Sabtu, 26 Mei 2012

Sepintas Manajemen Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Daerah

Manajemen Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Daerah

I. PENDAHULUAN
1. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah membawa perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selama ini sistem pemerintahan sangat sentralistik dengan kebijakan yang didominasi oleh pemerintah pusat (topdown), sedangkan pada pelaksanaan otonomi daerah dengan azas desentralisasi maka kebijakan penyelenggaraan pemerintahan menjadi tanggung jawab daerah sesuai dengan kewenangan yang diberikan
 
2. Perubahan ini menuntut kemampuan Pemerintah Daerah untuk dapat merumuskan kebijakan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing. Pemberian kewenangan yang besar kepada daerah dimaksudkan agar penyelenggaraan pemerintahan berjalan lebih efektif dan efisien sehingga pelayanan kepada masyarakat berjalan lebih baik dan potensi daerah dapat dimanfaatkan secara optimal.

3. Salah satu aspek yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama pengelolaan pembangunan adalah perencanaan. Dengan suatu perencanaan yang baik kita dapat lebih mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang baik sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber dana pembangunan lainnya.

4. Melalui perencanaan akan dirumuskan skala prioritas dan kebijaksanaan pembangunan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang sudah dirumuskan terutama peningkatan kesejahteraan masyarakat.

5. Pengalaman selama ini menunjukan bahwa pembangunan yang mengutamakan pemanfataan instrumen ekonomi tanpa diiringi instrumen sosial politik, ternyata kurang efektif untuk mencapai tujuan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata. Justru yang terjadi adalah ketidak berdayaan ekonomi, ketidakadilan, kesenjangan dan pemusatan kekuasaan pemerintah di atas kekuasaan rakyat.

6. Oleh karena itu diperlukan reposisioning perencanaan dan pembangunan melalui reformasi politik, sosial dan ekonomi yang dapat mengarahkan kembali tujuan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang damai, demokratis, berkeadilan, berkemampuan dan sejahtera. Dalam hal pencapaian kesejahteraan hendaknya dapat diukur melalui suatu kriteria yang menggambarkan kondisi kesejahteraan masyuarakat itu, yang antara lain dapat digunakan indikator indeks pembangunan manusia.

II. DIMENSI PERENCANAAN DALAM PEMBANGUNAN

1. Paradigma baru pembangunan akan menggeser peran pemerintah dari mesin penggerak pembangunan menjadi fasilitator pembangunan. Dengan demikian kemandirian dan peningkatan partisipasi masyarakat menjadi sangat penting dalam pembangunan ke depan. Sehubungan dengan itu maka perencanaan pembangunan harus diarahkan kepada pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, baik dalam aspek ekonomi maupun sosial budaya dan politik

2. Dalam membangun keberdayaan dan kemandirian masyarakat akan dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain yaitu :
a. Kesamaan visi diantara semua komponen pelaku tentang permasalahan yang dihadapi dan perspektif masa depan yang ingin diwujudkan,
b. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,
c. Kemampuan birokrasi dan manajemen pembangunan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,
d. Keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
e. Adanya transparansi dalam pengelolaan sumberdaya pembangunan

3. Berdasarkan hal di atas, dalam proses perencanaan pembangunan harus dikaitkan dengan orientasi untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Perencanaan pembangunan yang ideal dilaksanakan memenuhi beberapa dimensi, yaitu :
a. Dimensi Substansi, artinya rencana pembangunan yang disusun dari sisi materinya harus sesuai dengan aspirasi dan tuntutan yang berkembang di masyarakat
b. Dimensi Proses, artinya proses penyusunan rencana pembangunan yang dilaksanakan memenuhi kriteria scientific Cimbuak - Forum Silaturahmi dan Komunikasi Masyarakat Minangkabau (memenuhi kaidah keilmuan atau rational) dan demokrasi dalam pengambilan keputusan,
c. Dimensi Konteks, artinya rencana pembangunan yang telah disusun benar-benar didasari oleh niat untuk mensejahterakan masyarakat dan bukan didasari oleh kepentingan-kepentingan tertentu,

4. Dalam peningkatan pemberdayaan masyarakat mekanisme perencanaan perlu memberikan ruang gerak bagi inisiatif dan partisipasi masyarakat dalam merumuskan perencanaan pembangunan. Dalam hal ini perubahan mekanisme perencanaan diarahkan kepada :
a. Mengembangkan nilai keterbukaan, demokratisasi dan partisipasi dalam setiap tahap penentuan kebijakan pembangunan
b. Pengembangan forum kelembagaan yang partisipatif yang mampu menciptakan interaksi antar pelaku secara dialogis,
c. Peningkatan kapasitas birokrasi (aparatur) untuk mampu mengakomodasikan model pemberdayaan masayarakat sesuai dengan tuntutan perubahan.

III. SISTEM DAN MEKANISME PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

1. Secara nasional kebijakan pembangunan dituangkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) yang merupakan penjabaran dari GBHN 1999-2004. Propenas mempunyai karakteristik yang berbeda dengan Repelita, yaitu memberi ruang gerak yang lebih luas kepada penyelenggara pembangunan baik oleh lembaga departemen/non departemen di pusat maupun oleh pemerintah daerah

2. Dengan karakteristik Propenas tersebut, dimungkinkan adanya penekanan yang berbeda-beda dalam menyusun Program Pembangunan Daerah sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing, namun yang penting tentunya harus berada dalam kerangka kebijakan pembangunan makro secara nasional.

3. Di Sumatera Barat, perencanaan makro regional propinsi dituangkan dalam bentuk Pola Dasar Pembangunan Daerah yang selanjutnya dijabarkan ke dalam Program Pembangunan daerah (Propeda). Pola Dasar dan Propeda Propinsi bersifat memberikan arah kebijaksanaan dan kerangka program secara makro di wilayah propinsi yang diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi kabupaten/kot dalam menyusun program pembangunannya sesuai dengan kondisi daerah masing-masing,

4. Pola Dasar dan Propeda merupakan dokumen perencanaan umum daerah yang pelaksanaannya akan melibatkan peran masyarakat, swasta dan pemerintah. Dengan demikian pencapaian sasaran pembangunan yang bersifat regional sangat ditentukan oleh interaksi peran masyarakat, swasta dan pemerintah sebagai "domain" kepemerintahan (governance) yang sangat mempengaruhi jalannya pembangunan pada suatu wilayah pemerintahan (daerah)

5. Disisi lain ada perencanaan yang bersifat tekhnis operasional di amsing-masing daerah yang dikenal dengan Rencana Strategis (Renstra) yang merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai organisasi pemerintah yang menyelenggarakan pemerintahan daerah,

6. Dalam hal pembiayaan pembangunan dengan sendirinya akan terdiri dari investasi masyarakat, swasta dan pemerintah sendiri. Pembiayaan pemerintah akan terdiri dari APBD untuk tugas-tugas desentralisasi dan APBN untuk tugas-tugas dekosentrasi.

7. Tugas-tugas dekosentrasi hanya dialokasikan pada daerah propinsi, sedangkan sasarannya bisa saja berada di daerah kabupaten/kota, dengan demikian interaksi perencanaan dari bawah (bottom-up) dan perencanaan dari atas (topdown) untuk tugas-tugas dekosentrasi menjadi sangat penting.

8. Lain halnya dengan program yang dirumuskan dalam "Renstra" karena terkait dengan tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan di masing-masing daerah seperti pelayanan dan perlindungan masyarakat, penyediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi, fasilitator dan dinamisator pembangunan, maka pembiayaannya akan dilakukan melalui
APBD masing-masing.

IV. HUBUNGAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROPINSI DAN KABUPATEN/KOTA

1. Sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, bahwa pemerintah propinsi selain mempunyai kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten/kota juga mempunyai kewenangan dalam bidang perencanaan dan Cimbuak - Forum Silaturahmi dan Komunikasi Masyarakat Minangkabau
http://www.cimbuak.net Powered by Joomla! Generated: 26 May, 2012, 21:39 pengendalian pembangunan regional secara makro propinsi.

2. Sasaran pembangunan secara makro regional pada wilayah propinsi merupakan totalitas dari sasaran pembangunan yang dilaksanakan di wilayah kabupaten/kota, karena wilayah dan masyarakat yang menjadi sasaran pembangunan di kabupaten dan kota adalah juga wilayah dan masyarakat daerah propinsi.

3. Dalam pelaksanaan otonomi daerah ada" pembagian kewenangan" antara daerah propinsi dan daerah
kabupaten/kota dalam mewujudkan sasaran pembangunan. Kewenangan kabupaten bersifat operasional sedangkan kewenangan propinsi berada pada penentuan norma, standar, perencanaan dan pengendalian makro serta bersifat operasional pada wilayah lintas kabupaten/kota dan wilayah laut propinsi;

4. Dalam dasar itu, kebijaksanaan pembangunan di kabupaten dan kota berada dalam kerangka makro kebijaksanaan propinsi, tetapi dalam pelaksanaannya merupakan kewenangan penuh dari masing - masing pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan potensi dan permasalahan di masing - masing daerah.

5. Sesuai dengan Undang - undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan kewenangan sangat luas kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pengelolaapembangunan dan adanya keragaman sumberdaya alam/potensi wilayah, keragaman sumberdaya manusia dan keragaman dinamika sosial kemasyarakatan , maka " Koordinasi Pembangunan " sangat diperlukan sekali dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan . Hal ini didasarkan kepada beberapa pertimbangan : 1. Menjaga keseimbangan dan keserasian pembangunan atar daerah karena setiap daerah memiliki sumberdaya pembangunan yang berbeda baik sumber daya alam, sumberdaya manusia , dinamika masyarakat dan sumber dana, 2. Agar dapat dilaksanakan pembangunan yang didasrai oleh potensi daerah yang memiliki keunggulan komparatif yang dapat dikembangkan menjadi keunggulan kompetitif, 3. Menghindari terjadinya persaingan antar daerah yang dapat mengakibatkan kegiatan pembangunan berjalan tidak efesien karena kegiatan yang kurang didukung oleh potensi yang dimiliki, 4. Mengembangkan kerjasama antar daerah untuk dapat saling memperkuat dan saling melengkapi dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan,

V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Perlu dilakukan koordinasi dan konsultasi secara lebih intensif untuk menyelaraskan keterkaitan ( linkage ) atara kebijaksanaan dan program pembangunan yang telah dirumuskan dalam Pola Dasar dan Propeda yang dipersiapkan oleh masing - masing daerah baik propinsi maupun kabupaten /kota,

2. Karena adanya kewenanagn penuh " dalam pelaksanan " pembangunan pada masing - masing daerah sesuai dengan kewenangan masing - masing maka kerjasama pembangunan antar daerah menjadi sangat penting agar pembangunan dapat berjalan secara efesien dan sumberdaya pembangunan dapat dimanfaatkan secara efektif.

3. Dalam pelaksnaaan otonomi daerah yang perlu mendapat perhatian kita bersama adalah bagaimana kebijaksanaan pembangunan di masing - masing kabupaten/kota dapat menempatkan pelaksanaan pembangunan berjalan secara selaras dan seimbang dalam kerangka kebijaksanaan pembangunan propinsi.

Sumber:
Penulis adalah Subid Produksi Bappeda Sumatera Barat
http://www.cimbuak.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar