Senin, 28 Mei 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1996
TENTANG
HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA
BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dengan bertambah meningkatnya pembangun-an nasional yang
bertitik berat pada bidang ekonomi, dibutuhkan penyediaan dana yang cukup
besar, sehingga memerlukan lembaga hak jaminan yang kuat dan mampu
memberi kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang dapat
men-dorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk
mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria sampai dengan saat ini, ketentuanketentuan
yang lengkap mengenai Hak Tanggungan sebagai lembaga hak
jaminan yang dapat dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut bendabenda
yang berkaitan dengan tanah, belum terbentuk;
c. bahwa ketentuan mengenai Hypotheek sebagai-mana diatur dalam Buku II
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai
tanah, dan ketentuan mengenai Credietverband dalam Staatsblad 1908-542
sebagaimana telah diubah dengan Staatblad 1937-190, yang berdasar-kan
Pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, masih diberlakukan sementara sampai dengan terbentuknya
Undang-Undang Tentang Hak Tang-gungan, dipandang tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan, sehubungan dengan
perkem-bangan tata ekonomi Indonesia;
d. bahwa mengingat perkembangan yang telah dan akan terjadi di bidang
pengaturan dan administrasi hak-hak atas tanah serta untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat banyak, selain Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak
Guna Bangunan yang telah ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan oleh
Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria, Hak Pakai atas tanah tertentu yang wajib didaftar dan
menurut sifatnya dapat dipindahtangankan, perlu juga dimungkinkan untuk
dibebani Hak Tanggungan;
e. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, pelu dibentuk Undangundang
yang mengatur Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda
yang berkaitan dengan tanah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, sekaligus mewujudkan unifikasi Hukum Tanah Nasional;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Per-aturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2043);

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG HAK TANGGUNG-AN ATAS TANAH
BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH.
 
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang
selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Per-aturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesa-tuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain;
2. Kreditor adalah pihak yang berpiutang dalam satu hubungan utang-piutang tertentu;
3. Debitor adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu;
4. Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang
diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas
tanah, dan akta emberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
5. Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah akta PPAT yang berisi pemberian Hak Tanggungan
kepada kreditor tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya;
6. Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahanan Nasional di wilayah kabupaten, kotamadya,
atau wilayah administrative lain yang seting-kat, yang melakukan pendaftaran hak atas
tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.
Pasal 2
(1) Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam
Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(2) Apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam
Akta Pembe-rian Hak Tanggungan yang bersangkutan, bahwa pelu-nasan utang yang dijamin
dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak
atas tanah yang merupakan bagian dari obyek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak
Tanggungan tersebut, sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek
Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi.
Pasal 3
(1) Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tang-gungan dapat berupa utang yang telah ada
atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan
eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang-piutang atau
perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan.
(2) Hak Tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum
atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.
 
BAB II
OBYEK HAK TANGGUNGAN
Pasal 4
(1) Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah :
a. Hak Milik
b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan.
(2) Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Hak Pakai atas tanah Negara
yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat
dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan.
(3) Pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik akan diatur lebih lanjut
dengan Per-aturan Pemerintah.
(4) Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan
hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut,
dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas
dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tang-gungan yang bersangkutan.
(5) Apabila bangunan, tanaman, dan hasil karya sebagai-mana dimaksud pada ayat (4) tidak
dimiliki oleh pe-megang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda
tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada Akta Pemberian Hak
Tanggungan yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya
dengan akta otentik.
Pasal 5
(1) Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna
menjamin pelu-nasan dari satu utang.
(2) Apabila suatu obyek Hak Tanggungan dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan,
peringkat masing-masing Hak Tanggungan ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada
Kantor Pertanahan.
(3) Peringkat Hak Tanggungan yang didaftar pada tanggal yang sama ditentukan menurut tanggal
pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Pasal 6
Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual
obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
Pasal 7
Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapa pun obyek tersebut berada.
 
BAB III
PEMBERI DAN PEMEGANG HAK TANGGUNGAN
Pasal 8
(1) Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang
bersangkutan.
(2) Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum ter-hadap obyek Hak Tanggungan
sebagaimana dimak-sud pada ayat (1) harus ada pada pemberi Hak Tang-gungan pada saat
pendaftaran Hak Tanggungan dila-kukan.
Pasal 9
Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan
sebagai pihak yang berpiutang.
BAB IV
TATA CARA PEMBERIAN, PENDAFTARAN, PERALIHAN,
DAN HAPUSNYA HAK TANGGUNGAN
Pasal 10
(1) Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan
sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian
tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lain-nya yang
menimbulkan utang tersebut.
(2) Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pem-buatan Akta Pemberian Hak Tanggungan
oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Apabila obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama
yang telah meme-nuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftaran-nya belum dilakukan,
pemberian Hak Tanggungan di-lakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas
tanah yang bersangkutan.
Pasal 11
(1) Di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib dicantumkan :
a. nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan;
b. domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila di antara mereka
ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili
pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantum kan, kantor PPAT
tempat pembuatan Akta Pem-berian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili yang
dipilih;
c. penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1);
d. nilai tanggungan;
e. uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan.
(2) Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji-janji, antara lain :
a. janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan obyek
Hak Tang-gungan dan/atau menemukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau
menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari
pemegang Hak Tanggungan;
b. janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk
atau tata susunan obyek Hak Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih
dahulu dari pemegang Hak Tanggungan;
c. janji yang memberikan kewenangan kepada pe-megang Hak Tanggungan untuk
mengelola obyek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri
yang daerah hukumnya meli-puti letak obyek Hak Tanggungan apabila debitor sungguhsungguh
cidera janji;
d. janji yang memberikan kewenangan kepada peme-gang Hak Tanggungan untuk
menyelamatkan obyek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan
eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi
obyek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undangundang;
e. janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas
kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji;
f. janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tang-gungan pertama bahwa obyek Hak
Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan;
g. janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas obyek Hak
Tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari peme-gang Hak Tanggungan;
h. janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas obyek Hak
Tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari peme-gang Hak Tanggungan;
i. janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari
ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila
obyek Hak Tang-gungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau dicabut
haknya untuk kepen-tingan umum;
j. janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari
uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika
obyek Hak Tanggungan diasuransikan;
k. janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan me-ngosongkan obyek Hak Tanggungan
pada waktu eksekusi Hak Tanggungan;
l. janji yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4).
Pasal 12
Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki obyek Hak
Tanggungan apa-bila debitor cidera janji, batal demi hukum.
Pasal 13
(1) Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
(2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penan-datanganan Akta Pemberian Hak
Tanggungan sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan Akta
Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada
Kantor Pertanahan.
(3) Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kantor
Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan menca-tatnya dalam buku
tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada
sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.
(4) Tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari
ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang di-perlukan bagi pendaftarannya
dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal
hari kerja berikutnya.
(5) Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4).
Pasal 14
(1) Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat Hak
Tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah dengan
kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHAN-AN YANG MAHA ESA”.
(3) Sertipikat Hak Tanggunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekeuatan hukum
tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah.
(4) Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan
pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan
kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
(5) Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan kepada peme-gang Hak Tanggungan.
Pasal 15
(1) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaries atau akta PPAT
dan meme-nuhi persyaratan sebagai berikut :
a. tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan Hak
Tanggungan.
b. tidak memuat kuasa substitusi;
c. mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta
identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan pemberi Hak
Tanggungan.
(2) Kuasa Untuk Membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat
berakhir oleh sebab apapun juga kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena
telah habis jangka waktunya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
(3) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan menge-nai hak atas tanah yang sudah terdaftar
wajib diikuti dengan pembuatan Pemberian Hak Tanggungan selam-bat-lambatnya 1 (satu)
bulan sesudah diberikan.
(4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan menge-nai hak atas tanah yang belum terdaftar
wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan sesudah diberikan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku dalam hal Surat
Kuasa Membe-bankan Hak Tanggungan diberikan untuk menjamin kredit tertentu yang
ditetapkan dalam peraturan perun-dang-undangan yang berlaku.
(6) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikuti dengan pembuatan Akta
Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu yang ditentukan sebagai-mana yang dimaksud pada
ayat (3) atau ayat (4), atau waktu yang ditentukan menurut ketentuan sebagaima-na yang
dimaksud pada ayat (5) batal demi hukum.
Pasal 16
(1) Jika piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan beralih karena cessie, subrogasi, pewarisan,
atau sebab-sebab lain, Hak Tanggungan tersebut ikut beralih karena hukum kepada kreditor
yang baru.
(2) Beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan oleh
kreditor yang baru kepada Kantor Pertanahan.
(3) Pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh
Kantor Perta-nahan dengan mencatatnya pada buku tanah Hak Tanggungan dan buku tanah hak
atas tanah yang men-jadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat
Hak Tanggungan dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.
(4) Tanggal pencatatan pada buku tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari
ketujuh setelah diterimanya secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran
beralihnya Hak Tang-gungan dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, catatan itu diberi
bertanggal hari kerja berikutnya.
(5) Beralihnya Hak Tanggungan mulai berlaku bagi pihak ketiga pada hari tanggal pencatatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Pasal 17
Bentuk dan isi Akta Pemberian Hak Tanggungan, bentuk dan isi buku tanah Hak Tanggungan, dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Tanggungan ditetapkan
dan diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Pasal 18
(1) Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut :
a. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tang-gungan;
b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;
c. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan pene-tapan peringkat oleh Ketua Pengadilan
Negeri;
d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tang-gungan.
(2) Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan dengan pemberian
pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan ter-sebut oleh pemegang Hak
Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan.
(3) Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan
peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah
yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu diber-sihkan
dari beban Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 19.
(4) Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan
tidak menyebab-kan hapusnya utang yang dijamin.
Pasal 19
(1) Pembeli obyek Hak Tanggungan, baik dalam suatu pelelangan umum atas perintah Ketua
Pengadilan Negeri maupun dalam jual beli sukarela, dapat meminta kepada pemegang Hak
Tanggungan agar benda yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban Hak Tanggungan
yang melebihi harga pembelian.
(2) Pembersihan obyek Hak Tanggungann dari beban Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan pernyataan tertulis dari pemegang Hak Tanggungan yang
berisi dilepaskannya Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian.
(3) Apabila obyek Hak Tanggungan dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan dan tidak terdapat
kesepakatan di antara para pemegang Hak Tanggungan tersebut mengenai pembersihan obyek
Hak Tanggungan dari beban yang melebihi harga pembeliannya sebagai-mana dimaksud pada
ayat (1), pembeli benda tersebut dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Penga-dilan
Negeri yang bersangkutan untuk menetapkan pembersihan itu dan sekaligus menetapkan
ketentuan mengenai pembagian hasil penjualan lelang di antara para yang berpiutang dan
peringkat mereka menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Permohonan pembersihan obyek Hak Tanggungan dari Hak Tanggungan yang membebaninya
sebagai-mana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan oleh pembeli benda tersebut,
apabila pembelian demikian itu dilakukan dengan jual beli sukarela dan dalam Akta Pemberian
Hak Tanggungan yang ber-sangkutan para pihak telah dengan tegas memperjanji-kan bahwa
obyek Hak Tanggungan tidak akan diber-sihkan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf f.
BAB V
EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN
Pasal 20
(1) Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan :
a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau
b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum
menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan
piutang pemegang Hak Tang-gungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor
lainnya.
(2) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tang-gungan, penjualan obyek Hak Tanggungan
dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga
tertinggi yang mengun-tungkan semua pihak.
(3) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah
lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang
Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya
dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa
setempat, serta tidak ada pihak yang menyata-kan keberatan.
(4) Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tang-gungan dengan cara yang bertentangan
dengan keten-tuan pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) batal demi hukum.
(5) Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu
beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan.
Pasal 21
Apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang
melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan Undang-Undang ini.
BAB VI
PENCORETAN HAK TANGGUNGAN
Pasal 22
(1) Setelah Hak Tanggungan hapus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Kantor Pertanahan
mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertipikatnya.
(2) Dengan hapusnya Hak Tanggungan, sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan
bersama-sama buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor
Pertanahan.
(3) Apabila sertipikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) karena sesuatu sebab tidak
dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, hal tersebut dicatat pada buku tanah Hak
Tanggungan.
(4) Permohonan pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pihak yang
berkepentingan dengan melampirkan sertipikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh
kreditor bahwa Hak Tang-gungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasan-nya dengan
Hak Tanggungan itu sudah lunas, atau pernyataan tertulis dari kreditor bahwa Hak
Tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan
itu telah lunas atau karena kreditor melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan.
(5) Apabila kreditor tidak bersedia memberikan pernya-taan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan perintah pencoretan tersebut
kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat Hak Tanggungan
yang bersangkutan didaftar.
(6) Apabila permohonan perintah pencoretan timbul dari sengketa yang sedang diperiksa oleh
Pengadilan Negeri lain, permohonan tersebut harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri
yang memeriksa perkara yang bersangkutan.
(7) Permohonan pencoretann catatan Hak Tanggungan berdasarkan perintah Pengadilan Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahann
dengan melampirkan salinan penetapan atau putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
(8) Kantor Pertanahan melakukan pencoretan catatan Hak Tanggungan Hak Tanggungan menurut
tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam waktu 7
(tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dan ayat (7).
(9) Apabila pelunasan utang dilakukan dengan cara angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (2), hapusnya Hak Tanggungan pada bagian obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan
dicatat pada buku tanah dan sertipikat Hak Tanggungan serta pada buku tanah dan sertipikat
hak atas tanah yang telah bebas dari Hak Tanggungan yang semula membebani-nya.
 
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 23
(1) Pejabat yang melanggar atau lalai dalam memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (1), Pasal 13 ayat (2), dan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang ini
dan/atau peraturan pelaksanaannya dapat dikenai sanksi administrative, berupa :
a. tegoran lisan;
b. tegoran tertulis;
c. pemberhentian sementara dari jabatan;
d. pemberhentian dari jabatan.
(2) Pejabat yang melanggar atau lalai dalam memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (4), Pasal 16 ayat (4), dan Pasal 22 ayat (8) Undang-Undang ini dan/atau
peraturan pelaksanaannya dapat dikenai sanksi administrative sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak mengurangi sanksi
yang dapat dikenakan menurut peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administrative sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
(1) Hak Tanggungan yang ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini, yang menggunakan
ketentuan Hypotheek atau Credietverband berdasarkan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Per-aturan Dasar Pokok-Pokok Agraria diakui, dan selanjutnya
berlangsung sebagai Hak Tanggungan menurut Undang-Undang ini sampai dengan berakhirnya
hak tersebut.
(2) Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan ketentuanketentuan
mengenai eksekusi dan pencoretannya sebagaimana diatur dalam Pasal 20 dan Pasal
22 setelah buku tanah dan sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan disesuaikan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
(3) Surat kuasa membebankan hipotik yang ada pada saat diundangkannya Undang-Undang ini
dapat digunakan sebagai Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam waktu 6 (enam)
bulan terhitung sejak saat ber-lakunya Undang-Undang ini, dengan mengingat ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5).
Pasal 25
Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, semua peraturan
perundang-undangan mengenai pembebanan Hak Tanggungan kecuali ketentuan-ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 tetap berlaku sampai ditetapkannya peraturan pelaksanaan
Undang-Undang ini dan dalam penerapannya disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang
ini.
Pasal 26
Selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, dengan memperhatikan
ketentuan dalam Pasal 14, peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada pada mulai berlakunya
Undang-Undang ini, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.
 
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Ketentuan Undang-Undang ini berlaku juga terhadap pembebanan hak jaminan atas Rumah Susun
dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.
Pasal 28
Sepanjang tidak ditentukan lain dalam Undang-Undang ini, ketentuan lebih lanjut untuk
melaksanakan Undang-Undang ini ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 29
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, ketentuan mengenai Credietverband sebagaimana dalam
Staatsblad 1908-542 jo. Staatsblad 1909-586 dan Staatsblad 1909-584 sebagai yang telah diubah
dengan Staatsblad 1937-191 dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku
II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanan Hak
Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak
berlaku lagi.
Pasal 30
Undang-Undang ini dapat disebut Undang-Undang Hak Tanggungan.
Pasal 31
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempat-annya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 9 April 1996,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
S O E H A R T O
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 April 1996
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1996 NOMOR 42

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1996
TENTANG
HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN
DENGAN TANAH
A. UMUM
1. Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya
untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memelihara kesinambungan pemba-ngunan
tersebut, yang para pelakunya meliputi baik Pemerintah maupun masyarakat sebagai orang
perseorangan dan badan hukum, sangat diperlukan dana dalam jumlah besar. Dengan
meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat juga keperluan akan tersedianya dana, yang
sebagian besar diperoleh melalui kegiatan perkreditan.
Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan tersebut dalam proses pembangunan,
sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat
perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan yang dapat pula memberi-kan
kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.
2. Dalam Pasal 51Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria yang disebut juga Undang-Undang Pokok Agraria, sudah disediakan lembaga hak
jaminan yang kuat yang dapat dibebankan pada hak atas tanah, yaitu Hak Tanggungan,
sebagai pengganti lembaga Hypotheek dan Credietverband.
Selama 30 tahun lebih sejak mulai berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, lembaga Hak
Tanggungan di atas belum dapat berfungsi sebagaimana mestinya, karena belum adanya
undang-undang yang mengaturnya secara lengkap, sesuai yang dikehendaki oleh ketentuan
Pasal 51 Undang-Undang tersebut. Dalam kurun waktu itu, berdasar-kan ketentuan peralihan
yang tercantum dalam Pasal 57 Undang-Undang Pokok Agraria, masih diberlakukan
ketentuan Hypotheek sebagaimana dimaksud dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Indonesia dan ketentuan Credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana
yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190, sepanjang mengenai hal-hal yang belum ada
ketentuannya dalam atau berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria.
Ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di atas berasal dari zaman
kolonial Belanda dan didasarkan pada hukum tanah yang berlaku sebelum adanya Hukum
Tanah Nasional, sebagai-mana pokok-pokok ketentuannya tercantum dalam Undang-Undang
Pokok Agraria dan dimaksudkan untuk diberlakukan hanya untuk sementara waktu, yaitu
sambil menunggu terbentuknya Undang-Undang yang dimaksud oleh Pasal 51 di atas.
Oleh karena itu ketentuan tersebut jelas tidak sesuai dengan asas-asas Hukum Tanah Nasional
dan dalam kenyataannya tidak dapat menampung perkembangan yang terjadi dalam bidang
perkreditan dan hak jaminan sebagai akibat dari kemajuan pembangunan ekonomi. Akibatnya
ialah timbulnya perbedaan pandangan dan penafsiran mengenai berbagai masalah dalam
pelaksanaan hukum jaminan atas tanah, misalnya mengenai pencantuman titel eksekutorial,
pelaksanaan eksekusi dan lain sebagainya, sehingga peraturan perundang-undangan tersebut
dirasa kurang memberikan jaminan kepastian hukum dalam kegiatan perkreditan.
3. Atas dasar kenyataan tersebut, perlu segera ditetapkan undang-undang mengenai lembaga hak
jaminan atas tanah yang kuat dengan ciri-ciri :
a. memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya;
b. selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapa pun obyek itu berada;
c. memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan
memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan;
d. mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
4. Memperhatikan ciri-ciri di atas, maka dengan Undang-undang ini ditetapkan ketentuanketentuan
mengenai lembaga hak jaminan yang oleh Undang-Undang Pokok Agraria diberi
nama Hak Tanggungan. Dengan diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria membangun
Hukum Tanah Nasional, dengan menciptakan kesatuan dan kesederhanaan hukum
mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan diutamakan kepada krediror tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Dalam arti, bahwa jika debitor cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak
menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang bersang-kutan, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor
yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi
piutang-piutang Negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
5. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria yang ditunjuk sebagai hak atas tanah yang dapat
dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna
Usaha, dan Hak Guna Bangunan, sebagai hak-hak atas tanah yang wajib didaftar dan
menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Oleh karena itu dalam Pasal 51 Undang-Undang
Pokok Agraria yang harus diatur dengan undang-undang adalah Hak Tanggungan atas Hak
Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan.
Hak Pakai dalam Undang-Undang Pokok Agraria tidak ditunjuk sebagai obyek Hak
Tanggungan, karena pada waktu itu tidak termasuk hak-hak atas tanah yang wajib didaftar
dan karenanya tidak dapat memenuhi syarat publisitas untuk dapat dijadikan jaminan utang.
Dalam perkembangannya Hak Pakai pun harus didaftarkan, yaitu Hak Pakai yang diberikan
atas tanah Negara. Sebagian dari Hak Pakai yang didaftar itu, menurut sifat dan kenyataannya
dapat dipindahtangankan, yaitu yang diberikan kepada orang perseorangan dan badan-badan
hukum perdata.
Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Hak Pakai yang
dimaksudkan itu dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia. Dalam Undang-
Undang ini Hak Pakai tersebut ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan. Sehubungan dengan
itu, maka untuk selanjutnya, Hak Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan
atas tanah, dan dengan demikian menjadi tuntaslah unifikasi Hukum Tanah Nasional, yang
merupakan salah satu tujuan utama Undang-Undang Pokok Agraria. Pernyataan bahwa Hak
Pakai tersebut dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan merupakan penyesuaian ketentuan
Undang-Undang Pokok Agraria dengan perkembangan Hak Pakai itu sendiri serta kebutuhan
masyarakat.
Selain mewujudkan unifikasi Hukum Tanah Nasional, yang tidak kurang pentingnya adalah,
bahwa dengan ditunjuknya Hak Pakai tersebut sebagai obyek Hak Tanggungan, bagi para
pemegang haknya, yang sebagian terbesar terdiri atas golongan ekonomii lemah yang tidak
berkemampuan untuk mempunyai tanah dengan Hak Milik atau Hak Guna Bangunan,
menjadi terbuka kemungkinannya untuk memperoleh kredit yang diperlukannya, dengan
menggunakan tanah yang dipunyainya sebagai jaminan.
Dalam pada itu Hak Pakai atas tanah Negara, yang walaupun wajib didaftar, tetapi karena
sifatnya tidak dapat dipindahtangankan, seperti Hak Pakai atas nama Pemerintah, Hak Pakai
atas nama Badan Keagamaan dan Sosial, dan Hak Pakai atas nama Perwakilan Negara Asing,
yang berlakunya tidak ditentukan jangka waktunya dan diberi-kan selama tanahnya
dipergunakan untuk keperluan tertentu, bukan merupakan obyek Hak Tanggungan.
Demikian pula Hak Pakai atas tanah Hak Milik tidak dapat dibebani Hak Tanggungan, karena
tidak memenuhi kedua syarat di atas. Tetapi mengingat perkembangan kebutuhan masyarakat
dan pembangunan di kemudian hari, dalam Undang-Undang ini dibuka kemungkinannya
untuk dapat juga ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan, jika telah dipenuhi persyaratan
sebagai yang disebutkan di atas. Hal itu lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dengan demikian maka hak-hak atas tanah yang dengan Undang-Undang ini ditunjuk sebagai
obyek Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak
Pakai atas tanah Negara yang menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Sedang bagi Hak
Pakai atas tanah Hak Milik dibuka kemungkinan-nya untuk di kemudian hari dijadikan
jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan, jika telah dipenuhi persyaratannya.
Tanah Hak Milik yang sudah diwakafkan, dan tanah-tanah yang dipergunakan untuk
keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, walaupun didaftar, karena menurut sifat
dan tujuannya tidak dapat dipindahtangankan, tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.
6. Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-Undang ini pada dasarnya adalah Hak
Tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun kenyataannya seringkali terdapat
benda-benda berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya, yang secara tetap merupakan satu
kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan tersebut. Sebagai-mana diketahui Hukum
Tanah Nasional didasarkan pada hukum adat, yang menggunakan asas pemisahan horizontal.
Sehubungan dengan itu, maka dalam kaitannya dengan bangunan, tanaman, dan hasil karya
tersebut, Hukum Tanah Nasional menggunakan juga asas pemisahan horizontal. Dalam
rangka asas pemisahan horizontal, benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah
menurut hukum bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu
setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah, tidak dengan sendirinya meliputi
benda-benda tersebut.
Namun demikian penerapan asas-asas hukum adat tidaklah mutlak, melainkan selalu
memperhatikan dan disesuaikan dengan perkem-bangan kenyataan dan kebutuhan dalam
masyarakat yang dihadapi-nya. Atas dasar kenyataan sifat hukum adat itu, dalam rangka asas
pemisahan horizontal tersebut, dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa pembebanan
Hak Tanggungan atas tanah, dimungkinkan pula meliputi benda-benda sebagaimana
dimaksud di atas.Hal tersebut telah dilakukan dan dibenarkan oleh hukum dalam praktek,
sepanjang benda-benda tersebut merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan
dan keikutsertaannya dijadikan jaminan, dengan tegas dinyatakan oleh pihak-pihak dalam
Akta Pemberian Hak Tang-gungannya. Bangunan, tanaman, dan hasil karya yang ikut
dijadikan jaminan itu tidak terbatas pada yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan, melainkan dapat juga meliputi yang dimiliki pihak lain. Sedangkan bangunan
yang menggunakan ruang bawah tanah, yang secara fisik tidak ada hubungannya dengan
bangunan yang ada di atas permukaan bumi di atasnya, tidak termasuk dalam pengaturan
ketentuan mengenai Hak Tanggungan menurut Undang-undang ini.
Oleh sebab itu Undang-undang ini diberi judul : Undang-Undang tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, dan dapat disebut Undang-
Undang Hak Tanggungan.
7. Proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yaitu :
a. tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya Akta Pem-berian Hak Tanggungan
oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk selanjutnya disebut PPAT, yang didahului
dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin;
b. tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya Hak
Tanggungan yang dibebankan.
Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, PPAT adalah pejabat umum yang
berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan
hak atas tanah, yang bentuk aktanya ditetapkan, sebagai bukti dilakukannya perbuatan hukum
tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah kerjanya masing-masing. Dalam
kedudukan sebagai yang disebutkan di atas, maka akta-akta yang dibuat oleh PPAT
merupakan akta otentik.
Pengertian perbuatan hukum pembebanan hak atas tanah yang pem-buatan aktanya
merupakan kewenangan PPAT, meliputi pembuatan akta pembebanan Hak Guna Bangunan
atas tanah Hak Milik sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 37 Undang-Undang Pokok Agraria
dan pembuatan akta dalam rangka pembebanan Hak Tanggungan yang diatur dalam Undangundang
ini.
Dalam memberikan Hak Tanggungan, pemberi Hak Tanggungan wajib hadir di hadapan
PPAT. Jika karena sesuatu sebab tidak dapat hadir sendiri, ia wajib menunjuk pihak lain
sebagai kuasanya, dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, disingkat SKMHT,
yang berbentuk akta otentik. Pembuatan SKMHT selain kepada Notaris, ditugaskan juga
kepada PPAT yang keberadaannya sampai pada wilayah kecamatan, dalam rangka
memudahkan pemberian pelayanan kepada pihak-pihak yang memerlukan.
Pada saat pembuatan SKMHT dan Akta Pemberian Hak Tanggungan, harus sudah ada
keyakinan pada Notaris atau PPAT yang bersang-kutan, bahwa pemberi Hak Tanggungan
mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak
Tanggungan yang dibebankan, walaupun kepastian mengenai dimilikinya kewe-nangan
tersebut baru dipersyaratkan pada waktu pemberian Hak Tanggungan itu didaftar.
Pada tahap pemberian Hak Tanggungan oleh pemberi Hak Tang-gungan kepada kreditor, Hak
Tanggungan yang bersangkutan belumlahir. Hak Tanggungan itu baru lahir pada saat
dibukukannya dalam buku tanah di Kantor Pertanahan. Oleh karena itu kepastian mengenai
saat didaftarnya Hak Tanggungan tersebut adalah sangat penting bagi kreditor.
Saat tersebut bukan saja menentukan kedudukannya yang diutama-kan terhadap kreditorkreditor
yang lain, melainkan juga menentukan peringkatnya dalam hubungannya dengan
kreditor-kreditor lain yang juga pemegang Hak Tanggungan, dengan tanah yang sama sebagai
jaminannya. Untuk memperoleh kepastian mengenai saat pendaftar-annya, dalam Undangundang
ini ditentukan, bahwa tanggal buku tanah Hak Tanggungan yang bersangkutan adalah
tanggal hari ketujuh setelah penerimaan surat-surat yang diperlukan bagi pendaf-taran
tersebut secara lengkap oleh Kantor Pertanahan, dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur,
maka buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
Dalam rangka memperoleh kepastian mengenai kedudukan yang diutamakan bagi kreditor
pemegang Hak Tanggungan tersebut, ditentukan pula bahwa Akta Pemberian Hak
Tanggungan beserta surat-surat lain yang diperlukan bagi pendaftarannya, wajib dikirimkan
oleh PPAT kepada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah
penandatanganannya. Demikian pula pelaksanaan kuasa membebankan Hak Tanggungan
yang dimaksud-kan di atas ditetapkan batas waktunya, yaitu 1 (satu) bulan untuk hak atas
tanah yang sudah terdaftar dan 3 (tiga) bulan untuk hak atas tanah yang belum terdaftar.
8. Oleh karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accessoir pada suatu
piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain,
maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin
pelunasannya.
Dalam hal piutang yang bersangkutan beralih kepada kreditor lain, Hak Tanggungan yang
menjaminnya, karena hukum beralih pula kepada kreditor tersebut. Pencatatan peralihan Hak
Tanggungan tersebut tidak memerlukan akta PPAT, tetapi cukup didasarkan pada akta
beralihnya piutang yang dijamin. Pencatatan peralihan itu dilakukan pada buku tanah dan
sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan, serta pada buku tanah dan sertipikat hak atas
tanah yang dijadikan jaminan.
Demikian juga Hak Tanggungan menjadi hapus karena hukum, apabila karena pelunasan atau
sebab-sebab lain, piutang yang dijaminnya menjadi hapus. Dalam hal ini pun pencatatan
hapusnya Hak Tanggungan yang bersangkutan cukup didasarkan pada pernya-taan tertulis
dari kreditor, bahwa piutang yang dijaminnya hapus. Pada buku tanah Hak Tanggungan yang
bersangkutan dibubuhkan catatan mengenai hapusnya hak tersebut, sedang sertipikatnya
ditiada-kan. Pencatatan serupa, yang disebut pencoretan atau lebih dikenal sebagai “roya”,
dilakukan juga pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang semula dijadikan jaminan.
Sertipikat hak atas tanah yang sudah dibubuhi catatan tersebut, diserahkan kembali kepada
pemegang haknya.
Dengan tidak mengabaikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan,
kesederhanaan administrasi pendaftaran Hak Tang-gungan, selain dalam hal peralihan dan
hapusnya piutang yang dijamin, juga tampak pada hapusnya hak tersebut karena sebab-sebab
lain, yaitu karena dilepaskan oleh kreditor yang bersangkutan, pembersihan obyek Hak
Tanggungan berdasarkan penetapan peingkat oleh Ketua Pengadilan Negeri, dan hapusnya
hak atas tanah yang dijadikan jaminan.
Sehubungan dengan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, Undang-undang ini mengatur
tatacara pencatatan pencatatan peralihan dan hapusnya Hak Tanggungan, termasuk
pencoretan atau roya.
9. Salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan
eksekusinya, jika debitor cidera janji. Walaupun secara umum ketentuan tentang eksekusi
telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, dipandang perlu untuk memasukkan
secara khusus ketentuan tentang eksekusi Hak Tanggungan dalam Undang-undang ini, yaitu
yang mengatur lembaga parate executie sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 Reglemen
Indonesia yang Diperbaharui (Het Herziene Indonesisch Reglement) dan Pasal 258 Reglemen
Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement tot Regeling van het
Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura).
Sehubungan dengan itu pada sertipikat Hak Tanggungan, yang ber-fungsi sebagai surat-tandabukti
adalah Hak Tanggungan, dibubuhkan irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, untuk memberikan kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
Selain itu sertipikat Hak Tanggungan tersebut dinyatakan sebagai pengganti grosse acte
Hypotheek, yang untuk eksekusi Hypotheek atas tanah ditetapkan sebagai syarat dalam
melaksanakan ketentuan pasal-pasal kedua Reglemen di atas.
Agar ada kesatuan pengertian dan kepastian mengenai penggunaan ketentuan-ketentuan
tersebut, ditegaskan lebih lanjut dalam Undang-Undang ini, bahwa selama belum ada
peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, peraturan mengenai eksekusi Hypotheek
yang diatur dalam kedua Reglemen tersebut, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.
10. Untuk memudahkan dan menyederhanakan pelaksanaan ketentuan-ketentuan Undang-Undang
ini bagi kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan, kepada Ketua Pengadilan Negeri
diberikan kewenang-an tertentu, yaitu : penetapan memberikan kuasa kepada kreditor untuk
mengelola obyek Hak Tanggungan, penetapan hal-hal yang berkaitan dengan permohonan
pembersihan obyek Hak Tanggungan, dan pencoretan Hak Tanggungan.
11. Untuk menjamin kepastian hukum serta memberikan perlindungan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, dalam Undang-Undang ini diatur sanksi administratif yang dikenakan kepada
para pelaksana yang bersangkutan, terhadap pelanggaran atau kelalaian dalam memenuhi
berbagai ketentuan pelaksanaan tugasnya masing-masing.
Selain dikenakan sanksi administratif tersebut di atas, apabila memenuhi syarat yang
diperlukan, yang bersangkutan masih dapat digugat secara perdata dan/atau dituntut pidana.
12. Undang-undang ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria yang disesuaikan
dengan perkembangan keadaan dan mengatur berbagai hal baru berkenaan dengan lembaga
Hak Tang-gungan sebagaimana telah diuraikan di atas, yang cakupannya meliputi :
a. obyek Hak Tanggungan;
b. pemberi dan pemegang Hak Tanggungan;
c. tata cara pemberian, pendaftaran, peralihan, dan hapusnya Hak Tanggungan;
d. eksekusi Hak Tanggungan;
e. pencoretan Hak Tanggungan;
f. sanksi administratif;
dan dilengkapi pula dengan Penjelasan Umum serta Penjelasan Pasal demi Pasal.
Ketentuan pelaksanaan lebih lanjut hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Hak
Tanggungan ini, terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang sudah ada,
sedang sebagian lagi masih perlu ditetapkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan
peraturan perundang-undangan lain.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sifat tidak dapat dibagi-bagi dari Hak Tanggungan adalah
bahwa Hak Tanggungan membebani secara utuh obyek Hak Tanggungan dan setiap
bagian daripadany. Telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin tidak berarti
terbebasnya sebagian obyek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan, melainkan
Hak Tanggungan itu tetap membebani seluruh obyek Hak Tanggungan untuk sisa utang
yang belum dilunasi.
Ayat (2)
Ketentuan ini merupakan perkecualian dari asaa yang ditetap-kan pada ayat (1) untuk
menampung kebutuhan perkembangan dunia perkreditan, antara lain untuk
mengakomodasi keperluan pendanaan pembangunan kompleks perumahan yang semula
menggunakan kredit untuk pembangunan seluruh kompleks dan kemudian akan dijual
kepada pemakai satu persatu, sedangkan untuk membayarnya pemakai akhir ini juga
menggunakan kredit dengan jaminan rumah yang bersangkutan.
Sesuai ketentuan ayat ini apabila Hak Tanggungan itu dibeban-kan pada beberapa hak
atas tanah yang terdiri dari beberapa bagian yang masing-masing merupakan suatu
kesatuan yang berdiri sendiri dan dapat dinilai secara tersendiri, asas tidak dapat dibagibagi
ini dapat disimpangi asal hal itu diperjanjikan secara tegas dalam Akta Pemberian
Hak Tanggungan yang ber-sangkutan.
Pasal 3
Ayat (1)
Utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan dapat berupa utang yang sudah ada
maupun yang belum ada tetapi sudah diperjanjikan, misalnya utang yang timbul dari
pembayaran yang dilakukan oleh kreditor untuk kepentingan debitor dalam rangka
pelaksanaan bank garansi. Jumlahnya pun dapat ditentu-kan secara tetap di dalam
perjanjian yang bersangkutan dan dapat pula ditentukan kemudian berdasarkan cara
perhitungan yang ditentukan dalam perjanjian yang menimbulkan hubungan utangpiutang
yang bersangkutan, misalnya utang bunga atas pinjaman pokok dan ongkosongkos
lain yang jumlahnya baru dapat ditentukan kemudian.
Perjanjian yang dapat menimbulkan hubungan utang-piutang dapat berupa perjanjian
pinjam meminjam maupun perjanjian lain, misalnya perjanjian pengelolaan harta
kekayaan orang yang belum dewasa atau yang berada di bawah pengampuan, yang
diikuti dengan pemberian Hak Tanggungan oleh pihak pengelola.
Ayat (2)
Seringkali terjadi debitor berutang kepada lebih dari satu kreditor, masing-masing
didasarkan pada perjanjian utang-piutang yang berlainan, misalnya kreditor adalah
suatu bank dan suatu badan afiliasi bank yang bersangkutan. Piutang para kreditor
tersebut dijamin dengan satu Hak Tanggungan kepada semua kreditor dengan satu akta
pemberian Hak Tanggungan. Hak Tanggungan tersebut dibebankan atas tanah yang
sama. Bagaimana hubungan para kreditor satu dengan yang lain, diatur oleh mereka
sendiri, sedangkan dalam hubungannya dengan debitor dan pemberi Hak Tanggungan
kalau bukan debitor sendiri yang memberinya, mereka menunjuk salah satu kreditor
yang akan bertindak atas nama mereka. Misalnya mengenai siapa yang akan
menghadap PPAT dalam pemberian Hak Tanggungan yang diperjanjikan dan siapa
yang akan menerima dan menyimpan sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan adalah
hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Hak Guna Bangunan meliputi Hak Guna Bangunan atas tanah Negara, di atas tanah
Hak Pengelolaan, maupun di atas tanah Hak Milik.
Sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan Umum angka 5, dua unsur mutlak
dari hak atas tanah yang dapat dijadikan obyek Hak Tanggungan adalah :
a. hak tersebut sesuai ketentuan yang berlaku wajib didaftar dalam daftar umum,
dalam hal ini pada Kantor Pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan kedudukan
diutamakan (preferent) yang diberikan kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan
terhadap kreditor lainnya. Untuk itu harus ada catatan mengenai Hak Tanggungan
tersebut pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang dibebaninya, sehingga
setiap orang dapat mengetahuinya (asas publikasi-tas), dan
b. hak tersebut menurut sifatnya harus dapat dipindahtangan-kan, sehingga apabila
diperlukan dapat segera direalisasi untuk membayar utang yang dijamin
pelunasannya.
Sehubungan dengan kedua syarat di atas, Hak Milik yang sudah diwakafkan tidak dapat
dibebani Hak Tanggungan, karena sesuai dengan hakikat perwakafan, Hak Milik yang
demikian sudah dikekalkan sebagai harta keagamaan. Sejalan dengan itu hak atas tanah
yang dipergunakan untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya juga tidak
dapat dibebani Hak Tanggungan.
Ayat (2)
Hak Pakai atas tanah Negara yang dapat dipindahtangankan meliputi Hak Pakai yang
diberikan kepada orang perseorangan atau badan hukum untuk jangka waktu tertentu
yang ditetapkan di dalam Keputusan pemberiannya. Walaupun di dalam Pasal 43
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
ditentukan bahwa untuk memin-dahtangankan Hak Pakai atas tanah Negara diperlukan
izin dari pejabat yang berwenang, namun menurut sifatnya Hak Pakai itu memuat hak
untuk memindahtangankan kepada pihak lain. Izin yang diperlukan dari pejabat yang
berwenang hanyalah erkaitan dengan persyaratan apakah penerima hak memenuhi
syarat untuk menjadi pemegang Hak Pakai.
Mengenai kewajiban pendaftaran Hak Pakai atas tanah Negara, lihat Penjelasan Umum
angka 5.
Ayat (3)
Hak Pakai atas tanah Hak Milik baru dapat dibebani Hak Tanggungan apabila hal itu
sudah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan ini diadakan, karena
perkembangan mengenai Hak Pakai atas tanah Hak Milik tergantung pada
keperluannya di dalam masyarakat. Walaupun pada waktu itu belum dianggap perlu
mewajibkan pendaftaran Hak Pakai atas tanah Hak Milik, sehingga hak tersebut tidak
memenuhi syarat untuk dibebani Hak Tanggungan, namun untuk menampung
perkembangan di waktu yang akan datang kemungkinan untuk membebankan Hak
Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik tidak ditutup sama sekali.
Lihat Penjelasan Umum angka 5.
Ayat (4)
Sebagaimana sudah dijelaskan dalam Penjelasan Umum angka 6, Hak Tanggungan
dapat pula meliputi bangunan, tanaman, dan hasil karya misalnya candi, patung, gapura,
relief yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan. Bangunan yang
dapat dibebani Hak Tanggungan bersamaan dengan tanahnya tersebut meliputi
bangunan yang berada di atas maupun di bawah permukaan tanah misalnya basement,
yang ada hubungannya dengan hak atas tanah yang bersang-kutan.
Ayat (5)
Sebagai konsekuensi dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pembebanan
Hak Tanggungan atas bangunan, tanaman, dan hasil karya yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah yang pemiliknya lain daripada pemegang hak atas tanah wajib
dilakukan bersamaan dengan pemberian Hak Tanggungan atas tanah yang bersangkutan
dan dinyatakan di dalam satu Akta Pemberian Hak Tanggungan, yang ditandatangani
bersama oleh pemilliknya dan pemegang hak atas tanahnya atau kuasa mereka,
keduanya sebagai pihak pemberi Hak Tanggungan.
Yang dimaksud dengan akta otentik dalam ayat ini adalah Surat Kuasa Membebankan
Hak Tanggungan atas benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah untuk
dibebani Hak Tanggungan bersama-sama tanah yang bersangkutan.
Pasal 5
Ayat (1)
Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan sehingga
terdapat pemegang Hak Tanggungan peringkat pertama, peringkat kedua, dan seterusnya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan tanggal pendaftaran adalah tanggal buku tanah Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4).
Ayat (3)
Dalam hal lebih dari satu Hak Tanggungan atas satu obyek Hak Tanggungan dibuat
pada tanggal yang sama, peringkat Hak Tanggungan tersebut ditentukan oleh nomor
urut akta pemberi-annya. Hal itu dimungkinkan karena pembuatan beberapa akta
Pemberian Hak Tanggungan tersebut hanya dapat dilakukan oleh PPAT yang sama.
Pasal 6
Hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu
perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan
atau pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang Hak
Tanggungan. Hak tersebut didasarkan pada janji yang diberi-kan oleh pemberi Hak
Tanggungan bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan berhak untuk
menjual obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetu-juan
lagi dari pemberi Hak Tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari
hasil penjualan itu lebih dahulu daripada kreditor-kreditor yang lain. Sisa hasil penjualan
tetap menjadi hak pemberi Hak Tanggungan.
Pasal 7
Sifat ini merupakan salah satu jaminan bagi kepentingan pemegang Hak Tanggungan.
Walaupun obyek Hak Tanggungan sudah ber-pindahtangan dan menjadi milik pihak lain,
kreditor masih tetap dapat menggunakan haknya melakukan eksekusi, jika debitor cidera
janji.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Karena lahirnya Hak Tanggungan adalah pada saat didaftarnya Hak Tanggungan
tersebut, maka kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak
Tanggungan diharuskan ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pembuatan buku
tanah Hak Tanggungan. Untuk itu harus dibuktikan keabsahan kewenangan tersebut
pada saat didaftarnya Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Lihat Penjelasan Umum angka 7.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Sesuai dengan sifat accessoir dari Hak Tanggungan, pemberiannya harus merupakan
ikutan dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum
utang piutang yang dijamin pelunasannya. Perjanjian yang menimbul-kan hubungan
utang-piutang ini dapat dibuat dengan akta di bawah tangan atau harus dibuat dengan
akta otentik, tergantung pada ketentuan hukum yang mengatur materi perjanjian itu.
Dalam hal hubungan utang-piutang itu timbul dari perjanjian utang-piutang atau
perjanjian kredit, perjanjian tersebut dapat dibuat di dalam maupun di luar negeri dan
pihak-pihak yang bersangkutan dapat orang perseorangan atau badan hukum asing
sepanjang kredit yang bersangkutan dipergunakan untuk kepentingan pembangunan di
wilayah negara Republik Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan hak lama adalah hak kepemilikan atas tanah menurut hukum
adat yang telah ada akan tetapi proses administrasi dalam konversinya belum selesai
dilaksanakan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah syarat-syarat yang ditetapkan
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengingat tanah dengan hak
sebagaimana dimaksud di atas pada waktu ini masih banyak, pembebanan Hak
Tanggungan pada hak atas tanah itu dimungkinkan asalkan pemberiannya dilakukan
bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah tersebut. Kemungkinan ini
dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada pemegang hak atas tanah yang belum
ber-sertipikat untuk memperoleh kredit. Disamping itu, kemung kinan di atas
dimaksudkan juga untuk mendorong pensertipi-katan hak atas tanah pada umumnya.
Dengan adanya ketentuan ini berarti bahwa penggunaan tanah yang bukti
kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis masih dimungkinkan
sebagai agunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Ketentuan ini menunjukkan bagaimana caranya untuk
meningkatkan pemberian agunan tersebut menjadi Hak Tanggungan.
Pasal 11
Ayat (1)
Ketentuan ini menetapkan isi yang sifatnya wajib untuk sahnya Akta Pemberian Hak
Tanggungan. Tidak dicantumkannya secara lengkap hal-hal yang disebut pada ayat ini
dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan mengakibatkan akta yang bersang-kutan batal
demi hukum. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi asas spesialitas dari Hak
Tanggungan, baik mengenai subyek, obyek, maupun utang yang dijamin.
Huruf a
Apabila Hak Tanggungan dibebankan pula pada benda-benda yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah milik orang perseorangan atau badan hukum lain daripada
pemegang hak atas tanah, pemberi Hak Tanggungan adalah pemegang hak atas
tanah bersama-sama pemilik benda tersebut.
Huruf b
Dengan dianggapnya kantor PPAT sebagai domisili Indonesia bagi pihak yang
berdomisili di luar negeri pilihannya tidak disebut di dalam akta, syarat
pencantuman domisili pilihan tersebut dianggap sudah dipenuhi.
Huruf c
Penunjukan utang atau utang-utang yang dijamin sebagai-mana dimaksud pada
huruf ini meliputi juga nama dan identitas debitor yang bersangkutan.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada
huruf ini meliputi rincian mengenai sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan
atau bagi tanah yang belum terdaftar sekurang-kurangnya memuat uraian mengenai
kepemilikan, letak, batas-batas, dan luas tanahnya.
Ayat (2)
Janji-janji yang dicantumkan pada ayat ini sifatnya fakultatif dan tidak mempunyai
pengaruh terhadap sahnya akta. Pihak-pihak bebas menentukan untuk menyebutkan
atau tidak menyebutkan janji-janji ini dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan.
Dengan dimuatnya janji-janji tersebut dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang
kemudian didaftar pada Kantor Perta-nahan, janji-janji tersebut juga mempunyai
kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga.
Huruf a dan b
Pemberi Hak Tanggungan masih diperbolehkan melaksa-nakan kewenangan yang
dibatasi sebagaimana dimaksud pada huruf-huruf ini sepanjang untuk itu telah
diperoleh persetujuan tertulis dari pemegang Hak Tanggungan.
Huruf c
Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk
mengelola obyek Hak Tanggungan dapat merugikan pemberi Hak Tanggungan.
Oleh karena itu, janji tersebut haruslah disertai persyaratan bahwa pelaksanaannya
masih memerlukan penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Sebelum mengeluarkan
penetapan ter-sebut Ketua Pengadilan Negeri perlu memanggil dan mendengar
pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu peme-gang Hak Tanggungan dan pemberi
Hak Tanggungan serta debitor apabila pemberi Hak Tanggungan bukan debitor.
Huruf d
Dalam janji ini termasuk pemberian kewenangan kepada pemegang Hak
Tanggungan untuk atas biaya pemberi Hak Tanggungan mengurus perpanjangan
hak atas tanah yang dijadikan obyek Hak Tanggungan untuk mencegah hapus-nya
Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah, dan melakukan pekerjaan lain
yang diperlukan untuk menjaga agar obyek Hak Tanggungan tidak berkurang
nilainya yang akan mengakibatkan berkurangnya harga penjualan sehingga tidak
cukup untuk melunasi utang yang dijamin.
Huruf e
Untuk dipunyainya kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 di dalam
Akta Pemberian Hak Tanggungan dicantumkan janji ini.
Huruf f
Janji ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pemegang Hak Tanggungan
kedua dan seterusnya. Dengan adanya janji ini, tanpa persetujuan pembersihan dari
peme-gang Hak Tanggungan kedua dan seterusnya, Hak Tang-gungan kedua dan
seterusnya tetap membebani obyek Hak Tanggungan, walaupun obyek itu sudah
dieksekusi untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan pertama.
Huruf g
Yang dimaksud pada huruf ini adalah melepaskan haknya secara sukarela.
Huruf h
Yang dimaksud pada huruf ini adalah pelepasan hak secara sukarela, atau
pencabutan hak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundangundangan.
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Janji ini penting untuk dapat memperoleh harga yang tinggi dalam penjualan obyek
Hak Tanggungan.
Huruf k
Tanpa dicantumkannya janji ini, sertipikat hak atas tanah yang dibebani Hak
Tanggungan diserahkan kepada pem-beri Hak Tanggungan.
Pasal 12
Ketentuan ini diadakan dalam rangka melindungi kepentingan debitor dan pemberi Hak
Tanggungan lainnya, terutama jika nilai obyek Hak Tanggungan melebihi besarnya utang
yang dijamin. Pemegang Hak Tanggungan dilarang untuk secara serta merta men-jadi
pemilik obyek Hak Tanggungan karena debitor cidera janji. Walaupun demikian tidaklah
dilarang bagi pemegang Hak Tang-gungan untuk menjadi pembeli obyek Hak Tanggungan
asalkan melalui prosedur yang diatur dalam Pasal 20.
Pasal 13
Ayat (1)
Salah satu asas Hak Tanggungan adalah asas publisitas. Oleh karena itu didaftarkannya
pemberian Hak Tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan
ter-sebut dan mengikatnya Hak Tanggungan terhadap pihak ketiga.
Ayat (2)
Dengan pengiriman oleh PPAT berarti akta dan warkah lain yang diperlukan itu
disampaikan ke Kantor Pertanahan melalui petugasnya atau dikirim melalui pos
tercatat. PPAT wajib menggunakan cara yang paling baik dan aman dengan memperhatikan
kondisi daerah dan fasilitas yang ada, serta selalu berpedoman pada tujuan
untuk didaftarnya Hak Tanggungan itu secepat mungkin.
Warkah lain yang dimaksud pada ayat ini meliputi surat-surat bukti yang berkaitan
dengan obyek Hak Tanggungan dan identitas pihak-pihak yang bersangkutan, termasuk
di dalamnya sertipikat hak atas tanah dan/atau surat-surat keterangan menge-nai obyek
Hak Tanggungan.
PPAT wajib melaksanakan ketentuan pada ayat ini karena jabatannya. Sanksi atas
pelanggarannya akan ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
jabatan PPAT.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Agar pembuatan buku tanah Hak Tanggungan tersebut tidak berlarut-larut sehingga
dapat merugikan pihak-pihak yang ber kepentingan dan mengurangi jaminan kepastian
hukum, ayat ini menetapkan satu tanggal yang pasti sebagai tanggal buku tanah itu,
yaitu tanggal hari ketujuh dihitung dari hari dipenuhinya persyaratan berupa surat-surat
untuk pendaftaran secara lengkap.
Ayat (5)
Dengan dibuatnya buku tanah Hak Tanggungan, asas publisitas terpenuhi dan Hak
Tanggungan itu mengikat juga pihak ketiga.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) dan ayat (3)
Irah-irah yang dicantumkan pada sertipikat Hak Tanggungan dan dalam ketentuan pada
ayat ini, dimaksudkan untuk mene-gaskan adanya kekuatan eksekutorial pada sertipikat
Hak Tang-gungan, sehingga apabila debitor cidera janji, siap untuk dieksekusi seperti
halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui
tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate executie sesuai dengan peraturan
Hukum Acara Perdata.
Lihat Penjelasan Umum angka 9 dan penjelasan Pasal 26.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan Umum angka 7 pada asasnya
pembebanan Hak Tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan.
Hanya apabila benar-benar diperlukan, yaitu dalam hal pemberi Hak Tanggungan tidak
dapat hadir di hadapan PPAT, diperkenankan penggunaan Surat Kuasa Membebankan
Hak Tanggungan. Sejalan dengan itu, surat kuasa tersebut harus diberikan langsung
oleh pemberi Hak Tanggungan dan harus memenuhi persyaratan mengenai muatannya
sebagaimana ditetapkan pada ayat ini. Tidak dipenuhinya syarat ini mengakibatkan
surat kuasa yang bersangkutan batal demi hukum, yang berarti bahwa surat kuasa yang
bersangkutan tidak dapat digunakan sebagai dasar pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan. PPAT wajib menolak permohonan untuk membuat Akta Pemberian Hak
Tanggungan, apabila Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tidak dibuat sendiri
oleh pemberi Hak Tang-gungan atau tidak memenuhi persyaratan termaksud di atas.
Huruf a
Yang dimaksud dengan tidak memuat kuasa untuk melaku-kan perbuatan hukum
lain dalam ketentuan ini, misalnya tidak memuat kuasa untuk menjual,
menyewakan obyek Hak Tanggungan, atau memperpanjang hak atas tanah.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pengertian substitusi menurut Undang-undang ini adalah
penggantian kuasa melalui pengalihan. Bukan merupakan substitusi, jika penerima
kuasa memberikan kuasa kepada pihak lain dalam rangka penugasan untuk
bertindak mewakilinya, misalnya Direksi Bank menugaskan pelaksanaan kuasa
yang diterimanya kepada Kepala Cabangnya atau pihak lain.
Huruf c
Kejelasan mengenai unsur-unsur pokok dalam pembebanan Hak Tanggungan
sangat diperlukan untuk kepentingan perlindungan pemberi Hak Tanggungan.
Jumlah utang yang dimaksud pada huruf ini adalah jumlah utang sesuai dengan
yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Tanah yang belum terdaftar adalah tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(3). Batas waktu penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai
hak atas tanah yang belum terdaftar ditentukan lebih lama daripada tanah yang sudah
didaftar pada ayat (3), mengingat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan pada
hak atas tanah yang belum terdaftar harus dilakukan bersamaan dengan permohonan
pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10
ayat (3), yang terlebih dahulu perlu dilengkapi persyaratannya.
Persyaratan bagi pendaftaran hak atas tanah yang belum ter-daftar meliputi
diserahkannya surat-surat yang memerlukan waktu untuk memperolehnya, misalnya
surat keterangan riwayat tanah, surat keterangan dari Kantor Pertanahan bahwa tanah
yang bersangkutan belum bersertipikat, dan apabila bukti kepemilikan tanah tersebut
masih atas nama orang yang sudah meninggal, surat keterangan waris dan surat
pembagian waris.
Ketentuan pada ayat ini berlaku juga terhadap tanah yang sudah bersertipikat, tetapi
belum didaftar atas nama pemberi Hak Tanggungan sebagai pemegang hak atas tanah
yang baru, yaitu tanah yang belum didaftar peralihan haknya, pemecahannya, atau
penggabungannya.
Ayat (5)
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan mengingat kepentingan golongan
ekonomi lemah, untuk pemberian kredit tertentu yang ditetapkan Pemerintah seperti
kredit program, kredit kecil, kredit pemilikan rumah, dan kredit lain yang sejenis, batas
waktu berlakunya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku. Penentuan batas waktu berlakunya Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan untuk jenis kredit tertentu tersebut dilakukan oleh
Menteri yang berwenang di bidang pertanahan setelah mengadakan koordinasi dan
konsultasi dengan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan pejabat lain yang
terkait.
Ayat (6)
Ketentuan mengenai batas waktu berlakunya Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan dimaksudkan untuk mencegah berlarut-larutnya waktu pelaksanaan kuasa
itu. Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan dibuatnya Surat Kuasa Mem-bebankan
Hak Tanggungan baru.
Pasal 16
Ayat (1)
Cessie adalah perbuatan hukum mengalihkan piutang oleh kreditor pemegang Hak
Tanggungan kepada pihak lain.
Subrogasi adalah penggantian kreditor oleh pihak ketiga yang melunasi utang debitor.
Yang dimaksud dengan sebab-sebab lain adalah hal-hal lain selain yang dirinci pada
ayat ini, misalnya dalam hal terjadi pengambilalihan atau penggabungan perusahaan
sehingga menyebabkan beralihnya piutang dari perusahaan semula kepada perusahaan
yang baru.
Karena beralihnya Hak Tanggungan yang diatur dalam ketentuan ini terjadi karena
hukum, hal tersebut tidak perlu dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT.
Pencatatan beralihnya Hak Tanggungan ini cukup dilakukan berdasarkan akta yang
membuktikan beralihnya piutang yang dijamin kepada kreditor yang baru.
Lihat Penjelasan Umum angka 8.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Sesuai dengan sifat accessoir dari Hak Tanggungan, adanya Hak Tanggungan
tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang itu hapus
karena pelunasan atau sebab-sebab lain, dengan sendirinya Hak Tanggungan yang
bersangkutan menjadi hapus juga.
Selain itu, pemegang Hak Tanggungan dapat melepaskan Hak Tanggungannya dan hak
atas tanah dapat hapus yang menga-kibatkan hapusnya Hak Tanggungan.
Hak atas tanah dapat hapus antara lain karena hal-hal sebagai-mana disebut dalam Pasal
27, Pasal 34, dan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria atau peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam hal
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai yang dijadikan obyek Hak
Tanggungan berakhir jangka waktu berlakunya dan diperpanjang berdasarkan
permohonan yang diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu tersebut, Hak
Tanggungan dimaksud tetap melekat pada hak atas tanah yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Ketentuan ini diadakan dalam rangka melindungi kepentingan pembeli obyek Hak
Tanggungan, agar benda yang dibelinya terbebas dari Hak Tanggungan yang semula
membebaninya, jika harga pembeliantidak mencukupi untuk melunasi utang yang
dijamin.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Para pemegang Hak Tanggungan yang tidak mencapai kesepa-katan perlu berusaha
sebaik-baiknya untuk mencapai kesepaka-tan mengenai pembersihan obyek Hak
Tanggungan sebelum masalahnya diajukan pembeli kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Apabila diperlukan, dapat diminta jasa penengah yang disetujui oleh pihak-pihak yang
bersangkutan.
Dalam menetapkan pembagian hasil penjualan obyek Hak Tanggungan dan peringkat
para pemegang Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat ini Ketua
Pengadilan Negeri harus memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 dan Pasal 5.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Ketentuan ayat ini merupakan perwujudan dari kemudahan yang disediakan oleh
Undang-Undang ini bagi para kreditor pemegang Hak Tanggungan dalam hal harus
dilakukan eksekusi.
Pada prinsipnya setiap eksekusi harus dilaksanakan dengan melalui pelelangan umum,
karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk
obyek Hak Tanggungan. Kreditor berhak mengambil pelunasan piutang yang dijamin
dari hasil penjualan obyek Hak Tanggungan. Dalam hal hasil penjualan itu lebih besar
daripada piutang tersebut yang setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan, sisanya
menjadi hak pemberi Hak Tanggungan.
Ayat (2)
Dalam hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan
harga tertinggi, dengan menyimpang dari prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberi kemungkinan melakukan eksekusi melalui penjualan di bawah tangan, asalkan
hal tersebut disepakati oleh pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, dan syarat yang
ditentukan pada ayat (3) dipenuhi. Kemungkinan ini dimaksudkan untuk mempercepat
penjualan obyek Hak Tanggungan dengan harga penjualan tertinggi.
Ayat (3)
Persyaratan yang ditetapkan pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi pihak-pihak
yang berkepentingan, misalnya peme-gang Hak Tanggungan kedua, ketiga, dan kreditor
lain dari pemberi Hak Tanggungan.
Pengumuman dimaksud dapat dilakukan melalui surat kabar atau media massa lainnya,
misalnya radio, televisi, atau melalui kedua cara tersebut. Jangkauan surat kabar dan
media massa yang dipergunakan haruslah meliputi tempat letak obyek Hak Tanggungan
yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan tanggal pemberitahuan tertulis adalah tanggal pengiriman pos
tercatat, tanggal penerimaan melalui kurir, atau tanggal pengiriman facsimile. Apabila
ada perbedaan antara tanggal pemberitahuan dan tanggal pengumuman yang dimaksud
pada ayat ini, jangka waktu satu bulan dihitung sejak tanggal paling akhir diantara
kedua tanggal tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Untuk menghindarkan pelelangan obyek Hak Tanggungan, pelunasan utang dapat
dilakukan sebelum saat pengumuman lelang dikeluarkan.
Pasal 21
Ketentuan ini lebih memantapkan kedudukan diutamakan pemegang Hak Tanggungan
dengan mengecualikan berlakunya akibat kepailitan pemberi Hak Tanggungan terhadap
obyek Hak Tanggungan.
Pasal 22
Ayat (1)
Hak Tanggungan telah hapus karena peristiwa-peristiwa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18. Pencoretan catatan atau roya Hak Tanggungan dilakukan demi ketertiban
administrasi dan tidak mempunyai pengaruh hukum terhadap Hak Tanggungan yang
bersangkutan yang sudah hapus.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pejabat pada ayat ini adalah PPAT dan notaris yang disebut di
dalam pasal-pasal yang bersangkutan. Pemberian sanksi kepada pejabat tersebut
dilakukan oleh pejabat yang berwenang menurut ketentuan yang dimaksud pada ayat
(4). Jenis-jenis hukumannya disesuaikan dengan berat ringannya pelanggaran.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penyesuaian buku tanah dan sertipikat Hak Tanggungan diatur lebih lanjut dengan
peraturan perundang-undangan.
Sebelum buku tanah dan sertipikat Hak Tanggungan yang ber-sangkutan disesuaikan
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, eksekusi dan pencoretannya
dilaku-kan menurut ketentuan yang berlaku sebelum Undang-Undang ini diundangkan.
Ayat (3)
Termasuk dalam pengertian surat kuasa membebankan hipotik yang dimaksud pada
ayat ini adalah surat kuasa untuk menjaminkan tanah.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Yang dimaksud dengan peraturan-preaturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada dalam
pasal ini, adalah ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 224 Reglemen Indonesia
yang Diperbarui (Het Herziene Indonesisch Reglement, Staatsblad 1941-44) dan Pasal 258
Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement tot Regeling
van het rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura, Staatsblad 1927-227).
Ketentuan dalam Pasal 14 yang harus diperhatikan adalah bahwa grosse acte hypotheek
yang berfungsi sebagai surat tanda bukti adanya hypotheek, dalam hal Hak Tanggungan
adalah sertipikat Hak Tanggungan.
Adapun yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang belum ada, adalah
peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus eksekusi Hak Tanggungan,
sebagai peng-ganti ketentuan khusus mengenai eksekusi hypotheek atas tanah yang disebut
di atas.
Sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum angka 9, ketentuan peralihan dalam pasal
ini memberikan ketegasan, bahwa selama masa peralihan tersebut, ketentuan hukum acara
di atas berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan, dengan penyerahan sertipikat Hak
Tanggungan sebagai dasar pelaksanaannya.
Pasal 27
Dengan ketentuan ini Hak Tanggungan dapat dibebankan pada Rumah Susun dan Hak
Milik atas Satuan Rumah Susun yang didirikan di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara.
Lihat Penjelasan Umum angka 5.
Pasal 28
Peraturan pelaksanaan yang perlu dikeluarkan antara lain adalah mengenai jabatan PPAT.
Lihat Penjelasan Umum angka 12.
Pasal 29
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, ketentuan mengenai Credietverband seluruhnya
tidak diperlukan lagi. Sedangkan ketentuan mengenai Hypotheek yang tidak berlaku lagi
hanya yang menyangkut pembebanan Hypotheek atas hak atas tanah beserta benda-benda
yang berkaitan dengan tanah.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1996 NOMOR 3632

Tidak ada komentar:

Posting Komentar