: 1?. bila ketentuan-ketentuan pasal 38 dan pasal 40
mengenai memperoleh izin kawin tidak diindahkan; 2?. karena alasan-alasan
seperti yang tercantum dalam nomor 3?, 4?, 5? dan 6? pasal 61. (KUHPerd. 58.)
64. Suami yang perkawinannya telah bubar karena perceraian,
boleh mencegah perkawinan bekas istrinya, bila dia hendak kawin lagi sebelum
lampau tiga ratus hari sejak pembubaran perkawinan yang dulu. (KUHPerd. 34, 60,
61-4?, 62, 63-2?, 65.)
65. Jawatan kejaksaan wajib mencegah perkawinan yang hendak
dilangsungkan dalam hal-hal yang tercantum dalam pasal 27 sampai dengan 34.
(RO. 55; KUHPerd. 94; Rv. 323)
66. Pencegahan perkawinan ditangani oleh pengadilan negeri,
yang di daerah hukumnya terletak tempat kedudukan pegawai catatan yang harus
melangsungkan perkawinan itu. (Rv. 817.)
67. Dalam akta pencegahan harus disebutkan segala alasan
yang dijadikan dasar pencegahan itu, dan tidak diperkenankan mengajukan alasan
baru, sejauh hal itu tidak timbul setelah pencegahan. (BS. 59; Rv. 816.)
68. Dihapus dg. S. 1937-595, berlaku terhitung 1 Januari
1939.
69. Bila pencegahan itu ditolak, para penentang boleh
dikenakan kewajiban mengganti biaya, kerugian dan bunga, kecuali jika penentang
itu adalah keluarga sedarah dalam garis ke atas dan garis ke bawah atau jawatan
kejaksaan. (KUHPerd. 62 dst.; Rv. 58.)
70. Bila terjadi pencegahan perkawinan, pegawai catatan
sipil tidak diperkenankan untuk melaksanakan perkawinan itu, kecuali setelah
kepadanya disampaikan suatu putusan pengadilan yang telah mendapat kekuatan
hukum tetap atau suatu akta otentik dengan mana pencegahan itu ditiadakan;
pelanggaran atas ketentuan ini kena ancaman hukuman penggantian biaya, kerugian
dan bunga. Bila perkawinan itu dilaksanakan sebelum pencegahan itu ditiadakan,
maka perkara mengenai pencegahan itu boleh dilanjutkan, dan perkawinan boleh
dinyatakan batal sekiranya gugatan penentang dikabulkan. (KUHPerd. 71-6?, 82;
BS. 59.)
Bagian 4
Pelaksanaan perkawinan
71. Sebelum melangsungkan perkawinan, pegawai catatan sipil
harus meminta agar kepadanya disampaikan: 1?. akta kelahiran masing-masing
calon suami-istri; (KUHPerd. 29, 35 dst.; Chin. 16.) 2?. (s.d.u. dg. S.
1916-338 jo. S. 1917-18; S. 1927-31 jis. 390, 421.) akta yang dibuat oleh
pegawai catatan sipil dan didaftarkan dalam daftar izin kawin, atau akta
otentik lain yang berisi izin ayah, ibu, kakek nenek, wali, atau wali pengawas,
ataupun izin yang diperoleh dari hakim, dalam hal-hal di mana izin itu
diperlukan; (KUHPerd. 35 dst., 42 dst., 452.) Izin itu dapat juga diberikan
pada akta perkawinan sendiri; 3?. akta yang menunjukkan adanya perantaraan
pengadilan negeri; (KUHPerd. 38 dst., 41 dst.) 4?. dalam hal perkawinan kedua
atau perkawinan berikutnya: akta kematian suami atau istri yang dulu, atau akta
perceraian, atau salinan surat izin dari hakim yang diberikan dalam hal pihak lain
dari suami atau istri tidak ada; (KUHPerd. 27, 32, 44, 493; Chin. 16.) 5?. akta
kematian dari mereka yang seharusnya memberikan izin kawin; (KUHPerd. 71-2?;
Chin. 16.) 6?. (s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S.. 1917-18.) bukti, bahwa
pengumuman perkawinan itu telah berlangsung tanpa pencegahan di tempat yang
disyaratkan menurut pasal 52 dan berikutnya, ataupun bukti bahwa pencegahan
yang dilakukan telah dihentikan; (KUHPerd. 70; BS. 59.) 7?. dispensasi yang
telah diberikan; (KUHPerd. 29, 31, 48, 54, 56.) 8?. izin untuk para perwira dan
tentara bawahan yang menjadi syarat untuk melakukan perkawinan.
72. Jika di antara calon suami-istri ada yang tidak dapat
memperlihatkan akta kelahiran seperti yang disyaratkan pada nomor 1? pasal yang
lampau, maka hal itu dapat diganti dengan akta tanda kenal yang dikeluarkan
oleh kepala Pemerintahan Daerah tempat lahir atau tempat tinggal calon suami
atau istri atas keterangan dua saksi laki-laki atau perempuan, keluarga atau
bukan keluarga. Keterangan ini harus menyebutkan tempat dan waktu kelahirannya
secermat-cermatnya, serta sebab-sebab yang menghalanginya untuk menunjukkan
akta kelahiran. Tidak adanya akta kelahiran dapat juga diganti dengan
keterangan semacam itu di bawah sumpah yang diberikan oleh saksi-saksi yang
harus hadir pada pelaksanaan perkawinan itu, ataupun dengan keterangan yang
diberikan di bawah sumpah di hadapan pegawai catatan sipil oleh calon suami
atau istri, dan sumpah itu berisi, bahwa dia tidak dapat memperoleh akta
kelahiran atau akta tanda kenal. Dalam akta perkawinannya, keterangan yang satu
dan yang lain harus dicantumkan. (KUHPerd. 13, 76 dst.; BS. 27, 61; Chin. 16.)
73. Bila para pihak tidak dapat memperlihatkan akta
kematian yang disebut dalam pasal 71 nomor 5?, maka kekurangan itu dapat
diperbaiki dengan cara yang sama seperti yang tercantum dalam pasal yang lalu.
(KUHPerd. 13, 82; BS. 27.)
74. Bila pegawai catatan sipil menolak untuk melangsungkan
perkawinan atas dasar tidak lengkapnya surat-surat dan keterangan-keterangan
yang diharuskan oleh pasal-pasal yang lalu, maka pihak-pihak yang
berkepentingan berhak mengajukan surat permohonan kepada pengadilan negeri;
setelah mendengar jawatan kejaksaan, bila ada alasan untuk itu, dan mendengar
pegawai catatan sipil, pengadilan negeri itu secara singkat dan tanpa
kemungkinan banding, akan mengambil keputusan tentang lengkap atau tidak
lengkapnya surat-surat.
75. (s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Perkawinan
tidak boleh dilangsungkan, sebelum hari kesepuluh setelah hari pengumuman, di
mana hari itu sendiri tidak termasuk. (KUHPerd. 52, 57, 71-6?, 99.) Jika ada
alasan penting, kepala Pemerintahan Daerah, yang di daerahnya telah dilakukan
pemberitahuan kawin, berkuasa memberikan dispensasi dari pengumuman dan waktu
tunggu yang diharuskan. Jika dispensasi telah diberikan, berita tentang hal itu
harus ditempel secepat-cepatnya pada pintu utama gedung yang dimaksud pada
alinea pertama pasal 52. Dalam berita tempel itu harus disebutkan kapan
perkawinan itu akan atau telah dilaksanakan.
76. (s.d.u. dg. S. 1901-353 jo. S. 1905-552; S. 1932-42.)
Perkawinan harus dilaksanakan di muka umum, dalam gedung tempat membuat akta
catatan sipil, di hadapan pegawai catatan sipil tempat tinggal salah satu
pihak, dan di hadapan dua orang saksi, baik keluarga maupun bukan keluarga,
yang telah mencapai umur dua puluh satu tahun dan berdiam di Indonesia.
(KUHPerd. 17 dst. 53, 83, 92 dst., 99; BS. 13, 61 dst.)
77. Bila salah satu pihak, karena halangan yang terbukti
cukup sah, tidak dapat pergi ke gedung tersebut, perkawinan boleh dilangsungkan
dalam sebuah rumah khusus di daerah pegawai catatan sipil yang bersangkutan.
Jika terjadi demikian, dalam akta perkawinan harus dicantumkan sebab-sebab
terjadinya. Penilaian tentang sah tidaknya halangan tersebut dalam pasal ini,
diserahkan kepada pegawai catatan sipil itu. (KUHPerd. 99; BS. 62.)
78. Kedua calon suami-istri harus datang secara pribadi
menghadap pegawai catatan sipil pada waktu pelaksanaan perkawinan itu. (S.
1947-137.)
79. Jika ada alasan-alasan penting, pemerintah berkuasa untuk
mengizinkan pihak-pihak yang bersangkutan melangsungkan perkawinan mereka
dengan menggunakan seorang wakil yang khusus diberi kuasa penuh dengan akta
otentik. Bila pemberi kuasa itu, sebelum perkawinan itu dilaksanakan, telah
kawin dengan orang lain secara sah, maka perkawinan yang telah berlangsung
dengan wakil khusus dianggap tidak pernah terjadi. (KUHPerd. 27, 29, 31, 48, 58
1792 dst., 1815, 1818; BS. 12, 62.)
80. Kedua calon suami-istri, di hadapan pegawai catatan
sipil dan dengan kehadiran para saksi, harus menerangkan bahwa yang satu
menerima yang lain sebagai suami atau istrinya, dan bahwa dengan ketulusan hati
mereka akan memenuhi kewajiban mereka, yang oleh undang-undang ditugaskan
kepada mereka sebagai suami-istri. (BS. 13, 60 dst.)
81. Tidak ada upacara keagamaan yang boleh diselenggarakan,
sebelum kedua pihak membuktikan kepada pejabat agama mereka, bahwa perkawinan
di hadapan pegawai catatan sipil telah berlangsung. (KUHPerd. 26; KUHP 530.)
82. Jika terjadi pelanggaran oleh pegawai catatan sipil
atas ketentuan-ketentuan dalam bab ini, maka selama hal itu tidak diatur dalam
aturan undang-undang hukum pidana, para pegawai itu boleh dihukum oleh
pengadilan negeri dengan denda uang yang tidak melebihi seratus gulden, tanpa
mengurangi hak pihak-pihak yang berkepentingan untuk menuntut ganti rugi, bila
ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 99; BS. 28; KUHP 530; ketentuan hukum yang
terkandung dalam KUHPerd. 82 telah dihapus dengan Inv. Sv. 3.)
Bagian 5
Perkawinan-perkawinan yang dilaksanakan di luar negeri
83. (s.d.u. dg. S. 1915-299 jo. 642.) Perkawinan yang
dilangsungkan di luar negeri, baik antara sesama warganegara Indonesia, maupun
antara warganegara Indonesia dan warganegara lain, adalah sah bila perkawinan
itu dilangsungkan menurut cara yang biasa di negara tempat berlangsungnya
perkawinan itu, dan suami-istri yang warganegara Indonesia tidak melanggar
ketentuan-ketentuan tersebut dalam Bagian 1 bab ini. (AB 3, 16, 18; KUHPerd. 27
dst., 52 dst.; BS. 63.)
84. Dalam waktu satu tahun setelah kembalinya suami-istri
ke wilayah Indonesia, akta tentang perkawinan mereka di luar negeri harus
didaftarkan dalam daftar umum perkawinan di tempat tinggal mereka. (KUHPerd. 4
dst., 91, 152; BS. 1 dst., 63.)
Bagian 6
Batalnya perkawinan
85. Batalnya suatu perkawinan hanya dapat dinyatakan oleh
hakim. (KUHPerd. 70.)
86. Batalnya suatu perkawinan yang dilakukan bertentangan
dengan pasal 27, dapat dituntut oleh orang yang karena perkawinan sebelumnya
terikat dengan salah seorang dari suami-istri itu, oleh suami-istri itu
sendiri, oleh keluarga sedarah dalam garis ke atas, oleh siapa pun yang
mempunyai kepentingan dengan batalnya perkawinan itu, dan oleh jawatan
kejaksaan. Bila batalnya perkawinan yang terdahulu dipertahankan, maka terlebih
dahulu harus diputuskan ada tidaknya perkawinan terdahulu itu. (KUHPerd. 60-65,
83, 93 dst., 493 dst.)
87. Keabsahan suatu perkawinan, yang berlangsung tanpa
persetujuan bebas kedua suami-istri atau salah seorang dari mereka, hanya dapat
dibantah oleh suami-istri itu, atau oleh salah seorang dari mereka yang
memberikan persetujuan secara tidak bebas. Bila telah terjadi kekhilafan
tentang diri orang yang dikawini, keabsahan perkawinan itu hanya dapat dibantah
oleh suami atau istri yang telah khilaf itu. Dalam hal-hal tersebut dalam pasal
ini, tuntutan akan pembatalan suatu perkawinan tidak boleh diterima, bila telah
terjadi tinggal serumah terus-menerus selama tiga bulan sejak si suami atau
istri mendapat kebebasan, atau sejak mengetahui kekeliruannya. (KUHPerd. 28,
58, 61-3? dan 4?, 62, 63-2?, 65, 83, 901.)
88. Bila perkawinan dilakukan oleh orang yang karena cacat
mental ditaruh di bawah pengampuan, keabsahan perkawinan itu hanya boleh
dibantah oleh ayahnya, ibunya dan keluarga sedarah dalam garis ke atas, saudara
laki-laki dan perempuan, paman dan bibinya, demikian pula oleh pengampunya, dan
akhirnya oleh jawatan kejaksaan. Setelah pengampuan itu dicabut, pembatalan
perkawinannya hanya boleh dituntut oleh suami atau istri yang telah ditaruh di
bawah pengampuan itu, tetapi tuntutan ini pun tidak dapat diterima bila kedua
suami-istri telah tinggal bersama selama enam bulan, terhitung dari pencabutan
pengampuan itu. (KUHPerd. 28, 61-3?, 62, 63-2?, 65, 83, 433 dst., 447, 460.)
89. Bila perkawinan dilakukan oleh orang yang belum
mencapai umur yang disyaratkan dalam pasal 29, maka pembatalan perkawinan itu
boleh dituntut, baik oleh orang yang belum cukup umur itu, maupun oleh jawatan
kejaksaan. Namun keabsahan perkawinan itu tidak dapat dibantah: 1?. bila pada
hari tuntutan akan pembatalan itu diajukan, salah seorang atau kedua
suami-istri telah mencapai umur yang disyaratkan; 2?. bila si istri, kendati
belum mencapai umur yang disyaratkan, telah hamil sebelum tuntutan diajukan.
(KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83.)
90. Semua perkawinan yang dilakukan dengan melanggar
ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 30, 31, 32, dan 33, boleh dimintakan
pembatalan, baik oleh suami-istri itu sendiri, maupun oleh orang tua mereka
atau keluarga sedarah mereka dalam garis ke atas, atau oleh siapa pun yang
mempunyai kepentingan dengan pembatalan itu, ataupun oleh jawatan kejaksaan.
(KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 93.)
91. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421, 456.) Bila suatu
perkawinan dilaksanakan tanpa izin ayah, ibu, kakek, nenek, wali atau wali
pengawas, maka dalam hal izin harus diperoleh ataupun wali harus didengar
menurut pasal-pasal 35, 36, 37, 38, 39, dan 40, pembatalan perkawinan hanya
boleh dituntut oleh orang yang harus diperoleh izinnya atau harus didengar
menurut undang-undang. Para keluarga sedarah yang izinnya disyaratkan tidak
lagi boleh menuntut pembatalan perkawinan, bila perkawinan itu telah mereka
setujui secara tegas atau secara diam-diam, atau perkawinan itu telah
berlangsung enam bulan tanpa bantahan apa pun dari mereka terhitung sejak saat
mereka mengetahui perkawinan itu. Mengenai perkawinan yang dilangsungkan di
luar negeri, pengetahuan tentang berlangsungnya perkawinan itu tidak boleh
dianggap ada, selama suami-istri itu tetap lalai untuk mendaftarkan akta
pelaksanaan perkawinan mereka dalam daftar umum perkawinan sesuai dengan
ketentuan pasal 84. (KUHPerd. 35 dst., 61-1?, 62, 63-1?, 83 dst, 95 dst, 901;
S. 1927-31 ketentuan peralihan 1.)
92. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perkawinan yang
dilangsungkan tidak di hadapan pegawai catatan sipil yang berwenang dan tanpa
kehadiran sejumlah saksi yang disyaratkan, dapat dimintakan pembatalannya oleh
suami-istri itu, oleh ayah, ibu dan keluarga sedarah lainnya dalam garis ke
atas, dan, pula oleh wali, wali pengawas, dan oleh siapa pun yang mempunyai
kepentingan dalam hal itu dan akhirnya jawatan kejaksaan. Jika terjadi
pelanggaran terhadap pasal 76, sejauh mengenai keadaan saksi-saksi, maka
perkawinan itu tidak mutlak harus batal; hakimlah yang akan mengambil keputusan
menurut keadaan. Bila tampak jelas adanya hubungan selaku suami-istri, dan
dapat pula diperlihatkan akta perkawinan yang dibuat di hadapan pegawai catatan
sipil, maka suami-istri tidak dapat diterima untuk minta pembatalan perkawinan
mereka menurut pasal ini. (KUHPerd. 76 dst., 83, 99 dst.; BS. 13; S 1927-31
ketentuan peralihan 1.)
93. Dalam segala hal di mana sesuai dengan pasal-pasal 86,
90, dan 92 suatu tuntutan hukum pernyataan batal dapat dimulai oleh orang yang
mempunyai kepentingan dalam hal itu, yang demikian tidak dapat dilakukan oleh
kerabat sedarah dalam garis ke samping, oleh anak dari perkawinan lain, atau
oleh orang-orang luar, selama suami-istri itu kedua-duanya masih hidup, dan
tuntutan boleh diajukan hanya bila mereka dalam hal itu telah memperoleh atau
akan segera memperoleh kepentingan.
94. Setelah perkawinan dibubarkan, jawatan kejaksaan tidak
boleh menuntut pembatalannya.
95. Suatu perkawinan, walaupun telah dinyatakan batal,
mempunyai segala akibat perdatanya, baik terhadap suami-istri, maupun terhadap
anak-anak mereka, bila perkawinan itu dilangsungkan dengan itikad baik oleh
kedua suami-istri itu. (KUHPerd. 27 dst., 86 dst., 97.)
96. Bila itikad baik hanya ada pada salah seorang dari
suami-istri, maka perkawinan itu hanya mempunyai akibat-akibat perdata yang
menguntungkan pihak yang beritikad baik itu dan anak-anak yang lahir dari
perkawinan itu. Suami atau istri yang beritikad buruk boleh dijatuhi hukuman
mengganti biaya, kerugian dan bunga terhadap pihak yang lain. (KUHPerd. 97.)
97. Dalam hal-hal tersebut dalam dua pasal lalu, perkawinan
itu berhenti mempunyai akibat-akibat perdata, terhitung sejak hari perkawinan
itu dinyatakan batal.
98. Batalnya suatu perkawinan tidak boleh merugikan pihak
ketiga., bila dia telah bertindak dengan itikad baik terhadap suami-istri itu.
99. Tiada suatu perkawinan pun yang harus batal bila
terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pasal-pasal 34, 42, 46, 52,
dan atau, kecuali apa yang diatur dalam pasal 77, bila perkawinan itu
dilangsungkan tidak di muka umum dalam gedung tempat akta-akta catatan sipil
dibuat. Dalam hal-hal itu berlakulah ketentuan pasal 82 bagi pegawai-pegawai
catatan sipil.
99a. (s.d.u. dg. S. 1937-595, mb. 1 Januari 1939.)
Pembatalan suatu perkawinan oleh pengadilan negeri atas tuntutan jawatan kejaksaan
di pengadilan tersebut, harus didaftar dalam daftar perkawinan yang sedang
berjalan oleh pegawai catatan sipil tempat perkawinan itu dilangsungkan, dengan
cara yang sesuai dengan alinea pertama pasal 64 Reglemen tentang Catatan Sipil
untuk golongan Eropa atau alinea pertama pasal 72 Reglemen yang sama untuk
golongan Tionghoa. Tentang pendaftaran itu harus dibuat catatan pada tepi akta
perkawinan. Bila perkawinan itu berlangsung di luar Indonesia, maka
pendaftarannya dilakukan di Jakarta.
Bagian 7
Bukti adanya suatu perkawinan
100. Adanya suatu perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan
cara lain daripada dengan akta pelaksanaan perkawinan itu yang didaftarkan
dalam daftar-daftar catatan sipil, kecuali dalam hal-hal yang diatur dalam
pasal-pasal berikut. (KUHPerd. 4, 92; BS. 1, 7, 61; S. 1847-64 pasal 5.)
101. Bila ternyata, bahwa daftar-daftar itu tidak pernah
ada, atau telah hilang, atau akta perkawinan itu tidak terdapat di dalamnya,
maka penilaian tentang cukup tidaknya bukti-bukti tentang, adanya perkawinan
diserahkan kepada hakim, asalkan kelihatan jelas adanya hubungan selaku
suami-istri. (KUHPerd. 13; BS. 27; S. 1847-64 pas 5.)
102. Keabsahan seorang anak yang tidak dapat memperlihatkan
akta perkawinan orang tuanya yang sudah meninggal, tidak dapat dibantah, bila
dia telah memperlihatkan kedudukannya sebagai anak sesuai dengan akta
kelahirannya, dan orang tuanya telah hidup secara jelas sebagai suami-istri.
(KUHPerd. 250, 261 dst.)
Bab V - Hak dan kewajiban suami-istri ===
103. Suami-istri wajib setia satu sama lain, saling
menolong dan saling membantu. (KUHPerd. 140, 145 dst., 193, 225, 227, 237; KUHP
304.)
104. Suami-istri, dengan hanya melakukan perkawinan, telah
saling mengikat diri untuk memelihara dan mendidik anak mereka. (KUHPerd. 109,
145 dst., 193, 214, 230, 293, 318, 320 dst., 1097, 1601i; KUHP 304.)
105. Sang suami menjadi kepala persatuan perkawinan.
(KUHPerd. 124, 140.) Sebagai kepala, ia wajib memberi bantuan kepada istrinya
atau tampil untuknya di muka hakim, dengan mengingat pengecualian-pengecualian
yang diatur di bawah ini. (KUHPerd. 110 dst.) Dia harus mengurus harta kekayaan
pribadi si istri, kecuali bila disyaratkan yang sebaliknya. (KUHPerd. 140, 194,
215, 244; LN. 1953-86 pasal 6.) Dia harus mengurus harta kekayaan itu sebagai seorang
kepala keluarga yang baik, dan karenanya bertanggung jawab atas segala
kelalaian dalam pengurusan itu. (KUHPerd. 195.) Dia tidak diperkenankan
memindahtangankan atau membebankan harta kekayaan tak bergerak istrinya tanpa
persetujuan si istri.
106. Sang istri harus patuh kepada suaminya. (KUHPerd.
140.) Dia wajib tinggal serumah dengan suaminya dan mengikuti dia di mana pun
dianggapnya perlu untuk bertempat tinggal. (KUHPerd. 21, 140, 211 dst., 242.)
107. Sang suami wajib menerima istrinya di rumah yang
ditempatinya. (KUHPerd. 21.) Dia wajib melindungi istrinya, dan memberinya apa
saja yang perlu, sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya. (KUHPerd. 193, 213,
225 dst., 237.)
108. Sang istri, sekalipun dia kawin di luar harta bersama,
atau dengan harta benda terpisah, tidak dapat menghibahkan, memindahtangankan,
menggandaikan, memperoleh apa pun, baik secara cuma-cuma maupun dengan beban,
tanpa bantuan suami dalam akta atau izin tertulis. Sekalipun suami telah
memberi kuasa kepada istrinya untuk membuat akta atau perjanjian tertentu, si
istri tidaklah berwenang untuk menerima pembayaran apa pun, atau memberi
pembebasan untuk itu tanpa izin tegas dari suami. (KUHPerd. 109, 112 dst., 115
dst., 118, 125, 194, 896, 1006, 1046, 1171, 1330 dst., 1446, 1454, 1601f, 1676,
1678, 1684, 1702, 1722m, 1798.)
109. (s.d.u. dg. S. 1926-333 jis. 458, 565, S. 1927-108.)
Mengenai perbuatan atau perjanjian, yang dibuat oleh seorang istri karena apa
saja yang menyangkut perbelanjaan rumah tangga biasa dan sehari-hari, juga mengenai
perjanjian perburuhan yang diadakan olehnya sebagai majikan untuk keperluan
rumah tangga, undang-undang menganggap bahwa ia telah mendapat persetujuan dari
suaminya. (KUHPerd. 1601a, 1601c, 1601f, 1916.)
110. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Istri tidak boleh tampil
dalam pengadilan tanpa bantuan suaminya, meskipun dia kawin tidak dengan harta
bersama, atau dengan harta terpisah, atau meskipun dia secara mandiri
menjalankan pekerjaan bebas. (KUHPerd. 105, 113 dst., 139, 194, 1171; Rv. 815.)
111. Bantuan suami tidak diperlukan: (LN. 1953-86 pasal 6;
KUHPerd. 1601f.) 1. bila si istri dituntut dalam perkara pidana; 2. dalam
perkara perceraian, pisah meja dan ranjang, atau pemisahan harta. (Rv. 819
dst., 831 dst., 841.)
112. Bila suami menolak memberi kuasa kepada istrinya untuk
membuat akta, atau menolak tampil di pengadilan, maka si istri boleh memohon
kepada pengadilan negeri di tempat mereka tinggal bersama supaya dikuasakan
untuk itu. (KUHPerd. 114; Rv. 813 dst.)
113. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Seorang istri yang atas
usaha sendiri melakukan suatu pekerjaan dengan izin suaminya, secara tegas atau
secara diam-diam, boleh mengadakan perjanjian apa pun yang berkenaan dengan
usaha itu tanpa bantuan suaminya. Bila dia kawin dengan suaminya dengan
penggabungan harta, maka si suami juga terikat pada perjanjian itu. Bila si
suami menarik kembali izinnya, dia wajib mengumumkan penarikan kembali itu.
(KUHPerd. 108, 110, 121, 130, 132, 1330 dst., 1916; Rv. 581.)
114. Bila si suami, karena sedang tidak ada atau karena
alasan-alasan lain, terhalang untuk membantu istrinya atau memberinya kuasa,
atau bila ia mempunyai kepentingan yang berlawanan, maka pengadilan negeri di
tempat tinggal suami-istri itu boleh memberikan wewenang kepada si istri untuk
tampil di pengadilan, mengadakan perjanjian, melakukan pengurusan, dan membuat
akta-akta lain. (KUHPerd. 112, 125, 496; Rv. 813.)
115. Pemberian kuasa umum, pun jika dicantumkan pada
perjanjian perkawinan, berlaku tidak lebih daripada yang berkenaan dengan
pengurusan harta kekayaan si istri itu sendiri. (KUHPerd. 108, 125, 140, 194,
1387, 1798.)
116. Batalnya suatu perbuatan berdasarkan tidak adanya
kuasa, hanya dapat dituntut oleh si istri, suaminya, atau oleh para ahli waris
mereka. (KUHPerd. 108, 1046. 1331, 1387. 1446, 1451, 1454, 1821.)
117. Bila seorang istri, setelah pembubaran perkawinan,
melaksanakan suatu perjanjian atau akta, seluruhnya atau sebagian, yang telah
dia adakan tanpa kuasa yang disyaratkan, maka dia tidak berwenang untuk minta
pembatalan perjanjian atau akta itu. (KUHPerd. 1456.)
118. Istri dapat membuat wasiat tanpa izin suami. (KUHPerd.
895.)
[sunting] Bab VI - Harta-bersama menurut undang-undang dan pengurusannya
Bagian 1
Harta-bersama menurut undang-undang
119. Sejak saat dilangsungkan perkawinan, maka menurut
hukum terjadi harta-bersama menyeluruh antara suami-istri, sejauh tentang hal
itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta
bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah
dengan suatu persetujuan antara suami-istri. (KUHPerd. 126, 139, 149, 153, 180,
186; F. 60, 62.)
120. Berkenaan dengan soal keuntungan, maka harta-bersama
itu meliputi barang-barang bergerak dan barang-barang tak bergerak suami-istri
itu, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, juga barang-barang yang mereka
peroleh secara cuma-cuma, kecuali bila dalam hal terakhir ini yang mewariskan
atau yang menghibahkan menentukan kebalikannya dengan tegas. (KUHPerd. 158.)
121. Berkenaan dengan beban-beban, maka harta-bersama itu
meliputi semua utang yang dibuat oleh masing-masing suami-istri, baik sebelum
perkawinan maupun selama perkawinan. (KUHPerd. 130 dst., 163, F. 62.)
122. Semua penghasilan dan pendapatan, begitu pula semua
keuntungan dan kerugian yang diperoleh selama perkawinan, juga menjadi
keuntungan dan kerugian harta-bersama itu. (KUHPerd. 155; Rv. 823j.)
123. Semua utang kematian, yang terjadi setelah seseorang
meninggal dunia, hanya menjadi beban para ahli waris dari yang meninggal itu.
(KUHPerd. 126-1?, 128.
Bagian 2
Pengurusan harta-bersama
124. Hanya suami saja yang boleh mengurus harta-bersama
itu. Dia boleh menjualnya, memindahtangankannya dan membebaninya tanpa bantuan
istrinya, kecuali dalam hal yang diatur dalam pasal 140. Dia tidak boleh
memberikan harta bersama sebagai hibah antara mereka yang sama-sama masih hidup,
baik barang-barang tak bergerak maupun keseluruhannya atau suatu bagian atau
jumlah tertentu dari barang-barang bergerak, bila bukan kepada anak-anak yang
lahir dari perkawinan mereka, untuk memberi suatu kedudukan. Bahkan dia tidak
boleh menetapkan ketentuan dengan cara hibah mengenai suatu barang yang khusus,
bila dia memperuntukkan untuk dirinya hak pakai hasil dari barang itu.
(KUHPerd. 105, 119, 186, 320, 434, 903; LN 1953-86 pasal 6, bdk. catatan
KUHPerd. 105.)
125. Bila si suami tidak ada, atau berada dalam keadaan
tidak mungkin untuk menyatakan kehendaknya, sedangkan hal itu dibutuhkan
segera, maka si istri boleh mengikatkan atau memindahtangankan barang-barang
dari harta-bersama itu, setelah dikuasakan untuk itu oleh pengadilan negeri.
(KUHPerd. 108, 112, 114 dst., 496; Rv. 813 dst.)
Bagian 3
Pembubaran gabungan harta-bersama dan bagian hak
untuk melepaskan diri dari padanya
126. Harta-bersama bubar demi hukum:
1. karena kematian; 2. karena perkawinan atas izin hakim
setelah suami atau istri tidak ada; (KUHPerd. 493 dst.) 3. karena perceraian;
(KUHPerd. 207 dst.) 4. karena pisah meja dan ranjang; (KUHPerd. 233 dst.) 5.
karena pemisahan harta. (KUHPerd. 186 dst.) Akibat-akibat khusus dari
pembubaran dalam hal-hal tersebut pada nomor 2, 3, 4 dan 5 pasal ini, diatur
dalam bab-bab yang membicarakan soal ini. (KUHPerd. 119, 222 dst.)
127. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setelah salah
seorang dari suami-istri meninggal, maka bila ada ditinggalkan anak yang masih
di bawah umur, pihak yang hidup terlama wajib untuk mengadakan pendaftaran
harta-benda yang merupakan harta-bersama dalam waktu empat bulan. [Catatan
Editor: Dalam BW jangka waktu yang diindikasikan lamanya adalah tiga bulan].
Pendaftaran harta-bersama itu boleh dilakukan di bawah tangan, tetapi harus
dihadiri oleh wali pengawas. Bila pendaftaran harta-bersama itu tidak diadakan,
gabungan harta-bersama berlangsung terus untuk keuntungan si anak yang masih di
bawah umur, dan sekali-kali tidak boleh merugikannya. (KUHPerd. 311, 315, 370,
408, 417; Wsk. 48.)
128. Setelah bubarnya harta-bersama, kekayaan-bersama
mereka dibagi dua antara suami dan istri, atau antara para ahli waris mereka,
tanpa mempersoalkan dari pihak mana asal barang-barang itu.
Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Bab XVII Buku
Kedua, mengenai pemisahan harta peninggalan, berlaku terhadap pembagian harta
bersama menurut undang-undang. (KUHPerd. 123, 156, 243, 408, 903, 1066 dst.,
1071 dst.; Rv. 689 dst.)
129. Pakaian, perhiasan dan perkakas untuk mata-pencaharian
salah seorang dari suami-istri itu, beserta buku-buku dan koleksi benda-benda
kesenian dan keilmuan, dan akhirnya surat atau tanda kenang-kenangan yang
bersangkutan dengan asal-usul keturunan salah seorang dari suami-istri itu,
boleh dituntut oleh pihak asal benda itu, dengan membayar harga yang ditaksir
secara musyawarah atau oleh ahli-ahli (KUHPerd. 132.)
130. Sang suami, setelah pembubaran harta-bersama, boleh
ditagih atas utang dari harta-bersama seluruhnya, tanpa mengurangi haknya untuk
minta penggantian setengah dari utang itu kepada istrinya atau kepada para ahli
waris si istri. (KUHPerd. 121, 124, 128.)
131. Suami atau istri, setelah pemisahan dan pembagian
seluruh harta-bersama, tidak boleh dituntut oleh para kreditur untuk membayar
utang-utang yang dibuat oleh pihak lain dari suami atau istri itu sebelum
perkawinan, dan utang-utang itu tetap menjadi tanggungan suami atau istri yang
telah membuatnya atau para ahli warisnya; hal ini tidak mengurangi hak pihak
yang satu untuk minta ganti rugi kepada pihak yang lain atau ahli warisnya.
(KUHPerd. 121, 128, 132.)
132. Istri berhak melepaskan haknya atas harta-bersama;
segala perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan ini batal; sekali
melepaskan haknya, dia tidak boleh menuntut kembali apa pun dari harta-bersama,
kecuali kain seprei dan pakaian pribadinya. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Dengan
pelepasan ini dia dibebaskan dari kewajiban untuk ikut membayar utang-utang
harta-bersama. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Tanpa mengurangi hak para kreditur
atas harta-bersama, si istri tetap wajib untuk melunasi utang-utang yang dari
pihaknya telah jatuh ke dalam harta-bersama; hal ini tidak mengurangi haknya
untuk minta penggantian seluruhnya kepada suaminya atau ahli warisnya. (AB. 23;
KUHPerd. 113, 121, 129, 131, 136, 138, 153, 483, 1023, 1045.)
133. Istri yang hendak mempergunakan hak tersebut dalam
pasal yang lampau, wajib untuk menyampaikan akta pelepasan, dalam waktu satu
bulan setelah pembubaran harta-bersama itu, kepada panitera pengadilan negeri
di tempat tinggal bersama yang terakhir, dengan ancaman akan kehilangan hak itu
(bila lalai).
Bila gabungan itu bubar akibat kematian suaminya, maka
tenggang waktu satu bulan berlaku sejak si istri mengetahui kematian itu. (Ov.
14; KUHPerd. 134, 138, 1023 dst., 1989; Rv. 135, 829.)
134. Bila dalam jangka waktu tersebut di atas istri
meninggal dunia, sebelum menyampaikan akta pelepasan, para ahli warisnya berhak
melepaskan hak mereka atas harta-bersama itu dalam waktu satu bulan setelah
kematian itu, atau setelah mereka mengetahui kematian itu, dan dengan cara
seperti yang diuraikan dalam pasal terakhir. Hak istri untuk menuntut kembali
kain seprei dan pakaiannya dari harta-bersama itu, tidak dapat diperjuangkan
oleh para ahli-warisnya. (Ov. 14; KUHPerd. 132, 138, 903, 1023 dst.)
135. Bila para ahli waris istri tidak sepakat dalam
tindakan, sehingga sebagian menerima dan yang lain melepaskan diri dari
harta-bersama itu, maka yang menerima itu, tidak dapat memperoleh lebih dari
bagian warisan yang menjadi haknya atas barang-barang yang sedianya menjadi
bagian istri itu seandainya terjadi pemisahan harta. Sisanya dibiarkan tetap
pada si suami, atau pada ahli warisnya, yang sebaliknya berkewajiban terhadap
ahli waris yang melakukan pelepasan, untuk memenuhi apa saja yang sedianya akan
dituntut oleh si istri dalam hal pelepasan, tetapi hanya sebesar bagian warisan
yang menjadi hak ahli waris yang melakukan pelepasan. (KUHPerd. 132, 134, 138,
903, 1048, 1051, 1061.)
136. Istri yang telah menarik pada dirinya barang-barang
dari harta-bersama, tidak berhak melepaskan diri dari harta-bersama itu.
Tindakan-tindakan yang menyangkut pengurusan semata-mata atau penyelamatan,
tidak membawa akibat seperti itu. (KUHPerd. 137, 483, 1048 dst.)
137. Istri yang telah menghilangkan atau menggelapkan
barang-barang dari harta-bersama, tetap berada dalam penggabungan, meskipun
telah melepaskan dirinya; hal yang sama berlaku bagi para ahli warisnya.
(KUHPerd. 136, 1031, 1064.)
138. Dalam hal gabungan harta-bersama berakhir karena
kematian si istri, para ahli warisnya dapat melepaskan diri dari harta-bersama
itu, dalam waktu dan dengan cara seperti yang diatur mengenai si istri sendiri.
(Ov. 14; KUHPerd. 132 dst., 135, 242 dst., 1023.)
[sunting] Bab VII - Perjanjian kawin
Bagian 1
Perjanjian kawin pada umumnya.
139. Para calon suami-istri, dengan perjanjian kawin dapat
menyimpang dari peraturan undang-undang mengenai harta-bersama, asalkan hal itu
tidak bertentangan dengan tata-susila yang baik atau dengan tata-tertib umum,
dan diindahkan pula ketentuan-ketentuan berikut. (AB. 23; KUHPerd. 119, 132,
153, 180, 888, 1254, 1337.)
140. Perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang
bersumber pada kekuasaan si suami sebagai suami, dan pada kekuasaan sebagai
ayah, tidak pula hak-hak yang oleh undang-undang diberikan kepada yang masih
hidup paling lama. (KUHPerd. 105 dst., 110, 298 dst., 300, 307 dst., 311, 345
dst., 355.) Demikian pula perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang
diperuntukkan bagi si suami sebagai kepala persatuan suami-istri; namun hal ini
tidak mengurangi wewenang istri untuk mempersyaratkan bagi dirinya pengurusan
harta kekayaan pribadi, baik barang-barang bergerak maupun barang-barang tak
bergerak, di samping penikmatan penghasilannya pribadi secara bebas. (KUHPerd.
105, 115.) Mereka juga berhak untuk membuat perjanjian, bahwa meskipun ada
gabungan harta-bersama, barang-barang tetap, surat-surat pendaftaran dalam buku
besar pinjaman-pinjaman negara, surat-surat berharga lainnya dan
piutang-piutang yang diperoleh atas nama istri, atau yang selama perkawinan
dari pihak istri jatuh ke dalam harta-bersama, tidak boleh dipindahtangankan
atau dibebani oleh suaminya tanpa persetujuan si istri. (KUHPerd. 124, 132.)
141. Para calon suami-istri, dengan mengadakan perjanjian
perkawinan, tidak boleh melepaskan hak yang diberikan oleh undang-undang kepada
mereka atas warisan keturunan mereka, pun tidak boleh mengatur warisan itu.
(KUHPerd. 852 dst., 1063, 1334.)
142. Mereka tidak boleh membuat perjanjian, bahwa yang satu
mempunyai kewajiban lebih besar dalam utang-utang daripada bagiannya dalam
keuntungan-keuntungan harta-bersama.
143. Mereka tidak boleh membuat perjanjian dengan kata-kata
sepintas lalu, bahwa ikatan perkawinan mereka akan diatur oleh undang-undang
luar negeri, atau oleh beberapa adat kebiasaan, undang-undang, kitab
undang-undang atau peraturan daerah, yang pernah berlaku di Indonesia.
144. Tidak adanya gabungan harta-bersama tidak berarti
tidak adanya keuntungan dan kerugian bersama, kecuali jika hal ini secara tegas
ditiadakan. Penggabungan keuntungan dan kerugian diatur dalam Bagian 2 bab ini.
(KUHPerd. 155 dst., 164; F. 60 dst.)
145. Juga dalam hal tidak digunakannya atau dibatasinya
gabungan harta-bersama, boleh ditetapkan jumlah yang harus disumbangkan oleh si
istri setiap tahun dari hartanya untuk biaya rumah tangga dan pendidikan
anak-anak. (KUHPerd. 104, 193.)
146. Bila tidak ada perjanjian mengenai hal itu,
hasil-hasil dan pendapatan dari harta istri masuk dalam penguasaan suami.
(KUHPerd. 105, 193; Rv. 823j.)
147. Perjanjian kawin harus dibuat dengan akta notaris
sebelum pernikahan berlangsung, dan akan menjadi batal bila tidak dibuat secara
demikian. (KUHPerd. 232a.) Perjanjian itu akan mulai berlaku pada saat
pernikahan dilangsungkan; tidak boleh ditentukan saat lain untuk itu. (KUHPerd.
119, 149.)
148. Perubahan-perubahan dalam hal itu, yang sedianya boleh
diadakan sebelum perkawinan dilangsungkan, tidak dapat diadakan selain dengan
akta, dalam bentuk yang sama seperti akta perjanjian yang dulu dibuat. Lagipula
tiada perubahan yang berlaku jika diadakan tanpa kehadiran dan izin orang-orang
yang telah menghadiri dan menyetujui perjanjian kawin itu. (KUHPerd. 1873.)
149. Setelah perkawinan berlangsung, perjanjian kawin tidak
boleh diubah dengan cara apa pun. (KUHPerd. 196 dst., 232a, 237, 1678.)
150. Jika tidak ada gabungan harta-bersama, maka masuknya
barang-barang bergerak, terkecuali surat-surat pendaftaran pinjaman-pinjaman
negara dan efek-efek dan surat-surat piutang atas nama, tidak dapat dibuktikan
dengan cara lain daripada dengan cara mencantumkannya dalam perjanjian kawin,
atau dengan pertelaan yang ditandatangani oleh notaris dan pihak-pihak yang
bersangkutan, dan dilekatkan pada surat asli perjanjian kawin, yang di dalamnya
hal itu harus tercantum. (KUHPerd. 165 dst., 513; F. 60 dst., HCI 50; Bep. Vr.
O. 2.)
151. Anak di bawah umur yang memenuhi syarat-syarat untuk
melakukan perkawinan, juga cakap untuk memberi persetujuan atas segala
perjanjian yang boleh ada dalam perjanjian kawin, asalkan dalam perbuatan
perjanjian itu, anak yang masih di bawah umur itu dibantu oleh orang yang
persetujuannya untuk melakukan perkawinan itu diperlukan. Bila perkawinan itu
harus berlangsung dengan izin tersebut dalam pasal 38 dan pasal 41, maka
rencana perjanjian kawin itu harus dilampirkan pada permohonan izin itu, agar
tentang hal itu dapat sekaligus diambil ketetapan. (KUHPerd. 29, 35, 40 dst.,
452, 458, 1447, 1677.)
152. Ketentuan yang tercantum dalam perjanjian kawin, yang
menyimpang dari harta-bersama menurut undang-undang, seluruhnya atau sebagian,
tidak akan berlaku bagi pihak ketiga sebelum hari pendaftaran ketentuan-ketentuan
itu dalam daftar umum, yang harus diselenggarakan di kepaniteraan pada
pengadilan negeri, yang di daerah hukumnya perkawinan itu dilangsungkan, atau
kepaniteraan di mana akta perkawinan itu didaftarkan, jika perkawinan
berlangsung di luar negeri. (KUHPerd. 84, 147, 245, 249; F. 60 dst.)
153. Segala ketentuan mengenai gabungan harta-bersama
selalu berlaku, selama tidak ada penyimpangan daripadanya, baik yang dibuat
secara tertulis, maupun secara tersirat, dalam perjanjian kawin. Bagaimanapun
sifat dan cara gabungan harta-bersama diperjanjikan, istri atau para ahli
warisnya berhak untuk melepaskan diri daripadanya, dengan cara dan dalam
hal-hal seperti yang diatur dalam bab yang lalu. (Ov. 14; KUHPerd. 119 dst.,
132 dst., 138 dst., 1423.)
154. Perjanjian kawin, demikian pula hibah-hibah yang
berkenaan dengan perkawinan, tidak berlaku bila tidak diikuti oleh perkawinan.
(KUHPerd. 58, 168 dst., 176 dst. 1258.
Bagian 2
Gabungan keuntungan dan kerugian dan gabungan hasil dan
pendapatan
155. Bila para calon suami-istri hanya memperjanjikan,
bahwa harus ada gabungan keuntungan dan kerugian, maka persyaratan ini menutup
jalan untuk mengadakan gabungan harta-bersama secara menyeluruh menurut
undang-undang, dan segala keuntungan yang diperoleh suami-istri selama perkawinan
harus dibagi antara mereka, sedangkan segala kerugian harus dipikul bersama,
bila gabungan harta-bersama bubar. (KUHPerd. 144; 165.)
156. Masing-masing dari suami-istri mendapat separuh
keuntungan dan memikul separuh kerugian, bila mengenai hal itu dalam perjanjian
kawin tidak ada ketentuan-ketentuan lain. (KUHPerd. 128, 142, 185.)
157. Yang dianggap sebagai keuntungan pada harta-bersama
suami-istri ialah bertambahnya harta-kekayaan mereka berdua, yang selama
perkawinan timbul dari hasil harta-kekayaan mereka dan pendapatan
masing-masing, dari usaha dan kerajinan masing-masing dan dari penabungan
pendapatan yang tidak dihabiskan; yang dianggap sebagai kerugian ialah
berkurangnya harta-benda itu akibat pengeluaran yang lebih tinggi dari
pendapatan. (KUHPerd. 120.)
158. Apa saja yang diperoleh seorang suami atau istri
selama perkawinan dari warisan, wasiat atau hibah, entah berasal dari keluarga
entah dari orang lain, tidak termasuk keuntungan, dengan tidak mengurangi
ketentuan pasal 167. (KUHPerd. 120, 166.)
159. Barang-barang tetap dan efek-efek yang dibeli selama
perkawinan, atas nama siapa pun juga, dianggap sebagai keuntungan, kecuali bila
terbukti sebaliknya.
160. Naik atau turunnya harga barang salah seorang dari
suami-istri itu, tidak dihitung sebagai keuntungan atau kerugian bersama.
161. Perbaikan barang-barang tetap, yang terjadi karena
pertumbuhan tanah, perdamparan lumpur, penanganan oleh tukang kayu atau karena
hal-hal lain, tidak dianggap sebagai keuntungan bersama, melainkan hanya
menguntungkan pemilik barang-barang itu. (KUHPerd. 596 dst.)
162. Kerusakan atau pengurangan karena kebakaran,
kebanjiran, hanyut atau lain sebagainya, tidak termasuk kerugian bersama,
tetapi menjadi beban si pemilik barang yang rusak atau berkurang itu.
163. Semua utang kedua suami-istri itu bersama-sama, yang
dibuat selama perkawinan, harus dihitung sebagai kerugian bersama. Apa yang
dirampas akibat kejahatan salah seorang dari suami-istri itu, tidak termasuk
kerugian bersama itu. (KUHPerd. 121, 130 dst.)
164. Perjanjian, bahwa antara suami-istri hanya akan ada
gabungan penghasilan dan pendapatan saja, mengandung arti secara diam-diam
bahwa tiada gabungan harta bersama secara menyeluruh menurut undang-undang dan
tiada pula gabungan keuntungan dan kerugian. (KUHPerd. 165.)
165. Barang-barang bergerak kepunyaan masing-masing
suami-istri sewaktu melakukan perkawinan, harus dinyatakan dengan tegas dalam
akta perjanjian kawin sendiri, atau dalam surat pertelaan yang ditandatangani
oleh notaris dan para pihak yang berjanji, dan dilekatkan pada akta asli
perjanjian kawin, yang di dalamnya harus tercantum hal itu, baik jika gabungan
keuntungan dan kerugian saja yang dipersyaratkan, maupun jika dipersyaratkan
gabungan penghasilan dan pendapatan seperti yang diuraikan dalam pasal 155 dan
164; tanpa bukti ini, barang-barang bergerak itu dianggap sebagai keuntungan.
(KUHPerd. 150, 513, 1977; F. 60 dst.)
166. Adanya barang-barang bergerak yang diperoleh
masing-masing pihak dari suami-istri itu dengan pewarisan, hibah wasiat atau
hibah biasa selama perkawinan, harus dapat diperlihatkan dengan surat
pertelaan. Bila tidak ada surat pertelaan barang-barang bergerak yang diperoleh
si suami selama perkawinan, atau bila tidak ada surat yang dapat memperlihatkan
hal itu, maka suami itu tidak berwenang untuk mengambil kembali barang-barang
itu sebagai kepunyaannya. Bila tidak ada surat pertelaan barang-barang bergerak
yang diperoleh si istri selama perkawinan, atau bila tidak ada surat yang
memperlihatkan apa saja barang-barang itu dan berapa harga masing-masing, istri
itu atau para ahliwarisnya berwenang untuk membuktikan adanya dan harga
barang-barang itu dengan saksi-saksi, dan jika perlu, dengan menunjukkan bahwa
umum mengetahuinya. (KUHPerd. 165, 513.)
167. Yang termasuk penghasilan dan pendapatan ialah segala
hibah wasiat, hibah atau penerimaan uang tahunan, bulanan, mingguan dan
sebagainya seperti juga cagak hidup; dan dengan demikian tercakup kedua jenis
gabungan yang dibicarakan dalam bagian ini. (KUHPerd. 120, 157 dst.)
Bagian 3
Hibah-hibah antara kedua calon suami-ister
168. Dalam mengadakan perjanjian kawin, kedua calon
suami-istri, secara timbal-balik atau secara sepihak, boleh memberikan hibah
yang menurut pertimbangan mereka pantas diberikan, tanpa mengurangi kemungkinan
pemotongan hibah itu sejauh penghibahan itu kiranya akan merugikan mereka yang
berhak atas suatu bagian menurut undang-undang. (KUHPerd. 182, 222, 913 dst.,
919 dst., 1666 dst., 1678, 1692.)
169. Hibah-hibah itu dapat berkenaan dengan barang-barang
yang telah ada seperti yang diperinci dalam aktanya, dapat pula dengan seluruh
atau sebagian harta warisan si penghibah. (KUHPerd. 175, 179, 222, 224, 1334,
1667.)
170. Pemberian hibah-hibah demikian itu berlaku biarpun
disambut tanpa pernyataan setuju secara tegas oleh pihak yang diberi hibah.
(KUHPerd. 151, 402, 452, 1683, 1685,)
171. Hibah-hibah itu dapat diberikan dengan
persyaratan-persyaratan, yang pelaksanaannya tergantung pada kehendak si
penghibah. (KUHPerd. 179, 1256, 1668.)
172. Hibah yang terdiri dari barang-barang yang telah ada
dan tertentu tidak dapat ditarik kembali, kecuali jika tidak dipenuhi
persyaratan-persyaratan hibah itu. (KUHPerd. 179, 1253-1255, 1688.)
173. Hibah yang mencakup seluruh atau sebagian warisan si
penghibah tidak dapat ditarik kembali, dengan pengertian, bahwa dia tidak lagi
menguasai barang-barang yang termasuk dalam hibah itu, kecuali uang dalam
jumlah-jumlah kecil untuk upah, atau untuk soal-soal lain menurut pertimbangan
hakim. Bila syarat-syarat tidak dipenuhi, hibah-hibah itu dapat ditarik
kembali. (KUHPerd. 173, 178 dst., 1608.)
174. Hibah yang terdiri dari barang-barang yang telah ada
dan terperinci secara tertentu, dan diberikan antara suami-istri dalam
perjanjian kawin, tak dapat dianggap diberikan dengan syarat, bahwa penerima
hibah harus hidup lebih lama daripada pemberinya, kecuali bila syarat dibuat
secara tegas dalam perjanjian. (KUHPerd. 1666, 1672.)
175. Tiada hibah seluruh atau sebagian dari warisan si
penghibah, yang diberikan dalam perjanjian kawin, baik yang diberikan oleh yang
seorang dari suami-istri kepada yang lain, maupun yang diberikan secara
timbal-balik, akan beralih kepada anak-anak yang lahir dari perkawinan mereka,
bila yang diberi hibah meninggal sebelum si penghibah. (KUHPerd. 174, 178, 231,
899.)
Bagian 4
Hibah-hibah yang diberikan kepada kedua calon suami-istri
bagian atau kepada anak-anak dari perkawinan mereka
176. Baik dalam perjanjian kawin, maupun dengan akta
notaris tersendiri, yang dibuat sebelum pelaksanaan perkawinan, pihak ketiga
boleh memberikan hibah, yang menurut pendapat mereka pantas diberikan kepada
kedua calon suami-istri atau kepada salah seorang dari mereka, dengan tidak
mengurangi kemungkinan untuk mengurangi hibah itu, bila dengan hibah itu orang
yang mempunyai hak atas suatu bagian menurut undang-undang dirugikan. (KUHPerd.
228, 913 dst., 919 dst., 1090, 1334, 1693.)
177. Bila hibah-hibah itu diberikan dalam perjanjian kawin,
maka untuk berlakunya secara sah tidak perlu ada persetujuan tegas dari yang
diberi hibah; sebaliknya bila hibah itu diberikan dengan akta tersendiri, maka
hal itu tidak mempunyai akibat kecuali setelah ada persetujuan tegas untuk
menerima. (KUHPerd. 170, 1666, 1683.)
178. Suatu hibah yang terdiri dari seluruh atau sebagian
warisan si penghibah, meskipun diberikan hanya untuk kedua suami-istri atau
untuk salah seorang dari mereka, selalu dianggap diberikan untuk anak-anak dan
keturunan mereka, bila si penghibah hidup lebih lama daripada yang diberi
hibah, dan bila dalam akta tidak ditentukan lain. Hibah seperti itu hapus, bila
si penghibah hidup lebih lama daripada anak-anak dan keturunan mereka
selanjutnya yang diberi hibah. (KUHPerd. 173, 175, 231, 976, 1334, 1679.)
179. Ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 169, 171, 172,
dan 173, berlaku juga pada hibah-hibah yang dibicarakan dalam bagian ini.
[sunting] Bab VIII - Gabungan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua atau selanjutnya
180. Juga dalam perkawinan kedua dan berikutnya, menurut
hukum ada gabungan harta-benda menyeluruh antara suami-istri, bila dalam perjanjian
kawin tidak diadakan ketentuan lain. (KUHPerd. 119, 139.)
181. Akan tetapi pada perkawinan kedua atau berikutnya,
bila ada anak dan keturunan dari perkawinan yang sebelumnya, suami atau istri
yang baru, oleh percampuran harta dan utang-utang pada suatu gabungan, tidak
boleh memperoleh keuntungan yang lebih besar daripada jumlah bagian terkecil
yang diperoleh seorang anak, atau bila anak itu telah meninggal lebih dahulu,
oleh keturunannya dalam penggantian ahli waris, dengan ketentuan, bahwa keuntungan
ini sekali-kali tidak boleh melebihi seperempat bagian dari harta-benda suami
atau istri yang kawin lagi itu. Anak-anak dari perkawinan terdahulu atau
keturunan mereka, pada waktu terbukanya warisan dari suami atau istri yang
kawin lagi, berhak menuntut pemotongan atau pengurangan; dan apa yang melebihi
bagian yang diperkenankan, masuk ke dalam warisan itu. (KUHPerd. 182, 185, 231,
842, 902, 913 dst., 920, 929, 1060.)
182. Suami atau istri, yang mempunyai anak-anak dari
perkawinan yang terdahulu dan melakukan perkawinan berikutnya, tidak boleh
menyediakan kepada suami atau istri yang baru, dengan perjanjian kawin pun,
keuntungan-keuntungan yang lebih daripada yang tersebut dalam pasal sebelum
ini. (KUHPerd. 168, 902.)
183. Suami-istri tidak diperkenankan dengan cara yang
berliku-liku saling memberi hibah lebih daripada yang diperkenankan dalam
ketentuan-ketentuan di atas. Semua hibah yang diberikan dengan dalih yang
dikarang-karang, atau diberikan kepada orang-orang perantara, adalah batal.
(KUHPerd. 911, 1057 dst.)
184. Yang dimaksud dengan hibah yang diberikan kepada
perantara ialah hibah yang diberikan oleh seorang suami atau istri kepada semua
anak atau salah seorang anak dari perkawinan terdahulu istri atau suaminya,
demikian pula hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah penghibah dan pada
waktu penghibahan diperkirakan akan menjadi warisan istri atau suami penghibah
itu, meskipun suami atau istri penghibah ini mungkin tidak hidup lebih lama
dari penerima hibah. (KUHPerd. 911, 1916-1?, 1921.)
184a. (s.d.t. dg. S. 1923-31.) Pasal-pasal 181-184, dalam
hal suami-istri yang kawin kembali satu sama lain, tidak berlaku bagi anak-anak
atau keturunan dari perkawinan mereka yang terdahulu.
185. Juga jika ada anak-anak dari perkawinan yang dulu,
maka keuntungan dan kerugian harus dibagi rata antara suami dan istri, kecuali
bila peraturan tentang itu ditiadakan atau diubah oleh perjanjian kawin.
(KUHPerd. 128, 156, 164.)
[sunting] Bab IX - Pemisahan harta-benda
186. Selama perkawinan, si istri boleh mengajukan tuntutan
akan pemisahan harta-benda kepada hakim, tetapi hanya dalam hal-hal berikut:
1?. bila suami, dengan kelakuan buruk yang nyata, memboroskan barang-barang
dari gabungan harta-bersama, dan membiarkan rumah-tangga terancam bahaya
kehancuran; 2?. bila karena kekacaubalauan dan keburukan pengurusan harta
kekayaan si suami, jaminan untuk harta perkawinan istri serta untuk apa yang
menurut hukum menjadi hak istri akan hilang, atau jika karena kelalaian besar
dalam pengurusan harta perkawinan si istri, harta itu berada dalam keadaan
bahaya. Pemisahan harta-benda yang dilakukan hanya atas persetujuan bersama,
adalah batal. (KUHPerd. 105, 119. 124, 126-1 nomor 5?, 149; Rv. 819 dst., 825.)
187. Tuntutan akan pemisahan harta-benda harus diumumkan
secara terbuka. (Rv. 822.)
188. Para Kreditur si suami dapat ikut-campur dalam
penyidangan perkara untuk menentang tuntutan akan pemisahan harta-benda itu.
(KUHPerd. 192; Rv. 279 dst.)
189. Putusan hakim yang mengabulkan tuntutan akan pemisahan
harta-benda itu, sebelum pelaksanaannya, harus diumumkan secara terbuka, dengan
ancaman menjadi batal pelaksanaannya bila tidak dipenuhi persyaratan pengumuman
itu. (Rv. 811.) Putusan tentang dikabulkannya pemisahan harta-benda itu, dalam
hal akibat hukumnya, mempunyai kekuatan berlaku surut, terhitung dari hari
gugatan diajukan. (KUHPerd. 192.)
190. Selama penyidangan, istri boleh melakukan
tindakan-tindakan, dengan seizin hakim, untuk menjaga, agar barang-barangnya
tidak hilang atau diboroskan. (Rv. 823 dst.)
191. Keputusan, di mana pemisahan harta-benda diizinkan,
hapus menurut hukum, bila hal itu tidak dilaksanakan secara sukarela dengan
pembagian barang-barang itu, seperti yang ternyata dari akta otentik tentang
itu; atau bila dalam waktu satu bulan setelah putusan itu memperoleh kekuatan
hukum tetap, si istri tidak mengajukan tuntutan untuk pelaksanaannya kepada
hakim dan tidak melanjutkan penuntutan secara teratur. (KUHPerd. 1066; Rv.
827.)
192. Para kreditur si suami yang tidak campur dalam
penyidangan, boleh menentang pemisahan itu, meskipun hal itu telah
dilaksanakan, bila hak-hak mereka, dengan pelaksanaan itu, secara sengaja
dirugikan. (KUHPerd. 188, 215, 1341; Rv. 828.)
193. Meskipun ada pemisahan harta-benda, si istri wajib
memberi sokongan untuk biaya rumah-tangga dan pendidikan anak-anak yang
dilahirkan olehnya karena perkawinan dengan si suami itu, menurut perbandingan
antara harta si istri dan harta si suami. Bila si suami ada dalam keadaan tidak
mampu, biaya-biaya itu menjadi tanggungan si istri saja. (KUHPerd. 104, 145
dst., 298.)
194. Istri yang berpisah harta-benda dengan suaminya,
memperoleh kembali kebebasan untuk mengurusnya, dan meskipun ada
ketentuan-ketentuan pasal 108, dia dapat memperoleh izin umum dari hakim untuk
menguasai barang-barang bergeraknya. (KUHPerd. 105, 110, 115, 124.)
195. Suami tidak bertanggungjawab kepada istrinya, bila si
istri, setelah terpisah harta-bendanya, telah lalai untuk memanfaatkan atau
menanamkan kembali uang penjualan barang tetap yang telah dipindahtangankannya
atas izin yang diperolehnya dari hakim, kecuali bila si suami telah ikut
membantu dalam mengadakan kontrak, atau bila dapat dibuktikan, bahwa uang itu
telah diterima oleh suami, atau telah dipergunakan untuk kepentingan suami.
196. Gabungan harta-benda yang telah dibubarkan, dapat
dipulihkan kembali atas persetujuan kedua suami-istri. Persetujuan yang
demikian tidak boleh diadakan selain dengan akta otentik. (KUHPerd. 149, 232a,
1868; Rv. 826, 830.)
197. Bila gabungan harta-bersama itu telah pulih kembali,
barang-barangnya dikembalikan ke keadaan semula, seakan-akan tidak pernah ada
pemisahan, tanpa mengurangi kewajiban si istri untuk memenuhi perjanjian, yang
dibuatnya selama waktu sejak pemisahan sampai dengan pemulihan kembali gabungan
harta-bersama itu. Segala perjanjian yang oleh suami-istri itu dipergunakan
untuk memulihkan kembali gabungan harta-bersama itu dengan syarat-syarat yang
lain dari syarat-syarat yang semula, adalah batal. (AB 23; KUHPerd. 119, 149,
232a, 1340.)
198. Suami-istri itu wajib untuk mengumumkan pemulihan
kembali gabungan harta-bersama itu secara terbuka. Selama pengumuman seperti
itu belum dilaksanakan, suami-istri itu tidak boleh mempersoalkan akibat-akibat
pemulihan gabungan harta-bersama itu dengan pihak-pihak ketiga. (KUHPerd. 232a;
Rv. 828, 830.)
[sunting] Bab X - Pembubaran perkawinan
Bagian 1
Pembubaran perkawinan pada umunnya
199. Perkawinan bubar: 1?. oleh kematian; (KUHPerd. 3,
220.) 2?. oleh tidak-hadirnya si suami atau si istri selama sepuluh tahun, yang
disusul oleh perkawinan baru istrinya atau suaminya, sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Bagian 5 Bab XVIII; (KUHPerd. 493 dst.) 3?. (s.d.u. dg. S.
1916-530.) oleh keputusan hakim setelah pisah meja dan ranjang dan pendaftaran
pernyataan pemutusan perkawinan itu dalam daftar-daftar catatan sipil, sesuai
dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini; (KUHPerd. 200 dst.) 4?. oleh
perceraian, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 3 bab ini. (KUHPerd. 207
dst.)
Bagian 2
Pembubaran perkawinan setelah pisah meja dan ranjang
200. Bila suami-istri pisah meja dan ranjang, baik karena
salah satu alasan dari alasan-alasan yang tercantum dalam pasal 233, maupun
atas permohonan kedua belah pihak, dan perpisahan itu tetap berlangsung selama
lima tahun penuh tanpa perdamaian antara kedua belah pihak, maka mereka
masing-masing bebas untuk menghadapkan pihak lain ke pengadilan, dan menuntut
agar perkawinan mereka dibubarkan. (KUHPerd. 233, 236, 242, 248.)
201. Tuntutan itu harus segera ditolak, bila pihak
tergugat, setelah tiga kali dari bulan ke bulan dipangggil ke pengadilan tidak
muncul-muncul, atau datang dengan mengadakan perlawanan terhadap tuntutan itu,
atau menyatakan bersedia untuk berdamai dengan pihak lawan. (KUHPerd. 248.)
202. Bila pihak tergugat menyetujui tuntutan, pengadilan
negeri harus memerintahkan, agar suami-istri itu secara pribadi bersama-sama
menghadap seorang atau lebih hakim anggota, yang akan berusaha mendamaikan
mereka. Bila usaha itu tidak berhasil, hakim harus memerintahkan untuk
menghadap kembali lagi, paling cepat tiga bulan dan paling lambat enam bulan
setelah pertama kali menghadap. (Ov. 46; KUHPerd. 208, 236, 239, 248, 1023; Rv.
31.) (s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441.) Bila ada alasan sah untuk tidak
menghadap, maka anggota atau para anggota yang ditunjuk itu harus pergi ke
rumah suami-istri itu. (s.d.t. dg. S. 1923-287, 441, s.d.u. dg. S. 1925-497,
678 jo. S. 1926-63.) Bila salah seorang dari suami-istri, atau kedua-duanya,
bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri yang kepadanya
permohonan itu diajukan, maka pengadilan negeri itu atau dalam hal tidak ada
badan semacam itu boleh meminta kepala/pejabat pemerintah setempat yang di
daerah hukumnya kedua suami-istri itu bertempat tinggal untuk melakukan
tindakan-tindakan tersebut dalam tiga alinea terdahulu. Pejabat yang ditunjuk
ini akan membuat berita acara tentang tindakan-tindakan yang dilakukannya dan
segera mengirimkannya kepada pengadilan negeri tersebut pertama. (s.d.t. dg. S.
1923-287 jo. 441.) Bila salah seorang dari suami-istri, atau kedua-duanya,
bertempat tinggal di luar Indonesia, pengadilan negeri boleh meminta kepada
seorang pejabat pengadilan di negara tempat mereka berdiam, untuk melakukan
tindakan-tindakan tersebut dalam alinea satu dan dua, atau memerintahkannya
kepada pegawai Perwakilan Indonesia di tempat tinggal suami-istri itu. Berita
acara mengenai hal itu dikirimkan kepada pengadilan negeri itu.
203. (s.d.u. dg. S. 1923-286 jo. 441.) Bila pertemuan yang
kedua ternyata sia-sia juga, maka setelah mendengar penuntut umum, pengadilan
negeri harus mengambil keputusan dan menerima tuntutan itu, jika segala
persyaratan acara telah dipenuhi seperti yang dikemukakan di atas. Namun
demikian, setelah mengadakan pemeriksaan, pengadilan negeri bebas untuk
menangguhkan putusan selama enam bulan, bila ternyata baginya masih ada
kemungkinan untuk berdamai. (KUHPerd. 240.)
204. Terhadap putusan pengadilan negeri ini boleh
dimintakan banding kepada hakim yang lebih tinggi selambat-lambatnya dalam
waktu satu bulan. (Ov. 45; KUHPerd. 241, 1023.)
205. (s.d.u. dg. S. 1916-530.) Perkawinan itu dibubarkan
oleh putusan tersebut dan pendaftarannya dalam daftar-daftar catatan sipil.
Pendaftarannya harus dilakukan dengan cara, dalam jangka waktu dan dengan
ancaman hukuman seperti yang ditentukan dalam pasal 221 tentang perceraian.
(KUHPerd. 245; BS. 64; bdgk. S. 1945-14, S. 1946-24.)
206. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pembubaran
perkawinan tidak mengurangi akibat-akibat yang diatur dalam pasal-pasal 222
sampai dengan 228 dan pasal 231 yang berdasarkan pasal 246 juga berlaku
terhadap pisah meja dan ranjang, dan juga tidak mengurangi syarat-syarat, yang
berdasarkan permufakatan berkenaan dengan pasal 237, telah ditetapkan oleh
suami-istri itu, baik terhadap diri mereka maupun terhadap pemeliharaan dan
pendidikan anak-anak. Pada waktu memutuskan pisah meja dan ranjang itu, hakim
mengangkat salah seorang dari antara orang tua yang telah melakukan kekuasaan
orang tua sebagai wali. Atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang dari
mereka, pengadilan negeri, berdasarkan keadaan yang timbul setelah putusan
pembubaran perkawinan mempunyai kekuatan hukum yang pasti, boleh mengubah
penetapan yang telah diberikan berdasarkan alinea yang lalu, dan
persyaratan-persyaratan terhadap anak-anak seperti yang termaksud dalam alinea
pertama, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para orang tua, wali
pengawasnya dan keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak yang masih di
bawah umur. Boleh dinyatakan, bahwa penetapan ini dapat segera dilaksanakan,
meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan. (KUHPerd. 230,
246a; Rv. 54 dst.) (s.d.u. dg. S. 1927-456.) Pemeriksaan terhadap orang tua dan
wali pengawas, yang bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri
itu, boleh dilimpahkan kepada pengadilan negeri di tempat tinggal atau tempat
kediaman mereka, yang akan menyampaikan berita acara tentang hal itu kepada
pengadilan negeri tersebut pertama. Pemanggilan para orang tua dan wali
pengawas dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap
keluarga sedarah dan semenda. Mereka dapat mewakilkan diri dengan cara seperti
yang ditentukan dalam pasal 334. Salah satu dari kedua orang tua yang tidak mengajukan
permohonan dan yang tidak menghadap atas panggilan, boleh mengadakan perlawanan
dalam waktu tiga puluh hari setelah suatu penetapan atau suatu akta yang dibuat
berdasarkan hal itu atau untuk pelaksanaan penetapan itu, disampaikan kepada
orang tua itu sendiri, atau setelah dia melakukan suatu perbuatan yang tak
dapat tidak memberi kesimpulan, bahwa dia telah maklum tentang penetapan itu
atau tentang pelaksanaannya yang dimulai. Orang tua yang permohonannya telah
ditolak, dan orang tua yang kendati mengadakan perlawanan telah dinyatakan
salah, demikian pula yang perlawanannya telah ditolak, boleh mohon banding
dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan itu diucapkan. (Rv. 83, 341.)
Bila anak yang belum dewasa belum benar-benar berada dalam kekuasaan orang yang
berdasarkan salah satu ketentuan pasal ini ditugaskan menjadi wali, maka dalam
putusan atau dalam penetapan harus diperintahkan juga penyerahan anak-anak itu.
Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku
terhadap hal ini.
206a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis 390, 421; s.d.u. dg. S.
1938-622.) Dalam menyatakan pemutusan atau pada pengubahan seperti yang
dimaksud dalam alinea ketiga pasal 206, bila ada ketakutan yang beralasan,
jangan-jangan orang tua yang tidak diserahi tugas perwalian tidak akan memberi
cukup bantuan untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang belum dewasa,
pengadilan negeri dapat pula memberi perintah tersebut dalam pasal 230b, dengan
cara dan dengan akibat-akibat seperti yang ditentukan dalam pasal itu. Dalam
hal tidak ada perintah ini, dewan perwalian boleh menuntut pembayaran itu pada
pengadilan, setelah penetapan pembubaran perkawinan itu didaftarkan dalam
daftar-daftar catatan sipil. (KUHPerd. 298�.)
206b. (s.d.t. dg. S. 1923-31.) Ketentuan pasal 232a berlaku
juga bagi orang-orang yang kawin kembali satu sama lain, setelah perkawinan
mereka yang dahulu dibubarkan sesuai dengan pasal-pasal sebelum ini.
Bagian 3
Perceraian perkawinan
207. (s.d.u. dg. S. 1925-199 jo. 273.) Gugatan perceraian
perkawinan harus diajukan kepada pengadilan negeri yang di daerah hukumnya si
suami mempunyai tempat tinggal pokok, pada waktu memajukan permohonan termaksud
dalam pasal 831 Reglemen Acara Perdata, atau tempat tinggal yang sebenarnya
bila tidak mempunyai tempat tinggal pokok. Jika pada waktu mengajukan surat
permohonan tersebut di atas si suami tidak mempunyai tempat tinggal pokok atau
tempat tinggal yang sesungguhnya di Indonesia, maka gugatan itu harus diajukan kepada
pengadilan negeri tempat kediaman si istri yang sebenarnya. (KUHPerd. 17, 20
dst., 33; Rv. 931 dst.)
208. Perceraian perkawinan sekali-kali tidak dapat terjadi
hanya dengan persetujuan bersama. (KUHPerd. 200 dst., 236; Rv. 78.)
209. Dasar-dasar yang dapat berakibat perceraian perkawinan
hanya sebagai berikut: 1?. zinah; (KUHPerd. 32, 310, 909.) 2?. meninggalkan
tempat tinggal bersama dengan itikad buruk; (KUHPerd. 211, 218.) 3?. (s.d.u.
dg. S. 1917-497 jo. 646.) dikenakan hukuman penjara lima tahun atau hukuman
yang lebih berat lagi, setelah dilangsungkan perkawinan; (KUHPerd. 210.) 4?.
pencederaan berat atau penganiayaan, yang dilakukan oleh salah seorang dari
suami-istri itu terhadap yang lainnya sedemikian rupa, sehingga membahayakan
keselamatan jiwa, atau mendatangkan luka-luka yang berbahaya. (Ov. 63; KUHPerd.
233.)
210. Bila salah seorang dari suami-istri itu dengan
keputusan hakim dikenakan hukuman, karena telah berzinah, maka untuk
mendapatkan perceraian perkawinan, cukuplah salinan surat putusan itu
disampaikan kepada pengadilan negeri, dengan surat keterangan, bahwa putusan
itu telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. (s.d.u. dg. S. 1917-497 jo.
645.) Ketentuan ini berlaku juga, bila perceraian perkawinan ini dituntut
karena si suami atau si istri dikenakan hukuman penjara lima tahun atau hukuman
yang lebih berat. (KUHPerd. 219, 233 dst., 909, 1918; Sv. 189, 314.)
211. (s.d.u. dg. S. 1925-199 jo. 273.) Dalam hal perbuatan
meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk, demikian pula dalam
hal perubahan tempat tinggal pokok atau tempat tinggal sebenarnya, yang terjadi
setelah timbulnya sebab perceraian perkawinan, tuntutan perceraian perkawinan
itu boleh juga diajukan kepada pengadilan di tempat tinggal bersama yang
terakhir. Tuntutan akan perceraian perkawinan atas dasar meninggalkan tempat
tinggal bersama dengan itikad buruk hanya dapat dikabulkan, bila yang
meninggalkan tempat tinggal bersama tanpa alasan sah, tetap menolak untuk
kembali kepada suami atau istrinya. Tuntutan itu tidak boleh dimulai sebelum
lampau lima tahun, terhitung sejak suami atau istri itu meninggalkan tempat
tinggal bersama mereka. Bila kepergian itu mempunyai alasan yang sah, jangka
waktu lima tahun itu akan dihitung sejak berakhirnya alasan itu. (KUHPerd. 21,
106 dst., 199, 218, 233 dst., 463, 493.)
212. Isteri itu, baik sebagai penggugat untuk perceraian
maupun sebagai tergugat, dengan izin hakim boleh meninggalkan rumah suaminya
selama berlangsungnya persidangan. Pengadilan negeri akan menunjuk rumah di
mana istri itu harus tinggal. (KUHPerd. 21, 106, 214, 216; Rv. 835.)
213. Isteri itu berhak untuk menuntut tunjangan nafkah,
yang setelah ditentukan hakim harus dibayar oleh si suami kepada istrinya
selama berlangsungnya perkara itu. Bila istri itu, tanpa izin hakim,
meninggalkan tempat tinggal yang ditunjuk baginya, maka tergantung pada
keadaan, dia boleh tidak diberi hak lagi untuk menuntut tunjangan, bahkan bila
dia adalah penggugat, dia dapat dinyatakan tidak dapat diterima untuk
melanjutkan tuntutan hukumnya. (KUHPerd. 105, 107, 212, 217, 226, 324 dst.; Rv.
839.)
214. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengadilan
negeri, selama persidangan masih berjalan, bebas untuk mencabut pelaksanaan
kekuasaan orang tua untuk sementara, seluruhnya atau sebagian, dan sejauh
dianggap perlu, memberikan wewenang-wewenang yang demikian atas diri dan
barang-barang anak-anak kepada pihak lain dari antara orang tua itu, atau
kepada orang yang ditunjuk oleh pengadilan negeri, atau kepada dewan perwalian.
Terhadap penetapan-penetapan ini tidak diperkenankan memohon banding.
Penetapan-penetapan itu tetap berlaku sampai putusan yang menolak gugatan
perceraian memperoleh kekuatan hukum yang pasti; dalam hal gugatan diterima,
penetapan-penetapan itu tetap berlaku sampai satu bulan berlalu, setelah
penetapan yang diberikan berkenaan dengan itu untuk mengatur soal perwalian
memperoleh kekuatan hukum yang pasti. (Rv. 836, 839.) Mengenai biaya-biaya yang
dikeluarkan sesuai dengan alinea pertama, berlaku alinea ketujuh dan kedelapan
pasal 319f.
215. Hak-hak si suami mengenai pengurusan harta si istri
tidak terhenti selama perkara berjalan; hal ini tidak mengurangi wewenang si
istri untuk melindungi haknya, dengan melakukan tindakan-tindakan pencegahan
yang ditunjukkan dalam ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata. Semua akta
si suami yang sengaja mengurangi hak-hak si istri adalah batal. (KUHPerd. 105,
124, 192, 1341; Rv. 840.)
216. Hak untuk menuntut perceraian perkawinan gugur jika
terjadi perdamaian suami-istri, entah perdamaian itu terjadi sesudah si suami
atau si istri mengetahui perbuatan-perbuatan yang sedianya boleh dipakai
sebagai alasan untuk menggugat, entah setelah gugatan untuk perceraian
dilakukan. Undang-undang menganggap telah ada perdamaian, bila si suami dan si
istri tinggal bersama lagi setelah si istri dengan izin hakim meninggalkan
rumah kediaman mereka bersama. (KUHPerd. 212 dst., 217, 220, 235, 1921; Rv. 831
dst.)
217. Suami atau istri, yang mengajukan gugatan baru atas
dasar suatu sebab baru yang timbul setelah perdamaian, boleh mempergunakan
alasan-alasan yang lama untuk mendukung gugatannya. (KUHPerd. 209, 213, 219.)
218. Gugatan untuk perceraian perkawinan atas dasar
meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk, gugur bila suami atau
istri, sebelum diputuskan perceraian, kembali ke rumah kediaman bersama. Namun
bila setelah kembali, suami atau istri itu meninggalkan lagi rumah tinggal
bersama tanpa sebab yang sah, pihak lain boleh memulai gugatan baru untuk
perceraian perkawinan enam bulan setelah kepergian itu, dan boleh menggunakan
alasan-alasan lama untuk mendukung gugatannya. Dalam hal itu, gugatan
perceraian perkawinan tidak akan gugur bila pihak yang meninggalkan tempat
tinggal bersama itu kembali sekali lagi. (KUHPerd. 211, 216 dst.)
219. Dalam kedua hal yang diatur dalam pasal 210, suami
atau istri yang membiarkan lampau waktu enam bulan terhitung dari hari putusan
hakim mendapat kekuatan hukum yang pasti, tidak dapat diterima lagi untuk
memulai gugatan perceraian perkawinan. Bila salah seorang dari suami-istri itu
berada di luar negeri pada waktu pihak yang lain mendapat putusan hukuman, maka
jangka waktu yang ditetapkan adalah enam bulan dihitung mulai dari hari
kembalinya ke Indonesia.
220. Gugatan untuk perceraian gugur, bila salah seorang
dari kedua suami-istri meninggal sebelum ada putusan. (KUHPerd. 199-11.)
221. (s.d.u. dg. S. 1916-530.) Perkawinan dibubarkan oleh
keputusan hakim dan pendaftaran perceraian yang ditetapkan dengan putusan itu
dalam daftar-daftar catatan sipil. Pendaftaran itu harus dilakukan atas
permohonan kedua suami-istri atau salah seorang dari mereka di tempat
pendaftaran perkawinan itu. Jika perkawinan itu dilaksanakan di luar Indonesia,
maka pendaftaran harus dilakukan dalam daftar-daftar catatan sipil di Jakarta.
Pendaftaran itu harus dilakukan dalam jangka waktu enam bulan, terhitung dari
hari putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Bila pendaftaran itu
tidak dilakukan dalam jangka waktu itu, kekuatan putusan perceraian itu hapus,
dan perceraian tidak dapat dituntut sekali lagi atas dasar dan alasan yang
sama. (KUHPerd. 245, 254; BS. 64; Rv. 843; untuk ketentuan-ketentuan sementara
yang menyimpang dan pengaturan-pengaturan tentang pendaftaran, lihat S.
1945-14, S. 1946-24.)
222. Suami atau istri yang gugatannya untuk perceraian
perkawinan dikabulkan, boleh menikmati keuntungan-keuntungan yang dijanjikan
kepadanya oleh pihak lain berkenaan dengan perkawinan mereka, sekalipun
keuntungan-keuntungan itu dijanjikan secara timbal-balik. (KUHPerd. 139, 168
dst., 228, 327.)
223. Sebaliknya, suami atau istri yang dinyatakan kalah
dalam putusan perceraian itu, kehilangan semua keuntungan yang dijanjikan oleh
pihak lain kepadanya berkenaan dengan perkawinan mereka. (KUHPerd. 139, 168
dst., 228, 317.)
224. Dengan berlakunya perceraian perkawinan,
keuntungan-keuntungan, yang dijanjikan akan keluar setelah kematian salah
seorang dari suami-istri itu, tidak segera dapat dituntut; pihak yang
gugatannya untuk perceraian perkawinan dikabulkan, baru boleh mempergunakan
haknya akan keuntungan-keuntungan itu setelah pihak lawannya meninggal.
(KUHPerd. 168 dst., 173, 175, 317.)
225. Bila suami atau istri, yang atas permohonannya
dinyatakan perceraian, tidak mempunyai penghasilan yang mencukupi untuk biaya
penghidupan, maka pengadilan negeri akan menetapkan pembayaran, tunjangan hidup
baginya dari harta pihak yang lain. (KUHPerd. 103, 227.)
226. Dihapus dg. S. 1938-622.
227. Kewajiban untuk memberi tunjangan hidup terhenti
dengan kematian si suami atau si istri.
228. Tunjangan-tunjangan yang dijanjikan oleh pihak ketiga
dalam perjanjian perkawinan, tetap harus dibayar kepada si suami atau si istri
yang mendapat jari untuk kepentingannya. (KUHPerd. 176 dst., 222.)
229. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setelah
memutuskan perceraian, dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah para
orang tua atau keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak yang di bawah umur,
pengadilan negeri akan menetapkan siapa dari kedua orang tua akan melakukan
perwalian atas tiap-tiap anak, kecuali jika kedua orang tua itu telah dipecat
atau dilepaskan dari kekuasaan orang tua, dengan mengindahkan putusan-putusan
hakim terdahulu yang mungkin memecat atau melepaskan mereka dari kekuasaan
orang tua. (KUHPerd. 230a, b, 319a.) Penetapan ini tidak berlaku sebelum hari putusan
perceraian perkawinan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Sebelum itu
tidak usah dilakukan pemberitahuan, dan tidak boleh dilakukan perlawanan atau
banding. Terhadap penetapan ini, si ayah atau si ibu yang tidak diangkat
menjadi wali boleh melakukan perlawanan, bila dia tidak hadir atas panggilan
yang dimaksud dalam alinea pertama. Perlawanan ini harus dilakukan dalam waktu
tiga puluh hari setelah penetapan itu diberitahukan kepadanya. (Rv. 83.) Si
ayah atau si ibu yang setelah hadir atas panggilan tidak diangkat menjadi wali,
atau yang perlawanannya ditolak, dalam tiga puluh hari setelah hari termaksud
dalam alinea kedua, dapat naik banding mengenai penetapan itu. (Rv. 341.)
Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan para orang tua.
230. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengadilan
negeri, atas dasar hal-hal yang terjadi setelah putusan perceraian perkawinan
memperoleh kekuatan hukum yang pasti, berkuasa untuk mengubah
penetapan-penetapan yang telah diberikan menurut alinea pertama pasal yang lalu
atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang setelah mendengar atau
memanggil dengan sah kedua orang tua, para wali pengawas dan keluarga sedarah
atau semenda anak-anak yang di bawah umur. Penetapan-penetapan ini boleh
dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau banding,
dengan atau tanpa jaminan. Ketentuan alinea keempat dan kelima pasal 206
berlaku terhadap hal ini.
230a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390.) Bila anak-anak yang
di bawah umur belum berada dalam kekuasaan nyata orang yang berdasarkan pasal
229 atau pasal 230 ditugaskan menjadi wali, atau dalam kekuasaan si ayah, si
ibu, atau dewan perwalian yang mungkin diserahi anak-anak itu berdasarkan pasal
214 alinea pertama, maka dalam penetapan itu juga harus diperintahkan
penyerahan anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan
kelima pasal 319h dalam hal ini berlaku.
230b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pada penetapan
termaksud dalam alinea pertama pasal 229, setelah mendengar atau memanggil
dengan sah seperti yang dimaksud dalam alinea itu dan setelah mendengar dewan
perwalian, bila ada kekhawatiran yang beralasan, bahwa orang tua yang tidak
diserahi tugas perwalian, tidak akan memberikan tunjangan secukupnya untuk
biaya hidup dan pendidikan anak-anak yang masih di bawah umur, pengadilan
negeri boleh memerintahkan juga, bahwa orang tua itu untuk biaya hidup dan
pendidikan anak tiap-tiap minggu atau tiap-tiap bulan atau tiap-tiap tiga bulan
akan membayarkan kepada dewan perwalian suatu jumlah yang dalam pada itu
ditentukan. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga dan keempat pasal 229
berlaku juga terhadap perintah ini.
230c. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421; s.d.u. dg. S.
1938-622.) Bila tidak ada perintah seperti yang dimaksud dalam alinea pertama
pasal sebelum ini, dewan perwalian boleh menuntut pembayaran tunjangan itu
lewat pengadilan, setelah putusan tentang perceraian perkawinan itu didaftarkan
dalam daftar-daftar catatan sipil.
230d. s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421; hapus dg. S.
1938-622.
231. Bubarnya perkawinan karena perceraian tidak akan
menyebabkan anak-anak yang lahir dari perkawinan itu kehilangan
keuntungan-keuntungan yang telah dijaminkan bagi mereka oleh undang-undang,
atau oleh perjanjian perkawinan orang tua mereka. Akan tetapi anak-anak itu
tidak boleh menuntutnya, selain dengan cara yang sama dan dalam keadaan yang
sama seakan-akan tidak pernah terjadi perceraian perkawinan. (KUHPerd. 175,
178, 181 dst., 311, 317, 852 dst.)
232. Bila suami-istri yang bercerai itu dahulu kawin dengan
gabungan harta-bersama, pembagian harta harus dilakukan berdasarkan dan dengan
cara seperti yang ditentukan dalam Bab VI. (KUHPerd. 126, 128, 1066 dst.)
232a. (s.d.t. dg. S. 1923-31, s.d.u. dg. S. 1928-546.) Bila
suami-istri itu kawin kembali satu sama lain, semua akibat perkawinan itu
menurut hukum dengan sendirinya timbul kembali, seakan-akan tidak pernah
terjadi perceraian. Namun hal ini tidak mengurangi kelanjutan berlakunya
perbuatan-perbuatan yang sekiranya telah dilakukan terhadap pihak-pihak ketiga
selama waktu antara perceraian itu dan perkawinan baru, dan tidak mengurangi
kelanjutan berlakunya penetapan-penetapan hakim, yang sekiranya telah memecat
atau melepaskan suami-istri itu dari perwalian atas anak-anak mereka sendiri,
penetapan-penetapan mana harus dipandang sebagai pemecatan atau pelepasan dari
kekuasaan orang tua. Segala persetujuan antara suami-istri yang bertentangan
dengan ini adalah batal. (KUHPerd. 33, 149, 196-198.)
[sunting] Bab XI - Pisah meja dan ranjang
233. Jika ada hal-hal yang dapat menjadi dasar untuk
menuntut perceraian perkawinan, si suami atau si istri berhak untuk menuntut
pisah meja dan ranjang. ugatan untuk itu dapat juga diajukan atas dasar
perbuatan-perbuatan yang melampaui batas kewajaran, penganiayaan dan penghinaan
kasar yang dilakukan oleh salah seorang dari suami-istri itu terhadap yang
lainnya. (Ov. 63; KUHPerd. 126, 200, 209; Rv. 841.)
234. Gugatan itu diajukan, diperiksa dan diselesaikan
dengan cara yang sama seperti gugatan untuk perceraian perkawinan. (KUHPerd.
207 dst., 216 dst.; Rv. 831 dst.)
235. Suami atau istri yang telah mengajukan gugatan untuk
pisah meja dan ranjang, tidak dapat diterima untuk menuntut perceraian
perkawinan atas dasar yang sama. (KUHPerd. 209.)
236. Pisah meja dan ranjang juga boleh ditetapkan oleh
hakim atas permohonan kedua suami-istri bersama-sama, yang boleh diajukan tanpa
kewajiban untuk mengemukakan alasan tertentu. Pisah meja dan ranjang tidak
boleh diizinkan, kecuali bila suami-istri itu telah kawin selama dua tahun.
(KUHPerd. 200, 202, 208.)
237. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Sebelum meminta
pisah meja dan ranjang, suami-istri itu wajib mengatur dengan akta otentik
semua persyaratan untuk itu, baik yang mengenai diri mereka maupun yang
mengenai pelaksanaan kekuasaan orang tua dan urusan pemeliharaan dan pendidikan
anak-anak mereka. Tindakan-tindakan yang telah mereka rancang untuk
dilaksanakan selama pemeriksaan pengadilan, harus dikemukakan supaya dikuatkan
oleh pengadilan negeri, dan jika perlu, supaya diatur olehnya. (KUHPerd. 104
dst., 124 dst., 149, 206, 212 dst., 229, 247, 298 dst.)
238. Permintaan kedua suami-istri harus diajukan dengan
surat permohonan kepada pengadilan negeri tempat tinggal mereka; dan dalam
surat itu harus dilampirkan baik salinan akta perkawinan maupun salinan
perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama pasal yang lampau. (Rv. 831
dst.)
239. Berkenaan dengan itu pengadilan negeri akan
memerintahkan kedua suami-istri untuk bersama-sama secara pribadi menghadap
seorang atau lebih hakim anggota yang akan memberi wejangan-wejangan seperlunya
kepada mereka. Bila suami-istri itu bertahan dengan niat mereka, hakim akan
memerintahkan mereka untuk menghadap lagi setelah lewat enam bulan. (Rv. 832,
834.) (s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441.) Bila ternyata ada alasan sah yang
menghalangi mereka untuk menghadap, maka hakim yang ditunjuk harus pergi ke
rumah suami-istri itu, (s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441; s.d.u. dg. S. 1925-497,
678 jo. 1926-63.) Bila suami-istri itu bertempat tinggal di luar daerah di mana
pengadilan negeri itu bertempat kedudukan, pengadilan negeri atau dalam hal
tidak ada badan semacam itu dapat menunjuk kepala daerah setempat untuk
melakukan tindakan-tindakan yang dimaksud dalam tiga alinea yang lampau.
Pejabat yang telah ditunjuk itu akan membuat berita acara tentang apa yang telah
dilakukannya dan segera mengirimkan kepada pengadilan negeri. (s.d.t. dg. S.
1923-287 jo. 441.) Bila seorang dari suami-istri itu atau kedua-duanya
bertempat tinggal di luar Indonesia, pengadilan negeri itu boleh memohon kepada
seorang hakim di negara tempat suami-istri itu berdiam, untuk memanggil kedua
suami-istri atau salah seorang menghadap kepadanya dengan tujuan melakukan
ikhtiar perdamaian, atau menugaskan hal ini kepada pejabat perwakilan Indonesia
di wilayah tempat suami-istri itu berdiam. Berita acara yang dibuat mengenai
hal itu harus dikirimkan kepada pengadilan negeri itu.
240. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis 390, 421.) Pengadilan
negeri harus mengambil keputusan enam bulan setelah berlangsung pertemuan
kedua. (KUHPerd. 202.) (s.d.u. dg. S. 1938-622.) Ketentuan-ketentuan
pasal-pasal 230b dan 230C berlaku sama terhadap ibu dan bapak, yang tidak
ditugaskan untuk melakukan kekuasaan orang tua.
241. Bila permohonan yang diajukan ditolak, paling lambat
satu bulan setelah diberikan keputusan, suami-istri itu bersama-sama boleh
mengajukan permohonan banding dengan surat permohonan. (Ov. 45; KUHPerd. 204,
236 dst., 247, 1023.)
242. Dengan pisah meja dan ranjang, perkawinan tidak
dibubarkan, tetapi dengan itu suami-istri tidak lagi wajib untuk tinggal
bersama. (KUHPerd. 21, 106 dst., 200.)
243. Pisah meja dan ranjang selalu berakibat perpisahan
harta, dan akan menimbulkan dasar untuk pembagian harta bersama, seakan-akan
perkawinan itu dibubarkan. (KUHPerd. 128, 186, 232, 1066 dst.)
244. Karena pisah meja dan ranjang, pengurusan suami atas
harta istrinya ditangguhkan. Si istri mendapat kembali keleluasaan untuk
mengurus hartanya, dan sekaligus adanya ketentuan dalam pasal 108 dapat
memperoleh kuasa umum dari hakim untuk menggunakan barang-barangnya yang bergerak.
(KUHPerd. 105, 124, 194.)
245. Putusan-putusan mengenai pisah meja dan ranjang harus
diumumkan secara terang-terangan. Selama pengumuman terang-terangan ini belum
berlangsung, putusan tentang pisah meja dan ranjang tidak berlaku bagi pihak
ketiga. (KUHPerd. 152, 205, 221, 249; Rv. 826, 843.)
246. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Ketentuan-ketentuan pasal 210 sampai dengan 220, pasal 222 sampai dengan 228,
dan pasal 231, berlaku juga terhadap pisah meja dan ranjang yang diminta oleh
salah seorang dari suami-istri terhadap yang lain. Setelah mengucapkan putusan
tentang pisah meja dan ranjang, pengadilan negeri, setelah mendengar dan
memanggil dengan sah kedua orang tua dan keluarga sedarah dan semenda anak-anak
yang masih di bawah umur, harus menetapkan siapa dari kedua orang tua itu yang
akan melakukan kekuasaan orang tua atas diri tiap-tiap anak, kecuali bila kedua
orang tua itu telah dipecat atau dilepaskan dari kekuasaan orang tua, dengan
mengindahkan putusan-putusan hakim yang terdahulu yang mungkin telah memecat
atau melepaskan mereka dari kekuasaan orang tua. (KUHPerd. 319a.) Ketetapan ini
berlaku setelah hari putusan tentang pisah meja dan ranjang memperoleh kekuatan
hukum yang pasti. Sebelum hari itu tidak usah dilakukan pemberitahuan, dan perlawanan
serta banding pun tidak diperbolehkan. Terhadap penetapan ini, pihak orang tua
yang tidak ditugaskan untuk melaksanakan kekuasaan orang tua, boleh melakukan
perlawanan, bila atas panggilan termaksud dalam alinea kedua dia tidak
menghadap. Perlawanan ini harus dilakukan dalam waktu tiga puluh hari setelah
penetapan itu diberitahukan kepadanya. (Rv. 83.) Pihak orang tua yang telah
menghadap atas pemanggilan dan tidak ditugaskan untuk melaksanakan kekuasaan
orang tua, atau yang perlawanannya ditolak, boleh mohon banding terhadap
penetapan itu dalam waktu tiga puluh hari setelah hari termaksud dalam alinea
ketiga. (Rv. 341.) (s.d.u. dg. S. 1938-622.) Ketentuan pasal 230b dan pasal
230c berlaku sama terhadap ayah dan ibu yang tidak diserahi tugas melakukan kekuasaan
orang tua. Terhadap pemeriksaan para orang tua itu berlaku alinea keempat pasal
206.
246a. (s.d. t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Berdasarkan
keadaan yang timbul setelah putusan pisah meja dan ranjang mendapat kekuatan
hukum yang pasti, pengadilan negeri boleh mengadakan perubahan pada
penetapan-penetapan yang telah diberikan berdasarkan alinea kedua pasal yang
lampau, atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang dari mereka, setelah
mendengar dan memanggil dengan sah kedua orang tua dan para keluarga sedarah
atau semenda dari anak-anak yang masih di bawah umur. Penetapan ini boleh
dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau banding,
dengan atau tanpa jaminan. (Rv. 54 dst.) Ketentuan alinea keempat dan kelima
pasal 206 dalam hal ini berlaku.
246b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis 390, 421.) Bila anak-anak
yang masih di bawah umur itu belum berada dalam kekuasaan nyata orang yang
berdasarkan pasal 246 dan pasal 246a diserahi tugas melaksanakan kekuasaan
orang tua, atau dalam kekuasaan si ayah, si ibu atau dewan perwalian yang
mungkin diserahi anak-anak itu berdasarkan alinea pertama pasal 246 dan sesuai
dengan pasal 214, maka dalam penetapan itu juga harus diperintahkan penyerahan
anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima
pasal 319h dalam hal ini berlaku.
247. Bila setelah mempertimbangkan perjanjian yang
dibicarakan dalam alinea pertama pasal 237, hakim mengabulkan permintaan pisah
meja dan ranjang atas permohonan kedua suami-istri, maka pisah meja dan ranjang
itu memperoleh segala akibat yang dijanjikan dalam perjanjian itu. (KUHPerd.
206.)
248. Pisah meja dan ranjang menurut hukum dengan sendirinya
batal karena perdamaian suami-istri, dan perdamaian itu menghidupkan kembali
segala akibat dari perkawinan mereka, tanpa mengurangi berlangsungnya terus
kekuatan perbuatan-perbuatan terhadap pihak-pihak ketiga, yang sekiranya telah
dilakukan dalam tenggang waktu antara perpisahan itu dan perdamaiannya. Semua
persetujuan suami-istri yang bertentangan dengan ini adalah batal. (AB. 23;
KUHPerd. 149, 196 dst., 200, 216, 244.)
249. Bila putusan yang menyatakan suami-istri pisah meja
dan ranjang sudah diumumkan secara jelas, suami-istri itu tidak boleh
menerapkan berlakunya akibat-akibat perdamaian mereka terhadap pihak ketiga,
bila mereka tidak mengumumkan secara jelas, bahwa pisah meja dan ranjang itu
telah tiada. (KUHPerd. 152, 245.)
[sunting] Bab XII - Keayahan dan asal keturunan anak-anak
Bagian 1
Anak-anak sah.
250. Anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama
perkawinan, memperoleh si suami sebagai ayahnya. (KUHPerd. 34, 95, 100-102, 106
dst., 1916)
251. Sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari keseratus
delapan puluh dari perkawinan, dapat diingkari oleh si suami. Namun
pengingkaran itu tidak boleh dilakukan dalam hal-hal berikut: 1?. bila sebelum
perkawinan, suami itu telah mengetahui kehamilan itu; 2?. bila pada pembuatan
akta kelahiran dia hadir, dan akta ini ditandatangani olehnya, atau memuat
suatu keterangan darinya yang berisi bahwa dia tidak dapat menandatanganinya;
3?. bila anak itu dilahirkan tidak hidup. (KUHPerd. 2; BS. 39.)
252. Si suami boleh mengingkari keabsahan si anak, bila dia
dapat membuktikan, bahwa sejak hari ketiga ratus sampai keseratus delapan puluh
sebelum lahirnya anak itu, dia telah berada dalam keadaan tidak mungkin untuk
mengadakan hubungan jasmaniah dengan istrinya, baik karena keadaan terpisah,
maupun karena sesuatu yang kebetulan saja. Dengan menunjuk kepada kelemahan
alamiah jasmaninya, si suami tidak dapat mengingkari anak itu sebagai anaknya.
(KUHPerd. 258, 1865.)
253. Si suami tidak dapat mengingkari keabsahan si anak
atas dasar perzinahan, kecuali bila kelahiran si anak telah dirahasiakan
terhadapnya; dalam hal itu, dia harus diperkenankan untuk menjadikan hal itu
sebagai bukti yang sempurna, bahwa dia bukan ayah anak itu. (KUHPerd. 1965.)
254. Dia dapat mengingkari keabsahan seorang anak, yang
dilahirkan tiga ratus hari setelah putusan pisah meja dan ranjang memperoleh
kekuatan hukum yang pasti, tanpa mengurangi hak istrinya untuk mengemukakan
peristiwa-peristiwa yang cocok kiranya untuk menjadi bukti bahwa suaminya
adalah ayah anak itu. Bila pengingkaran itu telah dinyatakan sah, perdamaian
antara suami-istri itu tidak menyebabkan anak itu memperoleh kedudukan sebagai
anak sah. (KUHPerd. 221, 242, 248, 1965.)
255. Anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah bubarnya
perkawinan adalah tidak sah. (KUHPerd. 106, 199.) (s.d.t. dg. S. 1923-31.) Bila
kedua orang tua seorang anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusnya
perkawinan kawin kembali satu sama lain, si anak tidak dapat memperoleh
kedudukan anak sah selain dengan cara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Bagian 2 bab ini.
256. Dalam hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal 251, 252,
253, dan 254, pengingkaran keabsahan anak harus dilakukan si suami dalam waktu
satu bulan, bila dia berada di tempat kelahiran anak itu, atau di sekitar itu:
dalam waktu dua bulan setelah dia kembali, bila dia telah tidak berada di situ;
dalam waktu dua bulan setelah diketahuinya penipuan, bila kelahiran anak itu
telah disembunyikan terhadapnya.
Semua akta yang dibuat di luar pengadilan, yang berisi
pengingkaran si suami, tidak mempunyai kekuatan hukum, bila dalam dua bulan
tidak diikuti oleh suatu tuntutan di muka hakim. Bila si suami, setelah
melakukan pengingkaran dengan akta yang dibuat di luar pengadilan, meninggal
dunia dalam jangka waktu tersebut di atas, maka bagi para ahli warisnya terbuka
jangka waktu baru selama dua bulan untuk mengajukan tuntutan hukum mereka.
(KUHPerd. 257 dst., 1058, 1979; lihat S. 1946-67.)
257. Tuntutan hukum yang diajukan oleh si suami itu gugur
bila para ahli waris tidak melanjutkannya dalam waktu dua bulan, terhitung dari
hari meninggalnya suami. (KUHPerd. 259, 1979.)
258. Bila si suami meninggal sebelum dia menerapkan haknya
dalam hal ini, padahal waktunya untuk itu masih berjalan, maka para ahli
warisnya tidak dapat mengingkari keabsahan anak itu selain dalam hal tersebut
dalam pasal 252. Gugatan untuk membantah keabsahan anak itu harus dimulai dalam
waktu dua bulan terhitung sejak anak itu memiliki harta-benda si suami, atau
sejak para ahli warisnya terganggu dalam memilikinya oleh si anak. (KUHPerd.
259, 472, 833 dst.)
259. Dalam hal-hal di mana para ahli waris, berkenaan
dengan pasal-pasal 256, 257, dan 258, mempunyai wewenang untuk memulai atau
melanjutkan suatu gugatan untuk membantah keabsahan seorang anak, mereka akan
memperoleh jangka waktu satu tahun, bila salah seorang atau lebih dari mereka
bertempat tinggal di luar negeri. Dalam hal ada perang di laut, jangka waktu
itu dilipatduakan. Dengan S. 1946-67, berlaku 13 Juli 1946, ditentukan: (1)
Hakim yang menangani gugatan yang dilakukan atau mungkin akan dilakukan untuk
mengingkari keabsahan seorang anak, berwenang sampai pada waktu yang akan
ditentukan oleh pemerintah, untuk memperpanjang jangka waktu yang diatur dalam
pasal 256 sampai dengan 259 Kitab Undang-undang Hukum Perdata untuk mengingkari
keabsahan seorang anak dengan akta yang dibuat di luar pengadilan, untuk
mengajukan suatu gugatan pengingkaran semacam itu, atau untuk melanjutkan
gugatan demikian dengan jangka waktu tertentu ataupun sampai saat tertentu,
bila pengindahan jangka waktu tersebut di atas karena keadaan-keadaan luar
biasa, selayaknya tidak dapat diharapkan. (2) Perpanjangan waktu termaksud
dalam ayat (1) boleh diberikan oleh hakim karena jabatan.
260. Semua gugatan untuk mengingkari keabsahan seorang anak
harus ditujukan kepada wali yang secara khusus diperbantukan kepada anak itu,
dan ibunya harus dipanggil dengan sah untuk sidang itu. (KUHPerd. 102, 110,
310, 359, 1920.)
261. Asal-keturunan anak-anak sah dibuktikan dengan
akta-akta kelahiran yang didaftarkan dalam daftar-daftar catatan sipil. (BS.
34.) Bila tidak ada akta demikian, cukuplah bila seorang anak telah mempunyai
kedudukan tak terganggu sebagai anak sah. (KUHPerd. 13, 101, 286; BS. 37.)
262. Pemilikan kedudukan demikian dapat dibuktikan dengan
peristiwa-peristiwa yang, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, menunjukkan
hubungan karena kelahiran dan karena kekeluargaan antara orang tertentu dan
keluarga yang diakui olehnya, bahwa dia termasuk di dalamnya. Yang terpenting
dari peristiwa-peristiwa ini antara lain adalah: bahwa orang-orang itu selalu
memakai nama si ayah yang dikatakannya telah menurunkannya; (KUHPerd. 10; BS.
30.) bahwa ayah itu telah memperlakukan dia sebagai anaknya, dan dia sebagai
anak telah diurus dalam hat pendidikan, pemeliharaan dan penghidupannya;
(KUHPerd. 104, 298 dst.) bahwa masyarakat senantiasa mengakui dia selaku anak
si ayah; bahwa sanak-saudaranya mengakui dia sebagai anak si ayah. (KUHPerd.
102.)
263. Tiada seorang pun dapat menyandarkan diri pada
kedudukan yang bertentangan dengan kedudukan yang nyata dinikmatinya dan sesuai
dengan akta kelahirannya, dan sebaliknya tiada seorang pun dapat menyanggah
kedudukan yang dimiliki seseorang sesuai dengan akta kelahirannya. (KUHPerd.
102, 322.)
264. Bila tidak ada akta kelahiran dan tidak nyata
pemilikan kedudukan yang tak terputus-putus, dan bila anak itu didaftarkan
dengan nama-nama palsu dalam daftar-daftar catatan sipil atau seakan-akan
dilahirkan dari ayah-ibu yang tidak dikenal, maka asal-keturunannya dapat
dibuktikan dengan saksi-saksi. Namun pembuktian dengan cara demikian tidak
boleh diperkenankan, kecuali bila ada bukti permulaan tertulis; atau bila
dugaan-dugaan atau petunjuk-petunjuk dari peristiwa-peristiwa yang tidak dapat
dibantah lagi kebenarannya, dapat dianggap cukup berbobot untuk memperkenankan
pembuktian demikian. (KUHPerd. 288, 1922; BS. 27.)
265. Bukti permulaan tertulis adalah surat-surat keluarga,
daftar-daftar dan surat-surat rumah tangga si ayah atau si ibu, atau akta-akta
notaris atau akta-akta di bawah tangan yang berasal dari pihak-pihak yang
tersangkut dalam perselisihan, atau bila masih hidup, mereka yang sedianya
berkepentingan dalam perselisihan itu. (KUHPerd. 268, 1881, 1902; BS. 27.)
266. Bukti lawan itu terdiri dari segala alat bukti yang
cocok untuk menunjukan, bahwa orang yang menyandarkan diri pada
asal-keturunannya bukan anak dari ibu yang diakuinya sebagai ibunya; atau juga,
bila soal ibu telah dibuktikan, bahwa dia bukan anak dari suami ibu itu.
(KUHPerd. 264 dst., 286 dst.)
267. Hanya hakim perdatalah yang berwenang untuk mengadili
tuntutan-tuntutan akan suatu kedudukan. (KUHPerd. 268, 1920.)
268. Tuntutan pidana karena kejahatan penggelapan kedudukan
tidak dapat dilancarkan, sebelum keputusan akhir atas sengketa mengenai
kedudukan itu diucapkan. Akan tetapi jawatan kejaksaan bebas untuk melancarkan
suatu tuntutan pidana seperti itu, bila pihak-pihak yang berkepentingan tinggal
diam, asalkan ada bukti permulaan tertulis, sesuai dengan ketentuan pasal 265,
dan pada permulaan pemeriksaan pidana telah dinyatakan adanya bukti permulaan.
(KUHPerd. 268, alinea kedua tak berlaku terhadap golongan Tionghoa, lihat Chin.
1-1?g.) Dalam hal terakhir ini, pemeriksaan perkara pidana di sidang umum tidak
boleh ditunda karena pemeriksaan perkara perdata. (AB. 30; KUHPerd. 267, 1918;
BS. 27 dst.; Sv. 409; KUHP 529.)
269. Gugatan untuk menarik kembali kedudukan terhadap si
anak, tidak terkena kedaluwarsa. (KUHPerd. 1967, 1986.)
270. Para ahli waris anak yang tidak memperjuangkan
kedudukannya, tidak dapat melancarkan gugatan seperti itu, kecuali bila anak
itu meninggal waktu masih di bawah umur atau dalam tiga tahun setelah menjadi
dewasa. (KUHPerd. 258, 883, 1058.)
271. Namun para ahli waris itu dapat melanjutkan tuntutan
hukum demikian, bila hati itu telah dimulai oleh anak itu, kecuali bila anak
itu tidak melanjutkan tuntutan itu selama tiga tahun sejak tindakan acara yang
terakhir dilakukan. (KUHPerd. 257, 833; Rv. 273 dst.)
271a. (s.d.t. dg. S. 1937-595, mb. 1 Januari 1939.) Orang
yang gugatannya untuk memperjuangkan suatu kedudukan *79 perdata atau untuk
mengingkari keabsahan seorang anak dikabulkan, setelah putusan itu memperoleh
kekuatan hukum yang pasti, harus menyuruh mendaftarkan putusan itu dalam daftar
kelahiran yang sedang berjalan di tempat kelahiran anak itu didaftar. Hal ini
harus diterangkan pada margin akta kelahiran itu.
Bagian 2
Pengesahan anak-anak luar kawin
272. Anak di luar kawin, kecuali yang dilahirkan dari perzinahan
atau penodaan darah, disahkan oleh perkawinan yang menyusul dari ayah dan ibu
mereka, bila sebelum melakukan perkawinan mereka telah melakukan pengakuan
secara sah terhadap anak itu, atau bila pengakuan itu terjadi dalam akta
perkawinannya sendiri. (KUHPerd. 40, 275, 277, 280 dst., 862, 867; BS. 53,
61-9?.)
273. Anak yang dilahirkan dari orang tua, yang tanpa
memperoleh dispensasi dari pemerintah tidak boleh kawin satu sama lainnya,
tidak dapat disahkan selain dengan cara mengakui anak itu dalam akta kelahiran.
(KUHPerd. 29, 31, 280, 283.)
274. Bila orang tua itu, sebelum atau pada waktu melakukan
perkawinan, telah lalai untuk mengakui anak di luar kawin mereka, kelalaian ini
dapat diperbaiki dengan surat pengesahan dari pemerintah, yang diberikan setelah
mendengar nasihat Mahkamah Agung. (Ov. 16; KUHPerd. 276; BS. 61-9?.)
275. (s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dengan cara yang sama
seperti yang diatur dalam pasal yang lampau, dapat juga disahkan anak di luar
kawin yang telah diakui menurut undang-undang: 1?. bila anak itu lahir dari
orang tua, yang karena kematian salah seorang dari mereka, perkawinan mereka
tidak jadi dilaksanakan; 2?. bila anak itu dilahirkan oleh seorang ibu, yang
termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu; bila ibunya
meninggal dunia, atau bila ada keberatan-keberatan penting terhadap perkawinan
orang tua itu, menurut pertimbangan pemerintah. (KUHPerd. 272, 276, 278.)
276. (s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam hal-hal seperti yang
dinyatakan dalam dua pasal yang tersebut terakhir, Mahkamah Agung, bila
menganggap perlu, sebelum memberikan nasihatnya, harus mendengar atau
memerintahkan untuk mendengar keluarga sedarah si pemohon, dan bahkan dapat
memerintahkan, bahwa permohonan pengesahan itu diumumkan dalam Berita Negara.
(KUHPerd. 290.)
277. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengesahan
anak, baik dengan menyusulnya perkawinan orang tuanya maupun dengan surat
pengesahan menurut pasal 274, menimbulkan akibat, bahwa terhadap anak-anak itu
berlaku ketentuan undang-undang yang sama, seakan-akan mereka dilahirkan dalam
perkawinan itu. (KUHPerd. 852.)
278. (s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam hal-hal yang diatur
dalam pasal 275, pengesahan itu hanya berlaku mulai hari diberikannya surat
pengesahan dari pemerintah; hal itu tidak boleh berakibat merugikan anak-anak
sah sebelumnya dalam hal pewarisan, demikian pula hal itu tidak berlaku bagi
keluarga sedarah lainnya dalam hal pewarisan, kecuali bila mereka yang terakhir
ini telah menyetujui pemberian surat pengesahan itu. (KUHPerd. 852dst.)
279. Dengan cara yang sama dan menurut ketentuan-ketentuan
yang sama seperti yang tercantum dalam pasal-pasal yang lalu, anak yang telah
meninggal dan meninggalkan keturunan, boleh juga disahkan; pengesahannya itu
berakibat menguntungkan keturunan itu. (KUHPerd. 272, 274, 842, 852.)
Bagian 3
Pengakuan anak-anak luar kawin
280. Dengan pengakuan terhadap anak di luar kawin,
terlahirlah hubungan perdata antara anak itu dan ayah atau ibunya. (KUHPerd. 30
dst., 40, 47, 272 dst., 306, 319, 328, 363, 363, 862, 871, 873, 908, 916.)
281. Pengakuan terhadap anak di luar kawin dapat dilakukan
dengan suatu akta otentik, bila belum diadakan dalam akta kelahiran atau pada
waktu pelaksanaan perkawinan. (Not. 37a.) Pengakuan demikian dapat juga
dilakukan dengan akta yang dibuat oleh pegawai catatan sipil, dan didaftarkan
dalam daftar kelahiran menurut hari penandatanganan. Pengakuan itu harus
dicantumkan pada tepi akta kelahiran, bila akta itu ada. (KUHPerd. 40, 272,
862, 908, 1868; BS. 41, 53, 61-9?.) Bila pengakuan anak itu dilakukan dengan
akta otentik lain, tiap-tiap orang yang berkepentingan berhak minta agar hal
itu dicantumkan pada tepi akta kelahirannya. Bagaimanapun kelalaian mencatatkan
pengakuan pada tepi akta kelahiran itu tidak boleh dipergunakan untuk membantah
kedudukan yang telah diperoleh anak yang diakui itu.
282. Pengakuan anak di luar kawin oleh orang yang masih di
bawah umur tidak ada harganya, kecuali jika orang yang masih di bawah umur itu
telah mencapai umur genap sembilan belas tahun, dan pengakuan itu bukan akibat
dari paksaan, kekeliruan, penipuan atau bujukan. (BS. 42.) Namun anak perempuan
di bawah umur boleh melakukan pengakuan itu, sebelum dia mencapai umur sembilan
belas tahun. (KUHPerd. 29, 108, 330, 446, 452, 1321, 1446, 1449.)
283. Anak yang dilahirkan karena perzinahan atau penodaan
darah (incest), tidak boleh diakui, tanpa mengurangi ketentuan pasal 273
mengenai anak penodaan darah. (KUHPerd. 30 dst., 41, 252 dst., 272, 289, 867
dst.; BS. 42.)
284. (s.d.u. dg. S. 1896-108.)(1) Tiada pengakuan anak di
luar kawin dapat diterima selama ibunya hidup, meskipun ibu itu termasuk
golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu, bila si ibu tidak
menyetujui pengakuan itu. (KUHPerd. 280 dst., 354.) Bila anak demikian itu
diakui setelah ibunya meninggal, pengakuan itu tidak mempunyai akibat lain
daripada terhadap ayahnya. (KUHPerd. 288.) Dengan diakuinya seorang anak di
luar kawin yang ibunya termasuk golongan Indonesia atau golongan yang disamakan
dengan itu, berakhirlah hubungan perdata yang berasal dari hubungan keturunan
yang alamiah, tanpa mengurangi akibat-akibat yang berhubungan dengan pengakuan
oleh si ibu dalam hal-hal dia diberi wewenang untuk itu karena kemudian kawin
dengan si ayah.
285. Pengakuan yang diberikan oleh salah seorang dari
suami-istri selama perkawinan untuk kepentingan seorang anak di luar kawin,
yang dibuahkan sebelum perkawinan dengan orang lain dari istrinya atau
suaminya, tidak dapat mendatangkan kerugian, baik kepada suami atau istri itu
maupun kepada anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan itu. Walaupun demikian,
pengakuan itu mempunyai akibat-akibat setelah pembubaran perkawinan, bila dari
perkawinan itu tidak ada seorang keturunan pun yang lahir. (KUHPerd. 199, 277.)
286. Semua pengakuan yang dilakukan oleh ayah atau ibunya,
demikian pula semua tuntutan akan kedudukan yang dilakukan oleh pihak si anak,
dapat dibantah oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan dalam hal itu.
(KUHPerd. 261 dst., 282.)
287. Dilarang menyelidiki siapa ayah seorang anak. (s.d.u.
dg. S. 1917-497.) Namun dalam hal kejahatan tersebut dalam pasal 285 sampai
dengan 288, 294 atau 332 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, bila saat
dilakukannya kejahatan itu bertepatan dengan saat kehamilan perempuan yang
terhadapnya, dilakukan kejahatan itu, maka atas gugatan pihak yang
berkepentingan, orang yang bersalah boleh dinyatakan sebagai ayah anak itu.
(KUHPerd. 252 dst.)
288. Menyelidiki siapa ibu seorang anak, diperkenankan.
Dalam hal itu, si anak wajib membuktikan bahwa dia adalah anak yang dilahirkan
ibu itu. Si anak tidak diperkenankan melakukan pembuktian dengan saksi-saksi,
kecuali bila telah ada bukti permulaan tertulis. (KUHPerd. 265, 1902, 1914.)
289. Tiada seorang anak pun diperkenankan menyelidiki siapa
ayah atau ibunya, dalam hal-hal di mana menurut pasal 283 pengakuan tidak boleh
dilakukan.
[sunting] Bab XIII - Kekeluargaan sedarah dan semenda
290. Kekeluargaan sedarah adalah pertalian kekeluargaan
antara orang-orang, di mana yang seorang adalah keturunan dari yang lain, atau
antara orang-orang yang mempunyai bapak asal yang sama. Hubungan kekeluargaan
sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran: setiap kelahiran disebut derajat.
(KUHPerd. 30, 872 dst., 877.)
291. Urutan derajat yang satu dengan derajat yang lain
disebut garis. Garis lurus adalah urutan derajat antara orang-orang, di mana
yang satu merupakan keturunan dari yang lain; garis menyimpang ialah urutan
derajat antara orang-orang, di mana yang seorang bukan keturunan dari yang lain
tetapi mereka mempunyai bapak asal yang sama.
292. Dalam garis lurus, dibedakan garis lurus ke bawah dari
garis lurus ke atas. Yang pertama merupakan hubungan antara bapak-asal dan
keturunannya; yang terakhir adalah hubungan antara seseorang dan mereka yang
menurunkannya. (KUHPerd. 842, 850, 852 dst., 857.)
293. Dalam garis lurus derajat-derajat antara dua orang
dihitung menurut banyaknya kelahiran; dengan demikian, dalam garis ke bawah,
seorang anak, dalam pertalian dengan ayahnya ada dalam derajat pertama, seorang
cucu ada dalam derajat kedua, dan demikianlah seterusnya; sebaliknya, dalam
garis ke atas, seorang bapak dan seorang kakek, sehubungan dengan anak dan
cucu, ada dalam derajat pertama dan kedua, dan demikianlah seterusnya.
294. Dalam garis menyimpang, derajat-derajat dihitung
dengan banyaknya kelahiran, mula-mula antara keluarga sedarah yang satu dan bapak-asal
yang sama dan terdekat, dan selanjutnya antara yang terakhir ini dan keluarga
sedarah yang lain; dengan demikian, dua orang bersaudara ada dalam derajat
kedua, paman dan keponakan ada dalam derajat ketiga, saudara sepupu ada dalam
derajat keempat, dan demikian seterusnya. (KUHPerd. 850.)
295. Kekeluargaan semenda adalah suatu pertalian
kekeluargaan karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari
suami-istri dan keluarga sedarah dari pihak lain. Antara keluarga sedarah pihak
suami dan keluarga
sedarah pihak istri dan sebaliknya tidak ada kekeluargaan
semenda. (KUHPerd. 30 dst., 322, 376.)
296. Derajat kekeluargaan semenda dihitung dengan cara yang
sama seperti cara menghitung derajat kekeluargaan sedarah. (KUHPerd. 293.)
297. Dengan terjadinya suatu perceraian, kekeluargaan
semenda antara salah satu dari suami-istri dan para keluarga sedarah dari pihak
yang lain tidak dihapuskan. (KUHPerd. 30 dst., 199, 322-2, 323.)
[sunting] Bab XIV - Kekuasaan orang tua
Bagian 1
Akibat-akibat kekuasaan orang tua terhadap pribadi si anak
298. Setiap anak, berapa pun juga umurnya, wajib
menghormati dan menghargai orang tuanya. (Rv. 582; IR. 211.) (s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak
mereka yang masih di bawah umur. Kehilangan kekuasaan orang tua atau kekuasaan
wali tidak membebaskan mereka dari kewajiban untuk memberi tunjangan menurut
besarnya pendapatan mereka guna membiayai pemeliharaan dan pendidikan anak-anak
mereka itu. Bagi yang sudah dewasa berlaku ketentuan-ketentuan yang terdapat
dalam Bagian 3 bab ini. (KUHPerd. 104, 145 dst., 193, 230, 320 dst., 328; S.
1911-55 jis. 1913-556, 1937-48.)
299. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 290, 421.) Selama
perkawinan orang tuanya, setiap anak sampai dewasa tetap berada dalam kekuasaan
mereka, sejauh mereka tidak dilepaskan atau dipecat dari kekuasaan itu.
(KUHPerd. 21, 35 dst., 104, 230, 330, 419, 424, 426, 430, 1367.)
300. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kecuali jika
terjadi pelepasan atau pemecatan dan berlaku ketentuan-ketentuan mengenai pisah
meja dan ranjang, si ayah sendiri yang melakukan kekuasaan itu.
Bila si ayah berada dalam keadaan tidak mungkin untuk
melakukan kekuasaan orang tua, kekuasaan itu dilakukan oleh si ibu, kecuali
dalam hal adanya pisah meja dan ranjang.
Bila si ibu ini juga tidak dapat atau tidak berwenang, maka
oleh pengadilan negeri diangkat seorang wali sesuai dengan pasal 359. (KUHPerd.
105, 230, 451, 496.)
301. (Dihapus dg S. 1927-31 jis. 390, 421; s.d.t. dg. S.
1938-622.) Tanpa mengurangi ketentuan dalam hal pembubaran perkawinan setelah
pisah meja dan ranjang, perceraian perkawinan, serta pisah meja dan ranjang,
orang tua itu wajib untuk tiap-tiap minggu, tiap-tiap bulan atau tiap-tiap tiga
bulan, membayar kepada dewan wali sebanyak yang ditetapkan oleh pengadilan
negeri atas tuntutan dewan itu, untuk kepentingan pemeliharaan dan pendidikan
anak mereka yang masih di bawah umur, pun sekiranya mereka tidak mempunyai
kekuasaan orang tua atau perwalian atas anak itu dan tidak dibebaskan atau
dipecatdari itu.
302. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila si ayah
atau si ibu yang melakukan kekuasaan orang tua mempunyai alasan-alasan yang
sungguh-sungguh untuk merasa tak puas akan kelakuan anaknya, maka pengadilan
negeri, atas permohonannya atau atas permohonan dewan wali, asal dewan ini
diminta olehnya untuk itu dan melakukannya untuk kepentingannya, boleh
memerintahkan penampungan anak itu selama waktu tertentu dalam suatu lembaga
negara atau swasta yang ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. Penampungan ini
dibiayai oleh orang yang melakukan kekuasaan orang tua, atau bila dia tidak
mampu, oleh anak itu; penampungan itu tidak boleh diperintahkan untuk lebih
lama dari enam bulan berturut-turut, bila pada waktu penetapan itu si anak
belum mencapai umur empat belas tahun, atau bila pada waktu penetapan itu
dicapai umur itu, paling lama satu tahun dan sekali-kali tidak boleh melewati
saat dia mencapai kedewasaan. Pengadilan negeri tidak boleh memerintahkan
penampungan sebelum mendengar dewan perwalian dan, dengan tidak mengurangi
ketentuan alinea pertama pasal 303, sebelum mendengar anak itu; bila orang tua
yang satu lagi tidak kehilangan kekuasaan orang tua, maka dia pun harus
didengar lebih dahulu, setidak-tidaknya dipanggil dengan sah. Alinea keempat
pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan tersebut terakhir.
303. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila si anak
itu tidak menghadap untuk didengar pada hari yang ditentukan, pengadilan negeri
harus menunda pemeriksaan itu sampai hari yang kemudian lantas ditentukan, dan
harus memerintahkan, agar pada hari itu anak itu dibawa ke hadapannya oleh
jurusita atau polisi; penetapan ini dilaksanakan atas perintah jawatan
kejaksaan; bila ternyata anak itu pada hari itu tidak menghadap, maka
pengadilan negeri, tanpa mendengar anak itu, boleh memerintahkan penampungan
atau menolaknya. Dalam hal ini tidak usah diindahkan tertib acara selanjutnya,
kecuali perintah untuk penampungan, yang tidak usah dinyatakan
alasan-alasannya. Bila pengadilan negeri, dalam penetapan, memutuskan bahwa
orang yang melakukan kekuasaan orang tua dan anak itu tidak mampu membiayai
penampungan itu, maka segala biaya dibebankan kepada negara. Penetapan yang
memerintahkan penampungan itu, harus dilaksanakan atas perintah jawatan
kejaksaan atas permohonan orang yang melakukan kekuasaan orang tua.
304. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dengan
penetapan Menteri Kehakiman, anak itu sewaktu-waktu boleh dilepaskan dari
lembaga seperti yang dimaksud dalam pasal 302, bila alasan penampungan itu
tidak ada lagi, atau bila keadaan jasmaninya atau keadaan rohaninya tidak mengizinkan
untuk tinggal lebih lama lagi di situ. Orang yang menjalankan kekuasaan orang
tua, tetap bebas untuk memperpendek waktu penampungan yang ditentukan dalam
perintah. Untuk perpanjangan, harus diindahkan lagi apa yang ditentukan dalam
pasal 302 dan pasal 303. Pengadilan negeri hanya boleh memerintahkan
perpanjangan itu tiap-tiap kali untuk jangka waktu yang tidak lebih dari enam
bulan berturut-turut; perintah itu tidak boleh diberikan sebelum kepala lembaga
tempat anak itu tinggal waktu permohonan untuk perpanjangan diajukan, atau
orang yang menggantikannya didengar atas permohonan itu, jika perlu secara
tertulis.
305. Hapus dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
306. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak di luar
kawin yang diakui secara sah sama sekali berada di bawah perwalian. Pasal 298
berlaku baginya. (KUHPerd. 280 dst.) (s.d.t. dg. S. 1938-622.) Ketentuan pasal
301 berlaku bagi orang yang telah mengakui anak luar kawin yang belum dewasa,
bila ia tidak melakukan kekuasaan perwalian atas anak itu tanpa dibebaskan atau
dipecat dari itu.
Bagian 2
Akibat-akibat kekuasaan orang tua terhadap barang-barang si
anak.
307. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang yang
melakukan kekuasaan orang tua atas seorang anak yang masih di bawah umur, harus
mengurus barang-barang kepunyaan anak itu, dengan tidak mengurangi ketentuan
pasal 237 dan alinea terakhir pasal 319e.
Ketentuan ini tidak berlaku terhadap barang-barang yang
dihibahkan atau diwasiatkan kepada anak-anak, baik dengan akta antara yang
sama-sama masih hidup maupun dengan surat wasiat, dengan ketentuan bahwa
pengurusan atas barang-barang itu akan dilakukan oleh seorang pengurus atau
lebih yang ditunjuk untuk itu di luar orang yang melakukan kekuasaan orang tua.
Bila pengurusan yang diatur demikian, karena alasan apa pun juga sekiranya,
hapus, maka barang-barang termaksud, beralih pengelolaannya kepada orang yang
melakukan kekuasaan orang tua. Meskipun ada pengangkatan pengurus-pengurus
khusus seperti di atas, orang yang melakukan kekuasaan orang tua mempunyai hak
untuk minta perhitungan dan pertanggungjawaban dari orang-orang tersebut selama
anaknya belum dewasa. (KUHPerd. 140, 300, 3852, 1019.)
308. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang yang
berdasarkan kekuasaan orang tua wajib mengurus barang-barang anak-anaknya,
harus bertanggungjawab, baik atas hak milik barang-barang itu maupun atas
pendapatan dari barang-barang demikian yang tidak boleh dinikmatinya. Mengenai
barang-barang yang hasilnya menurut undang-undang boleh dinikmatinya, ia hanya
bertanggung jawab atas hak miliknya. (KUHPerd. 311, 840.)
309. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dia tidak boleh
memindahtangankan barang-barang anak-anaknya yang masih di bawah umur, kecuali
dengan mengindahkan peraturan-peraturan yang diatur dalam Bab XV Buku Pertama
mengenai pemindahtanganan barang-barang kepunyaan anak-anak di bawah umur.
(KUHPerd. 393 dst., 1685; LN. 1953-86, pasal 7 di bawah KUHPerd. 383.)
310. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam hal-hal
di mana dia mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan
anak-anaknya yang di bawah umur, maka anak-anak ini harus diwakili oleh
pengampu khusus yang diangkat untuk itu oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 260,
366, 370.)
311. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Ayah atau ibu
yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, berhak menikmati hasil dari
barang-barang anak-anaknya yang belum dewasa. (S. 1927-31.) Dalam hal orang tua
itu, baik si ayah maupun si ibu, dilepaskan dari kekuasaan orang tua atau
perwalian, kedua orang tua itu berhak untuk menikmati hasil dari harta kekayaan
anak-anak mereka yang masih di bawah umur.
Pembebasan si ayah atau si ibu yang melakukan kekuasaan
orang tua atau perwalian, sedang orang tua yang lainnya telah meninggal atau
dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua atau perwalian, tidak
berakibat terhadap hak menikmati hasil. (KUHPerd. 127, 206, 237, 299 dst., 308,
313, 321, 390, 496, 756 dst., 809, 840; LN. 1953-86, pasal 7 di bawah KUHPerd.
393.)
312. Dengan hak menikmati hasil itu, terkait kewajiban-kewajiban
berikut:
1. hal-hal yang diwajibkan bagi pemegang hak pakai hasil;
(KUPerd. 782 dst., 7852.) 2. pemeliharaan dan pendidikan anak-anak itu, sesuai
dengan harta kekayaan mereka yang disebut terakhir; (KUHPerd. 2982.) 3.
pembayaran semua angsuran dan bunga atas uang pokok; (KUHPerd. 511-2, 796,
800.) 4. biaya penguburan si anak. (KUHPerd. 127.)
313. Hak menikmati hasil tidak terjadi: (LN. 1953-86, pasal
7 di bawah KUH-Perd. 383.)
1. terhadap barang-barang yang diperoleh anak-anak itu
sendiri dari pekerjaan dan usaha sendiri; 2. terhadap barang-barang yang
dihibahkan dengan akta semasa pewaris masih hidup atau dihibahkan dengan wasiat
kepada mereka, dengan persyaratan tegas, bahwa kedua orang tua mereka tidak
berhak menikmati hasilnya. (KUH-Perd. 307, 318, 840.)
314. Hak menikmati hasil berhenti dengan-kematian anak-anak
itu. (KUHPerd.
807 dst., 809.)
315. Si ayah atau si ibu yang hidup terlama, sekiranya
telah lalai untuk menyelenggarakan pendaftaran sesuai dengan pasal 127, oleh
kelalaian itu kehilangan hak menikmati hasil atas seluruh barang-barang
kepunyaan anak-anaknya yang masih di bawah umur. (KUHPerd. 318.)
316, 317. Hapus dg. S. 1927-31 jis, 390, 421.
318. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila hak
menikmati hasil itu hilang berdasarkan pasal 315, pengadilan negeri boleh
menetapkan pembayaran kepada orang tua yang hidup terlama suatu tunjangan
tahunan dari pendapatan anak-anaknya agar dipergunakan untuk memajukan
pendidikan mereka selama mereka masih di bawah umur. (F. 21-5.)
319. Ayah atau ibu anak-anak di luar kawin yang diakui
secara sah, tidak mempunyai hak menikmati hasil atas banrang-barang kepunyaan
anak-anak itu. (KUHPerd. 306, 328, 353.)
Dengan S. 1927-31 jis. 390, 421 bagian berikut ini
ditambahkan:
Bagian: 2a
Pembebasan, dan pemecatan dari kekuasaan orang tua.
319a. Si ayah atau si ibu yang melakukan kekuasaan orang
tua, dapat dibebaskan dari kekuasaan orang tua, baik terhadap semua anak-anak
maupun terhadap seorang anak atau lebih, atas permohonan dewan perwalian atau
atas tuntutan jawatan kejaksaan, bila ternyata bahwa dia tidak cakap atau tidak
mampu memenuhi kewajibannya untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya, dan
kepentingan anak-anak itu tidak berlawanan dengan pembebasan itu berdasarkan
hal lain. (KUHPerd. 382c, 416a.)
Bila hakim menganggap perlu untuk kepentingan anak-anak,
masing-masing dari orang tua, sejauh belum kehilangan kekuasaan orang tua,
boleh dipecat dari kekuasaan orang tua, baik terhadap semua anak maupun
terhadap seorang anak atau lebih, atas permohonan orang tua yang lainnya atau
salah seorang keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak itu sampai dengan
derajat keempat, atau dewan perwalian, atau jawatan kejaksaan, atas dasar:
1. menyalahgunakan kekuasaan orang tua atau terlalu
mengabaikan kewajiban memelihara dan mendidik seorang anak atau lebih; 2.
berkelakuan buruk; 3. dijatuhi hukuman yang tak dapat ditarik kembali karena
sengaja ikut serta dalam suatu kejahatan dengan seorang anak di bawah umur yang
ada dalam kekuasaannya; (KUHP. 55 dst.) 4. dijatuhi hukuman yang tidak dapat
ditarik kembali karena melakukan suatu kejahatan yang tercantum dalam Bab XIII,
XIV, XV, XVIII, XIX, dan XX, Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
terhadap seorang di bawah umur yang ada dalam kekuasaannya; 5. dijatuhi hukuman
badan yang tidak dapat ditarik kembali untuk dua tahun atau lebih.
Dalam pasal ini pengertian kejahatan meliputi juga
keikutsertaan membantu dan percobaan melakukan kejahatan. (KUHP. 53 dst., 56.)
319b. Permohonan atau tuntutan yang dimaksud dalam pasal
yang lalu, harus memuat peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang menjadi
dasarnya, dan diajukan bersama dengan surat-surat yang diperlukan sebagai bukti
kepada pengadilan negeri di tempat tinggal orang tua yang dimintakan
pembebasannya atau pemecatannya, atau bila tidak ada tempat tinggal yang
demikian, kepada pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang terakhir, atau
bila permohonan atau tuntutan itu mengenai pembebasan atau pemecatan salah
seorang dari orang tua yang diserahi tugas melakukan kekuasaan orang tua
setelah pisah meja dan ranjang, kepada pengadilan negeri yang telah menangani
permohonan pisah meja dan ranjang. Dalam permohonan atau tuntutan itu, oleh
panitera pengadilan harus dicatat terlebih dahulu hari pengajuannya. Kemudian
salinan permohonan atau tuntutan itu beserta surat-surat tersebut di atas harus
disampaikan secepatnya oleh panitera pengadilan negeri kepada dewan perwalian,
kecuali bila permohonan atau tuntutan untuk pelepasan atau pemecatan itu
diajukan oleh dewan perwalian sendiri. (KUHPerd. 381.) Dalam permohonan atau
tuntutan akan pembebasan, sedapat-dapatnya diberitahukan juga dengan cara
bagaimana kekuasaan orang tua atau perwaliannya harus diatur, dan dalam setiap
permohonan atau tuntutan termaksud dalam pasal yang lalu, harus disebut juga
nama kedua orang tua, tempat tinggal dan tempat kediaman mereka sejauh hal ini
diketahui, nama dan tempat tinggal keluarga sedarah atau keluarga semenda, yang
menurut pasal 333 harus dipanggil, demikian pula nama dan tempat tinggal para
saksi yang kiranya dapat membuktikan peristiwa-peristiwa yang dikemukakan dalam
permohonan atau tuntutan tersebut. (KUHPerd. 19, 1895.) Pembebasan tidak boleh
diperintahkan, bila orang yang melakukan kekuasaan orang tua menentangnya.
319c. Pengadilan negeri mengambil keputusan, setelah
mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tua dan keluarga sedarah atau
semenda anak itu dan setelah mendengar dewan perwalian. Pengadilan negeri boleh
memerintahkan supaya saksi-saksi yang ditunjuk dan dipilih olehnya, baik dari
keluarga sedarah atau semenda maupun dari luar mereka, dipanggil untuk didengar
di bawah sumpah. (KUHPerd. 381a, 416a, 1895.) Bila kedua orang tua atau
saksi-saksi yang harus didengar bertempat tinggal di luar daerah hukum
pengadilan negeri, maka tugas mendengar itu boleh dilimpahkan dengan cara
seperti yang ditentukan bagi keluarga sedarah atau semenda dalam pasal 333.
Anak kalimat terakhir alinea keempat pasal 206 berlaku juga bagi kedua orang
tua. (KUHPerd. 334, 381a.)
319d. Semua panggilan harus dilakukan dengan cara seperti
yang ditentukan dalam pasal 333 bagi keluarga sedarah dan semenda; tetapi bila
harus dilakukan panggilan terhadap seseorang yang tempat tinggalnya tidak
diketahui, hal itu harus segera dipasang oleh panitera dalam satu atau beberapa
surat kabar yang ditunjuk oleh pengadilan negeri itu. Panggilan terhadap orang
yang pembebasannya atau pemecatannya dari kekuasaan orang tua dimohon atau
dituntut, harus disertai keterangan singkat tentang isi permohonan atau
tuntutan itu, kecuali bila tempat tinggalnya tidak diketahui. Bila perlu,
pengadilan negeri boleh juga mendengar orang-orang selain mereka yang telah
ditunjuk, sebagai saksi di bawah sumpah, pula orang-orang yang telah menghadap
pada hari yang ditentukan itu, dan boleh pula menetapkan akan memeriksa
saksi-saksi lebih lanjut; saksi-saksi terakhir ini harus ditunjuk dalam
penetapan itu dan harus dipanggil dengan cara yang sama.
319e. Selama pemeriksaan, setiap penduduk Indonesia yang
berwenang untuk melakukan perwalian itu dan setiap pengurus perkumpulan,
yayasan dan lembaga amal boleh mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri
supaya ditugaskan memangku perwalian itu. Pengadilan negeri boleh memerintahkan
pemanggilan mereka untuk didengar tentang surat permohonan itu. Alinea keempat
pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut. (KUHPerd. 381d.)
Jika permohonan atau tuntutan itu dikabulkan, suami atau istri orang yang
dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua, dengan sendirinya menurut
hukum harus melakukan kekuasaan orang tua, kecuali bila dia pun juga telah
dibebaskan atau dipecat. Namun demikian, pengadilan negeri, atas permohonan
dewan perwalian, atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, atau karena jabatan,
boleh membebaskannya juga dari kekuasaan orang tua, bila ada alasan untuk itu.
Terhadap pembebasan ini berlaku alinea terakhir pasal 319b. (KUHPerd. 374a.)
Bila terjadi pembebasan yang seperti itu, demikian pula bila suami atau
istrinya juga telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua, maka
pengadilan negeri harus mengadakan perwalian bagi anak-anak yang terlepas dari
kekuasaan orang tua. Dalam penetapan tentang pembebasan atau pemecatan itu,
orang tua yang kehilangan kekuasaan orang tua, harus dijatuhi hukuman
memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban kepada istrinya atau suaminya,
atau kepada dewan perwalian. Bila anak-anak yang diserahkan kepada kekuasaan
orang tua atau perwalian beberapa orang, mempunyai hak milik bersama atas
barang-barang, pengadilan negeri boleh menunjuk salah seorang dari mereka atau
orang lain untuk mengurus barang-barang itu, dengan jaminan-jaminan yang
ditetapkan pengadilan negeri, sampai diadakan pemisahan dan pembagian menurut
Bab XVII Buku Kedua. (KUHPerd. 406a, 573.)
319f. Pemeriksaan perkara ini berlangsung dalam sidang
tertutup. Keputusan beserta alasan-alasannya harus diucapkan di muka umum
sesegera mungkin setelah pemeriksaan terakhir; keputusan ini boleh dinyatakan
dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau
tanpa jaminan, dan semuanya atas naskah aslinya. (Rv. 54 dst., 297.) Bila orang
yang dimohon atau dituntut pembebasannya atau pemecatannya itu atas panggilan
tidak datang, maka ia boleh mengajukan perlawanan dalam tiga puluh hari setelah
keputusan itu atau akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau yang dibuat untuk
melaksanakan hal itu disampaikan kepadanya, atau setelah ia melakukan suatu
perbuatan yang tak dapat tidak memberi kesimpulan, bahwa keputusan itu atau
permulaan pelaksanaannya telah diketahui olehnya. (Rv. 83.) Orang yang
permohonannya atau jawatan kejaksaan yang tuntutannya untuk pembebasan atau
pemecatan dari kekuasaan orang tua ditolak, dan orang yang dibebaskan atau
dipecat dari kekuasaan orang tua kendati telah menghadap setelah dipanggil,
demikian pula orang yang perlawanannya ditolak, boleh naik banding dalam waktu
tiga puluh hari setelah keputusan diucapkan. (Rv. 341.) Bila tujuan permohonan
atau tuntutan itu adalah pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua,
maka selama pemeriksaan, pengadilan negeri bebas untuk menunda sementara
pelaksanaan kekuasaan orang tua, seluruhnya atau sebagian, dan menyerahkan
wewenang atas diri dan barang-barang anak-anak itu, sekiranya pengadilan negeri
menganggap hal itu perlu, kepada istri atau suami orang yang digugat, atau
kepada orang yang ditunjuk oleh dewan perwalian, atau kepada dewan perwalian.
(KUHPerd. 416a.) Terhadap penetapan termaksud dalam alinea yang lalu tidak
diperkenankan mengajukan perlawanan atau naik banding. Penetapan itu tetap
berlaku sampai keputusan tentang pemecatan memperoleh kekuatan hukum yang
pasti. Biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak di bawah umur, yang
menurut alinea kelima harus dikeluarkan oleh orang yang ditunjuk oleh
pengadilan negeri, atau oleh dewan perwalian, boleh diambil dari harta kekayaan
dan pendapatan anak-anak yang masih di bawah umur, dan jika anak-anak itu tidak
mampu, dari harta kekayaan dan pendapatan orang tua mereka; kedua orang tua ini
bertanggung jawab atas biaya-biaya itu secara tanggung-menanggung. Orang yang
mengajukan tuntutan di muka hakim untuk perhitungan dan pertanggungjawaban
demikian, harus dianggap telah mendapat izin dari hakim untuk berperkara secara
cuma-cuma. Ketentuan ini tidak berlaku bagi orang yang mengajukan kembali
tuntutannya yang telah ditolak. (Rv. 872 dst., 890a.)
319g. (s.d.u. dg. S. 1928-546.) Orang yang telah dilepaskan
atau dipecat dari kekuasaan orang tua, baik atas permohonan sendiri maupun atas
permohonan mereka yang berwenang untuk memohon pembebasan atau pemecatan menurut
pasal 319a, atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, boleh diberi kekuasaan orang
tua kembali atau diangkat menjadi wali atas anak-anaknya yang masih di bawah
umur, bila ternyata, bahwa peristiwa-peristiwa yang telah mengakibatkan
pembebasan atau pemecatan, tidak lagi menjadi halangan untuk pemulihan atau
pengangkatan itu. Demikian pula, orang yang telah dibebaskan atau dipecat dari
perwalian atas anak-anaknya sendiri dan kemudian kawin kembali dengan suami
atau istri yang dahulu, selama perkawinan itu, boleh diberi kekuasaan orang tua
kembali. Permohonan atau tuntutan untuk itu harus diajukan kepada pengadilan
negeri yang dulu menangani permohonan atau tuntutan untuk pembebasan atau
pemecatan, kecuali bila yang dibebaskan atau dipecat itu pisah meja dan ranjang,
atau perkawinannya dibubarkan oleh perceraian perkawinan atau setelah pisah
meja dan ranjang; dalam hal kekecualian ini, semua permohonan atau tuntutan
harus diajukan kepada pengadilan negeri yang telah menangani permohonan atau
tuntutan untuk pisah meja dan ranjang, perceraian atau pembubaran perkawinan.
Pengadilan negeri, sebelum mengambil keputusan, harus mendengar atau memanggil
dengan sah, jika mungkin, kedua orang tua, keluarga sedarah atau semenda dari
anak-anak, beserta dewan perwalian; bila anak-anak itu berada di bawah
perwalian, yang harus didengar atau dipanggil dengan sah adalah wali atau
pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga amal yang ditugaskan melakukan
perwalian, dan wali pengawasnya. Bila perlu, pengadilan negeri boleh memerintahkan
agar saksi-saksi yang dipilih, baik dari keluarga sedarah maupun dari keluarga
semenda, didengar di bawah sumpah. (KUHPerd. 381a, 461a, 1895.) Bila
saksi-saksi yang harus didengar itu bertempat tinggal atau berkediaman di luar
daerah hukum pengadilan negeri yang memeriksa permintaan, maka pemeriksaan
boleh dilimpahkan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap
keluarga sedarah dan semenda. Ketentuan dalam anak kalimat terakhir dari alinea
keempat pasal 206 berlaku, kecuali bagi para saksi. Pemeriksaan perkara ini
dilakukan dalam sidang tertutup. Keputusan beserta alasan-alasannya harus
diucapkan di muka umum. Keputusan itu boleh dinyatakan dapat dilaksanakan
segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan, semuanya
atas naskah aslinya. (Rv. 54 dst., 297.) Terhadap keputusan yang mengabulkan
permohonan atau tuntutan, orang tua yang dengan itu kehilangan kekuasaan orang
tua atau perwaliannya, bila dia telah tidak menghadap atas panggilan, boleh
melakukan perlawanan dalam tiga puluh hari setelah keputusan itu atau suatu
akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau untuk pelaksanaannya telah
disampaikan kepadanya pribadi, atau setelah dia melakukan suatu perbuatan yang
tak dapat tidak memberi kesimpulan, bahwa keputusan itu atau pelaksanaannya
yang telah dimulai diketahui olehnya. (Rv. 83.) Dalam waktu tiga puluh hari
setelah keputusan diucapkan, permohonan banding boleh diajukan oleh orang yang
permohonannya ditolak, atau oleh jawatan kejaksaan yang tuntutannya ditolak, demikian
pula oleh orang yang perlawanannya ditolak, serta oleh orang yang telah
didengar dan meskipun menentangnya, terhadapnya permohonan dan tuntutan itu
dikabulkan (Rv. 341.)
319h. Bila anak-anak yang masih di bawah umur tidak
nyata-nyata berada dalam kekuasaan orang atau pengurus perkumpulan, yayasan
atau lembaga amal, yang mendapat tugas melakukan kekuasaan orang tua atau
perwalian berdasarkan keputusan hakim termaksud dalam bagian ini, atau dalam
kekuasaan orang atau dewan perwalian yang mungkin kepadanya anak-anak itu
dipercayakan berdasarkan penetapan termaksud dalam pasal 319f, alinea kelima,
maka dalam keputusan itu juga harus diperintahkan penyerahan anak-anak itu
kepada pihak yang berdasarkan keputusan itu mendapat kekuasaan atas anak-anak
yang masih di bawah umur itu. Bila orang yang memegang kekuasaan yang nyata
atas anak-anak yang di bawah umur itu menolak untuk menyerahkan anak-anak itu,
maka pihak yang menurut keputusan hakim mendapat kekuasaan atas anak-anak itu,
dapat berusaha agar penyerahan dilakukan oleh juru sita yang diserahi tugas
olehnya untuk melaksanakan keputusan itu. Keputusan itu tidak boleh
dilaksanakan sebelum disampaikan kepada pihak yang kekuasaannya atas anak-anak
itu dicabut, serta kepada pihak yang dalam kekuasaannya yang nyata anak-anak di
bawah umur itu berada. Bila terjadi perlawanan secara nyata, juru sita boleh
meminta bantuan polisi. Juru sita boleh memasuki tiap-tiap tempat anak-anak
yang di bawah umur berada atau diperkirakan berada; tetapi bila anak-anak yang
di bawah umur itu berada atau diperkirakan berada dalam rumah, yang dilarang
oleh penghuninya dimasuki atau yang pintu-pintunya terkunci, juru sita boleh
menghubungi kepala daerah setempat, atau pegawai yang ditunjuk oleh kepala
daerah itu, dan dalam kehadirannya masuk ke dalam rumah itu. Kehadiran kepala
daerah atau seorang pegawai dan apa yang dilakukan dalam kehadirannya
berdasarkan pasal ini, harus dicantumkan dalam berita acara pelaksanaan yang
harus ditandatangani juga olehnya.
319i. Jawatan kejaksaan, baik jika terjadi peristiwa yang
dapat menjadi alasan untuk mengadakan pemecatan dari kekuasaan orang tua,
maupun jika ada anak di bawah umur yang terlantar atau tanpa pengawasan, berhak
mempercayakan anak-anak di bawah umur itu untuk sementara kepada dewan perwalian,
sampai pengadilan mengangkat seorang pemangku kekuasaan orang tua atau
perwalian, atau sampai pengadilan menetapkan tidak perlu diadakan pengangkatan
dan ketetapan ini mendapat kekuatan tetap. Ketentuan alinea ketujuh dan
kedelapan pasal 319f berlaku dalam hal ini. (KUHPerd. 416a.)Bila jawatan
kejaksaan mempergunakan wewenang termaksud di atas sebelum mengajukan
permohonan atau tuntutan untuk pemecatan itu, kepada hakim dia wajib mengajukan
tuntutan itu sesegera mungkin. Perintah untuk menyerahkan pengawasan anak yang
masih di bawah umur kepada dewan perwalian, menghentikan pelaksanaan kekuasaan
orang tua sejauh hal itu mengenai diri anak itu. Bila pihak yang bersangkutan
menolak untuk menyerahkan anak yang di bawah umur itu kepada dewan perwalian, maka
jawatan kejaksaan berhak memerintahkan juru sita membawa anak itu kepada dewan
perwalian atau memerintahkan polisi untuk melaksanakan surat perintahnya.
Ketentuan alinea ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku juga dalam hal
ini. (S. 1928-179.)
319j. (s.d.u. dg. S. 1938-622.) Orang yang dibebaskan atau
dipecat dari kekuasaan orang tua, wajib memberikan tunjangan kepada dewan
perwalian untuk biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang telah ditarik
dari kekuasaannya, tiap-tiap minggu, tiap-tiap bulan, atau tiap-tiap tiga
bulan, sebesar jumlah yang ditentukan oleh pengadilan negeri atas permohonan
dewan perwalian. Bila penentuan tunjangan itu telah dimohon oleh dewan
perwalian dalam permohonan untuk pelepasan atau pemecatan dari kekuasaan orang
tua kepada pengadilan negeri, atau telah dimohon selama berjalan pemeriksaan
termaksud dalam pasal 319e, maka pengadilan harus menentukan tunjangan itu
dalam penetapan yang menyatakan pelepasan atau pemecatan itu. (KUHPerd. 298.)
(Alinea kedua-kelima dihapus dg. S. 1938-622.)
319k. (s.d.u. dg. S. 1938-622.) Tiap-tiap keputusan yang
mengandung pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua, harus segera
diberitahukan oleh panitera berupa salinan kepada pihak yang menerima kekuasaan
orang tua itu atau kepada pihak yang ditugaskan untuk melakukan perwalian,
demikian pula kepada dewan perwalian.
Pemberitahuan yang sama harus dilakukan oleh panitera
tentang penetapan-penetapan pengadilan termaksud dalam pasal yang lalu. (Alinea
ketiga-kedelapan dihapus dg. S. 1938-622.)
319l. Hapus dg. S. 1928-622.
319m. Segala surat-surat permohonan, tuntutan, penetapan,
pemberitahuan dan semua surat lain yang dibuat untuk memenuhi
ketentuan-ketentuan dalam bagian ini, bebas dari meterai. Segala permohonan
termaksud dalam bagian ini, yang diajukan oleh dewan perwalian, harus diperiksa
oleh pengadilan dengan cuma-cuma, dan salinan-salinan yang diminta oleh
dewan-dewan itu untuk kepentingan tugas yang diperintahkan kepadanya, harus
diberikan oleh panitera kepada mereka secara bebas dari segala biaya.
Bagian 3
Kewajiban-kewajiban timbal-balik antara kedua orang tua
atau keluarga sedarah dalam garis ke atas dan anak-anak beserta keturunan
mereka selanjutnya
320. Anak tidak berhak menuntut kedudukan yang tetap dari
orang tuanya dengan cara menyediakan segala sesuatu untuk itu sebelum ia kawin,
atau dengan cara lain. (KUHPerd. 104, 298, 1096.)
321. Setiap anak wajib memberi nafkah orang tua dan
keluarga sedarahnya dalam garis ke atas, bila mereka ini dalam keadaan miskin.
(KUHPerd. 311, 323, 329, 1282, 1296, 1429-31; Rv. 749-3.)
322. Menantu laki-laki dan perempuan juga, dalam hal-hal
yang sama, wajib memberi nafkah kepada mertua mereka, tetapi kewajiban ini
berakhir:
1. bila si ibu mertua melangsungkan perkawinan kedua; 2.
bila suami atau istri yang menimbulkan hubungan keluarga semenda itu, dan
anak-anak dari perkawinan dengan istri atau suaminya telah meninggal dunia.
(KUHPerd. 107, 297, 323.)
323. Kewajiban-kewajiban yang timbul dari
ketentuan-ketentuan dua pasal yang lalu berlaku timbal-balik. (KUHPerd. 329.)
324 dan 325. Hapus. dg. S. 1938-622.
326. Bila orang yang wajib memberi nafkah itu membuktikan
bahwa ia tidak mampu menyediakan uang untuk itu, pengadilan negeri dapat
memerintahkan, setelah menyelidiki duduknya perkara, agar dia membawa orang
yang wajib dipeliharanya ke rumahnya dan menyediakan kebutuhannya di sana.
327. Bila si ayah atau si ibu menawarkan untuk memberi
nafkah dan memelihara di rumahnya anak yang wajib diberinya nafkah, maka ia
karena itu terbebas dari keharusan untuk memenuhi kewajiban itu dengan cara
lain. (KUHPerd. 104 dst., 326.)
328. Anak di luar kawin yang diakui menurut undang-undang
wajib memelihara orang tuanya. Kewajiban ini berlaku timbal-balik. (KUHPerd.
280, 319, 323, 867.)
329. Perjanjian-perjanjian di mana dilepaskan hak untuk
menikmati nafkah adalah batal dan tidak berlaku. (AB.23.) Berdasarkan S.
1938-622, mb. 22 Des. 1938, ditambahkan bab berikut:
Bab XIVa - Penentuan, perubaran dan pencabutan tunjangan
nafkah
329a. Nafkah yang diwajibkan menurut buku ini, termasuk
yang diwajibkan untuk pemeliharaan dan pendidikan seorang anak di bawah umur,
harus ditentukan menurut perbandingan kebutuhan pihak yang berhak atas
pemeliharaan itu, dengan pendapatan dan kemampuan pihak yang wajib membayar,
dihubungkan dengan jumlah dan keadaan orang-orang yang menurut buku ini menjadi
tanggungannya.
329b. Penetapan mengenai tunjangan, atas tuntutan pihak
yang dihukum untuk membayar nafkah atau atas tuntutan pihak yang harus diberi
nafkah, boleh diubah atau dicabut oleh hakim. Perubahan atau pencabutan itu
harus didasarkan atas pertimbangan, bahwa perbandingan nyata antara kebutuhan
orang yang berhak atas nafkah itu di satu pihak dan pendapatan dan kekayaan
orang yang dihukum untuk membayar sehubungan dengan beban-beban yang menjadi
tanggungannya di lain pihak, sejak saat penetapan itu diberikan telah berubah
sedemikian mencolok, sehingga seandainya perbandingan yang berubah ini ada pada
saat tersebut, maka penetapan itu sedianya akan lain.
Dengan cara yang sama, peraturan yang telah dimufakati oleh
kedua pihak mengenai nafkah yang diwajibkan berdasarkan buku ini, boleh diubah
atau dicabut oleh hakim.
[sunting] Bab XV - Kebelumdewasaan dan perwalian
Bagian 1
Kebelumdewasaan
330. (s.d.u. dg. S. 1901-194 jo. S. 1905-552.). Yang belum
dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan
tidak kawin sebelumnya. (Lihat ketentuan lama dalam S. 1819-60, 1839-22; pada 1
Desember 1905 batas usia belum dewasa diubah dari 23 tahun menjadi 21 tahun.)
Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 tahun, maka mereka tidak
kembali berstatus belum dewasa. (s.d.u. dg. S. 1917-497, 1927-31 jis. 390,
421.) Mereka yang belum dewasa dan tidak di bawah kekuasaan orang tua, berada
di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara seperti yang diatur dalam Bagian
3, 4, 5 dan 6 dalam bab ini. (KUHPerd. 21, 29, 35, 61-1 dan 2, 298 dst., 306,
333, 365, 379-1, 419 dst., 424, 427 dst., 462, 897, 904 dst., 1006, 1046, 1073,
1446, 1448, 1677, 1798, 1912, 1973, 1987; BS. 13, 61-1 dan 2; Sv. 149; IR. 145,
278; RBg. 172, 580.)
Penentuan tentang arti "belum dewasa" yang
dipergunakan dalam beberapa peraturan undang-undang terhadap penduduk Indonesia
(Ord. 31 Jan. 1931) S. 1931-54. Untuk menghilangkan keragu-raguan yang
disebabkan oleh adanya Ordonansi tgl. 21 Desember 1917 dalam S. 1917-738, maka
Ordonansi ini dicabut kembali dan ditentukan sebagai berikut:
(1) Bila peraturan perundang-undangan menggunakan istilah
"belum dewasa", maka sejauh mengenai penduduk Indonesia, dengan
istilah ini dimaksudkan: semua orang yang belum genap 21 tahun dan yang
sebelumnya tidak pernah kawin. (2) Bila perkawinan dibubarkan sebelum mereka
berumur dua puluh dua tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa.
(3) Dalam pengertian perkawinan tidak termasuk perkawinan anak-anak. (Bdk.
ketentuan-ketentuan yang dahulu berlaku: S. 1819-60; 1839-22; S. 1917-738.)
Bagian 2
Perwalian pada umumnya
331. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam tiap
perwalian, hanya ada seorang wali, kecuali yang ditentukan dalam pasal 351 dan
pasal 361. (Ov. 66 dst., KUHPerd. 355, 365, 452.) Perwalian untuk anak-anak
dari bapak dan ibu yang sama, harus dipandang sebagai satu perwalian, sejauh
anak-anak itu mempunyai seorang wali yang sama. (KUHPerd. 319a, 380, 382c.)
331a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perwalian mulai berlaku:
1. bila oleh hakim diangkat seorang wali yang hadir, pada
saat pengangkatan itu dilakukan, atau apabila pengangkatan itu tidak
dihadirinya pada, waktu pengangkatan diberitahukan kepadanya; (KUHPerd. 359
dst.) 2. bila seorang wali diangkat oleh salah satu dari kedua orang tua, pada
saat pengangkatan itu, karena meninggalnya pihak yang mengangkat, memperoleh
kekuatan untuk berlaku dan pihak yang diangkat menyatakan kesanggupannya untuk
menerima pengangkatan tersebut; (KUHPerd. 323a, 365 dst.) 3. bila seorang
wanita bersuami diangkat menjadi wali, oleh hakim atau oleh salah seorang dari
kedua orang tua, pada saat ia, dengan bantuan atau kuasa dari suaminya atau
atas kuasa hakim, menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu; (KUHPerd. 332a,
332b.) 4. bila suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial, bukan atas
permintaan sendiri atau pernyataan bersedia, diangkat menjadi wali, pada saat
menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu; (KUHPerd. 332a, 365 dst.) 5.
dalam hal termaksud dalam pasal 358, pada saat pengesahan; 6. bila seorang
menjadi wali demi hukum, pada saat terjadinya peristiwa yang mengakibatkan
perwalian itu. (KUHPerd. 345, 3483, 351, 353, 375.)
Dalam segala hal, bila pemberitahuan tentang pengangkatan
wali ditentukan dalam pasal ini atau pasal-pasal lain, balai harta peninggalan
wajib melaksanakan pemberitahuan ini secepat-cepatnya.
331b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila bagi anak
belum dewasa yang ada di bawah perwalian, diangkat seorang wali lain atau
karena hukum orang lain menjadi wali, maka perwalian yang pertama berakhir pada
saat perwalian lain mulai berlaku, kecuali jika hakim menentukan saat lain.
Perwalian berakhir: (KUHPerd. 375.)
1. bila anak belum dewasa, setelah berada di bawah
perwalian, kembali kekekuasaan orang tua, karena ayah atau ibunya mendapat
kekuasaan kembali, pada saat penetapan sehubungan dengan itu diberitahukan
kepada walinya; (KUHPerd. 382d.) 2. (s.d.t. dg. S. 1928-546.) bila anak belum
dewasa, setelah berada di bawah perwalian, kembali di bawah kekuasaan orang tua
berdasarkan pasal-pasal 206b atau 323a, pada saat berlangsungnya perkawinan; 3.
bila anak belum dewasa yang lahir di luar perkawinan diakui menurut
undang-undang, pada saat berlangsungnya perkawinan yang mengakibatkan sahnya si
anak, atau pada saat pemberian surat pengesahan yang diatur dalam pasal 274;
(KUHPerd. 272 dst.) 4. bila dalam hal yang diatur dalam pasal 453 orang yang
berada di bawah pengampuan memperoleh kembali kekuasaan orang tuanya, pada saat
pengampuan itu berakhir.
332. (s.d.u. dg. S. 1927-32 jis. 390, 421.) Kecuali apa
yang ditentukan dalam pasal berikut, barangsiapa sehubungan dengan Bagian 8 dan
Bagian 9 dalam bab ini tidak dikecualikan atau dibebaskan dari perwalian, wajib
menerima perwalian tersebut.
Bila orang yang diangkat menjadi wali menolak atau lalai
menjalankan perwalian itu, balai harta peninggalan, sebagai pengganti dan atas
tanggung jawab si wali, harus melakukan tindakan-tindakan sementara guna
mengurus pribadi dan harta benda anak belum dewasa dengan cara seperti yang
diatur dalam instruksi untuk balai harta peninggalan. Dalam hal itu wali
bertanggungjawab atas tindakan-tindakan balai harta peninggalan, tanpa
mengurangi tuntutan terhadapnya. (KUHPerd. 360, 370, 378 dst., 388, 452, 1365.)
332a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Baik orang
yang diangkat menjadi wali oleh salah seorang dari kedua orang tua, maupun
wanita bersuami yang diangkat menjadi wali, tidaklah wajib menerimanya.
Pengangkatan itu tidak mengakibatkan suatu apa pun bila mereka tidak menyatakan
sanggup menerima. Pernyataan ini harus dilakukan di kepaniteraan pengadilan
negeri tempat tinggal si anak yang belum dewasa dalam waktu enam puluh hari,
setelah pengangkatan itu diberitahukan kepada mereka. Bila yang diangkat
bertempat tinggal sejauh lebih dari lima belas pal dari kepaniteraan pengadilan
negeri itu, pernyataan tersebut boleh diajukan secara tertulis di atas kertas
tanpa meterai.
Pemberitahuan, bila menyangkut wanita bersuami, harus
dilakukan baik kepadanya maupun kepada suaminya. Pemberitahuan tidak diwajibkan
bila di kepaniteraan pengadilan negeri telah dilakukan atau diajukan
pernyataan, bahwa pengangkatan itu ditolak. Ketentuan-ketentuan tersebut di
atas berlaku terhadap perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam
pasal 365, kecuali jika perwalian itu diperintahkan atas permintaan atau
kesanggupan mereka sendiri. (KUHPerd. 387, 355 dst., 377-9, 381b; Rv. 3�.)
332b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wanita
bersuami tidak boleh menjadi wali tanpa bantuan atau izin tertulis dari suami.
Bila si suami telah memberikan bantuan atau izin atau bila ia kawin dengan
wanita tersebut setelah perwalian dimulai, seperti halnya bila wanita tersebut
menurut pasal 112 atau pasal 114 telah menerima perwalian itu berdasarkan kuasa
hakim, maka si wali wanita bersuami itu, maupun wali wanita tidak bersuami
berhak melakukan segala tindakan perdata berkenaan dengan perwalian itu dan
bertanggungjawab, atas tindakan-tindakan itu, tanpa pemberian kuasa atau
bantuan apa pun juga. Perintah untuk melimpahkan perwalian kepada suatu
perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial memberikan kekuatan hukum kepada
perjanjian-perjanjian yang dilakukan wanita bersuami itu selaku pengurus
perwalian tersebut tanpa adanya bantuan atau pemberian kuasa suaminya.
(KUHPerd. 105, 109, 113, 3654.)
333. (s.d.u. dg. S. 1925-497; 1927-31 jis, 390, 421, 456.)
Bila sehubungan dengan ketentuan-ketentuan kitab undang-undang ini ikut
sertanya keluarga sedarah atau semenda dan anak belum dewasa diharuskan, maka
sedapat-dapatnya harus selalu dipanggil sejumlah empat orang, dipilih dari
keluarga terdekat dan sedapat-dapatnya dari garis kedua pihak, dengan catatan bahwa
yang dipanggil hakim adalah mereka yang bertempat tinggal atau berkediaman di
daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan; sedang bila dipandang perlu
mendengar anggota keluarga sedarah atau semenda yang bertempat tinggal atau
berkediaman di luar daerah hukum tersebut, pemanggilan dan pemeriksaan mereka
boleh dilimpahkan kepada pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya
orang-orang itu bertempat tinggal atau berkediaman atau kepada kepala daerah
setempat, yang akan mengirimkan berita acara yang dibuatnya kepada pengadilan
negeri tersebut pertama. Keluarga sedarah atau semenda yang harus dipanggil
adalah mereka yang telah dewasa dan bertempat tinggal atau berkediaman di
Indonesia. Semua panggilan termaksud dalam pasal ini dilakukan dengan surat tercatat.
(KUHPerd. 334, 338a, 358, 360, 393, 396, 400-403, 408, 422, 427, 438, 445, 452;
Wsk. 54; KUHP. 524.)
334. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setiap kali
diperlukan kehadiran para keluarga sedarah atau semenda dari anak belum dewasa,
mereka dapat diwakili oleh seorang kuasa khusus. Surat kuasa bebas dari bea
meterai. Yang diberi kuasa hanya boleh bertindak atas nama satu orang saja.
(KUHPerd. 382g, 1793 dst.; KUHP. 524.)
335. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam waktu
satu bulan setelah perwalian mulai berjalan atau bila sepanjang perwalian harta
anak belum dewasa sangat bertambah, dalam waktu satu bulan setelah mendapat
teguran dari balai harta peninggalan, setiap wali, kecuali perkumpulan, yayasan
dan lembaga sosial tersebut dalam pasal 365, atas kerelaan balai harta
pertinggalan tersebut dan guna menjamin pengurusan mereka, wajib menaruh suatu
ikatan jaminan, memberikan hipotek atau gadai, atau menambah jaminan yang telah
ada.Hipotek itu harus didaftarkan atas permintaan balai harta peninggalan.Dalam
hal perbedaan pendapat tentang cukup tidaknya jaminan yang ditaruh antara wali
dan balai harta peninggalan, pengadilan negeri memutuskannya atas permintaan
pihak yang lebih dulu siap memintanya.Bila harta anak belum dewasa dianggap
kurang, balai harta peninggalan berwenang untuk membebaskan si wali dari
kewajiban tersebut dalam alinea pertama pasal ini, tetapi sewaktu-waktu boleh
menuntut penaruhan jaminan menurut alinea pertama dan ketiga. (Ov. 19, 35; 68;
KUHPerd. 336 dst., 342 dst., 365, 371, 452, 1149-7, 1168, 1179, 1215, 1830;
Wsk. 51 dst.)
336. Bila wali lalai dalam waktu yang ditentukan dalam
alinea pertama pasal yang lalu untuk menaruh salah satu jaminan tersebut di
dalamnya, balai harta peninggalan harus melakukan pendaftaran hipotek atas
beban wali tersebut. (KUHPerd. 337.) Bila si wali berkeberatan karena
pendaftaran yang baru itu diambil untuk jumlah uang yang terlampau besar atau
atas barang-barang yang lebih banyak daripada seperlunya guna menjamin anak
belum dewasa, maka persoalan ini harus diputus oleh pengadilan negeri. (Ov. 36;
KUHPerd. 341, 344, 542; Wsk. 52 dst.)
337. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Baik wali yang
telah menanggung pendaftaran semacam itu maupun wali yang dengan sukarela telah
menaruh jaminan, setiap waktu berwenang untuk mengakhiri akibatnya dengan
meletakkan jaminan lain atas kerelaan balai harta peninggalan atau, dalam hal
adanya perbedaan pendapat dengan balai harta peninggalan tentang cukup tidaknya
jaminan yang ditawarkan, dengan keputusan pengadilan negeri menurut ketentuan
pasal 335. Bila soalnya diselesaikan di luar pengadilan, maka penghapusan
hipotek berlangsung berdasarkan tuntutan balai harta peninggalan; dalam hal
kebalikannya penghapusan itu dilakukan berdasarkan perintah hakim dan dilangsungkan
oleh penyimpan hipotek karena jabatannya dengan penunjukan perintah hakim.
(s.d.t. dg. S. 1872-42.) Wali itu boleh minta pengurangan jaminan yang telah
ditaruhnya, bila sepanjang pengurusan harta kekayaan anak belum dewasa sangat
mengalami kemerosotan di luar kesalahannya. Bila ada perbedaan pendapat tentang
hal itu antara wali dan balai harta peninggalan, pengadilan negeri
memutuskannya atas permintaan pihak yang lebih dulu memintanya.(KUHPerdata
344,452,Wsk.52)
338. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila dalam
tenggang waktu yang ditentukan untuk itu, wali lalai menaruh ikatan jaminan
atau gadai dan tidak memiliki harta benda tak bergerak yang cukup, maka atas
tuntutan balai harta peninggalan, pengurasan harta kekayaan anak belum dewasa
harus dicabut oleh pengadilan negeri, dan diberikan kepada balai harta
peninggalan, sampai wali memberikan jaminan secukupnya, yaitu bila atas
permintaan wali, pengadilan negeri, setelah mendengar balai harta peninggalan,
menyerahkan tugas tersebut kembali kepada wali. (Ov. 17, 19; KUHPerd. 341, 344,
452; Wsk. 52.)(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali yang telah dicabut
pengurusannya, tetap ditugaskan memelihara anak-anak yang belum dewasa dengan
dasar dan cara yang jika perlu akan ditentukan oleh pengadilan negeri, atas
usul balai harta peninggalan.(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Akan tetapi
bila pengurusan harta tak bergerak dari anak belum dewasa memerlukan pengawasan
terus-menerus, pengadilan negeri, setelah mendengar balai harta peninggalan,
dapat menentukan bahwa tugas pengurusan itu tetap pada si wali, asal saja wali
itu menyerahkan kepada balai harta peninggalan semua uang tunai, barang-barang
berharga dan surat-surat berharga milik si anak yang belum dewasa; dalam hal
yang demikian, balai harta peninggalan akan memberikan uang secukupnya kepada
wali untuk pemeliharaan dan pendidikan anak belum dewasa dan untuk keperluan
sehari-hari pengurusan barang-barang tak bergerak, dengan kewajiban pula bagi
wali supaya setiap tahun memberikan kepada balai harta peninggalan
pertanggungjawaban tentang pemakaian uang itu menurut cara yang ditetapkan
dalam pasal 372.
338a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali yang
berminat meninggalkan Indonesia, boleh mengajukan surat permohonan kepada
pengadilan negeri agar memperoleh pencabutan jaminan benda yang telah diberikan
olehnya atau yang telah diambil atas tanggungannya.Permohonan itu harus
didahului dengan pertanggungjawaban yang lengkap kepada balai harta peninggalan
menurut cara yang diatur dalam pasal 372 dan dalam surat permohonan itu harus
dilampirkan surat keterangan dari balai harta peninggalan, bahwa balai harta
peninggalan itu telah menyetujui pertanggungjawaban yang diserahkan
kepadanya.Pengadilan negeri akan mengeluarkan penetapan setelah mendengar balai
harta peninggalan dan keluarga sedarah beserta semenda. (KUHPerd. 333
dst.)Permohonan akan dikabulkan bila ternyata si wali telah memenuhi
kewajibannya sebagai wali.Bila karena ini pencabutan jaminan diizinkan, maka
jaminan itu harus diganti dengan penyerahan tanggungan; apabila hal ini tidak
bisa dijalankan, harus dilakukan menurut ketentuan-ketentuan pasal yang lalu.
339. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali itu
meninggalkan Indonesia bersama si anak yang belum dewasa, maka atas permintaan
wali tersebut dan setelah mendengar balai harta peninggalan, tugas pengurusan
yang dicabut menurut pasal 338, oleh pengadilan negeri boleh dikembalikan
kepadanya, seluruhnya atau sebagian, dengan penentuan sebagaimana dianggap
perlu oleh pengadilan negeri bagi kepentingan anak belum dewasa. (Ov. 19 dst.;
KUHPerd. 344, 452.)
340. Penanggung-penanggung yang diikatkan sedapat-dapatnya
bertempat tinggal dalam daerah hukum pengadilan negeri, tanpa mengurangi
syarat-syarat umum yang ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan.
(KUHPerd. 344, 452.)
341. Bila seorang penanggung meninggalkan Indonesia karena
pindah atau meninggal dunia, maka pengadilan negeri, atas permintaan balai
harta peninggalan, boleh memerintahkan kepada wali, supaya dalam tenggang waktu
yang ditetapkan oleh pengadilan negeri, ditunjuk penanggung baru, yang setelah
penunjukan diterima, penanggung yang pertama atau ahli warisnya demi hukum
bebas dari ikatan.Dalam hal si wali tidak mematuhi perintah itu, maka
berlakulah ketentuan pasal 336 dan pasal 338. (KUHPerd. 344, 452.)
342. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Penanggungan
dan hak gadai berakhir, dan hipotek-hipotek yang didaftarkan harus dihapuskan,
bila tugas pengurusan wali berakhir dan bila pertanggungjawaban pun berakhir
dengan memberi perhitungan, menyerahkan surat-surat dan membayar uang sisa.
(KUHPerdata. 335, 409, 413, 452, 1209)
343. Akta untuk penyelenggaraan pendaftaran hipotek dan
penghapusan yang harus dilakukan menurut bagian ini tidak dikenakan biaya dan
pajak, kecuali uang upah bagi penyimpan hipotek yang masuk tanggungan si anak
yang belum dewasa. (KUHPerd. 452.)
344. Segala penetapan pengadilan negeri tersebut dalam
bagian ini diambil atas surat permintaan, setelah mendengar pertimbangan
jawatan kejaksaan, tanpa adanya bentuk acara dan tidak dapat dimintakan
banding. (KUHPerd. 335-339, 341, 452.)
Bagian: 3
Perwalian oleh ayah dan ibu
345. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila salah satu
dari orang tua meninggal dunia, maka perwalian anak belum dewasa dipangku demi
hukum oleh orang tua yang masih hidup, sejauh orang tua ini tidak dibebaskan
atau dipecat dari kekuasaan orang tua. (KUHPerd. 140, 229, 299 dst., 368, 371,
379-3, 388, 390; Chin. 19.)
346, 347. Dicabut dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
348. Jika setelah suami meninggal dunia, istri menerangkan,
atau setelah dipanggil secara sah untuk itu, mengaku bahwa ia sedang
mengandung, maka balai harta peninggalan harus jadi pengampu atas buah
kandungan itu dan wajib mengadakan segala tindakan yang perlu dan yang mendesak
guna menyelamatkan dan mengurus harta kekayaannya, baik demi kebaikan anak bila
ia lahir hidup maupun demi kebaikan semua orang yang berkepentingan.
Bila anak itu lahir hidup, ketentuan-ketentuan biasa
tentang perwalian harus diperhatikan. (KUHPerd. 2, 359, 836, 899, 1679; Wsk. 44
dst.)
349, 350. Dicabut dg S. 1927-31 jis. 390, 421.
351. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali-ibu
kawin, maka suaminya, kecuali jika ia dikecualikan atau dipecat dari perwalian,
selama dalam perkawinan antara suami dan istri tidak ada pisah meja dan ranjang
atau tidak ada pisah harta benda, demi hukum menjadi wali peserta dan di
samping istrinya bertanggungjawab secara tanggung-menanggung sepenuhnya atas
segala perbuatan yang dilakukan setelah perkawinan berlangsung. Perwalian
peserta si suami berakhir, bila ia dipecat dari perwalian atau si ibu berhenti
sebagai wali. (KUHPerd. 331, 358, 366, 379.)
352. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali-bapak atau
wali-ibu yang kawin lagi, bila wali pengawas menghendakinya, sebelum atau
sesudah perkawinan itu dilangsungkan, wajib menyampaikan daftar lengkap harta
kekayaan anak belum dewasa kepada wali pengawas. Bila yang dimaksudkan dalam
alinea yang terdahulu tidak dipenuhi dalam waktu satu bulan, maka wali
pengawas, dengan melampirkan bukti tentang permintaannya untuk itu, boleh
mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri supaya wali itu dipecat;
pengadilan negeri harus membuat penetapan sesuai dengan permohonan itu, kecuali
bila dalam jangka waktu yang ditentukan oleh pengadilan negeri dan
diberitahukan kepadanya, si wali masih menyampaikan daftar yang dikehendakinya
kepada pengadilan negeri; ketetapan diambil tanpa suatu bentuk acara.
Sedapat-dapatnya dalam penetapan yang sama, yang berisi pemecatan itu, oleh
pengadilan negeri diangkat pula wali yang baru. (KUHPerd. 357, 360, 381.)
353. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Seorang anak
tidak sah, demi hukum berada di bawah perwalian ayahnya atau ibunya yang telah
dewasa dan telah mengakui anak itu, kecuali jika ayah atau ibu ini dikecualikan
dari perwalian, atau orang lain telah ditugaskan sebagai wali selama ayah atau
ibu itu belum dewasa, atau orang itu telah mendapat tugas sebagai wali sebelum
anak itu diakui. Bila pengakuan itu dilakukan oleh kedua orang tua, maka perwalian
terhadap anak itu, dengan pengecualian yang sama, dilakukan oleh orang tua yang
lebih dulu mengakui, dan bila pengakuan itu dilakukan pada waktu yang sama, si
ayahlah yang memangku perwalian. Bila orang tua yang melakukan perwalian
berdasarkan ketentuan-ketentuan yang lalu meninggal dunia, dipecat dari
perwalian, ditempatkan di bawah pengampuan, atau dalam hal tersebut dalam pasal
354 tidak dipertahankan sebagai wali atau tidak diangkat sekali lagi sebagai
wali, maka orang tua yang satu lagi demi hukum menjadi wali, kecuali jika ia
telah dikecualikan atau dipecat dari perwalian atau telah kawin. Bila si ayah
atau si ibu yang menurut ketentuan yang lalu memangku perwalian tidak hadir,
maka pengadilan negeri harus mengangkat seorang wali. Bila si ayah atau si ibu
yang tidak dikecualikan atau dibebaskan dari perwalian dan telah kawin dan oleh
karena itu menurut alinea yang lalu demi hukum tidak memangku perwalian,
mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri supaya diangkat menjadi wali,
maka pengadilan negeri harus mengabulkannya, kecuali jika kepentingan anak
tidak mengizinkannya; pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar
atau memanggil dengan sah suami atau istri si pemohon dan, jika orang tua yang
lain masih hidup, juga dia dan wali pengawas. Terhadap pemeriksaan orang-orang
ini berlaku ketentuan alinea keempat pasal 206. Terhadap wali-ibu atas anak di
luar kawin yang diakui dan terhadap suaminya berlaku pasal 351, kecuali bila
karena perkawinan tersebut anak menjadi sah. (KUHPerd. 280, 299 dst, 306, 363.)
354. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila orang yang
melakukan perwalian terhadap anak di luar kawin yang telah diakuinya, hendak
kawin, maka kecuali jika dengan perkawinan itu anaknya akan menjadi sah, ia
harus mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri, supaya dapat meneruskan
perwalian. Pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau
memanggil dengan sah orang tua yang lain, sekiranya ia telah mengakui anak itu,
dan juga wali pengawas. Terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut berlaku
alinea keempat pasal 206. Orang yang lalai memenuhi ketentuan termuat dalam
kalimat pertama alinea pertama, demi hukum kehilangan haknya untuk menjadi
wali; kedua suami-istri bertanggung jawab secara tanggung-menanggung sepenuhnya
atas segala akibat perwalian, yang dilakukannya tanpa hak. Kehilangan hak untuk
menjadi wali seperti yang ditentukan di atas, tidak menghalang-halangi orang
yang berdasarkan alinea yang lalu kehilangan perwalian, sekiranya ada
alasan-alasan, untuk diangkat oleh pengadilan negeri menjadi wali, dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Bagian 5 bab ini. KUHPerd. 280 dst.,
248; BS. 42.)
354a. (s.d.t. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila perwalian
diserahkan kepada orang lain dalam salah satu hal yang dimaksudkan dalam alinea
pertama pasal 353, maka ayah yang telah dewasa atau ibu yang telah dewasa dari
anak tidak sah yang diakuinya, sejauh mereka tidak dikecualikan, dibebaskan
atau dipecat dari perwalian, boleh mengajukan permohonan kepada pengadilan
negeri supaya diangkat menjadi wali sebagai pengganti wali yang lain itu.
Pengadilan negeri mengambil ketetapan atas permohonan itu setelah mendengar
atau memanggil dengan sah si pemohon, wali, wali pengawas, suami atau istri
pemohon bila pemohon ini telah kawin lagi, dan orang tua yang lain bila ia ikut
mengakui si anak dan masih hidup, serta dewan perwalian. Pengadilan negeri
mengabulkan permohonan ini, kecuali jika ada kekhawatiran yang berdasar, bahwa
si ayah dan si ibu akan melalaikan si anak. Ketentuan dalam kalimat terakhir
pasal 253 berlaku dalam hal ini. Terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut di
atas berlaku ketentuan alinea keempat pasal 206 dengan penyesuaian sekadarnya.
Bagian 4
Perwalian yang diperintahkan oleh ayah atau ibu
355. (s.d.u, dg. S. 927-31 jis. 390, 421.) Masing-masing
orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua atau perwalian atas seorang atau
beberapa orang anaknya, berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anaknya itu,
jika sesudah ia meninggal dunia, demi hukum atau karena penetapan hakim yang
dimaksud dalam alinea terakhir pasal 353, perwalian tidak dilakukan pihak lain
dari orang tua. Badan hukum tidak boleh diangkat menjadi wali. Pengangkatan
dilakukan dengan wasiat atau dengan akta notaris yang dibuat semata-mata untuk
keperluan itu. Dalam hal ini boleh diangkat beberapa orang dengan urutan
pengangkatan, sehingga yang diangkat belakangan bertindak sebagai wali, bila
yang lebih dulu tidak ada. (Ov. 67; KUHPerd. 140, 331, 358, 368.)
356. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengangkatan seorang
wali tidak mempunyai akibat apa pun bila orang tua yang melakukan pengangkatan
itu pada saat meninggal dunia tidak melakukan perwalian atas anak-anaknya atau
tidak menjalankan kekuasaan orang tua. (KUHPerd. 431, 941, 1898.)
357. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pasal 319g dan
pasal 382d tetap berlaku, juga bila yang bertindak sebagai wali adalah orang
yang diangkat oleh salah seorang dari kedua orang tua. Bila selama pengampuan
salah seorang dari kedua orang tua yang karena sebab lain belum pernah
kehilangan kekuasaan orang tua atau perwalian, orang tua yang lain telah
mengangkat seorang wali dan meninggal dunia, maka perwalian dari wali yang
diangkat itu berakhir demi hukum, dengan berakhirnya pengampuan. (KUHPerd.
331b.)
358. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengangkatan
seorang wali bagi anak di luar kawin yang dengan sah diakui oleh ayah atau
ibunya yang telah dipertahankan sebagai wali atau telah diangkat menjadi wali
lagi, tidak mempunyai kekuatan, kecuali bila disahkan oleh pengadilan negeri.
(KUHPerd. 333 dst., 355.)
Bagian 5
Perwalian yang diperintahkan oleh pengadilan negeri
359. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bagi anak belum
dewasa yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua dan yang perwaliannya
sebelumnya tidak diatur dengan cara yang sah, pengadilan negeri harus
mengangkat seorang wali, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para
keluarga sedarah dan semenda. (KUHPerd. 333 dst.) Bila pengangkatan itu
diperlukan karena ketidakmampuan untuk sementara waktu melakukan kekuasaan
orang tua atau perwalian, maka oleh pengadilan negeri diangkat juga seorang
wali untuk waktu selama ketidakmampuan itu ada. Wali ini diberhentikan lagi
oleh pengadilan negeri atas permohonan orang yang digantinya bila alasan-alasan
yang menyebabkan ia diangkat, tidak ada lagi. Bila pengangkatan itu diperlukan
karena si ayah atau si ibu tidak diketahui ada tidaknya, tempat tinggal atau
tempat kediaman mereka, maka oleh pengadilan negeri diangkat juga seorang wali.
Atas permohonan orang yang digantinya, wali ini diberhentikan oleh pengadilan
negeri, bila alasan yang menyebabkan pengangkatan tidak ada lagi. Atas
permohonan ini pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau
memanggil dengan sah pemohon, wali, wali pengawas, para keluarga sedarah atau
semenda anak belum dewasa, dan dewan perwalian; bila permohonan ini menyangkut
perwalian anak di luar kawin, maka pengadilan negeri mengambil ketetapan
setelah mendengar atau memanggil dengan sah, sebagaimana diatur dalam pasal
354a. Permohonan dikabulkan, kecuali jika ada kekhawatiran yang berdasar
kalau-kalau si ayah atau si ibu menelantarkan si anak. Terhadap pemeriksaan
orang-orang ini, ketentuan dalam alinea keempat pasal 206 berlaku dengan
sekedar penyesuaian. Selama perwalian termaksud dalam alinea kedua dan ketiga
berjalan, penunaian kekuasaan orang tua ditangguhkan. Dalam hal diperlukan
pengangkatan seorang wali, maka bila perlu, oleh balai harta peninggalan, baik
sebelum maupun setelah pengangkatan itu, diadakan tindakan-tindakan seperlunya
guna mengurus diri dan harta kekayaan anak belum dewasa, sampai perwalian itu
mulai berlaku. (KUHPerd. 260, 332, 345, 348 dst., 355, 357 dst., 361, 364, 369,
379 dst., 453; Wsk. 55; S. 1928-179.)
360. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengangkatan
seorang wali dilakukan atas permintaan keluarga sedarah anak yang belum dewasa,
atas permintaan para kreditur atau pihak lain yang berkepentingan, atas
permintaan balai harta peninggalan, atas tuntutan jawatan kejaksaan, atau pun
karena jabatan, oleh pengadilan negeri yang di daerah hukumnya anak belum
dewasa itu bertempat tinggal. (KUHPerd. 364.) Bila si anak belum dewasa tidak
mempunyai tempat tinggal di Indonesia atau bila tempat tinggalnya tidak
diketahui, maka pengangkatan itu dilakukan oleh pengadilan negeri di tempat
tinggalnya yang terakhir di Indonesia, sedangkan bila ini juga tidak ada, oleh
pengadilan negeri di Jakarta. (KUHPerd. 17, 21.) Pegawai catatan sipil wajib
memberitahukan kepada balai harta peninggalan semua peristiwa kematian yang harus
dibukukan dalam daftar dengan keterangan apakah orang-orang yang meninggal itu
meninggalkan anak belum dewasa, dan memberitahukan segala perlangsungan
perkawinan yang akan dibukukan mengenai orang-orang tua yang mempunyai anak
belum dewasa. (Ov. 41; KUHPerd. 21, 362, 381; BS. 83; BS. Chin. 91; Wsk. 55.)
361. Bila seorang anak belum dewasa yang berdiam di
Indonesia mempunyai harta kekayaan di Negeri Belanda atau di daerah jajahannya
di luar Indonesia, maka atas permintaan walinya, pengurusan harta kekayaan itu
boleh dipercayakan kepada seorang pengurus di Negeri Belanda dan di daerah
jajahan tersebut. (KUHPerd. 1803.) Dalam hal itu wali tidak bertanggung jawab
atas tindakan-tindakan pengurus itu. Pengurus dipilih dengan cara yang sama
seperti wali. (KUHPerd. 331, 359 dst., 388.)
362. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali, segera
setelah perwaliannya mulai berlaku, di hadapan balai harta peninggalan wajib
mengangkat sumpah, bahwa ia akan menunaikan perwalian yang dipercayakan
kepadanya dengan baik dan tulus hati. Bila di tempat kediaman wali itu atau
dalam jarak lima belas pal dari tempat itu tidak ada balai harta peninggalan
atau tidak ada perwakilannya, maka sumpah boleh diangkat di hadapan pengadilan
negeri atau kepala pemerintahan daerah tempat kediaman si wali. Tentang
pengambilan sumpah itu harus dibuat berita acara. (Ov,. 21; KUHPerd. 365, 369,
378; Wsk. 49, 55.)
363. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Tanpa
mengurangi ketentuan alinea kedua pasal 354a dan alinea keempat pasal 359,
perwalian anak di luar kawin diatur oleh pengadilan negeri tanpa lebih dulu
mendengar siapa pun. (KUHPerd. 280, 353, 369.)
364. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Ketetapan-ketetapan pengadilan negeri tentang perwalian tidak bisa dimintakan
banding, kecuali jika ada ketentuan sebaliknya. (KUHPerd. 353 dst., 358 dst.)
Bagian 6
Perwalian oleh perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial.
Perwalian
365. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam segala
hal, bila hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh
diperintahkan kepada perkumpulan berbadan hukum yang berkedudukan di Indonesia,
kepada suatu yayasan atau kepada lembaga sosial yang berkedudukan di Indonesia,
yang menurut anggaran dasarnya, akta pendiriannya atau reglemennya mengatur
pemeliharaan anak belum dewasa untuk waktu yang lama. Pasal 362 tidak berlaku.
Perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial itu, sehubungan dengan perwalian yang
ditugaskan kepadanya, mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama
dengan yang diberikan atau yang diperintahkan kepada wali, kecuali jika
undang-undang menentukan lain. Para anggota pengurus masing-masing bertanggung
jawab secara pribadi dan tanggung-menanggung atas pelaksanaan perwalian itu,
selama perwalian itu dilakukan oleh pengurus dan selama anggota-anggota
pengurus ini tidak menunjukkan pada hakim, bahwa mereka telah mencurahkan
segala usaha guna melaksanakan perwalian sebagaimana mestinya atau mereka dalam
keadaan tidak mampu menjaganya. Pengurus boleh memberi kuasa secara tertulis
kepada seorang anggotanya atau lebih untuk melakukan perwalian terhadap
anak-anak belum dewasa tersebut dalam surat kuasa itu. Pengurus berhak pula
atas kehendaknya menyerahkan pengurusan harta kekayaan anak-anak belum dewasa
yang dengan tegas ditunjuknya, asalkan secara tertulis, kepada balai harta
peninggalan, yang dengan demikian wajib menerima pengurusan itu dan
menyelenggarakannya menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadapnya.
Penyerahan ini tidak dapat dicabut. (KUHPerd. 330 dst., 335, 366, 379; Wsk. 57;
S. 1928-179.)
365a. (s.d.t. dg S. 1927-31 jis. 390, 421.) Panitera
pengadilan negeri yang memerintahkan perwalian memberitahukan perintah itu
kepada dewan perwalian dan kejaksaan negeri yang dalam daerah hukumnya
perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial itu berkedudukan. Pengurus
perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial melaporkan secara tertulis penempatan
anak belum dewasa di suatu rumah atau lembaga kepada dewan perwalian dan
kejaksaan yang dalam daerah hukumnya terletak rumah atau lembaga tersebut.
Rumah dan lembaga yang dimaksudkan ini, dikunjungi oleh pejabat kejaksaan atau
oleh seorang petugas yang ditunjuknya dan oleh dewan perwalian tiap kali
dipandang perlu dan patut guna meneliti keadaan si anak belum dewasa yang
ditempatkan di dalamnya. Bila dikehendakinya, wali pengawas diberi kesempatan
tiap-tiap minggu mengunjungi anak belum dewasa yang ada dalam pengawasannya.
(KUHPerd. 3802,3.)
Bagian 7
Perwalian pengawas
366. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam setiap
perwalian yang diperintahkan di Indonesia, balai harta peninggalan ditugaskan
sebagai wali-pengawas. (AB 16; KUHPerd. 351 dst., 365, 367, 379, 415 dst.,
418.)
367. (s.d.u. dg. S. 1928-546.) Ketentuan dalam pasal yang
lalu tidak berlaku dan tidak membawa perubahan dalam perwalian pengawas yang diperintahkan
di Negeri Belanda untuk anak belum dewasa yang kemudian berdiam di Indonesia.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali pengawas yang diangkat di
Negeri Belanda tidak berada di Indonesia dan tidak menunjuk seorang kuasa
khusus guna mewakili dirinya dalam segala kejadian yang memerlukan kehadiran
dan keikutsertaannya, maka dianggaplah bahwa terhadap tugas yang harus
dilakukannya di Indonesia, ia telah memerintahkan perwakilannya kepada balai
harta peninggalan di tempat tinggal si anak belum dewasa, yang oleh karenanya
harus diterima oleh balai harta peninggalan tersebut. (KUHPerd. 452.)
368. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Para wali
tersebut dalam Bagian 3 bab ini, segera setelah perwalian mulai berjalan, wajib
memberitahukan terjadinya perwalian kepada balai harta peninggalan. Bila para
wali tersebut lalai, mereka boleh diberhentikan, tanpa mengurangi penggantian
biaya, kerugian dan bunga. (KUHPerd. 345, 355, 359, 380 dst.; S. 1927-31.)
369. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam segala
hal, bila perwalian diperintahkan oleh hakim, panitera pengadilan negeri yang
bersangkutan harus segera memberitahukan secara tertulis adanya pengangkatan
itu kepada balai harta peninggalan, dengan keterangan, apakah pengangkatan itu
terjadi dengan dihadiri oleh wali itu, atau jika perwalian diperintahkan kepada
perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial, dengan keterangan, apakah hal itu
terjadi atas permintaan atau kesanggupan sendiri. Panitera juga wajib dengan
cara yang sama memberitahukan pernyataan-pernyataan yang menurut pasal 332a
diucapkan di kepaniteraan atau yang dikirimkan kepadanya, demikian pula
pengesahan termaksud dalam pasal 358. (KUHPerd. 332, 359, 362 dst., 452.)
370. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kewajiban wali
pengawas adalah mewakili kepentingan si anak belum dewasa, bila kepentingan ini
bertentangan dengan kepentingan wali, tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban
khusus, yang dibebankan kepada balai harta peninggalan dalam surat instruksinya
pada waktu balai harta peninggalan itu diperintahkan memangku perwalian
pengawas. Dengan ancaman hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga, wali
pengawas wajib memaksa wali untuk membuat daftar atau perincian barang-barang
harta peninggalan dalam segala warisan yang jatuh ke tangan si anak belum
dewasa. (KUHPerd. 127, 381, 386, 390, 395, 399 dst., 408, 452.)
371. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dengan ancaman
mengganti biaya, kerugian dan bunga, balai harta peninggalan wajib melakukan
segala tindakan yang ditentukan dalam undang-undang, agar setiap wali,
sekalipun tidak diperintahkan oleh hakim, memberikan jaminan secukupnya, atau
setidak-tidaknya menyelenggarakan pengurusan dengan cara yang ditentukan oleh
undang-undang. (KUHPerd. 335, 351, 386, 401, 452, 1023, 1171, 1179 dst. 1365
dst.)
372. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setiap tahun
wali pengawas harus minta kepada wali (kecuali ayah dan ibu) supaya memberikan
suatu perhitungan ringkas dan pertanggungjawaban dan memperlihatkan kepadanya
surat-surat andil dan surat-surat berharga milik si anak belum dewasa.
Perhitungan ringkas itu harus dibuat di atas kertas tak bermeterai dan
diserahkan tanpa suatu biaya dan tanpa suatu bentuk hukum apa pun. (Ov. 19;
KUHPerd. 373, 409, 452; Wsk. 58.)
373. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis, 421.) Bila seorang wali
enggan melaksanakan ketentuan pasal yang lalu atau bila wali pengawas dalam
perhitungan ringkas menemukan tanda-tanda kecurangan atau kealpaan besar, maka
wali pengawas harus menuntut pemecatan wali itu. Demikian pula ia harus menuntut
pemecatan dalam hal-hal lain yang ditentukan undang-undang. (Ov. 20; KUHPerd.
380 dst., 452.)
374. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila perwalian
lowong atau ditinggalkan karena ketidakhadiran wali, atau bila untuk sementara
waktu wali tidak mampu menjalankan tugasnya, maka wali pengawas, dengan ancaman
hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga, harus mengajukan permohonan kepada
pengadilan negeri untuk mengangkat wali baru atau wali sementara. (Ov. 20;
KUHPerd. 359 dst., 452, 463, 1365 dst.)
375. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perwalian
pengawas mulai dan berakhir pada saat yang sama dengan mulainya dan berakhirnya
perwalian. (KUHPerd. 330, 331a, 331b, 410, 419, 452.)
Bagian 8
Alasan-alasan yang dapat melepaskan diri dari perwalian
376. Dihapus dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
377. Yang boleh melepaskan diri dari perwalian ialah: 1?.
mereka yang melakukan tugas negara di luar Indonesia; 2?. para anggota angkatan
darat dan laut; 3?. mereka yang melakukan tugas negara di luar keresidenan atau
mereka yang karena tugas negara pada saat-saat tertentu ada di luar
keresidenan;
Orang-orang tersebut dalam tiga nomor di atas ini boleh
meminta agar dibebaskan dari perwalian, bila alasan-alasan dimaksud terjadi
setelah mereka diangkat menjadi wali; 4?. mereka yang telah genap enam puluh
tahun; bila mereka diangkat sebelumnya, mereka boleh minta dibebaskan dari
perwalian pada waktu berumur 65 tahun; 5?. mereka yang terganggu oleh suatu
penyakit atau penderitaan berat yang dapat dibuktikan; Mereka ini boleh minta
dibebaskan dari perwalian, bila penyakit atau penderitaan itu timbul setelah
mereka diangkat sebagai wali; 6?. mereka yang tidak mempunyai anak sendiri,
tetapi dibebani tugas memangku dua perwalian; 7?. mereka yang ditugaskan
memangku satu perwalian, sedangkan mereka sendiri mempunyai seorang anak atau
lebih; 8?. mereka yang pada waktu diangkat sebagai wali mempunyai lima orang
anak sah, termasuk di antaranya anak yang telah meninggal dalam dinas
ketentaraan; 9?. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) wanita-wanita; Wanita
yang dalam keadaan tidak bersuami telah menerima suatu perwalian boleh minta
dibebaskan, bila ia kawin; 10?. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) mereka
yang tidak berhubungan keluarga sedarah atau semenda dengan si anak belum dewasa,
bila dalam daerah hukum pengadilan negeri tempat perwalian itu diperintahkan
ada keluarga sedarah atau semenda yang cakap memangkunya. Ayah dan ibu tidak
diperbolehkan minta dibebaskan dari perwalian anak-anak mereka sendiri, karena
salah satu alasan tersebut di atas. (KUHPerd. 378, 452, 459.)
378. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Barangsiapa
hendak melepaskan diri dari perwalian, harus memohon pembebasan dari hakim yang
memerintahkan perwalian atau, bila sebelumnya tidak ada pengangkatan oleh hakim,
dari pengadilan negeri tempat tinggalnya. Kecuali orang-orang yang disebutkan
dalam pasal 377 nomor 1?-5?, pemohon diwajibkan, dengan ancaman kehilangan hak,
untuk mengajukan permohonan dalam tenggang waktu tiga puluh hari sejak hari
mulai berlakunya perwalian itu bila pemohon berdiam di Indonesia, dan dalam
tenggang waktu sembilan puluh hari bila ia berdiam di luar Indonesia.
Permohonan tidak dapat diterima, bila perwalian itu dibebankan padanya karena
pernyataannya sendiri, bahwa ia sanggup menerima perwalian itu. Hakim mengambil
ketetapan tanpa bentuk acara dan tanpa banding. Meskipun wali telah
mengemukakan alasan-alasan untuk melepaskan diri, ia masih wajib memangku
perwalian itu sampai diambil keputusan terakhir tentang alasan-alasan itu.
(KUHPerd. 362, 452.)
Bagian 9
Engecualian, pembebasan dan pemecatan dari perwalian
379. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Selain
pegawai-pegawai kehakiman bangsa Eropa yang dikecualikan dari perwalian menurut
ketentuan dalam pasal 9 Reglemen Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili
di Indonesia, mereka yang dikecualikan dari perwalian adalah: 1?. orang yang
sakit ingatan; 2?. orang belum dewasa; 3?. orang yang ada di bawah pengampuan;
4?. mereka yang telah dipecat, baik dari kekuasaan orang tua, maupun dari
perwalian; akan tetapi yang demikian itu hanya terhadap anak belum dewasa, yang
dengan ketetapan hakim kehilangan kekuasaan orang tua atau perwalian tanpa
mengurangi ketentuan-ketentuan dalam pasal 319g dan pasal 382d; 5?. ketua,
wakil ketua, anggota, panitera, panitera-pengganti, bendahara, pemegang buku,
dan agen balai harta peninggalan, kecuali terhadap anak-anak atau anak-anak
tiri mereka sendiri. (KUHPerd. 330, 359, 433, 452, 1330; Ov. 69; Wsk. 9.)
380. (s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Jika hakim berpendapat bahwa kepentingan anak-anak belum dewasa secara mutlak
menghendakinya, maka dapatlah dipecat dari perwalian, baik terhadap semua anak
belum dewasa, maupun terhadap seorang anak atau lebih yang bernaung di bawah
satu perwalian: (KUHPerd. 352, 359, 368, 373, 381 dst., 382a, 452.) 1?. mereka
yang berkelakuan buruk; 2?. mereka yang dalam menunaikan perwalian menunjukkan
ketidakcakapan mereka, menyalahgunakan kekuasaan atau mengabaikan kewajiban
mereka; 3?. mereka yang telah dipecat dari perwalian lain menurut nomor 1? dan
nomor 2? pasal ini atau telah dipecat dari kekuasaan orang tua menurut pasal
319a alinea kedua nomor 1? dan nomor 2?; 4?. mereka yang berada dalam keadaan
pailit; (F. 1, 22.) 5?. mereka yang untuk diri sendiri atau yang bapaknya,
ibunya, istri/suaminya atau anak-anaknya berperkara di muka hakim melawan si
anak belum dewasa dalam hal yang melibatkan kedudukan, harta kekayaan atau
sebagian besar harta kekayaan si anak belum dewasa; 6?. mereka yang dihukum
dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti,
karena dengan sengaja telah ikut serta dalam suatu kejahatan terhadap anak
belum dewasa yang ada dalam kekuasaan mereka; 7?. mereka yang mendapat hukuman
yang telah mempunyai kekuatan tetap, karena melakukan suatu kejahatan yang
tercantum dalam Bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX dan XX Buku Kedua Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, yang dilakukan terhadap anak belum dewasa yang ada
dalam kekuasaan mereka; 8?. mereka yang mendapat hukuman badan yang tidak dapat
diubah lagi selama dua tahun atau lebih. Ayah dan ibu tidak boleh dipecat, baik
karena hal-hal tersebut pada nomor 4? dan nomor 5?, maupun karena tidak cakap.
Suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial boleh dipecat dari perwaliannya
dalam hal-hal tersebut di bawah nomor-nomor 2?, 3?, 4? dan 5?, bila hakim
berpendapat bahwa kepentingan anak belum dewasa secara mutlak menghendakinya.
Badan-badan itu juga boleh dipecat, bila pemberitahuan tertulis tersebut dalam
pasal 365a alinea kedua dilalaikannya atau bila kunjungan-kunjungan yang diatur
di dalamnya dihalang-halanginya. Dalam pengertian kejahatan dalam pasal ini
termasuk juga usaha membantu dan mencoba untuk melakukannya. (KUHP 53, 56.)
381. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pemecatan seorang
wali dilakukan oleh pengadilan negeri tempat tinggalnya atau, bila tempat
tinggalnya tidak ada, oleh pengadilan negeri tempat tinggal terakhir, atas
permohonan wali pengawas, atas permohonan salah seorang keluarga sedarah atau
keluarga semenda si anak belum dewasa sampai dengan derajat keempat, atas
permohonan dewan perwalian, atau atas tuntutan kejaksaan. Pemecatan ayah atau
ibu yang diangkat menjadi wali setelah adanya perceraian, dilakukan oleh
pengadilan negeri yang mengadili gugatan perceraian. Permintaan atau tuntutan
itu harus memuat peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang merupakan
dasarnya, pula harus memuat daftar nama orang tua, wali dan wali pengawas serta
tempat kediaman dan tempat tinggal mereka, sejauh ini diketahui, nama dan
tempat tinggal keluarga sedarah atau semenda yang menurut pasal 333 harus
dipanggil, demikian pula nama dan tempat tinggal saksi-saksi yang kiranya dapat
menguatkan peristiwa yang dikemukakan dalam permohonan atau tuntutan itu.
Kecuali jika permohonan akan pemecatan itu diajukan oleh dewan perwalian,
salinan surat permohonan atau tuntutan itu beserta surat-surat yang dilampirkan
untuk menguatkannya, harus segera dikirim oleh panitera kepada dewan tersebut.
Pada surat permohonan atau tuntutan itu, oleh panitera pengadilan negeri
dicatat hari masuknya. (KUHPerd. 319b, 370, 373, 409, 417, 452.)
381a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390,421.) Pengadilan
negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua
orang tua, wali dan wali pengawas, keluarga sedarah dan keluarga semenda si
anak belum dewasa dan dewan perwalian. Pengadilan negeri dapat memerintahkan
pemanggilan saksi-saksi guna diperiksa di bawah sumpah, yakni yang ditunjuk dan
dipilihnya, baik dari keluarga sedarah dan semenda maupun dari luar keluarga.
Bila mereka yang akan diperiksa itu, yakni kedua orang tua, wali, wali pengawas
atau saksi, bertempat tinggal atau berkediaman di luar daerah hukum pengadilan
negeri, maka pemeriksaan oleh pengadilan negeri boleh dilimpahkan dengan cara
yang sama, seperti yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah
dan semenda. Anak kalimat terakhir dalam alinea keempat pasal 206 berlaku
terhadap orang tua, wali dan wali pengawas. Segala panggilan dilakukan menurut
cara yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda;
bila ada panggilan terhadap seseorang yang tempat kediamannya tidak diketahui,
maka panggilan itu harus segera dimuatkan dalam satu surat kabar atau lebih
yang ditunjuk oleh pengadilan negeri. Panggilan terhadap seseorang yang
dimohonkan atau dituntut pemecatannya harus disertai dengan pemberian secara
ringkas tentang isi permintaan atau tuntutan, kecuali jika tempat kediaman
orang itu tidak diketahui. Bila dipandang perlu, pengadilan negeri boleh
mendengar orang-orang selain yang telah ditentukan di atas sebagai saksi di
bawah sumpah, juga orang-orang yang telah datang menghadap pada hari yang telah
ditentukan, dan boleh pula memerintahkan pemeriksaan saksi-saksi lebih lanjut;
saksi-saksi ini harus disebutkan dalam penetapan lebih lanjut dan harus
dipanggil dengan cara yang sama. (KUHPerd. 1895 dst.)
381b. (s.d.t. dg S. 1927-31 jis. 390, 421.) Selama
pemeriksaan, tiap-tiap penduduk di Indonesia yang berhak melakukan perwalian
dan pengurus tiap-tiap perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam
pasal 365 boleh mengajukan diri kepada pengadilan negeri dengan surat
permohonan supaya diperkenankan memangku perwalian itu. Pengadilan negeri boleh
memerintahkan pemanggilan mereka untuk didengar tentang permohonan itu. Alinea
keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut dengan
penyesuaian seperlunya. Bila permintaan atau tuntutan itu dikabulkan,
pengadilan negeri menetapkan pengangkatan wali. Dalam keputusan tentang
pemecatan wali, wali yang dipecat harus dihukum mengadakan pertanggungjawaban
tentang pengurusannya kepada penggantinya. (KUHPerd. 359 dst., 409 dst.)
382. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pemeriksaan
perkara berlangsung dalam sidang dengan pintu tertutup. Penetapan disertai dengan
alasan-alasannya diucapkan dalam sidang terbuka dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya setelah berlangsung pemeriksaan terakhir; penetapan ini
boleh dinyatakan segera dapat dilaksanakan sekalipun ada perlawanan atau
banding dengan atau tanpa jaminan, semua itu atas naskah aslinya. (Rv. 55.)
Selama pemeriksaan berjalan, pengadilan negeri leluasa untuk menghentikan
penunaian perwalian itu seluruhnya atau sebagian dan memberikan kekuasaan atas
diri anak belum dewasa dan harta kekayaannya, menurut pertimbangan pengadilan
negeri, kepada seorang yang ditunjuknya atau kepada dewan perwalian. Terhadap
penetapan termaksud dalam alinea yang lalu tidak boleh dimintakan peradilan
yang lebih tinggi. Penetapan itu tetap berlaku sampai keputusan tentang
pemecatan memperoleh kekuatan tetap. Ketentuan dalam alinea ketujuh dan
kedelapan pasal 319f berlaku dalam hal ini.
382a. (s.d.t. dg. S. 1917-497; s.d.u. dg. S. 1927-31 jis.
390, 421.) Baik berdasarkan atas peristiwa yang dapat menyebabkan pemecatan,
maupun karena anak belum dewasa ditinggalkan atau tanpa suatu pengawasan, jaksa
berwenang mempercayakan anak belum dewasa itu untuk sementara waktu kepada
dewan perwalian, sampai pengadilan negeri mengangkat seorang wali atau
dinyatakan, bahwa pengangkatan itu tidak perlu dan penetapan itu mempunyai
kekuatan hukum yang pasti. Ketentuan dalam alinea ketujuh dan kedelapan pasal
319f berlaku dalam hal ini. Bila jaksa menggunakan wewenang tersebut di atas
sebelum mengajukan permintaan atau tuntutan akan pemecatan atau pengangkatan seorang
wali, ia wajib segera melakukan segala sesuatu agar pengadilan mengangkat
seorang wali. Bila penyerahan anak belum dewasa kepada dewan perwalian ditolak,
jaksa boleh menyuruh membawa anak itu kepada juru sita atau kepada polisi yang
diberi tugas untuk melaksanakan surat perintahnya. Ketentuan-ketentuan dalam
alinea-alinea ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku dalam hal ini.
Perintah penyerahan anak belum dewasa kepada dewan perwalian menurut alinea
pertama pasal ini menghentikan perwalian anak itu, sekedar mengenai diri si
anak.
382b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis 390, 421.) Bila orang yang
diminta atau dituntut pemecatannya tidak datang menghadap atas panggilan, ia
boleh mengajukan perlawanan dalam waktu 30 hari, setelah penetapan atau akta
yang dibuat berdasarkan penetapan itu atau untuk pelaksanaannya diberitahukan
kepadanya, atau setelah ia melakukan suatu perbuatan yang secara mutlak memberi
kesimpulan, bahwa penetapan itu atau permulaan pelaksanaannya sudah diketahui
olehnya. Orang yang permohonannya akan pemecatan ditolak, atau jawatan
kejaksaan yang tuntutannya ditolak pula, dan orang yang dipecat dari
perwaliannya meskipun ia menyangkal, seperti pula orang yang perlawanannya
ditolak, boleh mengajukan permohonan banding terhadap keputusan pengadilan
negeri dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan diucapkan. (Rv. 83, 341.)
382c. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali ayah
dan wali ibu tidak cakap atau tidak mampu menunaikan kewajiban memelihara dan
mendidik anak-anak mereka dan kepentingan anak-anak dari segi lain tidak
bertentangan dengan pembebasan mereka dari perwalian, maka atas permintaan
dewan perwalian atau tuntutan jaksa, mereka berdua boleh dibebaskan dari
perwalian terhadap seorang anak atau lebih oleh pengadilan negeri tempat
tinggal mereka atau, jika tidak ada, oleh pengadilan negeri tempat tinggal
mereka yang terakhir. Pembebasan ayah atau ibu yang diangkat menjadi wali
setelah bercerai, dilakukan oleh pengadilan negeri yang telah mengadili
tuntutan akan perceraian itu. Dalam surat permohonan atau tuntutan akan
pembebasan sedapat-dapatnya harus dikemukakan pula bagaimana pergantian wali
itu kiranya dapat diselenggarakan. Pembebasan ini tidak boleh diperintahkan,
bila pihak yang diminta atau yang dituntut pembebasannya, menentang hal ini.
(KUHPerd. 319a.) Berdasarkan surat permintaan sendiri, wali-wali lainnya boleh
dibebaskan oleh pengadilan negeri tempat tinggal mereka dari perwalian, baik
terhadap semua, maupun terhadap seorang atau beberapa dari anak-anak belum dewasa,
yang ada di bawah kekuasaan mereka, bila seorang penduduk Indonesia yang berhak
menjalankan perwalian, atau pengurus salah satu perkumpulan, yayasan dan
lembaga sosial tersebut dalam pasal 365, menyatakan sanggup dengan surat untuk
mengganti mereka, dan pengadilan negeri menimbang pergantian tersebut baik
untuk kepentingan anak-anak. Pengadilan negeri mengambil keputusan setelah
mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tua, wali dan wali pengawas,
para keluarga sedarah atau semenda anak-anak belum dewasa dan dewan perwalian,
serta mengangkat wali, bila permintaan atau tuntutan dikabulkan. Ketentuan
dalam alinea ketiga pasal 381 dan alinea-alinea kedua, ketiga, dan keempat
pasal 381a berlaku dalam hal ini. Pemeriksaan perkara berlangsung dalam sidang
tertutup. Dalam waktu yang selekas-lekasnya setelah pemeriksaan terakhir,
penetapan dengan alasan-alasannya diucapkan dalam sidang terbuka dan boleh
dinyatakan segera dapat dilaksanakan, sekalipun ada perlawanan atau banding
dengan atau tanpa jaminan, semuanya itu atas naskah asli. (Rv. 55.) Bila
seseorang yang dimintakan atau dituntut pembebasannya berdasarkan alinea
pertama, tidak datang menghadap, maka terhadap pembebasan ini ia boleh
mengajukan perlawanan dalam waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu, atau
akta yang dibuat berdasarkan penetapan itu atau untuk melaksanakannya,
diberitahukan kepadanya secara pribadi atau setelah ia melakukan suatu
perbuatan yang secara mutlak memberi kesimpulan, bahwa penetapan itu atau
permulaan pelaksanaannya sudah diketahui olehnya. Orang yang permintaan akan
pembebasannya ditolak, atau jawatan kejaksaan yang tuntutannya akan hal yang
sama ditolak, dan orang yang dibebaskan dari perwalian kendati datang menghadap
atas panggilan, seperti juga orang yang perlawanannya ditolak, semuanya dapat
mengajukan permohonan banding dalam waktu tiga puluh hari setelah putusan
pengadilan negeri diucapkan. (Rv. 83, 341.) Terhadap penetapan-penetapan
termaksud dalam alinea kedua tidak boleh diminta banding.
382d. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Seorang ayah
atau seorang ibu yang dibebaskan atau dipecat dari perwalian terhadap
anak-anaknya sendiri, baik atas permintaan sendiri maupun atas permintaan
mereka yang berhak meminta pembebasan atau pemecatannya, ataupun atas tuntutan
jawatan kejaksaan, boleh dipulihkan kembali dalam perwalian, bila ternyata
bahwa peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan pembebasan atau pemecatannya tidak
lagi berlawanan dengan pemulihan itu. Permintaan atau tuntutan untuk itu harus
diajukan kepada pengadilan negeri yang telah mengadili permintaan atau tuntutan
akan pembebasan atau pemecatannya, kecuali jika perkawinan orang yang
dibebaskan atau dipecat itu telah dibubarkan karena perceraian, dalam hal mana
permintaan atau tuntutan itu harus diajukan kepada pengadilan negeri yang telah
mengadili tuntutan akan perceraian itu. (KUHPerd. 331; Rv. 207, 211, 221.)
Pengadilan negeri mengambil keputusan setelah mendengar atau memanggil dengan
sah, bila mungkin, kedua orang tua, demikian pula wali atau pengurus perkumpulan,
yayasan atau lembaga sosial yang memangku perwalian itu, wali pengawas, para
anggota keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak dan dewan perwalian. Bila
dipandang perlu, pengadilan negeri boleh memerintahkan supaya didengar di bawah
sumpah saksi-saksi yang dipilihnya dari keluarga sedarah atau semenda atau dari
luar mereka. Alinea-alinea ketiga, keempat, kelima, keenam dan ketujuh pasal
319g berlaku dalam hal ini.
382e. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila anak
belum dewasa tidak nyata-nyata berada dalam kekuasaan seseorang atau kekuasaan
pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial yang diwajibkan melakukan
perwalian menurut putusan hakim, sebagaimana dimaksudkan dalam bagian ini, atau
dalam kekuasaan seseorang atau kekuasaan dewan perwalian yang kepadanya
dipercayakan anak-anak itu menurut penetapan sebagaimana dimaksudkan dalam
pasal 382 alinea ketiga, maka dalam penetapan yang sama diperintahkan juga
penyerahan anak-anak itu kepada pihak yang menurut penetapan mendapat kekuasaan
atas anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea kedua, ketiga,
keempat dan kelima pasal 319h berlaku dalam hal ini.
382f. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.; s.d.u. dg.
1938-622.) Ketentuan pasal 319j berlaku juga terhadap pembebasan atau pemecatan
seorang ayah atau ibu dari perwalian terhadap anak-anak sendiri.
382g. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis., 390, 421.) Semua surat
permohonan, tuntutan, penetapan, pemberitahuan dan semua surat lain yang dibuat
guna memenuhi ketentuan-ketentuan dalam bagian ini adalah bebas dari meterai.
(Zeg. 31, II, 61?.) Segala permintaan termaksud dalam bagian ini, yang berasal
dari dewan perwalian, harus dilayani dengan cuma-cuma, demikian pula segala
salinan pertama, salinan dan petikan yang diminta oleh dewan perwalian guna
kepentingan tugas yang diperintahkan kepadanya, oleh panitera diberikan
kepadanya dengan cuma-cuma. (Rv. 888 dst.)
Bagian 10
Pengawasan wali atas pribadi anak belum dewasa
383. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali harus
menyelenggarakan pemeliharaan dan pendidikan bagi anak belum dewasa menurut
kemampuan harta kekayaannya dan harus mewakili anak belum dewasa itu dalam
segala tindakan perdata. (LN. 1953-86, pasal 7.)(1) `Anak belum dewasa harus
menghormati walinya. (KUHPerd. 78, 151, 282, 298, 361, 388, 399, 421, 452, 904,
1330, 1447 dst., 1798.)
384. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali,
berdasarkan alasan-alasan yang penting, merasa tidak puas terhadap kelakuan si
anak belum dewasa, maka atas permintaan wali sendiri atau atas permintaan dewan
perwalian, asal saja dewan diminta oleh wali untuk itu, pengadilan negeri boleh
memerintahkan penempatan anak itu untuk waktu tertentu dalam sebuah lembaga
negara atau swasta yang akan ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. Penempatan itu
dilakukan atas biaya si anak belum dewasa, dan bila ia tidak mampu, atas biaya
wali; penempatan semacam itu hanya boleh dilakukan selama-lamanya enam bulan
berturut-turut, bila pada hari penetapan hakim si anak belum dewasa belum
mencapai umur empat belas tahun, atau selama-lamanya satu tahun bila pada hari
penetapan ia telah mencapai umur tersebut, dan sekali-kali tidak boleh melewati
saat anak belum dewasa menjadi dewasa. (KUHPerd. 320 dst., 452.) Pengadilan
negeri tidak boleh memerintahkan penempatan itu sebelum mendengar atau
memanggil secara sah wali pengawas, para keluarga sedarah dan semenda dari anak
belum dewasa, dewan perwalian dan, tanpa mengurangi ketentuan dalam alinea
berikut, juga si anak belum dewasa sendiri. Bila si anak belum dewasa tidak
datang menghadap pada hari yang ditentukan untuk mendengarnya, maka pengadilan
negeri menunda pemeriksaan sampai pada hari yang ditentukan, dan memerintahkan
agar anak belum dewasa itu pada hari tersebut dibawa ke depannya oleh juru sita
atau polisi; penetapan ini dilaksanakan alas perintah jawatan kejaksaan; bila
ternyata si anak belum dewasa pada hari itu pun juga tidak datang menghadap,
maka pengadilan negeri, tanpa mendengarnya, memerintahkan atau menolak
penempatannya. Dalam hal ini tidak perlu diperhatikan bentuk acara lebih
lanjut, melainkan perintah penempatan itulah yang harus diberikan, tetapi itu
pun tidak perlu memuat alasan-alasannya. Bila pengadilan negeri dalam
penetapannya memutuskan, bahwa si anak belum dewasa dan si wali tidak mampu
membiayai penempatan itu, maka semua biaya menjadi beban negara. Penetapan yang
memerintahkan suatu penempatan, dilaksanakan atas perintah, setelah ada
permintaan dari pihak wali.
384a. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dengan
penetapan Menteri Kehakiman, si anak belum dewasa sewaktu-waktu boleh
dikeluarkan dari lembaga termaksud dalam pasal yang lalu, bila alasan-alasan
yang mengakibatkan penempatan itu telah tidak ada atau bila keadaan jasmani dan
rohani anak belum dewasa itu tidak mengizinkan penempatan lebih lama. Wali
selalu leluasa untuk mempersingkat waktu penempatan yang telah ditentukan dalam
perintah. Untuk memperpanjang waktu penempatan, perlu diperhatikan lagi
ketentuan dalam pasal yang lalu. Pengadilan negeri hanya boleh memerintahkan
perpanjangan waktu itu, tiap-tiap kali tidak lebih dari enam bulan
berturut-turut; perintah itu tidak boleh diberikan sebelum mendengar permintaan
itu dari kepala lembaga tempat anak belum dewasa itu tinggal pada waktu
permintaan perpanjangan diajukan atau dari seorang penggantinya.
Bagian 11
Tugas pengurusan wali
385. Wali harus mengurus harta kekayaan anak belum dewasa
laksana seorang bapak rumah tangga yang baik dan bertanggungjawab atas biaya,
kerugian dan bunga yang diperkirakan timbul karena pengurusan yang buruk.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila kepada si anak belum dewasa, baik
dengan suatu akta antara orang-orang yang masih hidup, maupun dengan sebuah
wasiat, telah dihibahkan atau dihibahwasiatkan sejumlah harta benda dan
pengurusannya itu dipercayakan kepada seorang pengurus atau lebih yang telah
ditunjuk, maka ketentuan-ketentuan pasal 307, yang berlaku bagi pemangku
kekuasaan orang tua, berlaku juga bagi wali. (KUHPerd. 391, 400, 452.)
386. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam waktu
sepuluh hari setelah perwalian mulai berlaku, wali harus menuntut pengangkatan
penyegelan, bila penyegelan ini telah dilakukan, dan dengan dihadiri oleh wali
pengawas, segera membuat atau menyuruh membuat daftar barang-barang kekayaan si
anak belum dewasa. (Ov. 100 dst.) Daftar barang-barang atau inventaris itu
boleh dibuat di bawah tangan; tetapi dalam segala hal keberesannya harus
dikuatkan di bawah sumpah oleh wali sendiri di hadapan balai harta peninggalan;
bila inventaris itu dibuat di bawah tangan, inventaris itu harus diserahkan
kepada balai harta peninggalan. (KUHPerd. 370 dst, 417; 452; Rv. 663 dst., 672
dst.; Wsk. 50.)
387. Bila si anak belum dewasa berutang kepada wali, maka
hal itu harus dijelaskan dalam inventaris; dalam hal tidak ada penjelasan dalam
inventaris yang demikian itu, wali tidak akan diperbolehkan menagih sesuatu
yang dipiutangkannya, sebelum anak belum dewasa itu menjadi dewasa; tambahan
lagi, ia akan kehilangan segala bunga dan angsuran atas jumlah pokok yang
sedianya dapat ditagih semenjak pembuatan inventaris sampai saat anak belum
dewasa menjadi dewasa; tetapi selama masa itu, bagi wali, kedaluwarsa tidak
berlaku. (KUHPerd. 452, 1986.)
388. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pada permulaan
setiap perwalian, kecuali yang dilakukan oleh ayah atau ibu, balai harta
peninggalan, setelah mendengar wali pengawas bila bukan balai harta peninggalan
sendiri yang menjadi wali pengawas, dan setelah memanggil keluarga sedarah atau
semenda si anak belum dewasa, menurut perkiraan dan dalam keseimbangan dengan
harta kekayaan yang harus diurus, harus menentukan jumlah uang yang diperlukan
untuk biaya hidup anak belum dewasa itu beserta biaya yang diperlukan guna
mengurus harta kekayaan; semuanya itu tidak mengurangi kemungkinan campur
tangan pengadilan negeri, bila balai harta peninggalan tidak menyetujui
pendapat sebagian besar keluarga anak belum dewasa yang hadir. Dalam akta yang
sama harus ditentukan pula, apakah wali, dalam menjalankan pengurusan,
diperkenankan pula dengan upah menggunakan seorang pengurus khusus atau lebih,
yang akan mewakili wali dan di bawah tanggungjawab wali. (KUHPerd. 333 dst.,
345, 361, 372, 452.)
389. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali wajib
mengusahakan supaya dijual segala meja-kursi atau perkakas rumah tangga, yang
pada permulaan atau selama perwalian jatuh ke dalam kekayaan si anak belum
dewasa, demikian juga barang-barang bergerak yang tidak memberikan hasil,
pendapatan atau keuntungan, kecuali barang-barang yang menurut alamnya dapat
disimpan, asal saja dengan persetujuan balai harta peninggalan dan setelah
mendengar atau memanggil dengan sah wali pengawas, bila yang menjadi
wali-pengawas bukan balai harta peninggalan sendiri, serta keluarga sedarah
atau semenda. Penjualan harus dilakukan di muka umum oleh petugas yang berhak,
dengan memperhatikan kebiasaan-kebiasaan setempat, kecuali jika pengadilan,
setelah mendengar dan memanggil seperti di atas, kiranya memerintahkan, bahwa
barang-barang tertentu yang ditunjuk, untuk kepentingan anak belum dewasa,
harus dijual di bawah tangan dengan harga atau di atas harga yang telah
ditaksir oleh ahli-ahli yang diangkat untuk itu. (KUHPerd. 417.) Pengadilan
negeri boleh juga, setelah mendengar seperti di atas, mengizinkan penjualan di
muka umum atau di bawah tangan akan barang-barang bergerak yang sehubungan
dengan ketentuan alinea pertama pasal ini telah disimpan dalam wujud asli, bila
kepentingan si anak belum dewasa menghendakinya. Barang-barang dagangan boleh
dijual di bawah tangan oleh wali dengan perantaraan makelar, komisioner atau
orang lain yang sejajar, dengan harga kurs yang berlaku, sedangkan hasil-hasil
tanah hendaknya dijual di pasar atau di mana saja dengan harga pasar. (KUHPerd.
333 dst., 390, 511 dst., 515, 1012; KUHD. 62, 76; Rv. 678 dst.)
390. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Si ayah atau si
ibu, sejauh menurut undang-undang mempunyai hak nikmat hasil atas harta
kekayaan si anak belum dewasa, bebas dari kewajiban menjual perabot rumah
tangga atau barang-barang bergerak lainnya, bila mereka lebih suka menyimpannya
dengan maksud mengembalikannya dalam keadaan aslinya kelak kepada si anak belum
dewasa. Dalam hal itu mereka, atas biaya sendiri, harus menyuruh seorang ahli,
yang akan diangkat oleh wali pengawas dan mengangkat sumpah di depan kepala
pemerintahan daerah, untuk menaksir harga sebenarnya barang-barang tersebut.
Barang-barang yang tidak dapat diserahkan kembali dalam wujud aslinya harus
ditanggung dengan sejumlah harga uang taksiran. (KUHPerd. 311, 370, 389, 1078;
Wsk. 38.)
391. Wali diwajibkan membungakan sisa penghasilan setelah
pendapatan dikurangi dengan pengeluaran, bila saldo untung melebihi seperempat
daripada pendapatan biasa si anak belum dewasa. (S. 1897-231.) Mereka tidak
boleh membungakan uang tunai si anak belum dewasa, selain dengan cara membeli
surat-surat pendaftaran dalam buku utang besar Kerajaan Belanda, membeli
surat-surat piutang atas beban Indonesia dan memindahkannya atas nama si anak
belum dewasa, membeli barang-barang tetap atau membeli surat-surat piutang
berbunga, dan dengan memberi jaminan hipotek atas barang-barang tak bergerak,
yang harganya dibebaskan dari segala beban sekurang-kurangnya sepertiga lebih
dari jumlah uang yang diperbungakan. Bila wali lalai selama satu tahun untuk
membungakan sejumlah uang dengan cara seperti diperintahkan dalam pasal ini,
mereka harus membayar bunga uang itu menurut undang-undang. (KUHPerd. 370, 372,
385, 393, 452, 1250, 1767; S. 1848-22.)
392. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila dalam
harta kekayaan si anak belum dewasa terdapat sertipikat-sertipikat utang
nasional, wali wajib memindahkannya ke dalam buku besar atas nama anak belum
dewasa itu. Surat piutang atas beban Indonesia pun harus dipindahkannya atas
nama si anak belum dewasa. Dengan ancaman hukuman membayar biaya, kerugian dan
bunga, wali pengawas harus berusaha agar peraturan ini dilaksanakan. Bagaimana
balai harta peninggalan menurut pasal ini dan pasal-pasal 371 dan 374 harus
melaksanakan kewajiban untuk membayar ganti kerugian bagi semua anggota majelis
bersama-sama atau bagi setiap anggota khususnya, diatur oleh pemerintah dalam
sebuah instruksi bagi semua balai harta peninggalan. (KUHPerd. 370, 372, 391,
416, 1365 dst.; S. 1891-21, bdk. Wsk. 24.)
393. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali tidak
boleh meminjam uang untuk kepentingan si anak belum dewasa, juga tidak boleh
mengasingkan atau menggadaikan barang-barang tak bergerak, pula tidak boleh
menjual atau memindahtangankan surat-surat utang negara, piutang-piutang dan
andil-andil, tanpa memperoleh kuasa untuk itu dari pengadilan negeri.
Pengadilan negeri tidak akan memberikan kuasa ini, kecuali atas dasar keperluan
yang mutlak atau bila jelas bermanfaat dan setelah mendengar atau memanggil
dengan sah keluarga sedarah atau semenda anak belum dewasa dan wali pengawas.
(KUHPerd. 309, 333 dst., 372, 397 dst., 412, 425, 452, 1076, 1170, 1216, 1330
dst., 1448, 1852; Rv. 684 dst.; LN. 1953-86 pasal 7 di bawah KUHPerd. 383)
394. Bila wali hendak menjual barang-barang tak bergerak,
maka surat permohonan yang diajukan oleh wali harus dilampiri sebuah daftar
segala harta kekayaan si anak belum dewasa dan dalam daftar itu harus
disebutkan barang-barang yang hendak dijual. Pengadilan negeri berwenang untuk
mengizinkan penjualan barang-barang itu, baik barang-barang yang ditunjuk
maupun barang-barang lain, yang menurut pertimbangan pengadilan negeri
penjualan barang-barang itu tidak menimbulkan begitu banyak kerugian bagi si
anak belum dewasa. (KUHPerd. 425, 452.)
395. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Penjualan harus
dilakukan di muka umum, di hadapan wali pengawas, oleh pegawai yang berhak dan
menurut kebiasaan setempat. (AB. 15; KUHPerd. 370, 396, 452; Rv. 684 dst.)
396. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengadilan
negeri boleh mengizinkan penjualan di bawah tangan suatu barang tak bergerak
dalam hal-hal yang luar biasa dan bila kepentingan anak belum dewasa
menghendakinya. Izin itu tidak akan diberikan, kecuali atas permintaan wali
yang harus disertai alasan-alasannya dan dengan persetujuan bersama dari wali
pengawas dan keluarga sedarah atau semenda. Bila keluarga sedarah atau semenda
tidak semua datang menghadap atas panggilan, maka cukup persetujuan bersama
dari mereka yang datang. Barang tidak bergerak itu tidak boleh dijual dengan
harga yang lebih rendah dari harga yang sebelum pemberian izin telah ditaksir
oleh tiga orang ahli yang diangkat oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 333 dst.,
397 dst., 452; Rv. 685.)
397. Segala bentuk acara yang ditentukan dalam pasal 393
tidak berlaku, bila dalam suatu putusan pengadilan, atas permintaan salah
seorang di antara beberapa orang pemilik barang yang belum dibagi,
diperintahkan menjualnya, kecuali bahwa penjualan itu selalu harus dilakukan di
muka umum. (KUHPerd. 452; Rv. 684 dst.)
398. Bila hakim, sehubungan dengan pasal 393, mengizinkan
penjualan surat-surat berharga milik si anak belum dewasa, maka boleh
ditetapkan bahwa penjualan itu hendaknya dilakukan di bawah tangan, asalkan
surat-surat tersebut adalah sedemikian rupa, sehingga harganya pada hari
penjualan dapat diperlihatkan dalam surat kabar biasa mengenai harga atau
pemberitahuan sejenis itu, sebagaimana lazimnya dikeluarkan di Indonesia.
(KUHPerd. 396, 452; KUHD 62.)
399. Wali tidak boleh menjual barang tak bergerak si anak
belum dewasa, selain dengan lelang umum. Dalam hal itu pembelian tidak akan
mempunyai kekuatan, sebelum disahkan pengadilan negeri menurut syarat-syarat
dan ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea kedua, ketiga dan keempat pasal
396. (KUHPerd. 452, 1470.)
400. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali tidak boleh
menyewa atau mengambil sebagai hak usaha untuk diri sendiri barang-barang si
anak belum dewasa, kecuali bila pengadilan negeri telah mengizinkan
syarat-syaratnya setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga sedarah
atau semenda si anak belum dewasa dan wali pengawas; dalam hal demikian, wali
pengawaslah yang berhak mengadakan perjanjian dengan si wali. (KUHPerd. 417,
452.) Tanpa izin yang sama, wali tidak boleh menerima penyerahan hak atau
piutang terhadap mereka yang ada di bawah perwaliannya. (KUHPerd. 333 dst.,
370, 385, 452, 613, 1533, 1548.)
401. Wali tidak boleh menerima warisan yang diperuntukkan
bagi si anak belum dewasa, selain dengan hak istimewa akan pendaftaran harta
peninggalan. (KUHPerd. 1046.) Wali tidak boleh menolak warisan tanpa izin untuk
itu yang diperoleh dengan cara yang ditentukan dalam pasal 393. (KUHPerd. 371,
386, 430, 452, 1023, 1057, 1448.)
402. Izin yang sama diperlukan juga untuk menerima sebuah
hibah yang diperuntukkan bagi si anak belum dewasa; akibat hibah yang demikian
adalah sama seperti akibat hibah yang diberikan kepada seorang yang telah
dewasa. (KUHPerd. 452, 1448, 1677, 1685, 1687.)
403. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Sebelum
mengajukan gugatan di muka hakim untuk si anak belum dewasa, atau sebelum membelanya
terhadap suatu gugatan, atas tanggung jawab sendiri si wali boleh meminta
kepada balai harta peninggalan supaya dikuasakan untuk itu; balai itu, atas
permintaan tersebut, harus menanyakan terlebih dulu pendapat para keluarga
sedarah atau semenda si anak belum dewasa, demikian pula pendapat wali
pengawas, sekiranya perwalian pengawas tidak dilakukan oleh balai harta
peninggalan sendiri. Wali yang tanpa izin tersebut mengajukan gugatan di muka
hakim atau mengadakan pembelaan atas suatu gugatan, dapat dihukum oleh hakim
untuk membayar segala biaya perkara dengan uangnya sendiri, bila dipandangnya
bahwa tidak dengan alasan yang layak perkara itu dimulainya atau
dipertahankannya; hal ini tidak mengurangi kewajiban wali untuk membayar biaya,
kerugian dan bunga, sekiranya ada alasan untuk itu. Hukuman yang sama dapat
juga diberikan bila ternyata bahwa izin tersebut didapatnya karena penuturan
yang bohong atau penyembunyian keadaan yang sebenarnya. (KUHPerd. 333 dst., 404
dst., 452, 1448; Wsk. 13; Rv. 58 dst..)
404. Dalam suatu perkara yang diajukan terhadap si anak
belum dewasa, wali tidak leluasa menyatakan menerima putusan tanpa kuasa untuk
itu dari balai harta peninggalan dengan cara yang disebutkan dalam permulaan
pasal yang lalu. (KUHPerd. 403, 452; Wsk. 13.)
405. Wali diharuskan mendapat izin yang sama, bila ia
hendak meminta pemisahan atau pembagian; tetapi tanpa izin ia boleh menjawab
tuntutan akan pemisahan atau pembagian yang diajukan terhadap anak belum
dewasa. (KUHPerd. 403, 452; 1066.)
406. Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam hal
pemisahan dan pembagian harta yang menyangkut kepentingan anak belum dewasa,
ditetapkan dalam Bab XVII Buku Kedua yang berjudul Pemisahan Harta Peninggalan.
KUHPerd. 401, 452, 1066 dst., 1072 dst., 1448.)
406a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila anak-anak
belum dewasa yang berada di bawah beberapa orang wali mempunyai harta kekayaan
yang sama, pengadilan negeri boleh menunjuk salah seorang dari mereka atau
orang lain untuk menyelenggarakan pengurusan harta kekayaan itu sampai
pemisahan dan pembagian selesai, atas jaminan yang ditentukan pengadilan
negeri. (KUHPerd. 319e6.)
407. Tanpa izin yang dibicarakan dalam pasal 393, wali
tidak boleh mengadakan perdamaian atas nama si anak belum dewasa, pula tidak
diperbolehkan menyerahkan penyelesaian suatu perkara kepada wasit. (KUHPerd.
452, 1448; 1851; Rv. 615 dst.)
408. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Jika si ayah
atau si ibu dan istrinya atau suaminya yang telah lebih dulu meninggal dunia,
dulunya kawin dengan harta bersama secara penuh atau terbatas, maka pengadilan
negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para keluarga sedarah atau
semenda beserta wali pengawas, boleh memberi kuasa kepadanya agar selama waktu
yang ditentukan, bahkan sampai si anak yang belum dewasa menjadi dewasa, terus
menguasai harta kekayaan itu, pendapatan perusahaan, perdagangan, pabrik atau
yang sejenis itu. Izin ini tidak dapat diberikan, kecuali jika setelah
pengadilan negeri melihat daftar kekayaan, ternyata bahwa kepentingan anak
belum dewasa adalah sangat besar dan ada jaminan yang diberikan oleh wali atau
wali pengawas. Izin tersebut, atas permohonan wali atau wali pengawas, boleh
dicabut setelah mendengar seperti di atas. Bahkan kejaksaan, karena jabatan, boleh
menuntut pencabutan izin itu. (KUHPerd. 119, 127, 153, 155, 333 dst., 370,
452.)
Bagian 12
Perhitungan pertanggungjawaban perwalian
409. Setiap wali, pada akhir perwalian wajib mengadakan
perhitungan penutup dan pertanggungjawaban. (KUHPerd. 342, 372, 378, 381b, 452;
Rv. 580-8?; IR. 233.)
410. (s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Perhitungan dan pertanggungjawaban itu harus dilakukan atas biaya dan kepada si
anak belum dewasa bila ia telah menjadi dewasa, atau kepada ahli warisnya bila
ia telah meninggal, atau kepada pengganti pengurus. Wali harus membayar lebih
dulu biaya-biaya untuk itu. Dalam perhitungan itu, untuk semua pengeluaran yang
perlu, yang pantas dan yang cukup beralasan, wali harus mendapat penggantian.
(KUHPerd. 330, 370, 419, 452; Rv. 99, 764 dst.)
411. (s.d.u. dg. S. 1928-546.) Semua wali, kecuali ayah,
ibu dan wali peserta, boleh memperhitungkan upah sebesar tiga persen dari
segala pendapatan, dua persen dari segala pengeluaran, dan satu setengah persen
dari modal yang mereka terima, kecuali jika mereka lebih suka menerima upah
yang ditentukan dengan surat wasiat atau dengan akta otentik tersebut dalam
pasal 355; dalam hal yang demikian mereka tidak boleh memperhitungkan upah yang
lebih besar. (Ov. 22, 80; KUHPerd. 388, 452, 1794; S. 1924-523.) (Dg. S.
1927-31 ditambahkan alinea kedua, kemudian dicabut lagi dg. S. 1927-456.)
412. Setiap persetujuan mengenai perwalian dan
perhitungan-perwalian, yang telah diadakan antara wali dan anak belum dewasa
yang sementara itu menjadi dewasa, adalah batal dan tidak berharga, bila
persetujuan itu tidak didahului perhitungan yang baik dan pertanggungjawaban
dengan alat-alat bukti yang diperlukan; semuanya itu harus dinyatakan dengan
pengakuan tertulis dari pihak yang kepadanya harus dilakukan perhitungan itu,
yang diberikan sekurang-kurangnya sepuluh hari sebelum persetujuan. (AB. 23;
KUHPerd. 452, 904, 1451, 1852.)
413. Perhitungan penutup yang harus diadakan oleh wali,
tanpa ditagih pun harus memberikan bunga sejak hari perhitungan ditutup. Segala
bunga dari apa yang masih menjadi utang si anak belum dewasa terhadap walinya
tidak akan berjalan, kecuali sejak hari teguran pelaksanaan pembayaran, setelah
perhitungan dan pertanggungjawaban ditutup. (KUHPerd. 335 dst., 452, 1149-7?,
1250, 1767; Rv. 580-8?, 704-31, 774; Wsk. 33; S. 1848-22.)
414. Segala tuntutan si anak belum dewasa terhadap walinya
berkenaan dengan tindakan-tindakan perwalian, gugur karena daluwarsa setelah
lewat sepuluh tahun, terhitung sejak anak itu menjadi dewasa. (KUHPerd. 452,
1946.)
Bagian 13
Balai harta peninggalan dan dewan perwalian
415. (s.d.u. dg. S. 1921-489; S. 1933-564.) Dalam daerah
hukum setiap pengadilan negeri ada balai harta peninggalan, yang daerah dan
tempat kedudukannya sama dengan daerah dan tempat kedudukan pengadilan negeri.
(RO. 117 dst.; RBg. 73 dst.) Pemerintah boleh menentukan, bahwa segala
kekuasaan yang diberikan kepada suatu balai harta peninggalan beserta
usaha-usahanya, dipangku dan dijalankan oleh atau atas nama salah satu balai
harta peninggalan yang lain. Dalam hal demikian, balai harta peninggalan
tersebut terakhir harus diwakili oleh seorang anggota perwakilan yang berkantor
di tempat balai harta peninggalan tersebut pertama. Kecuali dalam hal yang
ditunjukkan dalam instruksi untuk semua balai harta peninggalan, anggota
perwakilan itu selamanya berkuasa untuk bertindak atas nama balai harta
peninggalan. (Wsk. 13; S. 1934-28 jo. 1948-35.) Bila pemerintah telah
mempergunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya dalam alinea yang lalu, maka
balai harta peninggalan yang diperintahkan bertugas untuk balai harta
peninggalan lain, dalam segala urusan yang mengenai majelis tersebut terakhir,
dianggap mempunyai tempat tinggal semata-mata di kantor anggota perwakilan
tersebut. (s.d.u. dg. S. 1902-222.) Untuk setiap balai harta peninggalan harus
diangkat agen-agen di tempat-tempat yang benar-benar membutuhkannya. (Wsk. 40.)
(s.d.t. dg. S. 1916-325.) Penunjukan wakil semua balai harta peninggalan di
Negeri Belanda dilakukan oleh Menteri Urusan Daerah Seberang Lautan, yang harus
membuat instruksi bagi perwakilan tersebut.
416. Instruksi untuk semua balai harta peninggalan
ditentukan oleh pemerintah, setelah mendengar Mahkamah Agung. Instruksi ini
mengatur susunan dan peraturan dalam tiap-tiap balai harta peninggalan, sesuai
dengan ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan baru. (Ov. 70; KUHPerd.
366, 452; Rv. 787; S. 1872-166.)
416a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421; s.d.u. dg. S.
1933-564.) Dalam daerah hukum setiap pengadilan negeri, ada sebuah dewan perwalian,
yang ditugaskan melakukan segala usaha pemeliharaan, kecuali campur tangan yang
dengan tegas disebutkan dalam kitab undang-undang ini dan peraturan-peraturan
pemerintah lainnya, bagi anak belum dewasa yang dipercayakan kepadanya dengan
putusan hakim menurut pasal 214, pasal 319f alinea kelima, atau pasal 382
alinea ketiga, seperti juga bagi anak-anak diserahkan kepadanya oleh kejaksaan
menurut pasal 319i atau pasal 382a. (S. 1927-382.) (s.d.t. dg. S. 1933-564.)
Daerah dan tempat kedudukan dewan perwalian sama dengan daerah dan tempat
kedudukan pengadilan negeri. Biaya yang dikeluarkan dewan perwalian dibebankan
kepada negara. (s.d.t. dg. S. 1938-622.) Bila dewan perwalian, menurut bab ini
atau Bab X, XI, XIV dan XIVA buku ini, maju ke pengadilan, maka bantuan seorang
pengacara atau advokat tidak diharuskan. (s.d.t. dg. S. 1938-622.) Dewan
perwalian harus berusaha, agar segala uang yang dibayar oleh orang-orang yang
menurut buku ini diwajibkan memberikan tunjangan untuk nafkah dan pendidikan
anak belum dewasa, digunakan sesuai dengan maksudnya.
416b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.; s.d.u. dg. S.
1933-564.) Tanpa mengurangi ketentuan alinea berikut, dewan perwalian terdiri
dari balai harta peninggalan setempat, dengan jumlah anggota yang ditentukan
oleh pemerintah. (S. 1927-382.) Bila pemerintah mempergunakan kekuasaan yang
diberikan kepadanya oleh alinea kedua pasal 415, maka dewan perwalian terdiri
dari anggota perwakilan balai harta peninggalan yang berkedudukan di lain
daerah, yaitu anggota yang berkantor di daerah setempat, dan sejumlah anggota
yang ditentukan oleh pemerintah. (S. 1934-28.) Pegawai balai harta peninggalan
melakukan tugas pada dewan perwalian sama seperti pada balai harta peninggalan.
Cara dewan perwalian menunaikan tugasnya, diatur oleh pemerintah. (S.
1927-382.) Untuk tiap dewan perwalian, di tempat-tempat yang membutuhkannya
diangkat agen-agen.
417. (s.d.u. dg. S. 1925-113 jo. 181; 1927-31 jis. 390,
421.) Setiap balai harta peninggalan dan dewan perwalian boleh mewakilkan atau
menguasakan dirinya kepada salah seorang anggota atau pegawainya, atau kepada
seorang agennya dalam hal bila mereka selaku majelis harus menunaikan tugas di
luar gedung rapat mereka. (KUHPerd. 127, 386, 395, 452, 1071 dst., 1075; F. 67
dst.) Dalam hal-hal, bila balai harta peninggalan dan dewan perwalian dimintai
pertimbangan, mereka harus menyatakan pendapatnya secara tertulis dengan
alasan-alasannya. (KUHPerd. 38, 41, 381, 384, 389, 393, 400, 408, 418, 422,
455, 1075, 1127; Wsk. 36.)
418. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Balai harta
peninggalan dan dewan perwalian tidak bisa dikesampingkan dan segala campur
tangan, yang diperintahkan kepada mereka menurut ketentuan undang-undang.
(KUHPerd. 366, 449, 451 dst., 1127.) Segala perbuatan dan perjanjian yang
bertentangan dengan ketentuan di atas adalah batal dan tidak berharga. (AB.
23.)
418a. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kepala daerah
dan pegawai catatan sipil wajib sedapat mungkin memberikan
keterangan-keterangan dengan cuma-cuma kepada balai harta peninggalan dan dewan
perwalian, dan dengan cuma-cuma pula memberikan semua salinan dan petikan dari
daftar-daftar yang diminta oleh majelis tersebut untuk kepentingan tugas yang
harus mereka lakukan; salinan dan petikan yang diberikan itu bebas dari meterai.
(Zeg. 31, II, 61?.)
[sunting] Bab XVI - Pendewasaan
419. Dengan pendewasaan, seorang anak yang masih di bawah
umur boleh dinyatakan dewasa, atau kepadanya boleh diberikan hak-hak tertentu
orang dewasa. (KUHPerd. 307, 330, 399, 420 dst., 426 dst.)
420. Pendewasaan yang menjadikan orang yang masih di bawah
umur menjadi dewasa, diperoleh dengan venia aetatis atau surat-surat pernyataan
dewasa, yang diberikan oleh pemerintah setelah mempertimbangkan nasihat
Mahkamah Agung. (KUHPerd. 274.)
421. Permohonan akan surat pernyataan dewasa boleh diajukan
kepada pemerintah oleh anak yang di bawah umur, bila ia telah mencapai umur dua
puluh tahun penuh. Pada surat permohonan itu harus dilampirkan akta kelahiran,
atau bila itu tidak dapat diberikan, tanda bukti lain yang sah tentang umur
yang disyaratkan itu. (KUHPerd. 72, 330, 383; BS. 40.)
422. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Mahkamah Agung
tidak memberi nasihat sebelum mendengar atau memanggil secukupnya kedua orang
tua anak yang di bawah umur itu atau orang tuanya yang masih hidup, dan bila
anak yang di bawah umur itu ada dalam perwalian, walinya, wali pengawasnya dan
keluarga-keluarga sedarah atau semenda. (KUHPerd. 300, 306, 333 dst.)
423. (s.d.u. dg. S. 1925-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan termaksud dalam pasal
yang lampau mengenai para orang tua, wali dan wali pengawas yang bertempat
tinggal atau berdiam di luar kabupaten tempat Mahkamah Agung berkedudukan.
Pegawai yang ditugaskan melakukan pemeriksaan itu, harus memberikan penjelasan
apa saja yang dianggapnya perlu pada waktu mengirimkan berita acaranya. Berita
acara itu dengan penjelasannya harus dilampirkan pada nasihat yang harus
disampaikan oleh Mahkamah Agung kepada pemerintah.
424. Si anak yang telah dinyatakan dewasa, dalam segala hal
sama dengan orang dewasa. (s.d.u. dg. S. 1901-194 jo. S. 1905-552; S. 1927-31
jis. 390, 421.) Akan tetapi mengenai pelaksanaan perkawinan, dia tetap wajib
untuk meminta izin dari para orang tuanya atau dari kakek-neneknya atau dari
pengadilan negeri menurut ketentuan-ketentuan pasal 35 dan pasal 37, sampai dia
mencapai umur dua puluh satu tahun penuh, sedangkan terhadap anak-anak luar
kawin yang telah diakui, pasal 39 alinea pertama tetap berlaku sampai mereka
mencapai umur dua puluh satu tahun penuh. (KUHPerd. 299, 330, 1006.)
425. (s.d.u. dg. S. 1901-194 jo. S. 1905-552; S. 1927-31
jis. 390, 421.) Untuk kepentingan anak yang masih di bawah umur itu, pemerintah
bebas untuk menambahkan dalam surat pernyataan dewasa itu suatu ketentuan,
bahwa meskipun anak itu diberi pernyataan dewasa, dia tidak diperbolehkan,
sampai dia mencapai umur dua puluh satu tahun penuh, untuk memindahtangankan
atau membebani harta tak bergeraknya selain dengan persetujuan pengadilan
negeri di tempat tinggalnya yang diberikan setelah mendengar atau memanggil
secukupnya kedua orang tuanya, atau salah seorang yang masih hidup dari mereka,
atau bila keduanya sudah tidak ada, keluarga-keluarga sedarah atau semenda.
Dalam hal penjualan, pengadilan negeri boleh juga menyetujui hal itu dilakukan
di bawah tangan. (KUHPerd. 393, 396; Rv. 685.) Terhadap pemeriksaan kedua orang
tua, alinea keempat pasal 206 berlaku.
426. (s.d.u. dg. S. 1875-257; S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Pendewasaan, yang memberikan hak-hak tertentu sebagai orang dewasa kepada anak
yang di bawah umur, boleh diberikan oleh pengadilan negeri kepada anak yang di
bawah umur atas permohonannya, bila dia telah mencapai umur delapan belas tahun
penuh. Hal itu tidak diberikan bila bertentangan dengan kemauan salah seorang
tuanya yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian. (KUHPerd. 140, 299
dst., 307 dst., 430 dst.)
427. (s.d.u. dg. S. 1875-257; S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Pengadilan negeri tidak mengambil keputusan sebelum mendengar atau memanggil
dengan sah kedua orang tuanya, bila anak yang di bawah umur itu ada dalam kekuasaan
orang tuanya, atau bila dia ada dalam perwalian, mendengar atau memanggil
dengan sah walinya, wali pengawasnya, keluarga sedarah atau semenda, serta
kedua orang tuanya atau orang tua yang masih hidup bila yang melakukan
perwalian atas orang yang di bawah umur itu bukan orang tuanya. Alinea keempat
pasal 206 berlaku dalam hal mendengar para orang tua, wali dan wali pengawas.
Sebelum mengambil keputusan, pengadilan negeri boleh memerintahkan anak yang di
bawah umur itu untuk menghadap sendiri. Sebelum menutup pemeriksaan, pengadilan
negeri harus menentukan hari pengambilan keputusan. Terhadap keputusan
pengadilan negeri ini, tidak dapat dimintakan banding. (KUHPerd. 299 dst., 330,
349, 350, 352, 380 dst., 428; Rv. 327 dst.)
428. (s.d.u. dg. S. 1875-257.) Pada waktu memberikan
pendewasaan, pengadilan negeri harus menentukan dengan tegas, hak-hak
kedewasaan manakah yang diberikan kepada anak yang di bawah umur itu. (KUHPerd.
430.)
429. Si anak di bawah umur yang telah mendapat pendewasaan
demikian itu, dianggap sebagai orang dewasa hanya dalam hal perbuatan-perbuatan
dan tindakan-tindakan yang dengan tegas diperintahkan kepadanya, dan ia tidak
boleh mengingkari keabsahannya atas dasar kebelumdewasaan. Untuk hal-hal
lainnya dia tetap dalam kedudukan belum dewasa. (KUHPerd. 428, 1446 dst.)
430. Wewenang dan hak-hak yang diberikan kepada si anak
yang belum dewasa menurut pasal-pasal 426, 427, dan 428, tidak boleh lebih
daripada wewenang dan hak untuk menerima seluruh atau sebagian pendapatannya,
mengeluarkan dan menggunakan pendapatannya itu, mengadakan persewaan, menggarap
tanah-tanahnya, dan melakukan usaha-usaha yang perlu untuk itu, melakukan suatu
pekerjaan tangan, mendirikan suatu pabrik atau ikut berusaha dalam itu, dan
akhirnya menjalankan mata-pencaharian dan perdagangan. (s.d.u. dg. S.
1875-257.) Dalam kedua hal tersebut terakhir, anak yang di bawah umur itu
berwenang seperti seorang dewasa untuk mengangkat segala perjanjian yang
berhubungan dengan pabrik itu, mata-pencaharian dan perdagangan itu, kecuali
pemindahtanganan dan pembebanan harta-harta tetapnya dan pemindahtanganan dan
penggadaian efek-efeknya yang memberi bunga, surat-surat pendaftaran dalam buku
besar utang-utang negara, tagihan-tagihan utang hipotek dan saham-saham dalam
perseroan terbatas atau perseroan lain. (s.d.t. dg. S. 1875-257.) Dalam hal
perbuatan-perbuatan yang boleh dia lakukan berdasarkan pendewasaan yang telah
diperolehnya, dia boleh bertindak di pengadilan, baik sebagai penggugat maupun
sebagai tergugat. Pasal 21 tidak berlaku terhadap perbuatan-perbuatan itu.
(KUHPerd. 299, 307, 383, 385, 506 dst. 613, 814, 1385, 1446, 1448, 1548 dst.,
1677; KUHD 19 dst., 40 dst.)
431. (s.d.u. dg. S. 1875-257; S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Pendewasaan tersebut dalam lima pasal yang lampau, oleh pengadilan negeri boleh
ditarik kembali, bila anak yang di bawah umur itu menyalahgunakannya atau bila
ada cukup kekhawatiran, bahwa dia akan menyalahgunakannya. Penarikan kembali
dilakukan atas permohonan ayahnya, bila kedua orang tuanya masih hidup, atau
atas permohonan ibunya, bila kekuasaan orang tua dilakukan olehnya, atau atas
permohonan wali atau wali pengawas, bila orang yang di bawah umur itu berada
dalam perwalian. Terhadap permohonan itu tidak diambil keputusan sebelum
mendengar atau memanggil dengan sah anak yang di bawah umur itu dan walinya,
bila permohonan itu diajukan oleh wali pengawasnya, atau mendengar atau
memanggil dengan sah wali pengawas, bila permohonan diajukan oleh si wali.
Pengadilan negeri boleh memerintahkan supaya keluarga sedarah atau semenda, dan
ayahnya atau ibunya, sekiranya salah seorang dari antara mereka masih hidup
tanpa dibebani tugas perwalian, dipanggil untuk didengar. Pengadilan mengambil
keputusan tanpa banding. (KUHPerd. 299 dst., 330, 333 dst., 370, 427.) (s.d.t.
dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Alinea keempat pasal 206 tidak berlaku terhadap
pemeriksaan para orang tua, wali dan wali pengawas.
432. Semua pendewasaan tersebut dalam bab ini, demikian
pula pencabutannya menurut pasal-pasal yang lampau, harus diumumkan dengan cara
membuat maklumat dan memasangnya dalam berita negara. (Ov. 105.) Dalam maklumat
pendewasaan itu, harus dicantumkan dengan teliti, bagaimana dan untuk apa hal
itu diberikan. Sebelum diadakan maklumat ini, baik pendewasaan itu maupun
pencabutannya, tidak berlaku terhadap pihak ketiga. (KUHPerd. 430 dst.; S.
1851-51.)
[sunting] Bab XVII - Pengampuan
433. Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan
dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun
ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga
ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan. (KUHPerd. 456 dst., 460, 462,
895, 1006, 1330.)
434. Setiap keluarga sedarah berhak minta pengampuan
keluarga sedarahnya berdasarkan keadaan dungu, gila atau mata gelap. Disebabkan
karena pemborosan, pengampuan hanya dapat diminta oleh para keluarga sedarah
dalam garis lurus, dan oleh mereka dalam garis samping sampai derajat keempat.
Dalam satu dan lain hal, suami atau istri dapat minta pengampuan bagi istrinya
atau suaminya. Barangsiapa, karena lemah akal pikirannya, merasa tidak cakap
mengurus kepentingan diri sendiri dengan baik, dapat minta pengampuan bagi diri
sendiri. (KUHPerd. 114, 290 dst. 445; IR. 229 dsb.)
435. Bila seseorang yang dalam keadaan mata gelap tidak
dimintakan pengampuan oleh orang-orang tersebut dalam pasal yang lalu, maka
jawatan kejaksaan wajib memintanya. Dalam hal dungu atau gila, pengampuan dapat
diminta oleh jawatan kejaksaan bagi seseorang yang tidak mempunyai suami atau
istri, juga yang tidak mempunyai keluarga sedarah yang dikenal di Indonesia.
436. Semua permintaan untuk pengampuan harus diajukan
kepada pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya tempat berdiam orang yang
dimintakan pengampuan. (KUHPerd. 17 dst.)
437. Peristiwa-peristiwa yang menunjukkan keadaan dungu,
gila mata gelap atau keborosan, harus dengan jelas disebutkan dalam surat
permintaan, dengan bukti-bukti dan penyebutan saksi-saksinya. (KUHPerd. 440,
456 dst., 1909, 1914.)
438. Bila pengadilan negeri berpendapat, bahwa
peristiwa-peristiwa itu cukup penting guna mendasarkan suatu pengampuan, maka
perlu didengar para keluarga sedarah atau semenda. (KUHPerd. 290, 333 dst.,
453; IR. 230.)
439. Pengadilan negeri, setelah mendengar atau memanggil
dengan sah orang-orang tersebut dalam pasal yang lalu, harus mendengar pula
orang yang dimintakan pengampuan; bila orang ini tidak mampu untuk datang, maka
pemeriksaan harus dilangsungkan di rumahnya oleh seorang atau beberapa orang
hakim yang diangkat untuk itu, disertai oleh panitera, dan dalam segala hal
dihadiri oleh jawatan kejaksaan. (KUHPerd. 445.) Bila rumah orang yang
dimintakan pengampuan itu terletak dalam jarak sepuluh pal lebih dari
pengadilan negeri, maka pemeriksaan dapat dilimpahkan kepada kepala
pemerintahan setempat. Dari pemeriksaan ini, yang tidak usah dihadiri oleh
jawatan kejaksaan, harus dibuat berita acara yang salinan otentiknya dikirimkan
kepada pengadilan negeri. (KUHPerd. 445, 1023.) Pemeriksaan tidak akan
berlangsung sebelum kepada yang dimintakan pengampuan itu diberitahukan isi
surat permintaan dan laporan yang memuat pendapat dari anggota-anggota keluarga
sedarah. (KUHPerd. 441, 443, 455.)
440. Bila pengadilan negeri, setelah mendengar atau
memanggil dengan sah keluarga sedarah atau semenda, dan setelah mendengar pula
orang yang dimintakan pengampuan, berpendapat bahwa telah cukup keterangan yang
diperoleh, maka pengadilan dapat memberi keputusan tentang surat permintaan itu
tanpa tata-cara lebih lanjut; dalam hal yang sebaliknya, pengadilan negeri
harus memerintahkan pemeriksaan saksi-saksi agar peristiwa-peristiwa yang dikemukakannya
menjadi jelas. (KUHPerd. 437, 445.)
441. Setelah mengadakan pemeriksaan tersebut dalam pasal
439, bila ada alasan, pengadilan negeri dapat mengangkat seorang pengurus
sementara untuk mengurus pribadi dan barang-barang orang yang dimintakan pengampuannya.
(KUHPerd. 445 dst., 449; IR. 231.)
442. Putusan atas suatu permintaan akan pengampuan harus
diucapkan dalam sidang terbuka, setelah mendengar atau memanggil dengan sah
semua pihak dan berdasarkan kesimpulan jaksa. (KUHPerd. 445.)
443. Bila dimohonkan banding, maka hakim banding, sekiranya
ada alasan, dapat mendengar lagi atau menyuruh mendengar lagi orang yang
dimintakan pengampuan. (KUHPerd. 439; IR. 236.)
444. Semua penetapan dan putusan yang memerintahkan
pengampuan, dalam waktu yang ditetapkan dalam penetapan atau keputusan itu,
harus diberitahukan oleh pihak yang memintakan pengampuan kepada pihak lawannya
dan diumumkan dengan menempatkannya dalam berita negara; semuanya atas ancaman
hukuman membayar segala biaya, kerugian dan bunga sekiranya ada alasan untuk
itu. (Ov. 105; KUHPerd. 445 dst., 461.)
445. Bila pengampuan diminta sehubungan dengan alinea
keempat pasal 434, pengadilan negeri mendengar para keluarga sedarah atau
keluarga semenda dan, sendiri atau dengan wakilnya, si suami atau si istrinya
yang meminta, sekiranya ini berada di Indonesia; juga harus dilakukan
ketentuan-ketentuan dalam pasal 439 alinea kesatu dan kedua, 440, 441 dan 442.
Dalam hal demikian, jawatan kejaksaan harus menyelenggarakan pengumuman
mengenai keputusan dengan cara yang ditentukan dalam pasal 444.
446. Pengampuan mulai berjalan, terhitung sejak putusan
atau penetapan diucapkan. Semua tindak perdata yang setelah itu dilakukan oleh
orang yang ditempatkan di bawah pengampuan, adalah batal demi hukum. Namun
demikian, seseorang yang ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan,
tetap berhak membuat surat-surat wasiat. (KUHPerd. 88, 441, 444, 449, 895,
1330, 1446, 1813; Rv. 248-2?.)
447. Semua tindak perdata yang terjadi sebelum perintah
pengampuan diucapkan berdasarkan keadaan dungu, gila dan mata gelap, boleh
dibatalkan, bila dasar pengampuan ini telah ada pada saat tindakan-tindakan itu
dilakukan. (KUHPerd. 61-3?, 88, 1330-2?.)
448. Setelah seseorang meninggal dunia, maka segala tindak
perdata yang telah dilakukannya, kecuali pembuatan surat-surat wasiat
berdasarkan keadaan dungu, gila dan mata gelap, tidak dapat disanggah, selain
bila pengampuan atas dirinya telah diperintahkan atau dimintakan sebelum ia
meninggal dunia, kecuali bila bukti-bukti tentang penyakit-penyakit itu
tersimpul dari perbuatan yang disanggah itu. (KUHPerd. 446, 895, 1320-1?.)
449. Bila keputusan tentang pengampuan telah mendapatkan
kekuatan hukum yang pasti, maka oleh pengadilan negeri diangkat seorang
pengampu. Pengangkatan itu segera diberitahukan kepada balai harta peninggalan.
Pengampuan pengawas diperintahkan kepada balai harta peninggalan, (KUHPerd.
418.) (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam hal yang demikian,
berakhirlah segala campur tangan pengurus sementara, yang wajib mengadakan
perhitungan dan pertanggungjawaban atas pengurusannya kepada pengampu; bila ia
sendiri yang diangkat menjadi pengampu, maka perhitungan dan pertanggungjawaban
itu harus di harus dilakukan kepada pengampu pengawas. (KUHPerd. 359 dst., 377
dst., 379 dst., 441, 446; Rv. 580-8?; Wak. 60.)
450. Dicabut dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
451. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kecuali jika
alasan-alasan penting menghendaki pengangkatan orang lain menjadi pengampu,
suami atau istri harus diangkat menjadi pengampu bagi istri atau suaminya,
tanpa mewajibkan si istri mendapatkan persetujuan atau kuasa apa pun juga untuk
menerima pengangkatan itu. (KUHPerd. 103, 300, 349, 359, 377 dst., 379-3?, 380,
418.)
452. Orang yang ditempatkan di bawah pengampuan
berkedudukan sama dengan anak yang belum dewasa. Bila seseorang yang karena
keborosan ditempatkan di bawah pengampuan hendak melangsungkan perkawinan, maka
ketentuan-ketentuan pasal 38 dan pasal 151 berlaku terhadapnya. (s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Ketentuan undang-undang tentang perwalian atas anak
belum dewasa, yang tercantum dalam pasal 331 sampai dengan 344, pasal-pasal
362, 367, 369 sampai dengan 388, 391 dan berikutnya dalam Bagian 11, 12, dan 13
Bab XV, berlaku juga terhadap pengampuan. (Ov. 23; KUHPerd. 63, 330, 458, 539,
1006, 1046, 1149-7?, 1330 dst., 1446, 1454, 1813; Rv. 336; KUHP. 35, 37, 524.)
453. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila seseorang
yang ditempatkan di bawah pengampuan mempunyai anak-anak belum dewasa serta
menjalankan kekuasaan orang tua, sedangkan istri atau suaminya telah dibebaskan
atau diberhentikan dari kekuasaan orang tua, atau berdasarkan pasal 246 tidak
diperintahkan menjalankan kekuasaan orang tua atau tidak memungkinkan untuk
menjalankan kekuasaan orang tua, seperti juga jika orang yang di bawah
pengampuan itu menjadi wali atas anak-anaknya yang sah, maka demi hukum
pengampu adalah wali atas anak-anak belum dewasa itu sampai pengampuannya
dihentikan, atau sampai istri atau suaminya memperoleh perwalian itu karena
penetapan yang dimaksudkan dalam pasal 206 dan pasal 230, atau mendapatkan
kekuasaan orang tua berdasarkan pasal 246a, atau dipulihkan dalam kekuasaan
orang tua atau perwalian. (KUHPerd. 300, 345, 353, 458.)
454. Penghasilan orang yang ditempatkan di bawah pengampuan
karena keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus digunakan khusus untuk
memperbaiki nasibnya dan memperlancar penyembuhan. (KUHPerd. 388, 391, 451.)
455. Dicabut dg. S. 1897-53.
456. (s.d.u. dg. S. 1897-53.) Terhadap orang-orang yang
tidak dapat dibiarkan mengurus diri sendiri atau membahayakan keamanan orang
lain karena kelakuannya terlanjur buruk dan terus-menerus buruk, harus
dilakukan tindakan seperti diatur dalam Reglemen Susunan Kehakiman dan
Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia. (RO. 134; KUHPerd. 455, 457; IR. 234.)
457. Dalam hal adanya kepentingan yang mendesak, para
kepala daerah setempat, menjelang pengesahan pengadilan negeri, berkuasa
memerintahkan penahanan sementara orang-orang yang dimaksud dalam pasal-pasal
yang lalu. Mereka wajib untuk bertindak dengan cermat; dan selambat-lambatnya
dalam empat hari atau, dalam hal tempat kedudukan pengadilan negeri yang
bersangkutan ada di pulau lain, dengan kapal yang pertama, mereka harus
mengirimkan surat-surat tentang penahanan kepada kejaksaan yang berwenang, yang
harus menyampaikan lagi surat-surat itu dengan tuntutannya kepada pengadilan
negeri segera setelah menerima surat-surat itu. Bila pengadilan negeri tidak
menemukan alasan-alasan guna menguatkan penahanan, maka dengan putusan harus
diperintahkan supaya orang yang ditahan itu segera dikeluarkan dari tahanan.
Putusan ini harus segera dilaksanakan oleh kepala daerah yang bersangkutan
segera setelah diterimanya, dan hal itu harus diberitahukan kepada kejaksaan
dengan cara seperti yang ditentukan dalam alinea kedua pasal ini. (KUHPerd.
462.)
458. Seorang anak belum dewasa yang ada di bawah pengampuan
tidak dapat melakukan perkawinan, pula tidak dapat mengadakan
perjanjian-perjanjian, selain dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan pada
pasal 38 dan pasal 151. (KUHPerd. 453.)
459. Tidak seorang pun, kecuali suami-istri dan keluarga
sedarah dalam garis ke atas atau ke bawah, wajib menjalankan suatu pengampuan
lebih dari delapan tahun lamanya; setelah waktu itu lewat, pengampu boleh minta
dibebaskan dan permintaan ini harus dikabulkan. (KUHPerd. 290 dst., 376 dst.)
460. Pengampuan berakhir bila sebab-sebab yang
mengakibatkannya telah hilang; tetapi pembebasan dari pengampuan ini tidak akan
diberikan, selain dengan memperhatikan tata cara yang ditentukan oleh
undang-undang guna memperoleh pengampuan, dan karena itu orang yang ditempatkan
di bawah pengampuan tidak boleh menikmati kembali hak-haknya sebelum keputusan
tentang pembebasan pengampuan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti.
(KUHPerd. 88, 433 dst., IR. 232.)
461. Pembebasan diri pengampuan harus diumumkan dengan cara
yang diatur dalam pasal 444.
Ketentuan penutup
462. Seorang anak belum dewasa yang berada dalam keadaan
dungu, gila atau mata gelap, tidak boleh ditempatkan di bawah pengampuan,
tetapi tetap berada di bawah pengawasan ayahnya, ibunya atau walinya. (KUHPerd.
299, 330, 383, 433.) Alinea kedua dan ketiga dicabut berdasarkan S. 1897-53.
[sunting] Bab XVIII - Ketidakhadiran
Bagian 1
Ketentuan-ketentuan sementara
463. Bila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa
memberi kuasa untuk mewakilinya dalam urusan-urusan dan
kepentingan-kepentingannya, atau untuk mengatur pengelolaannya mengenai hal
itu, ataupun bila kuasa yang diberikannya tidak berlaku lagi, sedangkan keadaan
sangat memerlukan mengatur pengelolaan itu seluruhnya atau sebagian, atau untuk
mengusahakan wakil baginya, maka atas permohonan pihak-pihak yang
berkepentingan, atau atas tuntutan kejaksaan, pengadilan negeri di tempat
tinggal orang yang dalam keadaan tidak hadir itu harus memerintahkan balai
harta peninggalan untuk mengelola barang-barang dan kepentingan-kepentingan
orang itu seluruhnya atau sebagian, membela hak-haknya, dan bertindak sebagai
wakilnya. (IR. 235; RBg. 271.) Semuanya itu tidak mengurangi
ketentuan-ketentuan khusus menurut undang-undang dalam hal kepailitan atau
ketidakmampuan yang nyata. (KUPerd. 17, 374, 470, 1079, 1813; F. 1 dst.)
(s.d.u. dg. S. 1925-113 jo. 181.) Sekiranya harta kekayaan dan kepentingan
orang yang tak hadir itu sedikit, maka atas permintaan atau tuntutan seperti di
atas, ataupun dengan menyimpang dari permintaan atau tuntutan itu karena
jabatan, pengadilan negeri, baik dengan penetapan termaksud dalam alinea
pertama, maupun dengan penetapan lebih lanjut yang masih akan diambilnya, juga
berkuasa untuk memerintahkan pengelolaan harta kekayaan dan pengurusan kepentingan
itu kepada seorang atau lebih yang ditunjuk oleh pengadilan negeri dari
keluarga sedarah atau semenda orang yang tidak hadir itu, atau kepada istri
atau suaminya; dalam hal ini, satu-satunya kewajiban ialah bila orang yang tak
hadir itu kembali, maka keluarga, istri atau suaminya itu, wajib mengembalikan
harta kekayaan itu atau harganya, setelah dikurangi segala utang yang sementara
itu telah dilunasinya, tanpa hasil dan pendapatannya. Ketentuan-ketentuan pasal
berikut dari bagian ini tidak berlaku terhadap pengelola tersebut diatas.
464. Balai harta peninggalan berkewajiban, jika perlu
setelah penyegelan, untuk membuat daftar lengkap harta kekayaan yang
pengelolaannya dipercayakan kepadanya. Untuk selanjutnya balai harta
peninggalan harus mengindahkan peraturan-peraturan mengenai pengelolaan harta
kekayaan anak-anak yang masih di bawah umur, sejauh peraturan-peraturan itu
dapat diterapkan pada pengelolaannya, kecuali bila pengadilan negeri menentukan
lain mengenai hal-hal tertentu. (Ov. 100 dst.; KUHPerd. 385 dst., 391, 465
dst.; Rv. 672.)
465. Balai harta peninggalan berkewajiban untuk memberikan
perhitungan dan pertanggungjawaban secara singkat dan memperlihatkan efek-efek
dan surat-surat yang berhubungan dengan pengelolaan itu kepada jawatan kejaksaan
pada pengadilan negeri yang telah mengangkatnya. Perhitungan ini boleh dibuat
di atas kertas yang tidak bermeterai dan disampaikan tanpa tata cara peradilan.
Terhadap perhitungan dan pertanggungjawaban ini jawatan kejaksaan boleh
mengajukan usul-usul kepada pengadilan negeri, sejauh hal itu dianggapnya perlu
untuk kepentingan orang yang dalam keadaan tidak hadir itu. Pengesahan
perhitungan dan pertanggungjawaban ini tidak mengurangi hak orang yang tidak
hadir itu atau pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk mengajukan
keberatan-keberatan terhadap perhitungan itu. (KUHPerd. 464, 472, 483, 791,
803; Rv. 764 dst.)
466. Dihapus dg. S. 1928-210; memberi wewenang untuk
pengelolaan dalam memperhitungkan upah yang ditetapkan dalam KUHPerdata. 463
dst.
Bagian 2
Pernyataan mengenai orang yang diperkirakan telah meninggal
dunia
467. Bila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa
memberi kuasa untuk mewakili urusan-urusan dan kepentingan-kepentingannya, atau
mengatur pengelolaannya atas hal itu, dan bila telah lampau lima tahun sejak
kepergiannya, atau lima tahun setelah diperoleh berita terakhir yang
membuktikan bahwa dia masih hidup pada waktu itu, sedangkan dalam lima tahun
itu tak pernah ada tanda-tanda tentang hidupnya atau matinya, maka tak peduli
apakah pengaturan-pengaturan sementara telah diperintahkan atau belum, orang
yang dalam keadaan tak hadir itu, atas permohonan pihak-pihak yang
berkepentingan dan dengan izin pengadilan negeri di tempat tinggal yang
ditinggalkannya, boleh dipanggil untuk menghadap pengadilan itu dengan
panggilan umum yang berlaku selama jangka waktu tiga bulan, atau lebih lama
lagi sebagaimana diperintahkan oleh pengadilan. Bila atas panggilan itu tidak
menghadap, baik orang yang dalam keadaan tidak hadir itu maupun orang lain untuknya,
untuk memberi petunjuk bahwa dia masih hidup, maka harus diberikan izin untuk
panggilan demikian yang kedua, dan setelah pemanggilan kedua ini, dalam hal
seperti di atas, izin untuk pemanggilan demikian yang ketiga harus diberikan.
Panggilan ini tiap-tiap kali harus dipasang dalam surat-surat kabar yang dengan
tegas akan ditunjuk oleh pengadilan negeri pada waktu memberikan izin yang
pertama, dan tiap-tiap kali juga harus ditempelkan pada pintu utama ruang
sidang pengadilan negeri dan pada pintu masuk kantor keresidenan tempat tinggal
terakhir orang tidak hadir itu. (KUHPerd. 463, 469 dst., 472, 475 dst., 493,
1792; Rv. 6-7?)
468. Bila atas panggilan ketiga tidak datang menghadap,
baik orang yang dalam keadaan tak hadir, maupun orang lain yang cukup menjadi
petunjuk tentang adanya orang itu, maka pengadilan negeri, atas tuntutan
jawatan kejaksaan dan setelah mendengar jawatan itu, boleh menyatakan adanya
dugaan hukum bahwa orang itu telah meninggal, terhitung sejak hari ia
meninggalkan tempat tinggalnya, atau sejak hari berita terakhir mengenai
hidupnya, yang harinya secara pasti harus dinyatakan dalam putusan itu.
(KUHPerd. 463, 467, 469, 471, 482, 1916.)
469. Sebelum mengambil putusan atas tuntutan itu, jika
perlu setelah mengadakan pemeriksaan saksi-saksi yang diperintahkan untuk itu,
dengan kehadiran jawatan kejaksaan, pengadilan negeri harus memperhatikan
sebab-sebab terjadinya ketidakhadiran itu, sebab-sebab yang mungkin telah
menghalangi penerimaan kabar dari orang yang dalam keadaan tidak hadir itu, dan
hal-hal lain yang berhubungan dengan dugaan tentang kematian. Pengadilan
negeri, berkenaan dengan ini semua, boleh menunda pengambilan putusan sampai
lima tahun lebih lama daripada jangka waktu tersebut dalam pasal 467, dan boleh
memerintahkan pemanggilan-pemanggilan lebih lanjut dan penempatannya dalam
surat kabar, sekiranya hal itu dianggap perlu oleh pengadilan untuk kepentingan
orang yang dalam keadaan tidak hadir itu. (KUHPerd. 494; Rv. 171 dst.)
470. Bila seseorang pada waktu meninggalkan tempat
tinggalnya telah memberikan kuasa untuk mewakilinya dalam urusan-urusannya,
atau telah mengatur pengelolaannya, dan bila telah lampau sepuluh tahun setelah
keberangkatannya, atau setelah berita terakhir bahwa ia masih hidup, sedangkan
dalam sepuluh tahun itu tidak ada tanda-tanda apakah ia masih hidup atau telah
mati, maka atas permohonan orang-orang yang berkepentingan, orang yang dalam
keadaan tak hadir itu boleh dipanggil, dan boleh dinyatakan bahwa ada dugaan
hukum tentang kematiannya, dengan cara dan menurut peraturan-peraturan yang
tercantum dalam tiga pasal yang lalu. Berlalunya waktu sepuluh tahun ini
diharuskan, pun sekiranya kuasa yang diberikan atau pengaturan yang diadakan
oleh orang yang dalam keadaan tak hadir itu telah berakhir lebih dahulu. Akan
tetapi dalam hal yang terakhir ini, pengelolaan harus diselenggarakan dengan
cara seperti yang tercantum dalam Bagian 1 bab ini. (KUHPerd. 463, 467, 1795;
1813.)
471. Pernyataan mengenai dugaan tentang kematian harus
diumumkan dengan menggunakan surat kabar yang telah digunakan dalam
pemanggilan-pemanggilan. (KUHPerd. 468.)
Bagian 3
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang yang diduga sebagai
ahli bagian wais dan orang-orang lain yang berkepentingan, setelah pernyataan
mengenai dugaan tentang kematian.
472. Orang-orang yang diduga menjadi ahli waris dari orang
yang dalam keadaan tak hadir, yakni mereka yang pada hari yang dinyatakan dalam
putusan hakim itu berhak atas harta peninggalan orang yang dalam keadaan tak
hadir itu, baik menurut hak waris karena kematian, maupun menurut surat wasiat,
berwenang untuk menuntut perhitungan, pertanggungjawaban dan penyerahan
barang-barang itu dari balai harta peninggalan, bila balai ini diserahi tugas
pengelolaan barang-barang orang yang dalam keadaan tak hadir itu, dan untuk
menguasai barang-barang dari orang yang dalam keadaan tak hadir itu; segala
sesuatunya itu dilaksanakan dengan mengadakan jaminan pribadi atau kebendaan,
yang disahkan oleh pengadilan guna menjamin, bahwa barang-barang itu akan
digunakan tanpa menjadi berantakan atau terlantar, dan bahwa barang-barang itu
atau, bila sifat barang-barang itu mengharuskan, harganya akan dikembalikan,
semuanya untuk kepentingan orang yang dalam keadaan tak hadir itu sekiranya dia
ulang kembali, atau untuk kepentingan para ahli waris lainnya sekiranya hak
mereka kemudian ternyata lebih kuat. Dengan demikian, mereka yang diduga
menjadi ahli waris beserta orang-orang yang berkepentingan, berwenang untuk
menuntut supaya dibuka surat-surat wasiatnya, sekiranya ada. (KUHPerd. 463,
465, 468, 473 dst., 483, 784, 832 dst., 943, 1051, 1162, 1820; Rv. 611 dst.,
764.)
473. Bila tidak diberikan jaminan tersebut dalam pasal yang
lalu, barang-barang itu harus ditaruh di bawah pengelolaan pihak ketiga, dan
mengenai barang-barang bergerak harus diperintahkan penjualannya, dengan
mengindahkan peraturan-peraturan yang terdapat dalam pasal 786 dan pasal 787
kitab undang-undang ini. (KUHPerd. 789, 792, 803, 1730.)
474. Para ahli waris dugaan, berkenaan dengan hal menikmati
harta peninggalan orang yang dalam keadaan tak hadir, mempunyai hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang sama, seperti yang diatur untuk para pemegang hak
pakai hasil, sejauh ketentuan-ketentuan yang ditetapkan untuk hal itu berlaku,
dan tentang hal itu tidak ada peraturan lain. (KUHPerd. 482, 761, 782.)
475. Atas dasar yang sama seperti yang ditentukan dalam
tiga pasal yang lalu tentang para ahli waris dugaan dari orang yang dalam
keadaan tak hadir, orang-orang yang mendapat hibah wasiat, dan orang-orang lain
yang sedianya mempunyai suatu hak atas harta peninggalan orang yang dalam
keadaan tak hadir itu bila dia ini meninggal, boleh segera melakukan hak
mereka. (KUHPerd. 472, 807-1?, 880 dst., 959.)
476. Mereka yang menguasai atau mengelola barang-barang
dari orang yang dalam keadaan tak hadir, masing-masing sejauh mengenai dirinya,
berkewajiban untuk memberi perhitungan dan pertanggungjawaban dan untuk
menyerahkan barang-barang itu kepada orang yang dalam keadaan tak hadir bila
dia pulang, atau kepada para ahli waris atau para pemegang hak lainnya,
sekiranya mereka datang, dan menunjukkan hak mereka yang lebih kuat. (KUHPerd.
472 dst., 475.)
477. Semua ahli waris dugaan itu, segera setelah mengambil
barang-barang ke dalam penguasaannya, berkewajiban untuk membuat daftar lengkap
barang-barang yang ditinggalkan orang yang dalam keadaan tak hadir itu. Kepada
mereka diberikan hak istimewa akan pendaftaran harta peninggalan. Bila tidak
diadakan pendaftaran harta peninggalan demikian itu, seperti juga dalam hal-hal
yang diatur pada pasal 1031, mereka kehilangan hak istimewa tersebut di atas,
tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban tersebut dalam pasal yang lalu. (KUHPerd.
783, 1023 dst.)
478. Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan yang lalu, dan
sejauh karena itu tidak ada ketentuan lain, para ahli waris dugaan boleh
membagi di antara mereka segala harta peninggalan orang yang dalam keadaan
tidak hadir yang telah mereka kuasai, dengan mengindahkan peraturan-peraturan
tentang pemisahan harta peninggalan. Namun barang-barang tetapnya tidak boleh
dijual untuk dapat mengadakan pemisahan itu, melainkan harus ditaruh dalam
suatu penitipan, bila tidak dapat dibagi atau dimasukkan dalam suatu kaveling,
dan hasilnya dapat dibagi menurut kesepakatan mereka. Tentang semuanya itu
harus dibuatkan dan ditandatangani sebuah akta, yang juga menunjukkan,
barang-barang apakah yang diberikan kepada penerima hibah wasiat dan
orang-orang lain yang berhak. (KUHPerd. 479 dst., 484, 1066 dst., 1169, 1730.)
479. Daftar dan akta tersebut dalam pasal yang lalu,
demikian pula akta tentang jaminan, harus dibawa ke kepaniteraan pengadilan
negeri yang telah mengeluarkan keputusan tentang kematian dugaan, dan disimpan
di sana. (KUHPerd. 467, 472, 480; Rv. 612 dst.)
480. Mereka yang karena ketentuan-ketentuan yang lalu telah
mendapat bagian dari barang-barang tetap, atau ditugaskan untuk mengelolanya,
demi kepastian mereka boleh menuntut agar barang-barang itu diperiksa oleh
ahli-ahli, yang diangkat untuk itu oleh pengadilan negeri yang di daerah
hukumnya barang-barang itu terletak, dan agar dibuatkan uraian tentang
keadaannya. Setelah ahli-ahli itu memberikan perslah kepada pengadilan, dan
pengadilan mengesahkannya, kemudian mendengar jawatan kejaksaan, maka uraian
dan perslah itu harus disimpan di kepaniteraan. (KUHPerd. 487, 783.)
481. Barang-barang tetap kepunyaan orang yang dalam keadaan
tak hadir, yang dibagikan kepada ahli waris dugaan, atau diserahkan kepadanya
untuk dikelola, selanjutnya tidak boleh dipindahtangankan atau dibebani,
sebelum lewat waktu yang ditentukan dalam pasal 484, kecuali kalau ada alasan
penting, dan dengan izin pengadilan negeri. (KUHPerd. 1168, 1170.)
482. Bila orang yang dalam keadaan tidak hadir itu pulang
kembali setelah ada keterangan kematian dugaan, atau diperoleh tanda-tanda
bahwa dia masih dalam keadaan hidup, maka mereka yang telah menikmati
hasil-hasil dan pendapatan-pendapatan dari barang-barangnya, wajib untuk
mengembalikan hasil-hasil dan pendapatan-pendapatan itu sebagai berikut:
setengahnya bila dia pulang kembali, atau bila tanda-tanda bahwa dia masih
hidup diperoleh dalam waktu lima belas tahun setelah hari kematian dugaan yang
dinyatakan dalam putusan hakim; atau seperempatnya, bila tanda-tanda itu
diperoleh kemudian, tetapi sebelum lampau waktu tiga puluh tahun setelah
pernyataan itu. Akan tetapi semua itu dengan ketentuan, bahwa pengadilan negeri
yang telah memberi keputusan tentang kematian dugaan itu, mengingat sedikitnya
barang-barang yang ditinggalkan, boleh memerintahkan yang berlainan tentang
pengembalian hasil-hasil dan pendapatan itu, atau dapat juga memberi pembebasan
sama sekali. (KUHPerd. 468, 474, 486, 492.)
483. Bila orang yang dalam keadaan tidak hadir itu kawin
dengan gabungan harta bersama, atau gabungan keuntungan dan kerugian saja, atau
gabungan hasil-hasil dan pendapatan, sedangkan istri atau suaminya memilih
membiarkan gabungan itu berjalan terus, maka dia boleh mencegah pengambilan
barang-barang dalam penguasaan sementara oleh orang-orang yang diduga sebagai
ahli waris, dan mencegah pelaksanaan hak-hak yang mestinya baru akan timbul
setelah kematian orang yang dalam keadaan tidak hadir itu, dan mengambil atau
mempertahankan barang-barang itu dalam pengelolaanya, dengan mendahului yang
lain-lain, dengan menunaikan kewajiban akan pendaftaran tersebut dalam pasal
477. Akan tetapi penghentian pengambilan barang-barang dalam penguasaan dengan
segala akibat-akibatnya, tidak boleh berlangsung lebih lama daripada sepuluh
tahun penuh, terhitung dari hari tersebut dalam putusan hakim yang menyatakan
kematian dugaan itu. Namun bila si istri atau si suami tidak menentang
pengambilan barang-barang dalam penguasaan itu oleh para ahli waris, maka ia
boleh mengambil bagiannya dalam harta bersama itu, atau barang-barang miliknya
sendiri, dan segala sesuatu yang merupakan haknya, asal saja ia memberikan
jaminan untuk barang-barang yang mungkin harus dikembalikan. Si istri yang
memilih dilanjutkan gabungan harta bersama, tetap mempunyai hak untuk
melepaskan diri dari gabungan harta bersama itu di kemudian hari. (KUHPerd.
114, 119, 124 dst., 132, 136, 155, 164, 465, 468, 472, 484, 493.)
484. Bila telah lampau tiga puluh tahun setelah hari
kematian dugaan seperti yang dinyatakan dalam keputusan hakim, atau bila
sebelumnya telah berlalu seratus tahun penuh setelah kelahiran orang yang dalam
keadaan tak hadir, maka penjamin-penjamin dibebaskan dan pembagian
barang-barang yang ditinggalkan tetap berlaku, sejauh pembagian itu telah
terjadi, atau bila belum terjadi, para ahli waris dugaan boleh mengadakan
pembagian tetap, dan boleh menikmati semua hak atas harta peninggalan itu
secara pasti. Maka berhentilah hak istimewa akan pendaftaran harta, dan
dapatlah para ahli waris dugaan diwajibkan untuk menerima atau menolak warisan,
menurut peraturan-peraturan yang ada tentang hal itu. (KUHPerd. 472, 478, 486
dst., 1029, 1066 dst.; BS. 40.)
485. Bila sebelum waktu tersebut dalam pasal yang lalu,
diterima berita tentang kematian orang yang ada dalam keadaan tak hadir, maka
mereka yang atas dasar undang-undang atau atas dasar penetapan-penetapan orang
yang dalam keadaan tak hadir itu telah mendapat hak-hak atas harta
peninggalannya, atau para pengganti mereka itu, boleh menuntut perhitungan,
pertanggungjawaban dan penyerahan atas dasar pasal 476 dan pasal 482. (KUHPerd.
126.)
486. Sekiranya orang yang dalam keadaan tak hadir itu
pulang kembali, atau menunjukkan bahwa dia masih hidup, setelah lampau tiga
puluh tahun sejak hari kematian dugaan seperti yang dinyatakan dalam keputusan
hakim, maka dia hanya berhak untuk menuntut kembali barang-barangnya dalam keadaan
seperti adanya pada waktu itu, beserta harga barang-barang yang telah
dipindahtangankan, atau barang-barang yang telah dibeli dengan hasil
pemindahtanganan barang-barang kepunyaannya, namun semuanya tanpa suatu hasil
atau pendapatan. (KUHPerd. 468, 482, 484, 830.)
487. Demikian pula anak-anak dan keturunan-keturunan lebih
lanjut orang yang dalam keadaan tak hadir, boleh menerima kembali
barang-barangnya, sejauh hak mereka timbul dalam waktu tiga puluh tahun sejak
lampaunya waktu yang ditetapkan dalam pasal 484.
488. Bila dengan putusan hakim dinyatakan dugaan hukum
tentang kematian, semua tuntutan hukum terhadap orang yang dalam keadaan tak
hadir itu, harus diajukan terhadap para ahli waris dugaan yang telah mengambil
barang-barangnya dalam penguasaan mereka, tanpa mengurangi hak mereka untuk
memberlakukan hak istimewa mereka akan pendaftaran harta peninggalan. (KUHPerd.
463, 468, 483, 781, 1032.)
Bagian 4
Hak-hak yang jatuh ke tangan orang tak hadir
bagian yang tak pasti hidup atau mati.
489. Orang yang menuntut suatu hak, yang katanya telah
beralih dari orang yang tak hadir kepadanya, tetapi hak itu baru jatuh pada
orang yang tak hadir setelah keadaan hidup atau matinya menjadi tidak pasti,
wajib untuk membuktikan, bahwa orang yang tak hadir itu masih hidup pada saat
hak itu jatuh padanya; selama dia tidak membuktikan hal itu, maka tuntutannya
harus dinyatakan tidak dapat diterima. (KUHPerd. 468, 836, 847, 899, 1865.)
490. Bila pada orang tak hadir, yang keadaan hidup atau
matinya tidak pasti, jatuh suatu warisan atau hibah wasiat, yang sedianya
menjadi hak orang-orang lain andaikata orang yang tak hadir itu hidup, atau
yang sedianya harus dibagi dengan orang-orang lain, maka warisan atau hibah
wasiat itu, seluruhnya atau sebagian, boleh diambil dalam penguasaan oleh
orang-orang lain itu, seakan-akan orang itu telah meninggal, tanpa kewajiban
untuk membuktikan kematian orang itu; namun untuk itu mereka harus mendapat
izin lebih dahulu dari pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terletak
rumah kematian orang itu, dan pengadilan itu harus memerintahkan
pemanggilan-pemanggilan umum dan mengeluarkan peraturan pengamanan yang perlu
untuk pihak-pihak yang berkepentingan. (KUHPerd. 467, 472 dst., 477, 836, 847,
852 dst., 880, 899,)
491. Ketentuan-ketentuan dari kedua pasal yang lalu tidak
mengesampingkan hak untuk menuntut warisan-warisan dan hak-hak lain yang
ternyata kemudian telah jatuh pada orang yang dalam keadaan tak hadir itu atau
orang-orang yang telah mendapat hak-hak itu daripadanya. Hak-hak itu hanya
hapus oleh lampaunya waktu yang disyaratkan untuk kedaluwarsa. (KUHPerd. 1055,
1987 dst.)
492. Bila kemudian orang yang dalam keadaan tak hadir itu
pulang kembali, atau haknya dituntut atas namanya, pengembalian penghasilan dan
pendapatannya boleh dituntut, terhitung dari hari ketika hak itu jatuh pada
orang yang tak hadir itu, atas dasar dan menurut ketentuan-ketentuan pasal 482.
Bagian 5
Akibat-akibat keadaan tidak hadir berkenaan dengan
perkawinan
493. Bila salah seorang dari suami-istri, selain meninggalkan
tempat tinggal dengan kemauan buruk, selama sepuluh tahun penuh tak hadir di
tempat tinggalnya tanpa berita tentang hidup-matinya orang itu, maka suami atau
istri yang ditinggalkan berwenang untuk memanggil orang yang tak hadir itu tiga
kali berturut-turut dengan panggilan pengadilan, menurut cara yang ditentukan
dalam pasal 467 dan pasal 468, dengan izin dari pengadilan negeri di tempat
tinggal mereka bersama. (Ov. 65; KUHPerd. 27, 86, 114, 126-2?, 199-2?, 209-2?,
211.)
494. Bila atas panggilan ketiga dari pengadilan, baik orang
yang tak hadir maupun orang lain untuknya, tidak ada yang muncul memberi cukup
petunjuk tentang hidupnya orang itu, maka pengadilan negeri boleh memberi izin
kepada suami atau istri yang ditinggalkan untuk kawin dengan orang lain.
Ketentuan-ketentuan pasal 469 berlaku dalam hal ini. (Ov. 65.)
495. Bila setelah pemberian izin, tetapi sebelum perkawinan
dengan yang itu dilakukan, orang yang tak hadir itu muncul, atau seseorang
membawa bukti cukup tentang masih hidupnya orang itu, maka izin yang telah
diberikan tidak berlaku lagi demi hukum. Bila orang yang ditinggalkan itu telah
melakukan perkawinan lain, orang yang tak hadir juga mempunyai hak untuk
melakukan perkawinan lain. (Ov. 65; KUHPerd. 99-2?.)
496. 497, 498. (Dihapus dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar